Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK RDS


(RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME )

Dosen Pengampu :

Asri Kusyani, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun Oleh Kelompok 3:

1. Qatrunnada Fitri Zahranie R.S (2020030049)


2. Gurit Cokro (2020030051)
3. Magdalena Tahoba (2020030075)

PRODI ILMU KESEHATAN S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN HUSADA


JOMBANG 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kehadirat Allah SWT yang hanya dengan rahmat serta
petunjuk-nya, kami berhasil menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep
Asuhan Keperawatan Penyakit RDS (respiratory distress syndrome)” untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak I.

Dalam penulisan ini tidak lepas dari pantauan bimbingan saran dan nasehat dari
berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih
kapada yang terhormat dosen Pengampu yang telah memberikan tugas dan
kesempatan kepada kami untuk membuat dan menyusun makalah ini. Serta semua
pihak yang telah membantu dan memberikan masukan serta nasehat hingga
tersusunnya makalah ini hingga akhir.

Karena keterbatasan ilmu dan pengalaman, kami sadar masih banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang berkaitan
dengan penyusunan makalah ini akan kami terima dengan senang hati untuk
menyempurnakan penyusunan makalah tersebut.

Semoga makalah yang berjudul “Konsep Asuhan Keperawatan Penyakit RDS


(respiratory distress syndrome)” ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.

Jombang, 25 Maret 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI
MAKALAH......................................................................................................................1
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK RDS (RESPIRATORY
DISTRESS SYNDROME )..............................................................................................1
KATA PENGANTAR......................................................................................................2
BAB I.................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................5
1.3 Tujuan.....................................................................................................................5
1.4 Manfaat...................................................................................................................5
BAB II...............................................................................................................................6
PEMBAHASAN...............................................................................................................6
2.1 PENGERTIAN.......................................................................................................6
2.2 ETIOLOGI.............................................................................................................6
2.3 PATOFISIOLOGI.................................................................................................7
2.4 MANIFESTASI KLINIS.......................................................................................7
2.5 PATHWAY RDS....................................................................................................9
2.6 KOMPLIKASI.......................................................................................................9
2.7 PENATALAKSANAAN......................................................................................10
BAB III............................................................................................................................11
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PENYAKIT RDS (RESPIRATORY
DISTRESS SYNDROM) PADA ANAK......................................................................11
3.1 PENGKAJIAN.....................................................................................................11
3.2 PEMERIKSAAN FISIK......................................................................................11
3.3 PEMERIKSAAN LABORATORIUM................................................................11
3.4 DIAGNOSA KEPERAWATAN..........................................................................11
3.5 INTERVENSI KEPERAWATAN.......................................................................13
3.6 IMPLEMENTASI................................................................................................13
3.7 EVALUASI...........................................................................................................14
BAB IV............................................................................................................................16
PENUTUP.......................................................................................................................16
4.1 KESIMPULAN.....................................................................................................16
4.2 SARAN..................................................................................................................16

3
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kejadian Respirasi Distress Syndrom (RDS) ini 60%-80% terjadi pada
bayi prematur dan hanya 5% saja kejadian pada bayi matur. Indonesia menempati
urutan ke 71 dari 224 negara di dunia untuk angka kematian bayi yaitu
24,29/1.000 kelahiran hidup. Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 2012 menunjukkan AKN di Indonesia sebesar 19 per 1000
kelahiran hidup menurun dari 20 per 1000 kelahiran hidup di tahun 2007.
Perhatian terhadap upaya penurunan kematian neonatal menjadi penting karena
kematian neonatal memberi kontribusi terhadap 56% kematian bayi ((kemenkes
RI, 2014)).

Dari 162 kasus kematian bayi 55 kematian bayi disebabkan oleh Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR), asfiksia, kelainan kongenital, pneumonia,
kematian disebabkan diare, kematian disebabkan sepsis, DSS dan 55 kematian
disebabkan lain-lain. Penyebab lain–lain diantaranya adalah trauma, aspirasi,
trombositopeni, hipotermi, mal rotasi, dll. Banyak faktor yang mempengaruhi
terjadinya Respirasi Distress Syndrom (RDS) namun penanganan awal kegawatan
adalah hal yang sangat penting apabila terjadi apnea yang merupakan salah satu
tanda bahaya atau Danger Sign yang harus ditangani dimanapun bayi baru lahir
berada karena

Respirasi Distress Syndrom (RDS) adalah salah satu gangguan nafas yang
merupakan kegawatan peinatal jika tidak ditangani dengan baik maka akan
berdampak pada kematian atau gejala sisa bila dapat bertahan hidup. Premature
menempati penyebab kematian pertama di dunia dalam periode awal kehidupan.
Kelahiran prematur pada bayi dapat bertambah buruk apabila penanganan tidak
segera dilaksanakan dengan sempurna, sehingga perlu dilakukan suatu asuhan
keperawatan pada bayi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan
membatasi gejala-gejala lanjut yang dapat timbul. Kelahiran prematur
memerlukan intervensi dan tindakan yang tepat untuk meminimalkan terjadinya

4
kematian bayi. Respiratory Distress Sindrom ( RDS ) merupakan penyebab
terbanyak angka kematian pada bayi premature (Sciences, 2016).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan
dalam penelitian ini yaitu :
1. Bagaimana laporan pendahuluan pada penyakit RDS pada anak ?

2. Bagimana asuhan keperawatan pada penyakit RDS pada anak ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui lebih mendalam tentang laporan pendahuluan
penyakit RDS pada anak.
2. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai pengumpulan data pasien.

3. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan penyakit RDS pada


anak.

4. Mampu melaksanakan perencanaan tindakan keperawatan penyakit


RDS pada anak.
5. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan penyakit RDS pada
anak.

6. Mampu mengevaluasi pasien dengan asuhan keperawatan penyakit


RDS pada anak.

1.4 Manfaat
1. Makalah ini mampu untuk mengetahui lebih jelas tentang laporan
pendahuluan penyakit RDS pada anak.
2. Makalah ini juga dapat menambah wawasan masyarakat khususnya
masyarakat yang mengidap penyakit RDS pada anak.
3. Makalah ini juga menjelaskan asuhan keperawatan penyakit RDS
pada anak.

4. Makalah ini juga mampu dijadikan pembelajaran untuk mencegah

5
penyakit RDS pada anak.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN
Respiratory Distress Syndrome merupakan gangguan pernapasan pada
bayi baru lahir yang disebabkan oleh paru-paru yang belum tumbuh sempurna,
yaitu mengalami kondisi yang terdiri dari satu gejala atau lebih seperti berikut:
takipnea atau laju pernapasan lebih dari 60x/menit, retraksi dinding dada
(subcostal, intercostal, sternal, suprasternal), dan adanya bising pernapasan dalam
bentuk merintih, stridor atau wheezing (Mathai et al., 2007). Insidensi RDS
berbanding terbalik dengan usia kehamilan ibu (IDAI, 2009). Istilah RDS biasa
disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD) yang menggambarkan kondisi
spesifik akibat defisiensi surfaktan (Muflikhataun, 2018). Respiratory Distress
Syndrome (RDS) sering disebut sebagai penyakit Membran Hialin. Gangguan
nafas dapat mengakibatkan gagal nafas akut yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk memelihara pertukaran gas agar dapat memenuhi
kebutuhan tubuh dan mengakibatkan hipoksemia dan/atau hiperkarbia (Randa,
2016).

2.2 ETIOLOGI
Etiologi RDS adalah:
1. Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan eveoli terbuka
2. Alvioli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan
pengembangan kurang sempurna. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar
kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi
prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya
berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas.

6
3. Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap dalam
proteinacceous filtrat serum (saringan serum protein), difargosit oleh
makrofag.
4. Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram.
5. Adanya kelainan didalam dan diluar paru. Kelainan dalam paru yang
menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks/pneumomediastinum,
penyakit membran hialin (PMH)
6. Bayi prematur atau kurang bulan. Diakibatkan oleh kurangnya produksi
surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22,
semakin muda usia kehamilan, maka semakin besar pula kemungkinan
terjadi RDS (Wahyuni & Asthiningsih, 2020).

2.3 PATOFISIOLOGI
Faktor- faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur
disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang,
pengembangan kurang sempurna karena dinding thorax masih lemah, produksi
surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada
alveolus sehingga paru- paru menjadi kaku.
Hal tersebut menyebabkan perubahan fisologis paru sehingga daya
pengembangan paru menurun 25% dari normal ,pernafasan menjadi berat,
shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi
yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah diketahui bahwa surfaktan
mengandung 90% fosfolipiddan 10% protein, lipoprotein ini berfungsi
menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang.
Secara makroskopik, paru- paru nampak tidak berisi udara dan berwarna
kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru- paru memerlukan tekanan
pembukaan yang tinggi untuk mengembang.
2.4 MANIFESTASI KLINIS
Umumnya terjadi pada bayi prematur dengan berat badan 1000-2000 gram
atau masa gestasi 30-36 minggu. Jarang pada bayi cukup bulan, dan sering disertai
dengan riwayat asfiksia pada waktu lahir atau tanda gawat janin pada akhir
kehamilan. Gangguan pernafasan mulai tampak dalam 6-8 jam pertama setelah
lahir dan gejala karakteristik mulai terlihat dalam umur 24-72 jam (Ngastiyah,
2005).
Menurut ZR and Sari (2009) tanda dan gejala yang timbul pada RDS yaitu :
1. Pernafasan cepat/hiperpnea atau dispnea dengan frekuensi pernafasan
lebih dari 60x/menit
2. Retraksi interkostal, epigastrium atau suprasternal pada inspirasi

7
3. Sianosis
4. Grunting (terdengar seperti suara rintihan) saat ekspirasi
5. Takikardia (170x/menit)
Sedangkan manifestasi klinis dari gangguan pertukaran gas menurut Tim Pokja
DPP PPNI (2017) data mayor untuk gangguan pertukaran gas yaitu :
1) Kadar PCO2 meningkat/menurun
Kadar PCO2 dapat menunjukkan tekanan parsial karbon dioksida dalam
darah arteri, kadar ini dimonitor oleh kemoreseptor perifer dan
kemoreseptor sentral. Nilai normal PCO2 yaitu 4,6-6,0 kPa atau 35-
45mmHg, apabila terjadi peningkatan PCO2 maka akan menimbulkan
kondisi asidosis respiratorik atau keadaan dimana kadar asam di dalam
darah yang lebih tinggi dari normal karena terjadi peradangan pada paru-
paru, sebaliknya jika terjadi penurunan PCO2 maka akan terjadi kondisi
alkalosis respiratori dimana keadaan ini merupakan suatu keadaan saat
darah menjadi basa karena pernapasan yang cepat dan dalam (James,
Baker, & Swain, 2008).
2) PO2 menurun
PO2 merupakan tekanan gas O2 dalam darah, faktor yang paling
menentukan banyaknya O2 yang terikat dengan Hb adalah PO2, molekul
oksigen berikatan secara ringan dan reversible bersama Hb semakin tinggi
PO2 semakin banyak O2 yang terikat Hb (Saminan, 2012). Kadar PO2
yang rendah 10 menggambarkan hipoksemia dan klien tidak bernafas
dengan adekuat. PO2 dibawah 60 mmHg mengindikasikan perlunya
pemberian oksigen tambahan. Kadar normal PO2 adalah 80-100 mmHg
(James et al., 2008).
3) Takikardia
Takikardia adalah kondisi dimana denyut jantung lebih cepat dari normal
dalam kondisi istirahat, kecepatan jantung lebih besat dari 100 denyut/
menit.
4) Kadar pH arteri meningkat/menurun
Derajat keasaman merupakan suatu sifat kimia yang penting dari darah
dan juga cairan tubuh lainnya dengan satuanya yaitu pH. Nilai pH normal
yaitu7,0 apabila pH dibawah 7,0 adalah asam dan bila di atas 7,0 adalah

8
basa (alkali). Pada darah nilai pH yang normal yaitu berkisar antara 7,35-
7,45, apabila nilai pH dalam darah lebih rendah atau menurun < 7,35 maka
keadaan itu disebut asidosis, sedangkan bila pH darah meningkat atau
>7,45 maka keadan ini disebut dengan alkalosis.
5) Bunyi nafas tambahan
Menurut Kusuma & Nurarif (2012) terdapat tiga bunyi nafas normal yaitu
vesicular, trakeal, brokial, vesikuler yaitu bunyi nafas yang terdengar
jernih dan tidak terputus-putus dengan inspirasi lebih keras dibandingkan
ekspirasi, trakeal yaitu suara napas yang terdengar pada sisi leher /region
tiroid suara nafas terdengar keras dan kasar dengan fase ekspirasi lebih
panjang dibandingkan inspirasi, brokial yaitu suara nafas yang menyerupai
suara nafas trakeal meski tidak sekeras suara nafas trakeal dengan inspirasi
lebih panjang dari ekspirasi. Selain ketiga suara nafas normal tersebut
terdapat suara napas tambahan atau suara nafas yang abnormal. Hal ini
biasanya disebabkan karena adanya penyempitan atau sumbatan pada jalan
nafas (Wijanarti, 2020).

2.5 PATHWAY RDS

Bayi Lahir Premature

Inadekuat Suefaktan Lapisan lemak belum


terbentuk pada kulit

Alveolus Kolaps
Termoregulasi Tidak Efektif

Ventilasi Berkurang Hipoksia

Peningkatan usaha nafas Cedera Paru Pembentukan


membran hialin

Takipnea Edema
Mengendap di Alveoli

9
Pola Nafas Tidak Efektif Gangguan Pertukaran Gas

2.6 KOMPLIKASI
Menurut Cecily & Sowden (2009) Komplikasi RDS yaitu:

1. Ketidakseimbangan asam basa


2. Kebocoran udara (Pneumothoraks, pneumomediastinum,
pneumoperikardium, pneumoperitonium, emfisema subkutan, emfisema
interstisial pulmonal)
3. Perdarahan pulmonal
4. Penyakit paru kronis pada bayi 5%-10%
5. Apnea
6. Hipotensi sistemik
7. Anemia
8. Infeksi (pneumonia, septikemia, atau nosokomial)
9. Perubahan perkembangan bayi dan perilaku orangtua.

2.7 PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan medis
Menurut Cecily & Sowden (2009) penatalaksanaan medis pada bayi RDS
(Respiratory Distress Syndrom) yaitu:
A. Perbaiki oksigenasi dan pertahankan volume paru optimal
– Penggantian surfaktan melalui selang endotrakeal
– Tekanan jalan napas positif secara kontinu melalui kanul
nasal untuk mencegah kehilangan volume selama ekspirasi
– Pemantauan transkutan dan oksimetri nadi
– Fisioterapi dada
– Tindakan kardiorespirasi tambahan
B. Pertahankan kestabilan suhu
C. Berikan asupan cairan, elektrolit, dan nutrisi yang tepat
D. Pantau nilai gas darah arteri, Hb dan Ht serta bilirubin
E. Lakukankan transfusi darah seperlunya

10
F. Hematokrit guna mengoptimalkan oksigenasi
G. Pertahankan jalur arteri untuk memantau PaO₂ dan
pengambilan sampel darah
H. Berikan obat yang diperlukan
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Surasmi (2003) penatalaksanan keperawatan terhadap RDS
meliputi tindakan pendukung yang sama dalam pengobatan pada bayi
prematur dengan tujuan mengoreksi ketidakseimbangan. Pemberian
minum per oral tidak diperbolehkan selama fase akut penyakit ini karena
dapat menyebabkan aspirasi. Pemberian minum dapat diberikan melalui
perenteral (Yosefa Moi, 2019).

11
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PENYAKIT RDS


(RESPIRATORY DISTRESS SYNDROM) PADA ANAK

3.1 PENGKAJIAN
Pengkajian adalah proses pengumpulan data untuk mendapatkan berbagai
informasi yang berkaitan dengan masalah yang dialami klien (Asrining Surasmi,
Siti Handayani, 2003). Pengkajian yang dilakukan pada bayi RDS sebagai berikut:

A. Identitas klien
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, dan alamat
klien.
B. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering dirasakan pada bayi RDS adalah takipnea.
C. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan dapat mempengaruhi terjadinya RDS seperti kelahiran
preterm, riwayat kehamilan ibu menderita perdarahan, ibu menderita
hipertensi, riwayat neonatus dengan asfiksia akibat hipoksia akut,
hipotermia, dan nilai APGAR skor rendah (Asrining Surasmi, Siti
Handayani, 2003).

3.2 PEMERIKSAAN FISIK


Pengkajian fisik dilakukan secara sistematik dengan penekanan khusus
pada pengkajian pernafasan. RDS dapat dikaji dengan mengobservasi
takipnea, retraksi substernal, kreleks inspirasi, mengorok ekspiratori,
pernafasan cuping hidung dan adanya sianosis (Wong, 2003).

3.3 PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Pemeriksaan analisa gas darah

12
3.4 DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosis keperawatan telah diterapkan diberbagai rumah sakit dan
fasilitas kesehatan lainnya, namun diperlukan terminologi dan indikator
diagnosis keperawatan yang terstandarisasi agar penegakan diagnosis
keperawatan menjadi seragam,akurat,dan tidak ambiguuntuk menghindari
ketidaktepatan pengambilan keputusan dan ketidaksesuaian asuhan
keperawatan yang diberikan kepada klien. (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2017 : 2)
1. Kemungkinan diagnosa yang muncul
a) Pola Nafas Tidak Efektif (D.0005)
b) Gangguan Pertukaran Gas (D.0003)
c) Termoregulasi Tidak Efektif (D.0149)
2. Diagnosa keperawatan yang disebutkan dalam teori dan
ditemukan dalam kasus nyata adalah sebagai berikut :
a) Pola Nafas Tidak Efektif (D.0005)
Pola nafas tidak efektif menyebabkan hambatan upaya
nafas. Pola nafas tidak efektif merupakan inspirasi dan atau
ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat. (Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2017 : 26)
Pada kasus ini ditemukan data pasien pola nafas tidak
efektif mengalami penghambatan pada pernafasan. Penulis
menyatakan diagnosa ini karena didukung oleh data
subyektif yaitu dispnea dan data obyektif yaitu penggunaan
otot bantu pernafasan, fase ekspirasi memanjang, pola nafas
abnormal seperti takipnea. (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2017 : 26)
b) Gangguan Pertukaran Gas (D.0003)
Gangguan pertukaran gas menyebabkan perubahan
membran alveolus-kapiler. Gangguan pertukaran gas
merupakan kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan atau
eliminasi karbondioksida pada membran aleous-kapiler.
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017 : 22)

13
Pada kasus ini ditemukan data pasien dengan kondisi tubuh
prematuritas. Penulis menyatakan diagnosa ini karena
didukung oleh data subyektif yaitu dispnea dan data
obyektif yaitu PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun,
takikardia, pH arteri meningkat/menurun, dan bunyi nafas
tambahan. (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017 : 22)
c) Termoregulasi Tidak Efektif (D.0149)
Termoregulasi tidak efektif menyebabkan ketidakadekuatan
suplasi lemak subkutan. Termoregulasi tidak efektif
merupakan kegagalan mempertahankan suhu tubuh dalam
rentang normal. (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017 : 317).
Pada kasus ini ditemukan data pasien dengan kondisi tubuh
mengalami proses penyakit. Penulis menyatakan diagnosa
ini karena didukung oleh data objektif yaitu kulit dingin /
hangat, menggigil, suhu tubuh fluktualif. (Tim Pokja SDKI
DPP PPNI, 2017 : 317)

3.5 INTERVENSI KEPERAWATAN


Intervensi keperawatan merupakan segala bentuk terapi yang dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk
mencapai peningkatan, pencegahan, dan pemulihan kesehatan klien individu,
keluarga, dan komunitas. ( Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017 : 8)
Pada bab ini penulis akan membahas tentang intervensi keperawatan yang telah
disusun dari masing – masing diagnosa. Diagnosa pertama, kedua dan ketiga
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam dengan tujuan dan
kriteria hasil sesuai dengan teori. Dan intervensi dari masing – masing
diagnosa yang penulis cantumkan dalam kasus sudah sesuai dengan yang
tercantum dalam teori.

3.6 IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan realita dari rencana tindakan keperawatan yang telah
penulis susun. Pembahasan pada tahap ini meliputi pelaksanaan rencana
tindakan perawatan yang dapat dilakukan dan yang tidak dapat dilakukan
sesuai dengan intervensi pada masing – masing diagnosa.

14
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas.
Tindakan keperawatan yang telah penulis lakukan sesuai dengan
rencana keperawatan yang telah diterapkan sebelumnya yaitu monitor
pola nafas, monitor bunyi nafas, lakukakan fisioterapi dada, berikan
oksigen, berikan minuman hangat dan lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolus-kapiler. Tindakan keperawatan yang penulis lakukan sesuai
dengan rencana keperawatan yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu
monitor frekuensi irama,kedalaman dan upaya nafas , monitor pola
nafas seperti takipnea, dan atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien.
c. Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan
suplasi lemak subkutan. Tindakan keperawatan yang penulis lakukan
sesuai dengan rencana keperawatan yang telah ditetapkan sebelumnya
yaitu anjurkan memperbanyak minum, anjurkan melakukan
pemeriksaan darah jika demam lebih dari 3 hari.

3.7 EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang telah digunakan
untuk menentukan seberapa baik rencana keperawatan yang telah penulis
susun, apakah tujuan dapat tercapai, tercapai sebagian, atau belum tercapai
dengan meninjau respon pasien dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
Berikut ini adalah pembahasan evaluasi berdasarkan evaluasi hasil dari masing
– masing diagnosa :
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas.
Pada diagnosa pertama berdasarkan evaluasi tanggal Senin 21 Maret
2022. Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam
maka pola nafas tidak efektif membaik dengan kriteria hasil : Dispnea
menurun, penggunaan otot bantu nafas menurun, pemanjangan fase
ekspirasi menurun, frekuensi nafas membaik, kedalaman nafas
membaik. Maka penulis menyimpulkan analisa masalah teratasi dan
rencana yang penulis selanjutnya adalah mempertahankan intervensi

15
yang telah ada, seperti melakukan pengkajian tentang perkembangan
pasien terhadap peningkatan usaha nafas.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolus-kapiler. Pada diagnosa kedua berdasarkan evaluasi pada
Selasa 22 Maret 2022, Setelah dilakukan intervensi keperawatan
selama 2x24 jam, maka gangguan pertukaran gas meningkat dengan
kriteria hasil : Dispnea menurun, bunyi nafas tambahan menurun,
PCO2 membaik, PO2 membaik, takikardia membaik, dan pH arteri
membaik. Maka rencana tindakan keperawatan yang ditetapkan
teratasi dan rencana yang perlu dilanjutkan adalah pasien dianjurkan
untuk tetap melakukan terapi oksigen.
c. Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan
suplasi lemak subkutan. Pada diagnosa ketiga berdasarkan evaluasi
pada Rabu 23 Maret 2022, Setelah dilakukan intervensi keperawatan
selama 2x24 jam, maka termoregulasi tidak efektif akan membaik
dengan kriteria hasil : keadaan menggigil menurun, suhu tubuh
membaik, dan suhu kulit membaik. Maka rencana tindakan
keperawatan yang ditetapkan dan rencana yang perlu dilanjutkan
adalah dengan memonitor suhu tubuh agar tetap normal dan
mencukupi asupan gizi yang baik dan cukup.

16
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane
Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan
defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi
yang kurang.

4.2 SARAN
1. Saran bagi orang tua pasien
Orang tua pasien dapat meningkatkan pengetahuannnya dalam hal
perawatan bayi prematur selama dirumah, terutama dalam hal
perubahan posisi tidur bayi yang dapat meningkatan ventilasi dari
paru, yaitu posisi prone. Serta tetap melakukan pengawasan yang
ketat saat bayi ditidurkan dengan posisi tersebut.
2. Saran bagi perawat dan tenaga kesehatan
Meningkatkan pengetahuan tentang ilmu perawatan bayi prematur
dan keterampilan dalam memberikan intervensi keperawatan pada
pasien bayi prematur dengan RDS dengan mengikuti pelatihan
Resusitasi Neonatus dan pada masalah ganguan pertukaran gas
dikarenakan kemampuan dari paruparu tidak berkembang dengan
baik pada bayi prematur, maka perawat dapat melakukan tindakan
yaitu penagturan posisi prone atau tengkurap. Tindakan inovasi ini
diharapkan dapat meningkatkan ventilasi respirasi, sehingga
gangguan pertukaran gas dapat teratasi.

17
3. Saran bagi Rumah Sakit
Tindakan pengaturan posisi prone pada bayi prematur bisa
direkomendasikan untuk diterapakan di ruang NICU, karena
tindakan tersebut merupakan tindakan mandiri dari perawat, selain
pemantauan terhadap pernafasan dan saturasi oksigen.

18
DAFTAR PUSTAKA

Muflikhataun, K. (2018). Efektivitas High Flow Nasal Cannula Pada Penderita


Respiratory Distress Syndrome Neonatus Kurang Bulan Di RSD Dr.
Soebandi Jember. Jurnal Kedokteran Universitas Jember.

Randa, Y. (2016). 국회선진화법’ 에 관한 보론 No Title’. 입법학연구, 제 13 집

1 호(May), 31–48.

Sciences, H. (2016). 済無 No Title No Title No Title. 4(1), 1–23.

Wahyuni, S., & Asthiningsih, N. W. W. (2020). Hubungan usia ibu dan asfiksia
neonatorum dengan kejadian respiratory distress syndrome (rds) pada
neonatus di rsud abdul wahab sjahranie samarinda. Borneo Student Research,
1(3), 1824–1833.

Wijanarti, P. D. P. (2020). Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Bayi Respiratory


Distress Syndrome (RDS) dengan Gangguan Pertukaran Gas di Ruang
Perinatologi RSUD Wangaya Tahun 2020. Poltekkes Denpasar, 7–19.

Yosefa Moi, M. (2019). Askep Pada Bayi Ny. T Dengan RDS diruangan NHCU
RSUD Prof.DR.W.Z. Johanes Kupang. Journal of Chemical Information and
Modeling, 53(9), 1689–1699.
http://repository.poltekeskupang.ac.id/564/1/KTI_MARIA YOSEFA
MOI.pdf

PPNI.2016.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.Edisi 1.Jakarta : DDP PPNI

PPNI.2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.Edisi 1.Jakarta : DDP PPNI

PPNI.2019.Standar Luaran Keperawatan Indonesia.Edisi 1.Jakarta : DDP PPNI

19

Anda mungkin juga menyukai