Presiden Soekarno
Indonesia memiliki salah satu jenderal perang terbaik sepanjang sejarah. Ia adalah Jenderal
Soedirman yang bahkan Presiden Soekarno pun sangat menghormatinya. Bahkan dijadikan
tangan kanannya dalam berjuang menyelamatkan negeri ini dari Belanda yang ingin kembali
menjajah dibantu dengan para tentara sekutu. Jenderal Soedirman berjuang mati-matian
untuk membuat Indonesia terus merdeka dan diakui dunia internasional.
Mari sejenak mengenal dan mengenang kembali sosok berjasa yang ada di Indonesia ini.
Tanpa beliau, Indonesia akan terpuruk dan kembali lagi ke pangkuan Belanda. Meski
merdeka di tahun 1945, Belanda masing “ngotot” ingin menguasai Indonesia. Dan inilah
kisah kehidupan dan perjuangan Jenderal Soedirman yang termahsyur itu.
Selama sekolah, Jenderal Soedirman banyak diajarkan tentang apa itu arti sebuah
nasionalisme. Dari sini lah terpupuk rasa nasionalismenya yang sangat tinggi. Ia jadi pemuda
yang mau berjuang untuk negeri ini. Bahkan ia rela melakukan apa semampunya untuk
membuat perubahan yang cukup besar.
Sayangnya masa kuliah dari Jenderal Soedirman harus berakhir setelah setahun dijalani.
Beliau tidak memiliki uang lagi untuk membayar biaya kuliah yang cukup mencekik.
Akhirnya dengan berberat hati, Jenderal Soedirman kembali ke Cilacap dan mengajar di
sekolah dasar Muhammadiyah yang membuatnya semakin dikenal dan diakui oleh banyak
masyarakat.
Kepandaian yang dimiliki oleh Jenderal Soedirman membuat seorang gadis bernama Alfiah
kepincut. Akhirnya Jenderal Soedirman menikahi Alfiah yang merupakan anak dari
pengusaha batik terkaya di daerah itu. Dari pernikahan ini, Jenderal Soedirman dikaruniani 3
orang anak yang bernama Didi Praptoastusi, Didi Sutjiati, dan Titi Wahjuti Setyaningrum.
Sebulan berselang setelah Indonesia resmi diakui kedaulatannya. Sang jenderal yang sangat
hebat ini akhirnya meninggal dunia. Penyakit parah yang menimpa dirinya ternyata
mengambil nyawanya dengan cepat. Bahkan ia belum sempat menikmati negeri yang telah ia
bela mati-matian hingga akhirnya diakui dunia internasional.
Inilah sekelumit kisah hidup Jenderal Soedirman yang sangat hebat itu. Meski akhirnya
meninggal di usia yang muda, ia telah membawa perubahan besar bagi Indonesia. Dan kita
semua harus memberikan penghormatan terbesar untuk beliau.
Nama Lengkap : Jenderal Besar TNI A Soedirman
Alias : No Alias
Agama : Islam
Tempat Lahir : Desa Bodas Karangjati, Purbalingga, Jawa Tengah
Tanggal Lahir : Senin, 24 Januari 1916
Zodiak : Aquarius
Warga Negara : Indonesia
Relation :-
Biografi
Jenderal Soedirman ialah salah seorang Pahlawan Revolusi Nasional Indonesia.
Dalam sejarah perjuangan Republik Indonesia, ia merupakan Panglima dan Jenderal RI yang
pertama dan termuda. Pada usia yang masih cukup muda, yaitu 31 tahun, Soedirman telah
menjadi seorang jenderal. Selain itu, ia juga dikenal sebagai pejuang yang gigih. Meskipun ia
sedang menderita penyakit paru-paru parah, ia tetap berjuang dan bergerilya bersama para
prajuritnya untuk melawan tentara Belanda pada Agresi Militer II.
Soedirman lahir di Purbalingga, Jawa Tengah pada tanggal 24 Januari 1916. Ia berasal
dari keluarga sederhana. Ayahnya seorang pekerja di pabrik gula Kalibagor Banyumas dan
ibunya keturunan Wedana Rembang. Soedirman memperoleh pendidikan formal dari Sekolah
Taman Siswa. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya ke HIK (sekolah guru)
Muhammadiyah, Solo tetapi tidak sampai tamat. Selama menempuh pendidikan di sana, ia
pun turut serta dalam kegiatan organisasi Pramuka Hizbul Wathan. Setelah itu ia menjadi
guru di sekolah HIS Muhammadiyah di Cilacap. Ia kemudian mengabdikan dirinya menjadi
guru HIS Muhammadiyah, Cilacap dan pemandu di organisasi Pramuka Hizbul Wathan
tersebut.
Pada zaman penjajahan Jepang , Soedirman bergabung dengan tentara Pembela Tanah
Air (Peta) di Bogor. Pasca Indonesia merdeka dari penjajahan Jepang, ia berhasil merebut
senjata pasukan Jepang di Banyumas. Kemudian beliau diangkat menjadi Komandan
Batalyon di Kroya setelah menyelesaikan pendidikannya. Ia lalu menjadi Panglima Divisi
V/Banyumas sesudah TKR (Tentara Keamanan Rakyat) terbentuk, dan akhirnya terpilih
menjadi Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia (Panglima TNI). Perang Palagan
Ambarawa melawan pasukan Inggris dan NICA Belanda dari bulan November sampai
Desember 1945 adalah perang besar pertama yang ia pimpin. Karena ia berhasil memperoleh
kemenangan pada pertempuran ini, Presiden Soekarno pun melantiknya sebagai Jenderal.
Pendidikan
Sekolah Taman Siswa
HIK (sekolah guru) Muhammadiyah, Solo tetapi tidak sampai tamat.
Pendidikan Militer Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor
Karir
Istri : Alfiah
Anak : Didi Sutjiati, Didi Pudjiati, Taufik Effendi, Titi Wahjuti Satyaningrum, Didi
Praptiastuti, Muhammad Teguh Bambang Tjahjadi, Ahmad Tidarwono
Namun ia lebih banyak tinggal bersama pamannya yang bernama Raden Cokrosunaryo yang
merupakan seorang camat setelah diadopsi.
Ayah dan Ibu Sudirman merelakan anaknya diadopsi oleh pamannya karena kondisi
keuangan pamannya lebih baik daripada orang tua Sudirman sehingga mereka ingin yang
terbaik buat anaknya.
Masa Kecil
Di usia tujuh tahun, Sudirman masuk di HIS (hollandsch inlandsche school) atau sekolah
pribumi. ia kemudian pindah ke sekolah milik Taman Siswa pada tahun ketujuhnya
bersekolah.
Tahun berikutnya ia pindah ke Sekolah Wirotomo disebabkan sekolah milik taman siswa
dianggap sebagai sekolah liar oleh pemerintah Belanda.
Di tahun 1934, pamannya Cokrosunaryo wafat. Hal ini menjadi pukulan berat bagi Sudirman.
Ia dan keluarganya jatuh miskin. Meskipun begitu ia diperbolehkan tetap bersekolah tanpa
membayar uang sekolah hingga ia tamat menurut Biografi Jenderal Sudirman yang ditulis
oleh Sardiman (2008).
Di Wirotomo pula, Sudirman ikut mendirikan organisasi islam bernama Hizbul Wathan milik
Muhammadiyah. Beliau juga menjadi pemimpin organisasi tersebut pada cabang Cilacap
setelah lulus dari Wirotomo.
Kemampuannya dalam memimpin dan berorganisasi serta ketaatan dalam Islam menjadikan
ia dihormati oleh masyarakat. Jenderal Sudirman merupakan salah satu tokoh besar di antara
sedikit orang lainnya yang pernah dilahirkan oleh suatu revolusi. Saat usianya masih 31 tahun
ia sudah menjadi seorang jenderal.
Sudirman kembali ke Cilacap dan mulai mengajar di sekolah dasar Muhammadiyah. Disini
pula ia bertemu dengan Alfiah, temannya sewaktu sekolah yang kemudian mereka menikah.
Setelah Jepang berhasil menduduki Indonesia pada tahun 1942. Perubahan kekuasaan mulai
terlihat. Jepang menutup sekoalh tempat Sudirman mengajar dan mengalihfungsikannya
menjadi pos militer.
Di tahun 1944, Sudirman menjabat perwakilan di dewan karesidenan yang dibentuk oleh
Jepang. Dan tak lama kemudian Sudirman diminta untuk bergabung dalam tentara PETA
(Pembela Tanah Air) oleh Jepang.
Masuk di Militer
Ketika pendudukan Jepang, ia masuk tentara Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor yang begitu
tamat pendidikan, langsung menjadi Komandan Batalyon di Kroya. Menjadi Panglima Divisi
V/Banyumas sesudah TKR terbentuk, dan akhirnya terpilih menjadi Panglima Angkatan
Perang Republik Indonesia (Panglima TNI).
Ia merupakan Pahlawan Pembela Kemerdekaan yang tidak perduli pada keadaan dirinya
sendiri demi mempertahankan Republik Indonesia yang dicintainya. Ia tercatat sebagai
Panglima sekaligus Jenderal pertama dan termuda Republik ini.
Setelah bom atiom di Hiroshima dan Nagasaki dijatuhkan, kekuatan militer Jepang di
Indonesia mulai melemah. Sudirman yang ketika itu ditahan di Bogor mulai memimpin
kawan-kawannya untuk melakukan pelarian.
Jenderal Besar Sudirman ini lahir di Bodas Karangjati, Rembang, Purbalingga, 24 Januari
1916. Ayahnya bernama Karsid Kartawiuraji dan ibunya bernama Siyem.
Namun ia lebih banyak tinggal bersama pamannya yang bernama Raden Cokrosunaryo yang
merupakan seorang camat setelah diadopsi.
Ayah dan Ibu Sudirman merelakan anaknya diadopsi oleh pamannya karena kondisi
keuangan pamannya lebih baik daripada orang tua Sudirman sehingga mereka ingin yang
terbaik buat anaknya.
Masa Kecil
Di usia tujuh tahun, Sudirman masuk di HIS (hollandsch inlandsche school) atau sekolah
pribumi. ia kemudian pindah ke sekolah milik Taman Siswa pada tahun ketujuhnya
bersekolah.
Tahun berikutnya ia pindah ke Sekolah Wirotomo disebabkan sekolah milik taman siswa
dianggap sebagai sekolah liar oleh pemerintah Belanda.
Di tahun 1934, pamannya Cokrosunaryo wafat. Hal ini menjadi pukulan berat bagi Sudirman.
Ia dan keluarganya jatuh miskin. Meskipun begitu ia diperbolehkan tetap bersekolah tanpa
membayar uang sekolah hingga ia tamat menurut Biografi Jenderal Sudirman yang ditulis
oleh Sardiman (2008).
Di Wirotomo pula, Sudirman ikut mendirikan organisasi islam bernama Hizbul Wathan milik
Muhammadiyah. Beliau juga menjadi pemimpin organisasi tersebut pada cabang Cilacap
setelah lulus dari Wirotomo.
Kemampuannya dalam memimpin dan berorganisasi serta ketaatan dalam Islam menjadikan
ia dihormati oleh masyarakat. Jenderal Sudirman merupakan salah satu tokoh besar di antara
sedikit orang lainnya yang pernah dilahirkan oleh suatu revolusi. Saat usianya masih 31 tahun
ia sudah menjadi seorang jenderal.
Sudirman kembali ke Cilacap dan mulai mengajar di sekolah dasar Muhammadiyah. Disini
pula ia bertemu dengan Alfiah, temannya sewaktu sekolah yang kemudian mereka menikah.
Setelah Jepang berhasil menduduki Indonesia pada tahun 1942. Perubahan kekuasaan mulai
terlihat. Jepang menutup sekoalh tempat Sudirman mengajar dan mengalihfungsikannya
menjadi pos militer.
Di tahun 1944, Sudirman menjabat perwakilan di dewan karesidenan yang dibentuk oleh
Jepang. Dan tak lama kemudian Sudirman diminta untuk bergabung dalam tentara PETA
(Pembela Tanah Air) oleh Jepang.
Masuk di Militer
Ketika pendudukan Jepang, ia masuk tentara Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor yang begitu
tamat pendidikan, langsung menjadi Komandan Batalyon di Kroya. Menjadi Panglima Divisi
V/Banyumas sesudah TKR terbentuk, dan akhirnya terpilih menjadi Panglima Angkatan
Perang Republik Indonesia (Panglima TNI).
Ia merupakan Pahlawan Pembela Kemerdekaan yang tidak perduli pada keadaan dirinya
sendiri demi mempertahankan Republik Indonesia yang dicintainya. Ia tercatat sebagai
Panglima sekaligus Jenderal pertama dan termuda Republik ini.
Setelah bom atiom di Hiroshima dan Nagasaki dijatuhkan, kekuatan militer Jepang di
Indonesia mulai melemah. Sudirman yang ketika itu ditahan di Bogor mulai memimpin
kawan-kawannya untuk melakukan pelarian.
Inggris yang ketika itu mendarat di Indonesia bersama dengan NICA mulai mempersenjatai
tentara Belanda dan mendirikan pangkalan di Magelang.
Sudirman yang kala itu menjabat sebagai kolonel mengirim pasukan untuk mengusir Inggris
serta tentara Belanda di Ambarawa. Oleh Urip Sumoharjo, Sudirman ditunjuk sebagai kepala
divisi V.
Pada tanggal 12 November 1945, Sudirman yang kala itu berumur 29 tahun terpilih sebagai
pemimpin TKR. Sudirman kemudian dipromosikan sebagai seorang Jenderal. Ia juga
menunjuk Urip Sumoharjo sebagai kepala staf TKR. Walaupun begitu ia ketika itu belum
secara resmi dilantik oleh Presiden Soekarno sebagai Kepala TKR.
Agresi Militer Belanda
Ketika pasukan sekutu datang ke Indonesia dengan alasan untuk melucuti tentara Jepang,
ternyata tentara Belanda ikut dibonceng.
Karenanya, TKR akhirnya terlibat pertempuran dengan tentara sekutu. Demikianlah pada
Desember 1945, pasukan TKR yang dipimpin oleh Sudirman terlibat pertempuran melawan
tentara Inggris di Ambarawa.
Dan pada tanggal 12 Desember tahun yang sama, dilancarkanlah serangan serentak terhadap
semua kedudukan Inggris. Pertempuran yang berkobar selama lima hari itu akhirnya
memaksa pasukan Inggris mengundurkan diri ke Semarang.
Pada saat pasukan Belanda kembali melakukan agresinya atau yang lebih dikenal dengan
Agresi Militer II Belanda, Ibukota Negara RI berada di Yogyakarta sebab Kota Jakarta
sebelumnya sudah dikuasai.
Jenderal Sudirman yang saat itu berada di Yogyakarta sedang sakit. Keadaannya sangat
lemah akibat paru-parunya yang hanya tingggal satu yang berfungsi.
Dalam Agresi Militer II Belanda itu, Yogyakarta pun kemudian berhasil dikuasai Belanda.
Bung Karno dan Bung Hatta serta beberapa anggota kabinet juga sudah ditawan. Melihat
keadaan itu, walaupun Presiden Soekarno sebelumnya telah menganjurkannya untuk tetap
tinggal dalam kota untuk melakukan perawatan.
Namun anjuran itu tidak bisa dipenuhinya karena dorongan hatinya untuk melakukan
perlawanan pada Belanda serta mengingat akan tanggungjawabnya sebagai pemimpin tentara.
Tapi kepada pasukannya ia selalu memberi semangat dan petunjuk seakan dia sendiri tidak
merasakan penyakitnya. Namun akhirnya ia harus pulang dari medan gerilya, ia tidak bisa
lagi memimpin Angkatan Perang secara langsung, tapi pemikirannya selalu dibutuhkan.
Penyakit TBC yang menggerogoti Jenderal Sudirman kala itu kian parah. Beliau rajin
memeriksakan diri di rumah sakit Panti Rapih. Disaat itu juga, Indonesia sedang dalam
negoasiasi dengan Belanda menuntuk pengakuan kedaulatan Indonesia.
Jenderal Sudirman kala itu jarang tampil karena sedang dirawat di Sanatorium diwilayah
Pakem dan kemudian pindah ke Magelang pada bulan desember 1949.
Belanda kemudian mengakui kedaulatan Indonesia pada tanggal 27 desember 1949 melalui
Republik Indonesia Serikat. Jenderal Sudirman saat itu juga diangkat sebagai Panglima Besar
TNI.
Menurut biografi jenderal Sudirman, Diketahui setelah berjuang keras melawan penyakitnya,
Pada tangal 29 Januari 1950, Panglima Besar Sudirman wafat di Magelang. Pemakamannya
ke Yogyakarta diiringi oleh konvoi empat tank serta 80 kendaraan bermotor.