Anda di halaman 1dari 2

Jendral sudirman

Jendral Sudirman lahir di Purbalingga Jawa Tengah tepatnya di Bodas Karangjati, Rembang.
Sudirman dibesarkan oleh seorang camat setelah diadopsi dari ayah ibunya, yang sebenarnya adalah
pamannya sendiri yaitu Raden Cokrosunaryo. Ayah ibu Sudirman merelakan anaknya diadopsi demi
masa depannya karen pamannya lebih mapan.

Masa kecil dan masa muda

Sebagai anak angkat dari seorang camat, Sudirman kecil mendapatkan pendidikan yang layak sedari
dini. Di usia tujuh tahun, Sudirman kecil dimasukkan di HIS (Hollandsch Indlandsche School) atau
sekolah pribumi, dan pindah ke Taman Siswa pada tahun ke tujuh.

Tahun berikutnya di pindah ke Sekolah Wirotomo, karena Taman Siswa dianggap illegal oleh
pemerintah Belanda. Sudirman diketahui sebagai anak yang taat beribadah, mempelajari keislaman
dari Raden Muhammad Kholil. Bahkan dia mendapatkan julukan Haji karena sering berceramah.

Pada tahun 1934 pamannya wafat, menjadi pukulan berat baginya karena keluarganya jatuh miskin.
Dia bahkan mendapatkan untuk tetap bersekolah tanpa membayar di Wirotomo. Sudirman remaja
ikut mendirikan organisasi islam bernama Hizbul Wathan milik Muhammadiyah, dan dia menjadi
pemimpin cabang Cilacap setelah lulus.

Masa menjadi guru

Kemampuannya memimpin memang sudah terlihat sejak muda, dia disegani dan dihormati oleh
masyarakat. Setelah lulus dia kembali belajar di Kweekscool, sekolah khusus calon guru milik
Muhammadiyah, namun berhenti karena tidak ada biaya.

Kemudian Sudirman kembali ke Cilacap dan menjadi seorang guru di Sekolah Dasar Muhammadiyah
yang ada di sana. Di situ Sudirman bertemu dengan Alfiah, temannya sekolah dahulu dan kemudian
mereka menikah. Lalu setelah menikah Sudirman tinggal di Cilacap rumah mertuanya Raden
Sostroatmodjo seorang pengusaha batik kaya raya.

Selama mengajar Sudirman tetap aktif berorganisasi, ikut dalam organisasi pemuda Muhammadiyah.
Setelah Jepang menduduki Indonesia pada tahun 1942, maka perpindahan kekuasaan mulai terjadi,
geraknya mengajar mulai dibatasi. Bahkan sekolahnya ditutup diubah menjadi pos militer oleh
Jepang.

Masa dunia militer

Pada tahun 1944, Sudirman menjabat sebagai ketua dewan karesidenan yang dibentuk oleh Jepang.
Inilah awal mula Sudirman guru memasuki dunia militer, karena diminta bergabung dengan tentara
PETA bentukan Jepang.

Setelah menjadi anggota PETA (pembela Tanah Air) di Bogor, begitu tamat pendidikan, Sudirman
langsung menjadi komandan batalyon Kroya. Kemudian menjadi Panglima Divisi V/ Banyumas
sesudah TKR terbentuk. Yang Akhirnya terpilih menjadi Panglima ANgkatan Perang RI (Panglima TNI)
yang pertama dan paling muda.

Perjalanannya di dunia militer terbilang mulus, hal itu tidak lepas dari kemampuannya memimpin
pasukan. Sudirman merupakan pahlawan pembela kemerdekaan yang mengutamakan kepentingan
negara di atas kepentingan pribadinya. Dalam biografi Jendral Sudirman tercatat sebagai Panglima
sekaligus Jendral pertama dan termuda Republik Indonesia.

Setelah masa kependudukan Jepang berakhir saat bom Hirosima dan Nagasaki meledak, Sudirman
memimpin pelarian bersama kawan-kawannya saat ditahan di Bogor. Kemudian bertemu dengan
sang proklamator, Soekarno dan Hatta memintanya untuk memimpin pasukan melawan Jepang di
Jakarta. Namun ditolak Sudirman memilih tetap di Kroya dan memimpin pasukannya melucuti
Jepang.

Masa perang gerilya

Pada masa agresi militer Belanda ke II, kala itu Jendral Sudirman sedang sakit, keadaannya sangat
lemah akibat paru-parunya hanya berfungsi 50%. Melihat keadaan itu presiden Soekarno
memintanya untuk tetap di dalam kota dan melakukan perawatan. Namun anjuran presiden tidak
dilaksanakan karena merasa bertanggung jawab memimpin pasukannya.

Maka demi bangsa Indonesia, Jendral Sudirman yang sedang sakit dengan ditandu tetap berangkat
memimpin pasukan untuk melakukan gerilya. Sekitar selama tujuh bulan beliau berpindah-pindah
dari satu hutan ke hutan lain, dari gunung satu ke gunung lainnya dalam keadaan lemah dan sakit.
Persediaan obat semakin menipis kala itu, namun Jendral Sudirman tetap memberikan semangat
dan motivasi kepada pasukannya. Beliau tidak pernah merasakan penyakitnya, namun keadaan fisik
yang terus menurun membuat beliau harus pulang dari medan perang.

Wafat

Penyakit TBC yang diderita oleh Jendral Sudirman semakin parah namun tidak mengalahkan
semangat Jendral Sudirman. Beliau tetap control teratur ke panti rapih Yogyakarta, kala itu
pengakuan kedaulatan Indonesia sedang dalam masa negosiasi dengan Belanda.

Belanda mengakui kedaulatan Indonesia pada 27 Desember 1949 melalui Republik Indonesia Serikat
(RIS). Jendral Sudirman diangkat sebagai Panglima Besar Tentara Nasional Indonesia (TNI) pertama
dan termuda. Jendral Sudirman sudah jarang tampil karena sedang dirawat di sanatorium Pakem
dan pindah ke Magelang pada Desember 1949.

Jendral Sudirman 29 Januari 1950, Jendral Besar Sudirman wafat di Magelang setelah berjuang keras
melawan penyakitnya. Pemakamannya dilakukan di Taman Makan Pahlawan Semaki Yogyakarta,
diiringi konvoi empat tank serta 80 kendaraan bermotor. Jendral Sudirman dinobatkan sebagai
Pahlawan Pembela Kemerdekaan.

Anda mungkin juga menyukai