2006 Jas
2006 Jas
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
----------------------------------------
---------------------
Kekal dalam ingatan
Abadi dalam kenangan
Kupatrikan selalu
Jasmal A.Syamsu
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Analisis Potensi Limbah Tanaman
Pangan sebagai Sumber Pakan Ternak Ruminansia di Sulawesi Selatan adalah
karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir disertasi ini.
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Ilmu Ternak
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
Judul Disertasi : Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan sebagai Sumber
Pakan Ternak Ruminansia di Sulawesi Selatan
Nama : Jasmal Ahmari Syamsu
NIM : D016010031
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulisan disertasi ini dapat diselesaikan. Disertasi ini
ditulis setelah melalui suatu rangkaian penelitian yang dilaksanakan di Sulawesi
Selatan, dengan judul Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan sebagai Sumber
Pakan Ternak Ruminansia di Sulawesi Selatan. Ruang lingkup disertasi ini
mencakup a) analisis karakteristik ternak ruminansia, b) inventarisasi produksi
dan daya dukung limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak
ruminansia, c) evaluasi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan
ternak ruminansia, dan d) perumusan strategi pemanfaatan limbah tanaman
pangan sebagai pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan.
Disertasi ini dapat diselesaikan atas bantuan dan dukungan dari beberapa
pihak. Untuk itu penulis ucapkan terima kasih kepada komisi pembimbing Prof.
Dr. Lily Amalia Sofyan, M.Sc sebagai ketua, dan masing-masing sebagai anggota
Prof. Dr. Ir. Kooswardhono Mudikdjo, M.Sc, Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa’id,
M.A.Dev dan Dr. Ir. Erika Budiarti Laconi, MS, atas segala curahan ilmu,
bimbingan, arahan, dan semangat yang diberikan mulai persiapan penelitian
hingga selesainya penulisan disertasi ini. Terima kasih pula disampaikan kepada
Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr sebagai penguji luar komisi ujian tertutup, Dr.
Ir. Mohammad Jafar Hafsah dan Prof. Dr. Ir. Soedarmadi H, M.Sc sebagai penguji
luar komisi ujian terbuka yang telah memberikan saran dan masukan demi
penyempurnaan disertasi ini.
Kepada Pimpinan Sekolah Pascasarjana IPB, Dekan Fakultas Peternakan
IPB dan Ketua Program Studi Ilmu Ternak SPs IPB dan seluruh staf pengajar,
penulis ucapkan terima kasih atas ilmu, bantuan dan dukungan yang diberikan
selama menempuh program doktor. Ucapan terima kasih pula disampaikan kepada
Rektor Universitas Hasanuddin dan Dekan Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin atas izin yang diberikan sehingga penulis dapat melanjutkan studi
program doktor. Khusus kepada Ketua dan Sekretaris Jurusan Nutrisi dan
Makanan Ternak Universitas Hasanuddin Prof. Dr .Ir. Ismartoyo, M.Agr dan Ir.
Syahriani Syahrir, M.Si, penulis ucapkan terima kasih atas dorongan, bantuan,
semangat, dukungan yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi
program doktor.
Penulis ucapkan terima kasih pula kepada H. Syahrul Yasin Limpo, SH,
M.Si, M.H Wakil Gubernur Sulawesi Selatan, Drs. H. Azikin Solthan, M.Si
Bupati Bantaeng, Ir. M. Arfandy Idris, SH Anggota DPRD Sulawesi Selatan, Ir.
Machmud Ahmad, MM, Ir. H. Rizwan Mufli, Dr. Syahruddin Said, Ir. Teddy
Candinegara atas bantuan yang diberikan selama melaksanakan penelitian dan
penulisan disertasi. Kepada Ir. Abd. Muas, M.Si, Hikmah M Ali, SPt, M.Si,
Haeruddin, SPt, M.Si, Afriadi SPt, Anwar M Arasy SPt, Fajar Cahyanto SPt,
Ibrahim Halim SPt, Alamsyah SPt, Arfan SPt, Afnanto, S.Pt terima kasih atas
bantuannya selama melakukan survei pengumpulan data di lapangan.
Penyelesaian disertasi ini dapat diselesaikan atas bantuan dan dukungan
dari teman-teman seperjuangan di Program Studi Ilmu Ternak. Terima kasih
diucapkan kepada Dr. Ir. Takdir Saili, M.Si, Ir. Ma’ruf Tafzin, M.Si, Ir. Ahmad
Jaelani, M.Si, Ir. H. Dedi Rahmat, M.Si, Dr. Ir. Indyah Wahyuni, M.Si, drh.
Herman Tabrany, MP, Ir. Sayuti Masud, M.Si, Meisi Liana Sari, SPt, M.Si,
Nur Sjafani, S.Pt, Yatno, S.Pt, M.Si dan kepada Dwi Kusuma Purnamasari, S.Pt,
M.Si terima kasih atas segala dukungan, semangat, dan diskusi selama
penyelesaian disertasi ini. Kepada Ir. Alfa Nelwan, M.Si, Ir. Muh. Hatta, M.Si,
Tenriware, S.Pi, M.Si, Bahar, S.Pi dan Drs. Husain Syam, M.Si terima kasih atas
bantuan dan dukungannya selama menempuh pendidikan doktor.
Kepada Ayahanda Sinar Syamsu (Alm), Ibunda Siti Jamiah dan Ayah dan
Ibu mertua Aziz Umar (Alm) dan Yuri Buata dan saudaraku Fiana N Sari, Jaslam
A Syamsu, Syahrul K Syamsu, Sakinah K Sari, serta seluruh keluarga di
Makassar, Sungguminasa, Watampone dan Gorontalo terima kasih atas segala
kasih sayang, semangat, dan dukungan kepada penulis untuk meraih dan
mencapai pendidikan yang lebih tinggi. Akhirnya kepada isteriku tersayang
Olhan Aziz Umar dan anakku tercinta Muh. Kahfi Giffari dan Nurul Amaliah
penulis persembahkan disertasi ini sebagai buah dari pengorbanan yang diberikan
atas pengertian, serta semangat dan dukungan kepada penulis untuk meraih cita-
cita.
Akhirnya semoga disertasi ini dapat bermanfaat untuk pengembangan
peternakan khususnya di Sulawesi Selatan.
18. Produksi protein kasar limbah tanaman pangan di Sulawesi Selatan ...... 67
19. Laju pertumbuhan produksi bahan kering limbah tanaman pangan
di Sulawesi Selatan. .............................................................................. 79
18. Peta indeks daya dukung limbah tanaman pangan di Sulawesi Selatan. 83
19. Jumlah peternak yang menggunakan limbah tanaman pangan
sebagai pakan........................................................................................ 93
20. Jumlah peternak yang menggunakan limbah tanaman pangan
sebagai pakan berdasarkan jenis limbah ................................................ 95
21. Jumlah peternak yang mengetahui teknologi pakan ............................... 96
22. Jenis teknologi pakan yang diketahui peternak ...................................... 97
23. Jumlah peternak yang menerapkan teknologi pakan .............................. 98
24. Elemen kunci pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai sumber
pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan......................................... 114
Latar Belakang
Pembangunan peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan
sektor pertanian, sehingga kondisi dan tantangan bidang peternakan tidak terlepas
dari sub sektor lain yang erat kaitannya dengan sub sektor peternakan. Karena
peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian dan sektor lainnya, maka
pertumbuhan dan perkembangan sub sektor peternakan juga sangat tergantung
dari pertumbuhan dan perkembangan sektor-sektor yang terkait dengan sub sektor
peternakan tersebut.
Sub sektor peternakan memiliki peran yang penting dalam penyediaan
protein hewani, lapangan kerja, pengentasan kemiskinan dan pengembangan
potensi wilayah. Permintaan akan produk peternakan meningkat dari tahun ke
tahun sejalan semakin meningkatnya pendapatan masyarakat dan semakin
membaiknya kesadaran gizi masyarakat. Pangan yang berupa produk peternakan
terutama adalah daging, susu dan telur, yang merupakan komoditas pangan
hewani yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas konsumsi pangan.
Tingkat konsumsi protein hewani di Indonesia tahun 2003 (Ditjen Bina
Produksi Peternakan 2004) adalah 4.93 g/kapita/hari dengan rincian sumbangan
daging 2.87 g/kapita/hari (58.22%), telur 1.42 g/kapita/hari (28.80%) dan susu
0.64 g/kapita/hari (12.98%). Dibandingkan dengan tingkat konsumsi negara-
negara lain di Asia Tenggara menunjukkan Indonesia masih lebih rendah,
misalnya Kamboja 9.4 g/kapita/hari, Laos 9.8 g/kapita/hari, Vietnam 17.5
g/kapita/hari dan Malaysia 52.7 g/kapita/hari (FAO 2004). Konsumsi pangan
hewani di Indonesia tidak sepenuhnya disediakan dari produk dalam negeri,
karena pada tahun yang sama dari jumlah konsumsi daging 1 947 200 ton,
disediakan dari impor besarnya 44 700 ton. Begitu pula untuk konsumsi susu
sebesar 1 350 500 ton, sebanyak 1 328 600 ton juga disediakan oleh impor (Ditjen
Bina Produksi Peternakan 2004). Hal ini menunjukkan bahwa industri peternakan
belum berorientasi ekspor, serta upaya-upaya yang dilakukan selama ini masih
dalam kerangka pemenuhan permintaan akan produk peternakan di dalam negeri.
Masih rendahnya produk ternak di Indonesia sangat dipengaruhi oleh
perkembangan produksi peternakan. Jumlah populasi sapi potong, kambing dan
domba dalam kurun waktu 1999-2003 mengalami peningkatan pertahun hanya
sebesar 0.005%, 0.009%, dan 0.49%, dan tingkat pemotongan ternak dalam kurun
waktu yang sama mengalami pula peningkatan untuk sapi potong 0.02%, kambing
0.09% dan domba 0.11% per tahun. Dilain pihak, populasi kerbau mengalami
penurunan 0.004% pertahun (Ditjen Bina Produksi Peternakan 2004). Dalam
kurun waktu yang sama, produksi daging ternak ruminansia mengalami
peningkatan sebesar 0.05% per tahun dengan struktur produksi daging yang
mengalami peningkatan adalah daging kambing sebesar 0.09%, daging domba
0.24%, dan sapi 0.02% per tahun. Di lain pihak, daging asal kerbau mengalami
penurunan 0.02% pertahun.
Ketidakmampuan produksi peternakan dalam negeri dalam memenuhi
kebutuhan domestik dipengaruhi oleh beberapa keterbatasan sebagai berikut.
(a) Penguasaan teknologi, baik di bidang produksi maupun penanganan pasca
panen, (b) Kemampuan permodalan peternakan, (c) Kualitas sumberdaya
manusia, dan (d) Ketersediaan pakan (Suryana 2000). Di lain pihak, Sutardi
(1997) mengemukakan bahwa faktor penentu keberhasilan usaha peternakan dapat
digolongkan ke dalam lima kelompok sebagai berikut. (a) Pemuliaan dan
reproduksi, (b) Pengolahan usaha dan pemeliharaan ternak, (c) Pencegahan
penyakit dan pengobatan, (d) Peralatan dan bangunan, dan (d) Penyediaan dan
pemberian pakan. Pakan merupakan faktor penting dalam berhasilnya usaha
pengembangan peternakan. Tanpa memperhatikan faktor tersebut, setiap usaha
pengembangan peternakan tidak akan memberikan hasil sebagaimana yang
diharapkan. Dalam usaha peternakan pakan merupakan faktor yang sangat
menentukan karena biaya pakan ternak pada umumnya mencapai 60 sampai 70%
dari seluruh beban biaya dalam proses produksi peternakan. Penyediaan pakan,
baik kuantitas, kualitas maupun kontinuitas sangat dibutuhkan untuk menunjang
keberhasilan usaha peternakan.
Ternak ruminansia sebagai penghasil daging dan susu dengan pakan
utamanya hijauan memiliki kendala dalam penyediaannya disebabkan oleh
semakin berkurangnya lahan/padang penggembalaan dan ketersediaan pakan
hijauan sangat dipengaruhi oleh musim. Musim kemarau jumlahnya kurang dan
sebaliknya pada musim hujan melimpah sehingga ketersediaan tidak kontinyu
sepanjang tahun. Kecukupan pakan bagi ternak yang dipelihara merupakan
tantangan yang cukup serius dalam pengembangan peternakan di Indonesia.
Indikasi kekurangan pasokan pakan dan nutrisi ialah masih rendahnya tingkat
produksi ternak yang dihasilkan.
Pengembangan peternakan sangat terkait dengan pengembangan suatu
wilayah. Sulawesi Selatan sebagai salah satu propinsi di Indonesia memiliki
potensi cukup besar dalam pengembangan peternakan. Sulawesi Selatan pernah
dikenal sebagai lumbung ternak, dengan kemampuan memasok ternak ke daerah
lain dalam rangka pengadaan ternak nasional. Sebagai illustrasi, pada tahun 1990
jumlah pengeluaran ternak sapi dan kerbau adalah 65 804 ekor dan 17 443 ekor
(Katoe 1991) dan angka tersebut masih jauh lebih tinggi dibanding jumlah
pengeluaraan ternak pada tahun 2003 yaitu sapi 6 449 ekor dan kerbau 143 ekor
(Dinas Peternakan Sulawesi Selatan, 2004). Saat ini permintaan ternak tidak
mampu terpenuhi yang kemungkinan disebabkan oleh a). rendahnya kemampuan
produksi ternak bibit, baik dari segi kualitas maupun kuantitas akibat terjadinya
perkawinan kedalam yang berlangsung cukup lama, b). semakin menurunnya
produktivitas ternak yang ditunjukkan dengan menurunnya berat karkas, dan c).
terbatasnya kuantitas dan kualitas pakan (Ella 2002).
Tujuan Penelitian
(a) Mengkaji karakteristik ternak ruminansia di Sulawesi Selatan.
(b) Menginventarisasi produksi limbah tanaman pangan berdasarkan kuantitas
dan kualitasnya, dan daya dukung sebagai sumber pakan di Sulawesi Selatan.
(c) Mengevaluasi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan
ternak ruminansia di Sulawesi Selatan.
(d) Merumuskan strategi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai sumber
pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan.
Manfaat Penelitian
(a) Bahan pertimbangan dan menjadi acuan bagi pengambil keputusan atau
kebijakan, khususnya untuk pengembangan peternakan berdasarkan
sumberdaya pakan.
(b) Informasi ilmiah yang dapat dimanfaatkan oleh kalangan ilmuwan, dan
sebagai kajian, sumbangan data, informasi dan pemikiran untuk
pengembangan sumberdaya pakan.
TINJAUAN PUSTAKA
Sumberdaya Pakan
Pakan atau makanan ternak adalah bahan yang dapat dimakan, dicerna dan
digunakan oleh ternak. Secara umum bahan makanan ternak adalah bahan yang
dapat dimakan, tetapi tidak semua komponen dalam bahan makanan ternak
tersebut dapat dicerna oleh ternak. Bahan makanan ternak mengandung zat
makanan dan merupakan istilah umum, sedangkan komponen dalam bahan
makanan ternak tersebut yang dapat digunakan oleh ternak disebut zat makanan
(Tillman et al. 1989).
Bahan makanan ternak terdiri dari tanaman, hasil tanaman dan juga yang
berasal dari ternak atau hewan (Tillman et al. 1989). Karena ternak umumnya
tergantung pada tanaman sebagai sumber makanannya, maka Parra dan Escobar
(1985) mengelompokkan pakan berdasarkan produk utamanya yaitu pakan yang
berasal dari produk tanaman untuk manusia dan tanaman untuk makanan ternak,
dengan klasifikasi seperti terlihat pada Gambar 1.
Produksi Ternak
Limbah tanaman pangan memiliki potensi yang cukup besar untuk dapat
digunakan sebagai makanan ternak. Karakteristik limbah tanaman pangan secara
umum dengan kualitas nutrisi yang rendah sehingga memiliki keterbatasan dalam
penggunaannya sebagai pakan ternak (Shanahan et al. 2004). Jerami padi
merupakan salah satu limbah tanaman pangan yang terdapat dalam jumlah
melimpah dan mudah diperoleh untuk dimanfaatkan sebagai makanan ternak.
Karakteristik jerami padi ditandai dengan tingginya kandungan serat kasar dan
rendah kandungan nitrogen, kalsium serta fosfor. Hal ini mengakibatkan daya
cerna jerami padi rendah dan konsumsi menjadi terbatas, akan tetapi masih
potensial digunakan sebagai sumber energi (Leng 1980).
Upaya meningkatkan nilai manfaat jerami padi sebagai pakan telah
dilaporkan beberapa peneliti. Ternak sapi yang mendapat pakan dengan
perlakuan jerami padi ditambahkan urea 4% menunjukkan pertambahan berat
badan dan konversi ransum nyata lebih baik dibandingkan dengan pakan jerami
dengan penambahan kombinasi 2% urea dan 3% kapur (Xuan Trach et al. 2001).
Xuan Trach (2004) melaporkan bahwa teknologi peningkatan nilai nutrisi jerami
padi dengan perlakuan penambahan urea sebagai pakan ternak sapi pada kondisi
peternakan rakyat dapat meningkatkan produktivitas ternak dengan tingkat
konsumsi dan pertambahan berat badan yang lebih baik dibandingkan dengan
jerami padi tanpa penambahan urea. Tingkat adopsi peternak dan penerapan
teknologi tersebut dipengaruhi oleh aspek sosial ekonomi seperti pola pikir dan
perilaku peternak, serta pemahaman terhadap manfaat yang dapat diperoleh
dengan menerapkan teknologi tersebut.
Penelitian penggunaan jerami padi sebagai pakan ternak ruminansia
dilaporkan Bestari et al. (1999), bahwa pemberian pakan hijauan silase jerami
padi yang ditambahkan mikroba rumen kerbau pada sapi peranakan ongole jantan
yang sedang tumbuh dapat memberikan nilai gizi dan nilai manfaat ransum yang
lebih baik daripada jerami padi tanpa pengolahan, dan setara dengan pakan
hijauan rumput gajah. Pemberian pakan silase jerami padi yang ditambahkan
mikroba rumen kerbau pada sapi peranakan ongole jantan yang sedang tumbuh
memberikan pengaruh yang terbaik terhadap nilai kecernaan bahan kering, bahan
organik, protein kasar dan NDF bila dibandingkan dengan pakan hijauan rumput
gajah maupun jerami padi.
Pengolahan jerami padi yang difermentasi dengan starbio menunjukkan
komposisi nutrien jerami padi mengalami peningkatan kualitas dibanding jerami
padi yang tidak difermentasi. Dibanding dengan jerami padi tanpa fermentasi,
jerami padi yang difermentasi dengan probiotik starbio mengalami peningkatan
kandungan protein kasar. Komposisi serat jerami padi tanpa fermentasi nyata
lebih tinggi dibanding dengan jerami padi yang difermentasi dengan starbio
(Syamsu 2001a). Dalam aplikasi di lapangan pada peternakan rakyat
menunjukkan rata-rata konsumsi bahan kering pakan terdapat perbedaan nyata
antara jerami padi fermentasi (4.41 kg/ekor/hari) dengan jerami padi tanpa
fermentasi (3.35 kg/ekor/hari) pada ternak sapi Bali. Hal ini menunjukkan bahwa
jerami padi yang difermentasi dengan probiotik mempunyai palatabilitas yang
lebih tinggi dibanding dengan jerami padi tanpa fermentasi. Pertambahan berat
badan sapi dipengaruhi oleh faktor kualitas pakan, serta kemampuan ternak untuk
memanfaatkan pakan tersebut. Rataan pertambahan berat badan harian
menunjukkan bahwa sapi Bali yang diberi jerami padi fermentasi memberikan
respon pertambahan berat badan harian yang lebih tinggi (0.37 kg) dibanding
dengan jerami padi tanpa fermentasi (0.25 kg). Pertambahan berat badan yang
lebih tinggi pada jerami fermentasi dipengaruhi oleh konsumsi pakan yang juga
tinggi (Syamsu et al. 2003).
Teknologi fermentasi jerami padi dengan litter ayam dapat meningkatkan
kualitas protein kasar jerami padi, konsumsi bahan kering dan pertambahan berat
badan ternak sapi yang lebih tinggi dibandingkan dengan jerami padi yang
difermentasi dengan urea (Quoc Viet dan Duc Kien 2001). Dilain pihak, Syamsu
(2001b) menyatakan bahwa penambahan manure ayam memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar protein kasar jerami padi. Kadar protein kasar antara
tanpa penambahan manure ayam dan 10% manure ayam tidak menunjukkan
perbedaan, tetapi kedua perlakuan tersebut lebih rendah dibanding dengan
penambahan manure ayam 20 dan 30 %. Protein kasar jerami padi dapat
meningkat dengan penambahan manure ayam sebagai starter (Suryani 1994).
Perlakuan biologis dapat menyebabkan ikatan lignoselulose dan
lignohemiselulose pada jerami padi merenggang dan akhirnya putus (Komar
1984) dan putusnya ikatan tersebut disebabkan oleh mikroorganisme yang
terdapat pada manure ayam (Laconi 1992).
Haryanto et al. (2004) menyatakan bahwa peningkatan nilai nutrisi jerami
padi dapat dilakukan melalui bioproses fermentasi menggunakan probiotik
sebagai pemacu pemecahan komponen lignosellulosa di dalam jerami padi
tersebut. Pemberian jerami padi fermentasi dengan probion sebagai pakan domba
dapat meningkatkan produktivitas domba dibandingkan dengan pemberian pakan
secara tradisional. Dilain pihak, Martawidjaja dan Budiarsana (2004) melaporkan
bahwa jerami padi yang difermentasi dengan probion dapat menggantikan rumput
raja sebagai pakan dasar untuk ternak kambing PE betina fase pertumbuhan.
Pemberian jerami padi fermentasi secara terpisah dari konsentrat menghasilkan
respon pertumbuhan dan konversi pakan yang lebih baik dibandingkan dengan
bentuk ransum komplit.
Peningkatan nilai nutrisi daun ubi kayu dengan teknologi silase dilaporkan
oleh Chhay Ty dan Rodríguez (2001), menunjukkan bahwa dengan penggunaan
aditif cairan limbah industri sirup dapat menurunkan pH silase dari awal
fermentasi (pH 6.10) dan setelah difermentasi selama 14 hari menjadi 3.73.
Dengan demikian silase daun ubi kayu dapat disimpan dalam beberapa waktu
untuk selanjutnya digunakan sebagai pakan ternak. Dilain pihak, penggunaan hay
daun ubi kayu dengan ransum basal jerami padi dapat meningkatkan konsumsi
dan kecernaan pakan pada ternak sapi (Vongsamphanh dan Wanapat 2004).
Matriks
Threats-Opportunities
Weaknesses-Strengths (TOWS)
1. Tahap Input
Tahap input merupakan langkah pertama yang meringkas informasi
input dasar yang diperlukan untuk merumuskan strategi dengan menggunakan
matriks evaluasi faktor eksternal dan matriks evaluasi faktor internal. Matriks
evaluasi faktor eksternal digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor
eksternal berkaitan dengan peluang dan ancaman. Tujuan evaluasi eksternal
adalah untuk mengembangkan daftar terbatas peluang yang dapat
dimanfaatkan dan ancaman yang harus dihindari. Seperti yang tersirat dalam
istilah terbatas, audit eksternal tidak bertujuan mengembangkan daftar panjang
dan lengkap dari setiap faktor kemungkinan yang dapat mempengaruhi akan
tetapi mengenali variabel kunci yang menawarkan respon yang dapat
dilakukan. Dilain pihak, matriks evaluasi faktor internal digunakan untuk
mengetahui faktor-faktor internal berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan
yang dianggap penting.
2. Tahap Pencocokan
Tujuan tahap pencocokan adalah menghasilkan strategi alternatif yang
layak, bukan untuk memilih atau menetapkan strategi mana yang terbaik.
Tahap pencocokan dari kerangka kerja perumusan strategi digunakan matriks
TOWS atau lebih dikenal dengan matriks SWOT. Dalam penggunaan matriks
SWOT sangat ditentukan oleh informasi yang diperoleh dari tahap input
untuk mencocokkan peluang dan ancaman eksternal dengan kekuatan dan
kelemahan internal.
Mencocokkan faktor-faktor sukses kritis eksternal dan internal
merupakan kunci untuk secara efektif menghasilkan strategi alternatif yang
layak dan merupakan bagian sulit terbesar untuk mengembangkan matriks
SWOT karena memerlukan penilaian yang baik, dan tidak ada satu pun
kecocokan terbaik. Oleh karena itu tidak semua strategi yang dikembangkan
dalam matriks SWOT akan dipilih.
Matriks SWOT merupakan alat pencocokan yang dapat membantu
dalam mengembangkan empat tipe strategi yaitu strategi SO (Strengths-
Opportunities), strategi WO (Weaknesses-Opportunities), strategi ST
(Strengths-Threats) dan strategi WT (Weaknesses-Threats). Strategi SO atau
strategi kekuatan-peluang adalah menggunakan kekuatan internal untuk
memanfaatkan peluang eksternal, dan strategi WO atau strategi kelemahan-
peluang bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan
memanfaatkan peluang eksternal. Strategi yang menggunakan kekuatan
internal untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal
adalah strategi ST atau strategi kekuatan-ancaman, dan strategi WT atau
strategi kelemahan-ancaman merupakan strategi yang diarahkan untuk
mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal.
3. Tahap Keputusan
Teknik untuk mencocokkan yang dijelaskan di atas menghasilkan
strategi alternatif yang layak. Selanjutnya dilakukan tahapan keputusan
dengan menggunakan Quantitative Strategies Planning Matrix (QSPM) atau
Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif. Penggunaan matriks ini secara
sasaran menunjukkan strategi alternatif mana yang terbaik untuk dipilih
dengan menggunakan informasi dari tahap input dan tahap pencocokan.
QSPM adalah alat untuk melakukan evaluasi pilihan strategi alternatif
secara obyektif berdasarkan faktor internal dan eksternal yang telah
diidentifikasi sebelumnya. Secara konseptual tujuan QSPM adalah untuk
menetapkan daya tarik relatif (relative attractiveness) dari strategi-strategi
yang bervariasi yang telah dipilih, untuk menentukan strategi mana yang
dianggap paling baik untuk diimplementasikan dengan menggunakan
penilaian intuitif yang baik dalam menyeleksi strategi alternatif tersebut.
Intensitas
Definisi Penjelasan
Pentingnya
Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen menyumbangnya sama besar
1 pada sifat itu
Elemen yang satu sedikit lebih Pengalaman dan pertimbangan sedikit
penting ketimbang yang lainnya menyokong satu elemen atas yang
3
lainnya
Elemen yang satu esensial atau Pengalaman dan pertimbangan dengan
sangat penting ketimbang elemen kuat menyokong satu elemen atas elemen
5
yang lainnya yang lainnya
Satu elemen jelas lebih penting Satu elemen dengan kuat disokong, dan
7 dari elemen yang lainnya dominannya telah terlihat dalam praktek
Satu elemen mutlak lebih penting Bukti yang menyokong elemen yang satu
ketimbang elemen lainnya atas yang lain memiliki tingkat
9 penegasan tertinggi yang mungkin
menguatkan
Nilai-nilai antara di antara dua Kompromi diperlukan antara dua
2,4,6,8
pertimbangan yang berdekatan pertimbangan
Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan
Kebalikan
aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i
Sumber : Saaty (1993).
2. Matriks pendapat individu dengan simbol aij, merupakan pendapat dari hasil
komparasi berpasangan ke dalam formulasi pendapat individu membentuk
matriks n x n (Gambar 3).
C1 C2 • • Cn
C1 1 a12 • • a1n
C2 1/a12 1 • • •
• • • • • •
• • • • • •
Cn 1/a1n • • • 1
m m
Gij = Π (aij) k
k=1
Dimana :
Gij = variabel matriks pendapat gabungan baris ke-i dan kolom ke-j
(aij)k = variabel baris ke-i kolom ke-j dari matriks pendapat individu ke-i
k = indeks matriks pendapat individu ke-k yang memenuhi syarat
m = jumlah matriks pendapat individu yang memenuhi syarat
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilaksanakan dengan empat bagian penelitian. Penelitian
pertama adalah analisis karakteristik ternak ruminansia, penelitian kedua adalah
inventarisasi produksi dan daya dukung limbah tanaman pangan, penelitian ketiga
adalah evaluasi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak
ruminansia, dan penelitian keempat adalah perumusan strategi pemanfaatan
limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan.
Metode pelaksanaan masing-masing penelitian tersebut dijelaskan berikut ini.
Tujuan Penelitian
Sumber Data
Sumber data penelitian adalah data sekunder yang diperoleh dari instansi
terkait yang meliputi data statistik tentang gambaran umum wilayah, sumberdaya
manusia (penduduk), potensi lahan dan penggunaannya, serta sumberdaya
tanaman pangan dan peternakan. Data pendukung lainnya berupa laporan studi
atau kajian dan berbagai sumber pustaka lainnya yang terkait dengan penelitian
ini.
Analisis Data
Tabel 3 Struktur populasi ternak dan standar satuan ternak menurut umur
dan jenis ternak
Xi® / X®
LQ = ------------------
Xi(N) / X (N)
Dimana :
Xi® : populasi ternak ruminansia ke-i dalam kabupaten R
X® : populasi total ternak rumiansia dalam kabupaten R
Xi(N) : populasi ternak ruminansi ke-i dalam propinsi
X(N) : populasi total ternak ruminansi dalam propinsi
Keterangan
Nilai LQ > 1 : wilayah potensial sebagai pemasuk yang secara
komparatif memiliki keunggulan dibanding
wilayah lain (tinggi)
Penelitian 2. Inventarisasi Produksi dan Daya Dukung Limbah
Tanaman Pangan
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menginventarisasi potensi limbah tanaman
pangan ditinjau dari segi kuantitas dan kualitasnya, serta daya dukung limbah
tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak ruminansia.
Lokasi Penelitian
Berdasarkan distribusi curah hujan, di Sulawesi Selatan terdapat beberapa
tipe iklim menurut klasifikasi Schmidt dan Fergusson, seperti terlihat pada Tabel
4. Sesuai tipe iklim tersebut di Sulawesi Selatan dikenal ada dua pola iklim yaitu
pola iklim Sektor Barat dan pola iklim Sektor Timur. Pola iklim Sektor Barat
curah hujan terbanyak pada bulan Oktober-Maret, dan pada waktu yang sama pola
iklim Sektor Timur yang meliputi daerah di pantai timur terjadi musim kemarau.
Dilain pihak, pola iklim Sektor Timur curah hujan terbanyak pada bulan April-
September dan pada saat yang sama daerah pola iklim pantai barat mengalami
musim kemarau (Balittan Maros 1992).
Perbedaan pola iklim antara Sektor Barat dan Timur menjadikan Sulawesi
Selatan secara keseluruhan tidak mengalami masa paceklik karena musim tanam
khususnya tanaman pangan dapat dilakukan sepanjang tahun secara bergantian
pada Sektor Barat dan Timur. Daerah-daerah yang termasuk Sektor Barat adalah
Kabupaten Jeneponto, Takalar, Gowa, Makassar, Maros, Pangkep, Barru, Pare-
Pare, Enrekang, Polmas, Tator, Majene, Mamuju dan Majene. Kabupaten yang
termasuk Sektor Timur adalah Luwu, Bone, Soppeng, Wajo, Sinjai, Bulukumba,
Bantaeng, Sidrap, Pinrang dan Selayar (Balittan Maros 1992).
Perbedaan pola iklim Sektor Barat dan Timur mempengaruhi musim dan
pola tanam tanaman pangan, sehingga penentuan lokasi penelitian mengacu pada
pola iklim tersebut. Penentuan lokasi penelitian untuk wilayah kabupaten dan
kecamatan secara purposive sampling, serta penentuan dua desa masing-masing
kecamatan secara random sampling (Mantra dan Kasto 1995). Lokasi penelitian
yang dipilih sebagai berikut.
(a) Sektor Barat adalah kabupaten Polmas (Kecamatan Wonomulyo dan
Tinambung) dan kabupaten Barru (Kecamatan Tanete Riaja dan
Soppeng Riaja)
(b) Sektor Timur adalah kabupaten Wajo (Kecamatan Tanasitolo dan
Sabbangparu) dan Kabupaten Bantaeng (Kecamatan Pajukukang dan
Bissappu).
Peta wilayah Provinsi Sulawesi Selatan dan kabupaten lokasi penelitian
diperlihatkan pada Gambar 4.
Kadar Air
Untuk menentuan kadar air terlebih dahulu botol timbang dikeringkan
selama kira-kira satu jam dalam oven pada suhu 105oC, kemudian didinginkan
dalam eksikator/desikator selama 15 menit dan ditimbang (x). Sebanyak kurang
lebih 5 gram sampel (y) ditimbang dan dimasukkan dalam botol timbang,
selanjutnya dimasukkan dalam oven pada suhu 105oC selama 4-6 jam. Kemudian
didinginkan dalam eksikator selama 15 menit lalu ditimbang (z).
Penentuan kadar air dihitung dengan menggunakan rumus :
(x +y–z)
Kadar air (%) = --------------- x 100%
y
Bahan kering (%) = 100% - kadar air
Kadar Abu
Abu ditetapkan berdasarkan pembakaran contoh dalam tanur pada suhu
400-600 oC selama enam jam sehingga semua zat organik akan menguap.
Penetapan kadar abu dilakukan dengan prosedur terlebih dahulu cawan porselen
dicuci bersih dengan air dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama
satu jam, kemudian didinginkan dalam eksikator selama 15 menit dan ditimbang
(x).
Sejumlah sampel ditimbang dengan bobot kira-kira 5 gram (y) dan
dimasukkan ke dalam cawan porselen. Cawan beserta isinya diatas nyala
pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi. Kemudian dimasukkan dalam tanur
listrik untuk dibakar/diabukan pada suhu 400-600 oC. Setelah abu menjadi putih
seluruhnya didinginkan dalam eksikator. Setelah satu jam sampel ditimbang
kembali (z). Penentuan kadar abu dihitung dengan menggunakan rumus :
(z–x)
Kadar abu (%) = --------------- x 100%
y
Keterangan :
y = ml NaOH untuk penitar blanko
z = ml NaOH untuk titar sampel
titar NaOH = konsentrasi NaOH
= normalitas NaOH
x = bobot sampel (gr)
(b–c-a )
Kadar serat kasar (%) = ------------------- x 100%
x
Keterangan :
x = bobot contoh
a = bobot kertas saring
b = bobot kertas saring + sampel setelah dioven
c = bobot kertas saring + sampel setelah ditanur
% TDN = 92.464-3.338(SK)-6.945(LK)-0.726(BETN)+1.115(PK)
+0.031(SK)2-0.133(LK)2+0.036(SK)(BETN)+0.207(LK)
(BETN)+0.100(LK)(PK)-0.022(LK)2(PK)
Keterangan :
SK (serat kasar), LK (lemak kasar), BETN (bahan ekstrak
tanpa nitrogen), PK (protein kasar)
Berdasarkan data luas areal panen (ha) di Sulawesi Selatan tahun 2003,
dilakukan perhitungan produksi masing-masing limbah tanaman pangan sebagai
berikut.
Total produksi segar = produksi segar (ton/ha) x luas areal
panen (ha)
Total produksi kering = produksi kering (ton/ha) x luas areal
panen (ha)
Total produksi BK = produksi bahan kering (ton/ha) x luas
areal panen(ha)
Total produksi PK = total produksi BK x kandungan PK (%)
Total produksi TDN = total produksi BK x kandungan TDN (%)
Produksi PK (ton/tahun)
DDLTP berdasar PK = -------------------------------------------------
Kebutuhan PK 1 ST (ton/tahun)
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik
peternak, aspek manajemen pakan ternak dan mengevaluasi pemanfaatan limbah
tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia.
Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada lokasi yang sama dengan penelitian
sebelumnya (penelitian 2), dengan pertimbangan pemilihan lokasi berdasarkan
kepadatan ternak wilayah. Kepadatan ternak wilayah dihitung menurut Ditjen
Peternakan dan Balitnak (1995), dengan hasil perhitungan seperti terlihat pada
Tabel 5. Kabupaten sebagai lokasi terpilih adalah Kabupaten Bantaeng dan Barru
mewakili wilayah dengan kepadatan ternak ruminasia dalam kategori padat, dan
Kabupaten Wajo dan Polmas mewakili wilayah dengan kepadatan ternak
ruminansia dengan kategori sedang/jarang.
Analisis Data
Data hasil survei evaluasi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai
pakan ternak ruminansia dianalisis secara statistik deskriptif (Mattjik dan
Sumertajaya 2000) dengan tabulasi data, konversi data, rataan data dan diolah
dengan menggunakan bantuan SPSS versi 12.0.1.
Tabel 5 Kepadatan ternak wilayah ternak ruminansia di Sulawesi Selatan
Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk merumuskan strategi pemanfaatan limbah
tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan.
Pendapat Pendapat
Pakar, Identifikasi Faktor Identifikasi Faktor Pakar,
Penelitian Internal (kekuatan Eksternal (peluang Penelitian
sebelumnya, dan kelemahan) dan ancaman) sebelumnya,
Studi literatur Studi literatur
Analisis Faktor
Matriks IFE Eksternal dan Internal Matriks EFE
Formulasi
Pendapat
Pakar Alternatif Strategi Matriks SWOT
Selesai
KEKUATAN KELEMAHAN
(Strengths - S) (Weakness - W)
1. 1.
2. 2.
3. 3.
ke-n ke-n
(diperoleh dari matriks EFE) (diperoleh dari matriks EFE)
Alternatif Strategi
Faktor-faktor
Bobot Strategi ke-1 Strategi ke- 2 Strategi ke-n
Ekternal dan Internal
AS TAS AS TAS AS TAS
Peluang
1
2
3
ke-n
Ancaman
1
2
3
ke-n
Kekuatan
1
2
3
ke-n
1
2
3
ke-n
Total Nilai Daya Tarik
Keterangan : AS = Nilai daya tarik (Attractiveness Score)
TAS = Total nilai daya tarik (Total Attractiveness Score)
Sumber : David (2001).
Penggunaan Lahan
Berdasarkan penggunaan lahan diketahui bahwa dari total lahan 3 444 034
ha, sebanyak 2 759 489 atau 80.12% merupakan lahan kering dan sisanya 684 545
ha (19.88%) merupakan lahan sawah. Dari sejumlah lahan sawah tersebut, tingkat
penggunaannya dibedakan berdasarkan sawah irigasi (61.53%), tadah hujan
(38.37%) dan pasang surut (0.10%). Jumlah sawah irigasi teknis, irigasi setengah
teknis dan tadah hujan masing-sebanyak 28.71%, 7.80% dan 25.02% dari total
luas sawah (Tabel 10). Sebanyak 78.2% (153 639 ha) sawah irigasi teknis
terdapat di enam kabupaten yaitu Bone, Soppeng, Wajo, Sidrap, Pinrang, Luwu
dan Luwu Utara dan daerah tersebut merupakan daerah sentra pengembangan
komoditi beras.
Untuk lahan kering terbagi atas beberapa penggunaan dengan luas
2 759 489 ha atau 80.12% dari total lahan (Tabel 10). Tingkat penggunaan
tertinggi lahan kering dimanfaatkan untuk perkebunan mencapai 22.69%, yang
sebagian besar terdapat di Kabupaten Luwu (11.38%) , Luwu Utara (14.35%),
Mamuju (14.85%) dan Polmas (10.05%). Selain itu lahan kering digunakan
sebagai kebun atau tegalan sebanyak 558 501 ha (20.24%), kemudian sebagai
hutan rakyat sebanyak 526 521 ha (19.08%).
Sumberdaya Insani
Penduduk Sulawesi Selatan tahun 2003 berjumlah 8 213 864 jiwa yang
terdiri atas 4 038 155 jiwa laki-laki dan 4 175 709 jiwa perempuan, dengan
kepadatan penduduk 131.71 jiwa/km2. Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa
penduduk tersebar di berbagai kabupaten/kota dengan jumlah penduduk terbesar
yakni 1 145 406 jiwa atau 13.94 % mendiami Kota Makassar. Sebagian besar
kabupaten/kota menunjukkan jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan lebih
banyak dari penduduk yang berjenis kelamin laki-laki. Hanya di daerah
Kabupaten Gowa, Enrekang, Tana Toraja, Polmas, Mamuju, Luwu Utara, dan
Makassar yang menunjukkan penduduk yang berjenis kelamin laki-laki lebih
besar daripada perempuan.
Jumlah
Uraian
Jiwa %
Penduduk berdasarkan jenis kelamin 8 213 864
Laki-laki 4 038 155 49.16
Perempuan 4 175 709 50.84
2
Rata-rata kepadatan penduduk (jiwa/ km ) 131.71
Penduduk usia kerja 6 252 108
Bukan angkatan kerja 2 972 276 47.54
Angkatan kerja 3 279 832 52.46
Bekerja 3 054 774 93.14
Mencari Pekerjaan 225 058 6.86
Penduduk berdasarkan lapangan usaha 3 054 774
Pertanian 1 825 445 59.76
Pertambangan/panggalian 16 753 0.55
Industri pengolahan 162 608 5.32
Listrik, gas dan air bersih 10 259 0.34
Bangunan 79 075 2.59
Angkutan dan komunikasi 165 492 5.42
Perdagangan,restoran dan hotel 445 330 14.58
Keuangan,asuransi dan persewaan 11 801 0.39
Jasa perusahaan 337 318 11.04
Lainnya 693 0.02
Sumber : BPS Sul Sel (2004).
Penduduk usia kerja yang didefinisikan sebagai penduduk yang berumur
10 tahun ke atas yang terdiri atas angkatan kerja dan bukan angkatan kerja (BPS
Sul Sel 2004). Penduduk yang termasuk angkatan kerja adalah penduduk yang
bekerja atau sedang mencari pekerjaan, sedangkan bukan angkatan kerja adalah
penduduk yang bersekolah, mengurus rumah tangga atau melakukan kegiatan
lainnya. Tabel 11 menunjukkan bahwa penduduk usia kerja di daerah Sulawesi
Selatan berjumlah 6 252 108 jiwa. Jumlah penduduk usia kerja dalam kategori
angkatan kerja berjumlah 3 279 832 jiwa atau 52.46 % dari seluruh penduduk usia
kerja, dengan rincian 3 054 774 jiwa (93.14 %) yang bekerja dan 225 058 jiwa
yang mencari pekerjaan.
Berdasarkan lapangan usaha, jumlah penduduk yang bekerja pada sektor
pertanian adalah 1 825 445 jiwa (59.76 %) meliputi tanaman pangan, peternakan,
perkebunan, kehutanan, dan perikanan. Sektor perdagangan yang meliputi
perdagangan besar, eceran, rumah makan dan hotel merupakan sektor terbesar
kedua yaitu 445 330 jiwa (14.58 %). Urutan terbesar ketiga adalah sektor jasa
sebanyak 337 318 jiwa (11.04 %), dan selebihnya bekerja pada lapangan usaha
industri pengolahan, pertambangan/galian, angkutan, keuangan, bangunan serta
listrik, gas dan air minum.
Bangunan
(4.16%)
T ambang,Galian
Listrik,Gas,Air Indust ri (7.67%)
(1.19%) pengolahan
(11.46%)
Gambar 7 PDRB Sulawesi Selatan atas dasar harga berlaku tahun 2003
(BPS Sul Sel 2004).
25,00 21.99
20,00
15,00
10,00
5,00 2.90
0.58
0,00
T anaman Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan
pangan
Tahun
Uraian r (%)
1999 2000 2001 2002 2003
Populasi Ternak (ekor)
Sapi potong 749 327 718 164 722 452 724 044 737 538 -0.24
Sapi perah 602
Kerbau 211 375 196 327 178 119 186 564 175 617 -4.22
Kambing 461 115 478 594 524 072 524 972 555 925 4.66
Domba 1 867 1 995 1 334 1 377 1 393 -9.56
Pemotongan ternak (ekor)
Sapi potong 58 878 56 261 57 705 63 617 68 139 4.15
Kerbau 42 041 34 763 34 994 35 908 31 167 -5.66
Kambing 4 997 8 050 8 410 13 306 17 623 30.23
Domba 265 292 275 269 210 -5.47
Produksi daging (ton)
Sapi potong 9 208.80 8 799.22 9 025.06 9 949.70 10 997.30 4.77
Kerbau 6 726.56 5 562.08 5 599.04 5 745.28 5 812.26 -2.60
Kambing 49.97 80.50 84.10 99.98 141.77 23.02
Domba 2.65 2.92 2.75 2.69 3.55 5.03
Total 15 987.98 14 444.72 14 710.95 15 797.64 16 954.87 2.10
Sumber : Dinas Peternakan Sulawewsi Selatan (2004).
Tabel 15 Rata-rata produksi segar, produksi kering, dan produksi bahan kering
limbah tanaman pangan
Keterangan : JP (jerami padi), JG (jerami jagung), JK (jerami kedelai), JH (jerami kacang hijau),
JT (jerami kacang tanah), JJ (jerami ubi jalar), PK (pucuk ubi kayu).
Rata-rata produksi bahan kering jerami padi 5.94 ton/ha, dengan kisaran
produksi terendah 3.58 ton/ha dan tertinggi 8.53 ton/ha. Adanya variasi produksi
bahan kering jerami padi disebabkan oleh adanya perbedaan cara panen padi,
yaitu padi yang dipanen dengan menggunakan mesin (alsintan) pemotongan
dilakukan pada bagian aerial sehingga jerami padi yang diperoleh lebih sedikit
dibanding padi yang dipanen menggunakan sabit dilakukan pemotongan sekitar
10 cm dari atas tanah sehingga diperoleh jerami padi yang lebih banyak.
Produksi bahan kering jerami jagung dalam kisaran 5.14 – 7.25 ton BK/ha
dengan rata-rata produksi adalah 6.00 ton BK/ha. Berbagai cara panen jagung
seperti jagung yang dipanen pada umur relatif muda, dan saat biji dan tanaman
telah kering mengakibatkan terjadinya variasi produksi bahan kering jerami
jagung. Hasil survei yang dilaporkan oleh Fakultas Peternakan UGM (1972),
diperoleh rata-rata produksi bahan kering jerami jagung sebesar 1.53 ton BK/ha.
Untuk jerami kacang kedelai, jerami kacang hijau, jerami kacang tanah, jerami ubi
jalar dan pucuk ubi kayu diperoleh rata-rata produksi bahan kering masing-masing
sebesar 2.79 ton BK/ha, 5.45 ton BK/ha, 4.49 ton BK/ha, 4.93 ton BK/ha dan 1.73
ton BK/ha (Tabel 15).
Berdasarkan analisa proksimat masing-masing limbah tanaman pangan
(Lampiran 9), maka diketahui rata-rata kualitas limbah tanaman pangan seperti
terlihat pada Tabel 15. Kandungan protein kasar jerami padi bervariasi dari
3.09 % hingga 6.07% dengan rata-rata sebesar 4.64%. Kandungan serat kasar,
lemak kasar, BETN dan abu masing-masing 33.79%, 2.74%, 41.40% dan 17.44%.
Angka analisis ini untuk protein kasar lebih tinggi dan serat kasar lebih rendah
dibandingkan dengan yang dilaporkan oleh Hartadi et al. (1980) yaitu kandungan
protein kasar 3.70%, serat kasar 35.90%, lemak kasar 1.70%, dan abu 21.20%.
Jerami jagung memiliki rata-rata kualitas untuk protein kasar 6.38% serat
kasar 30.19%, lemak kasar 2.81%, BETN 51.69% dan abu 8.94%. Rata-rata
kandungan protein kasar jerami kacang kedelai, jerami kacang hijau, jerami
kacang tanah, jerami ubi jalar dan pucuk ubi kayu masing-masing 9.05%, 5.64%,
12.00%, 11.05% dan 17.05%, serta rata-rata kandungan serat kasar adalah
35.02%, 33.26%, 30.27%, 26.98% dan 21.11% (Tabel 15). Kandungan total
digestible nutrient limbah tanaman pangan tertinggi adalah pucuk ubi kayu
sebanyak 61.29% dan terendah adalah jerami padi 42.65%.
Dari data luas areal panen masing-masing limbah tanaman pangan tahun
2003 (Lampiran 10), dilakukan perhitungan produksi segar limbah tanaman
pangan. Jumlah produksi segar limbah tanaman pangan di Sulawesi Selatan tahun
2003 sebesar 13 155 925 ton (Lampiran 11) dan produksi kering sebesar 7 809
506 ton (Lampiran 12). Jumlah produksi bahan kering limbah tanaman pangan di
Sulawesi Selatan adalah 6 874 105 ton bahan kering, dan produksi bahan kering
limbah tanaman pangan di masing-masing kabupaten seperti terlihat pada Tabel
16. Tabel 16 menunjukkan bahwa di Sulawesi Selatan persentase produksi bahan
kering limbah tanaman pangan terbesar adalah jerami padi sebesar 73.22% (5 032
998 ton) diikuti jerami jagung 18.66% (1 282 920 ton), jerami kacang tanah
3.12% (214 322 ton), jerami kacang hijau 2.63% (180 831 ton), pucuk ubi kayu
1.03% (70 596 ton), jerami kedelai 0.93% (64 100 ton), dan jerami ubi jalar
0.41% (70 596 ton).
Berdasarkan total digestible nutrient di Sulawesi Selatan jumlah produksi
limbah tanaman pangan adalah 3 128 339 ton (Tabel 17) dan jumlah produksi
limbah tanaman pangan berdasarkan protein kasar adalah 372 261 ton (Tabel 18).
Rendahnya produksi protein kasar limbah tanaman pangan disebabkan oleh
rendahnya kandungan protein kasar limbah tanaman pangan (Tabel 15). Dengan
demikian dalam pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan akan
mengalami kendala dalam hal ketersediaan protein kasar bagi ternak ruminansia.
Beberapa kabupaten memiliki produksi bahan kering limbah tanaman
pangan yang lebih tinggi dibanding daerah lainnya, seperti kabupaten Bone 1 303
085 (18.96%), Wajo 642 574 (9.35%), Sidrap 488 837 (7.11%), Pinrang 472 789
(6.88%), dan Bulukumba 439 364 (6.39%). Sekitar 50% produksi limbah tanaman
pangan di Sulawesi Selatan terdapat di lima kabupaten tersebut. Tingginya
produksi limbah tanaman pangan pada kabupaten tersebut dipengaruhi oleh luas
areal panen tanaman pangan yang tinggi khususnya luas areal panen padi sehingga
menghasilkan jerami padi yang lebih banyak, dan akhirnya berpengaruh kepada
tingginya total produksi bahan kering limbah tanaman pangan.
Tabel 16 Produksi bahan kering limbah tanaman pangan di Sulawesi Selatan
Bulukumba 235 111 166 362 497 6 257 21 805 3 979 5 354 439 364
Bantaeng 83 635 198 612 2 639 997 2 332 370 609 289 194
Jeneponto 111 921 236 988 12 309 39 327 3 670 488 20 267 424 972
Takalar 122 572 23 346 910 22 699 1 072 1 420 3 261 175 280
Gowa 280 730 97 914 346 29 572 4 080 2 426 10 598 425 666
Maros 184 277 13 050 2 664 845 10 527 1 001 5 636 218 000
Pangkep 106 849 1 404 1 303 7 096 6 244 892 249 124 037
Barru 90 983 3 132 142 687 14 341 735 898 110 917
Bone 828 285 326 748 19 201 24 601 96 948 2 958 4 344 1 303 085
Wajo 576 715 24 072 2 073 30 498 7 415 1 213 588 642 574
Sidrap 471 202 11 208 248 605 3 937 1 228 408 488 837
Pinrang 462 275 5 994 321 2 278 751 301 870 472 789
Luwu 290 525 2 766 896 354 899 833 379 296 652
Tator 169 813 13 644 377 38 3 206 4 112 3 010 194 199
Polmas 207 544 8 094 215 5 118 781 1 834 3 775 227 359
Mamuju 79 186 8 718 15 697 229 776 685 3 349 108 640
Luwu Utara 315 776 11 574 444 507 1 047 1 523 953 331 825
Jumlah 5 032 998 1 282 920 64 100 180 831 214 322 28 338 70 596 6 874 105
Keterangan : JP (jerami padi), JG (jerami jagung), JK (jerami kedelai), JH (jerami kacang hijau),
JT (jerami kacang tanah), JJ (jerami ubi jalar), PK (pucuk ubi kayu).
Tabel 17 Produksi total digestible nutrient limbah tanaman pangan
di Sulawesi Selatan
Bulukumba 100 275 88 554 264 3 282 11 358 2112 3 282 209 128
Bantaeng 35 670 105 721 1 402 523 1 215 196 373 145 101
Jeneponto 47 735 126 149 6 539 20 631 1 912 259 12 422 215 646
Gowa 119 731 52 120 184 15 513 2 126 1 288 6 496 197 457
Bone 353 264 173 928 10 199 12 906 50 500 1 570 2 662 605 030
Wajo 245 969 12 814 1 101 15 999 3 862 644 361 280 750
Sidrap 200 968 5 966 132 317 2 051 652 250 210 336
Pinrang 197 160 3 191 170 1 195 391 160 533 202 800
Luwu 123 909 1 472 476 186 468 442 232 127 186
Luwu Utara 134 679 6 161 236 266 546 809 584 143 280
Jumlah 2 146 573 682 898 34 050 94 864 111 640 15 044 43 268 3 128 339
Keterangan : JP (jerami padi), JG (jerami jagung), JK (jerami kedelai), JH (jerami kacang hijau),
JT (jerami kacang tanah), JJ (jerami ubi jalar), PK (pucuk ubi kayu).
Tabel 18 Produksi protein kasar limbah tanaman pangan di Sulawesi Selatan
Jumlah 233 531 81 850 5 801 10 199 25 719 3 131 12 030 372 261
Keterangan : JP (jerami padi), JG (jerami jagung), JK (jerami kedelai), JH (jerami kacang hijau),
JT (jerami kacang tanah), JJ (jerami ubi jalar), PK (pucuk ubi kayu).
Hasil analisis indeks konsentrasi produksi pakan (IKPP) limbah tanaman
pangan berdasarkan produksi bahan kering (Lampiran 13), menunjukkan bahwa
masing-masing wilayah kabupaten memiliki potensi yang tinggi pada jenis limbah
tanaman pangan yang berbeda. Setiap wilayah kabupaten memiliki keunggulan
atau produksi yang tinggi pada jenis limbah tanaman tertentu, yang disebabkan
oleh jumlah areal panen tanaman pangan yang juga tinggi sehingga jumlah limbah
tanaman pangan yang dihasilkan juga tinggi.
Nilai IKPP di atas rata-rata (IKPP > 1.00) merupakan wilayah kabupaten
dengan produksi tinggi pada jenis limbah tanaman pangan tertentu. Produksi
jerami padi dalam kategori produksi tinggi di kabupaten Bone, Soppeng, Wajo,
Sidrap, Pinrang, Luwu, Luwu Utara, Bulukumba dan Gowa dan produksi jerami
padi tertinggi di kabupaten Bone sebesar 828 285 ton bahan kering. Kabupaten
lainnya dalam kategori produksi sedang dan kurang, seperti terlihat pada Gambar
10. Di Sulawesi Selatan tanaman padi sebagian besar dikembangkan di wilayah
kawasan BOSOWASIPILU (Bone, Soppeng, Wajo, Sidrap, Pinrang dan Luwu)
dengan luas areal pengembangan padi sekitar ¾ dari luas penanaman padi di
Sulawesi Selatan dengan sarana irigasi teknis yang memadai (Balitbangda Sul Sel
2003).
Untuk jerami jagung yang merupakan jumlah produksi limbah tanaman
pangan tertinggi setelah jerami padi, dalam kategori produksi tinggi terdapat di
Kabupaten Bantaeng, Bulukumba, Jeneponto, Gowa dan Bone. Produksi tertinggi
di Kabupaten Bone sebesar 326 748 ton, selanjutnya kabupaten Jeneponto 236
988 ton, Bantaeng 198 612 ton, Bulukumba 166 362 ton, dan Gowa 97 914 ton.
Secara umum kabupaten lainnya dalam kategori produksi jerami jagung rendah,
kecuali kabupaten Soppeng, Sinjai dan Selayar dengan jumlah produksi jerami
jagung masing-masing 30 696 ton, 44 358 ton dan 31 380 ton dalam kategori
produksi sedang (Gambar 11). Tingginya produksi jerami jagung pada kabupaten
tersebut di atas disebabkan karena merupakan kawasan Karaeng Lompoa di
bagian selatan Sulawesi Selatan sebagai daerah pengembangan tanaman jagung
(Balitbangda Sul Sel 2003).
Gambar 10 Peta indeks konsentrasi produksi pakan jerami padi
di Sulawesi Selatan.
Gambar 11 Peta indeks konsentrasi produksi pakan jerami jagung
di Sulawesi Selatan.
Sekitar 80 % atau 49 871 ton bahan kering jerami kedelai dari total
produksi jerami kedelai di Sulawesi Selatan (64 100 ton bahan kering) dalam
kategori produksi tinggi terdapat di kabupaten Bone, Mamuju, Jeneponto dan
Maros dengan masing-masing jumlah produksi bahan kering jerami kedelai adalah
19 201 ton, 15 697 ton, 12 309 ton dan 2 664 ton (Tabel 16 dan Gambar 12). Hal
ini memberikan indikasi bahwa kabupaten tersebut merupakan wilayah sentra
pengembangan kedelai sehingga berimplikasi terhadap tingginya produksi limbah
jerami kedelai. Semakin tinggi luas penanaman kedelai mengakibatkan tingginya
produksi limbah jerami kedelai di suatu wilayah, sehingga pada wilayah ini
sebaiknya dilakukan pemanfaatan jerami kedelai sebagai sumber pakan ternak
ruminansia karena didukung oleh produksi yang tinggi.
Total produksi bahan kering limbah jerami kacang hijau di Sulawesi
Selatan adalah 180 831 ton bahan kering dengan jumlah produksi tertinggi di
kabupaten Jeneponto sebesar 39 327 ton, kemudian Wajo, Gowa, Takalar dan
Bone (Gambar 13). Dilain pihak, untuk produksi limbah tanaman pangan jerami
kacang tanah di kabupaen Bone merupakan produksi tertinggi dibanding
kabupaten lainnya yang mencapai 96 948 ton bahan kering atau sekitar 45% dari
total produksi jerami kacang tanah di Sulawesi Selatan (214 322 ton BK).
Kabupaten lainnya dalam kategori produksi tinggi adalah Barru, Maros, Sinjai,
dan Bulukumba, sementara kabupaten yang lain dalam kategori sedang dan
rendah (Gambar 14).
Jenis limbah tanaman pangan lainnya yaitu jerami ubi jalar dan pucuk ubi
kayu. Untuk jerami ubi jalar dengan total produksi di Sulawesi Selatan sebesar 28
338 ton BK dan dibandingkan dengan produksi limbah tanaman pangan yang lain,
produksi jerami ubi jalar merupakan produksi yang terendah hanya 0.14% dari
total produksi limbah tanaman pangan di Sulawesi Selatan. Namun demikian,
limbah jerami ubi jalar menunjukkan produksi yang tinggi di kabupaten yaitu
Luwu Utara, Tator, Polmas, Sidrap, Wajo, Bone, Sinjai, Gowa, Takalar dan
Bulukumba (Gambar 15). Kabupaten lainnya seperti Mamuju, Luwu, Barru,
Pangkep dan Maros dalam kategori produksi sedang, dan dalam kategori produksi
rendah adalah Majene, Enrekang, Pinrang, Soppeng, Jeneponto, Bantaeng dan
Selayar.
Gambar 12 Peta indeks konsentrasi produksi pakan jerami kedelai
di Sulawesi Selatan.
Gambar 13 Peta indeks konsentrasi produksi pakan jerami kacang hijau
di Sulawesi Selatan.
Gambar 14 Peta indeks konsentrasi produksi pakan jerami kacang tanah
di Sulawesi Selatan.
Gambar 15 Peta indeks konsentrasi produksi pakan jerami ubi jalar
di Sulawesi Selatan.
Sebanyak 28.7% produksi pucuk ubi kayu yang dapat dimanfaatkan
sebagai pakan ternak ruminansia terdapat di Kabupaten Jeneponto (20 267 ton
BK) dari total produksi pucuk ubi kayu di Sulawesi Selatan sebesar 70 596 ton
BK. Seperti halnya dengan limbah jerami ubi jalar, pucuk ubi kayu dalam
kategori produksi tinggi terdapat beberapa kabupaten yaitu Mamuju, Tator,
Polmas, Bone, Maros, Gowa, Takalar, dan Bulukumba (Gambar 16). Sementara
kabupaten Selayar dan Majene dalam kategori produksi rendah, dan kabupaten
lainnya kategori produksi sedang.
Produksi limbah tanaman pangan seperti telah dipaparkan di atas, sangat
terkait dengan musim panen dari masing-masing komoditi tanaman pangan.
Gambar 17 menunjukkan bahwa jerami padi, jerami ubi jalar dan pucuk ubi kayu
produksi tertinggi pada bulan Mei-Agustus, dilain pihak limbah tanaman pangan
jerami jagung, jerami kedelai, jerami kacang hijau dan jerami kacang tanah
produksi tertinggi dapat diperoleh pada bulan Januari-April. Dengan demikian,
ketersediaan limbah tanaman pangan musiman dan fluktuatif mengikuti pola
tanam dan musim panen.
Berdasarkan produksi limbah tanaman pangan seperti yang telah
dipaparkan di atas, dapat dikemukakan berbagai fakta sebagai berikut. a). Limbah
jerami padi lebih tersebar merata di seluruh kabupaten di Sulawesi Selatan dan
merupakan produksi yang paling besar dibanding jenis limbah yang lain. b).
Produksi limbah tanaman pangan sangat dipengaruhi oleh seberapa besar luas
areal tanam dari komoditi tanaman pangan di masing-masing wilayah kabupaten.
Semakin tinggi luas areal tanam suatu komoditi tanaman pangan, jumlah produksi
limbah tanaman pangan yang dihasilkan lebih banyak. c). Beberapa kabupaten
memiliki produksi tinggi pada jenis limbah tanaman pangan tertentu yang dapat
merupakan penciri kemampuan dan ketersedian potensi limbah tersebut di setiap
wilayah. d). Pengembangan peternakan khususnya ternak ruminansia dalam
memanfaatkan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia
sepatutnya memperhatikan ketersedian produksi limbah sesuai dengan spesifik
lokalita.
Gambar 16 Peta indeks konsentrasi produksi pakan pucuk ubi kayu
di Sulawesi Selatan.
Gambar 17 Produksi limbah tanaman pangan berdasarkan bulan produksi
dalam setahun.
Berdasarkan data luas areal penen komoditi tanaman pangan di Sulawesi
Selatan dalam kurun waktu lima tahun terakhir (1999-2003), dilakukan
perhitungan pertumbuhan produksi bahan kering masing-masing limbah tanaman
pangan, seperti diperlihatkan pada Tabel 19. Terlihat pada Tabel 19 bahwa
produksi jerami jagung, jerami padi dan jerami kacang tanah mengalami
peningkatan dalam lima tahun terakhir (1999-2003), dengan laju pertumbuhan
produksi masing-masing 26.27%, 21.62% dan 20.29% per tahun. Jenis limbah
tanaman pangan lainnya yang mengalami peningkatan di bawah 10% per tahun
adalah jerami kacang hijau 8.73% dan pucuk ubi kayu 2.23% pertahun. Dilain
pihak, jerami kedelai dan jerami ubi jalar mengalami penurunan produksi per
tahun masing-masing 10.99% dan 9.42%.
Tahun
Jenis Limbah r (%)
1999 2000 2001 2002 2003
Jerami padi 5 191 643 516 978 4 766 622 4 777 082 5 032 998 21.62
Jerami jagung 1 275 726 135 258 1 659 252 1 850 874 1 282 920 26.27
Jerami kac. hijau 141 084 147 139 151 995 214 610 180 831 8.73
Jerami kac. tanah 96 842 127 042 149 069 197 465 214 322 20.29
Daya dukung jerami jagung dapat menampung sejumlah 562 684 ST, dan
kabupaten Bone dan Jeneponto memiliki daya dukung tinggi yaitu sebesar 143
311 ST dan 103 942 ST atau 25.47% dan 18.47% dari total daya dukung jerami
jagung di Sulawesi Selatan. Jerami kacang tanah, jerami kacang hijau, dan pucuk
ubi kayu memiliki daya dukung sebagai sumber pakan sebesar 3.12%, 2.63% dan
0.93% dari total daya dukung limbah tanaman pangan. Jerami kedelai dan jerami
ubi jalar adalah limbah yang memiliki daya dukung yang rendah sebesar 28 114
ST dan 12 429 ST.
Berdasarkan daya dukung bahan kering dari limbah tanaman pangan yang
dapat menampung sebanyak 3 014 958 ST dan dengan jumlah populasi ternak
ruminansia sebanyak 727 774 ST, maka potensi limbah tanaman pangan sebagai
sumber pakan jauh lebih tinggi dibandingkan populasi ternak ruminansia yang
ada. Dengan demikian limbah tanaman pangan memiliki potensi yang tinggi
sebagai sumber pakan ternak ruminansia.
Daya dukung limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan selain
berdasarkan bahan kering, dapat pula dilihat berdasarkan total digestible nutrient
(Lampiran 15) dan protein kasar (Lampiran 16). Dengan produksi total digestible
nutrient dan protein kasar sebanyak 3 128 339 ton dan 372 261 ton, dapat
diestimasi bahwa produksi tersebut dapat menampung bagi sejumlah populasi
ternak ruminansia masing-masing berdasarkan total digestible nutrient sebanyak
1 992 573 ST dan berdasarkan protein kasar sebanyak 1 551 087 ST. Kabupaten
Bone adalah wilayah dengan daya dukung tertinggi berdasarkan total digestible
nutrient (385 369 ST) dan protein kasar (312 937 ST), dan sebaliknya kota
Parepare dengan daya dukung rendah sebesar 2 133 ST dan 1 696 ST.
Jumlah
Uraian Responden
%
(orang)
Tingkatan umur (tahun)
<20 0 0.00
21-30 17 4.29
31-40 113 28.54
41-50 183 46.21
>50 83 20.96
Tingkat pendidikan
Tidak tamat SD 88 22.22
Tamat SD 131 33.08
Tamat SLTP 110 27.78
Tamat SLTA 61 15.40
Tamat Perguruan tinggi 6 1.52
Pekerjaan utama
Petani 335 84.60
Pegawai 14 3.54
Pensiunan 7 1.77
Pedagang 31 7.83
Ibu rumah tangga 9 2.27
Jumlah
Uraian Responden
%
(orang)
Cara pemeliharaan ternak
Dilepas sepanjang hari 153 38.63
Dilepas siang hari dan diikat malam hari 129 32.58
Dikandangkan sepanjang hari 48 12.12
Dikandangkan pada malam hari saja 66 16.67
350
300
62,12%
250
200
37,88%
150
246
100
150
50
0
Menggunakan Tidak Menggunakan
180
160 (31,31%)
140
(25,25%)
120
100
(15,91%)
80
124 (12,12%)
60
100
40
63 (4,55%)
20 48 (3,03%) (2,53%)
18 12 10
0
Jerami Padi Jerami Jerami Jerami Jerami Jerami Ubi Pucuk Ubi
Jagung Kedelai Kacang Kacang Jalar Kayu
Tanah Hijau
Keterangan : persentase terhadap jumlah seluruh responden
jumlah responden y ang menggunakan limbah
300 54,80%
250 45,20%
200
150
100 217
179
50
0
Mengetahui Tidak Mengetahui
Amonisasi dan
Fermentasi lainnya
Silase
82 (20,71%)
10 (2,53%)
Hay (pengeringan)
Amoniasi,Silase, 72 (18,18%)
Hay Amoniasi,Silase
25 (6,31%) 3 (0,76%)
Amoniasi,Hay Silase,Hay
21(5,30%) 4 (1,01%)
Menerapkan/
Melakukan
46 (11,62%)
Tidak Menerapkan/
Melakukan
171(43,18%)
Formulasi Strategi
Dalam formulasi strategi digunakan matriks SWOT untuk merumuskan
alternatif strategi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak
ruminansia di Sulawesi Selatan. Alternatif strategi diperoleh dengan memadukan
faktor-faktor eksternal dan internal dalam pemanfataan limbah tanaman pangan
sebagai pakan ternak ruminansia. Dengan matriks SWOT diperoleh empat macam
alternatif strategi yaitu S-O, W-O, S-T, dan W-T, seperti diperlihatkan pada
Tabel 26.
Strategi S-O. Strategi S-O adalah strategi yang menggunakan kekuatan
untuk memanfaatan peluang. Beberapa strategi S-O yang dapat dirumuskan
adalah :
1. Pengembangan kawasan pola integrasi sapi potong dengan padi dan
jagung (S1,S2,S3,S4,O1,O3,O5).
2. Sinergi dan keterpaduan antar sektor (peternakan-tanaman pangan)
dalam kebijakan pemerintah untuk pengembangan peternakan (O2,S5)
3. Membangun industri pakan berbasis bahan baku sumberdaya limbah
tanaman pangan (S1,S3,S5,O1,O3,O5).
Strategi W-O. Strategi W-O adalah strategi yang meminimalkan
kelemahan untuk memanfaatkan peluang. Beberapa strategi W-O yang dapat
dirumuskan adalah :
1. Optimalisasi penerapan teknologi pakan limbah tanaman pangan
melalui pemberdayaan masyarakat pola partisipatif (W2,W4,O5).
2. Pengembangan sarana alat pengangkutan dan tempat penyimpanan
limbah tanaman pangan di pedesaan (W1, W3,W5,O5).
3. Pengembangan rekayasa sosial dan ekonomi melalui pengembangan
kelembagaan peternak dan peningkatan sumberdaya daya manusia
peternak (W1,W4,O4).
Strategi S-T. Strategi S-T adalah strategi yang menggunakan kekuatan
untuk mengatasi ancaman. Strategi S-T yang dapat dirumuskan adalah :
1. Menjalin kemitraan antara investor/swasta dan peternak untuk
meningkatkan skala usaha ternak pola intensif dengan iklim berusaha
yang lebih baik dan terjamin (T1,T2,T3,T5,S1).
Tabel 26 Matriks SWOT analisis strategi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan
Pengambilan Keputusan
Dari beberapa alternatif strategi yang terbentuk (Tabel 26), diinput untuk
menentukan bilai daya tarik setiap set alternatif strategi. Setiap pakar memberikan
nilai daya tarik strategi dengan mempertimbangkan faktor kritis ekternal dan
internal. Menurut David (2001), nilai daya tarik ditetapkan dengan memeriksa
setiap faktor eksternal dan internal. Apabila faktor tersebut mempengaruhi
alternatif strategi yang akan ditetapkan, maka nilai daya tarik harus diberikan pada
setiap strategi untuk menunjukkan daya tarik relatif dari satu strategi atas strategi
yang lain, dengan mempertimbangkan faktor kritis tertentu.
Pengambilan keputusan dalam penentuan prioritas dari masing-masing
alternatif strategi yang telah diterbentuk, dianalisis dengan menggunakan matriks
perencanaan strategi kuantitatif (QSPM), seperti diperlihatkan pada Lampiran 21.
Hasil penilaian untuk menentukan prioritas strategi pemanfaatan limbah
tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak ruminansia (Tabel 27),
menghasilkan bahwa kombinasi antara faktor kekuatan dan peluang (SO) yaitu
pengembangan kawasan pola integrasi sapi potong dengan padi dan jagung
mendapat prioritas pertama atau strategi yang paling menarik di antara alternatif
strategi yang lain dengan nilai total daya tarik adalah 6.67.
Tabel 27 Prioritas alternatif strategi pemanfaatan limbah tanaman pangan
sebagai pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan
5 Penyediaan modal a. Lembaga perbankan a. Keberpihakan lembaga a. Penyediaan kredit usaha a. Dinas terkait
usaha dari sebagian besar belum keuangan untuk peternakan (Peternakan dan
pemerintah dan berpihak ke usaha peternakan ditingkatan b. Pengembangan kelompok Tanaman Pangan)
lembaga keuangan peternakan b. Meningkatkan status tani ternak menjadi b. Kelompok
melalui kerjasama b. Kelompok tani bukan kelompok tani menjadi koperasi tani Tani/peternak
dengan lembaga formal sehingga kelompok usaha formal c. Bimbingan teknis c. Swasta/koperasi
kelembagaan tidak dapat melakukan c. Meningkatkan pelayanan manajemen pengelolaan d. Perguruan
peternak kontrak dengan lembaga koperasi dengan perbaikan koperasi yang transparan Tinggi/Lembaga
(kelompok, keuangan manajemen dan akuntabel Litbang
koperasi) c. Kepercayaan peternak e. Perbankan
terhadap koperasi kurang
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
.
1. Jumlah populasi ternak ruminansia di Sulawesi Selatan dalam kurun waktu
lima tahun terakhir (1999-2003) untuk sapi potong, kerbau dan domba
mengalami penurunan pertahun sebesar 0.24%, 4.22%, dan 9.56.%, sementara
populasi kambing mengalami peningkatan 4.66% pertahun. Dilain pihak,
tingkat pemotongan ternak sapi potong dan kambing mengalami peningkatan
4.15% dan 30.23% pertahun. Fenomena terjadinya peningkatan jumlah
pemotongan ternak ruminansia khususnya sapi potong, kambing, dan domba
yang tidak didukung oleh peningkatan jumlah populasi, memberikan indikasi
telah terjadi pemotongan ternak yang tidak terkendali tanpa memperhatikan
struktur populasi tetapi hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging.
2. Jumlah populasi ternak ruminansia di Sulawesi Selatan seluruhnya 727 774
ST, dengan penyebaran untuk sapi potong 564 847 ST, kerbau 86 942 ST dan
kambing 75 335 ST. Sebagian besar wilayah memiliki potensi sebagai
wilayah penawaran ternak sapi potong, kecuali kabupaten Selayar, Jeneponto,
Takalar, Enrekang, Luwu, Tator, Polmas, Majene, Makassar dan Parepare.
Beberapa wilayah disamping memiliki keunggulan pada ternak sapi juga
memiliki keunggulan pada ternak kambing yaitu Soppeng dan Bantaeng, dan
kerbau di Luwu Utara, Wajo, Pangkep, Maros dan Gowa.
3. Rata-rata produksi bahan kering jerami padi 5.94 ton/ha, dengan kisaran
produksi terendah 3.58 ton/ha dan tertinggi 8.53 ton/ha. Produksi bahan
kering jerami jagung dalam kisaran 5.14 – 7.25 ton BK/ha dengan rata-rata
produksi adalah 6.00 ton BK/ha. Untuk jerami kacang kedelai, jerami kacang
hijau, jerami kacang tanah, jerami ubi jalar dan pucuk ubi kayu diperoleh rata-
rata produksi bahan kering masing-masing sebesar 2.79 ton BK/ha, 5.45 ton
BK/ha, 4.49 ton BK/ha, 4.93 ton BK/ha dan 1.73 ton BK/ha.
4. Limbah tanaman pangan memiliki potensi yang cukup besar sebagai sumber
pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan. Jumlah produksi berdasarkan
bahan kering, total digestible nutrient, dan protein kasar masing-masing
6 874 105 ton, 3 128 339 ton, dan 372 261 ton dengan daya dukung masing-
masing 3 014 958 ST, 1 992 573 ST dan 1 551 087 ST.
5. Berdasarkan daya dukung yang ada di Sulawesi Selatan dapat dilakukan
penambahan populasi ternak dengan kapasitas peningkatan populasi ternak
ruminansia berdasarkan bahan kering sebesar 2 287 184 ST, total digestible
nutrient sebesar 1 264 799 ST dan protein kasar 823 313 ST. Beberapa
kabupaten yang menunjukkan daya dukung yang tinggi adalah Soppeng,
Wajo, Sidrap dan Luwu.
6. Sistem pemeliharaan ternak yang dilakukan oleh peternak di Sulawesi Selatan
sebagian besar masih dengan cara tradisional (71.21%), dengan cara ternak
dilepas sepanjang hari (38.63%), dan dilepas siang hari kemudian diikat pada
malam hari (32.58%). Jumlah peternak yang mengandangkan ternak
jumlahnya lebih rendah yaitu 28.79% (114 peternak), dengan cara
dikandangkan pada malam hari saja (semi intensif) sebanyak 66 peternak, dan
ternak dikandangkan sepanjang hari (intensif) sebanyak 48 peternak atau
12.12% dari seluruh responden.
7. Sebagian besar peternak (91.92%) melepas ternak untuk memperoleh pakan di
sawah, kebun dan pekarangan, sementara peternak yang melepas ternaknya di
pandang penggembalaan yaitu hanya 8.08%. Penggunaan limbah tanaman
pangan sebagai pakan ternak ruminansia di tingkat peternak masih rendah,
yang terlihat masih banyaknya peternak yang tidak menggunakan limbah
tanaman pangan sebagai pakan yaitu 62.12%.
8. Sebanyak 54.80% peternak mengetahui tentang teknologi pakan, seperti
amoniasi, hay, silase dan teknologi fermentasi lainnya. Dilain pihak, tingkat
penerapan teknologi masih sangat kurang, terlihat kurangnya peternak yang
menerapkan terknologi tersebut yang hanya 21.19%.
9. Strategi yang menjadi prioritas dalam pemanfaatan limbah tanaman pangan
sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan yaitu 1)
pengembangan kawasan pola integrasi sapi potong dengan padi dan jagung, 2)
optimalisasi penerapan teknologi pakan limbah tanaman pangan melalui
pemberdayaan masyarakat pola partisipatif, 3) membangun industri pakan
berbasis bahan baku sumberdaya limbah tanaman pangan, 4) pengembangan
sarana alat pengangkutan dan tempat penyimpanan limbah tanaman pangan di
pedesaan, dan 5) Penyediaan modal usaha dari pemerintah dan lembaga
keuangan melalui kerjasama dengan kelembagaan peternak (kelompok,
koperasi).
Saran
Untuk memanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak
ruminansia agar memperhatikan ketersediaan limbah yang memiliki produksi
yang tinggi di masing-masing wilayah kabupaten dengan penyediaan tempat
penyimpanan dan sarana penunjang penerapan teknologi pakan. Keberhasilan
pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan sangat ditentukan oleh
dukungan seluruh stakeholder yang terlibat di bidang peternakan.
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2004. Statistik Indonesia 2003. Jakarta: Badan Pusat
Statistik.
[BPS SULSEL] Badan Pusat Statistik Sulsel. 2004. Sulawesi Selatan dalam
Angka 2003. Makassar: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan.
Chamdi AN. 2003. Kajian profil sosial ekonomi usaha kambing di kecamatan
Kradenan kabupaten Grobogan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner. Bogor 29-30 September 2003. Bogor:
Puslitbang Peternakan Departemen Pertanian. hlm 312-317.
Chhay Ty J Ly, Rodríguez L. 2001. An approach to ensiling conditions for
preservation of cassava foliage in Cambodia. Livestock Research for Rural
Development 13 (2). http://www.cipav.org.co/lrrd/lrrd13/2/chhach132.htm
[3 Nopember 2004].
David FR. 2001. Strategic Management : Concepts and Cases. 8th ed. New Jersey:
Prentice-Hall, Inc.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2004. Selected Indicators of Food and
Agriculture Development in Asia-Pacific Region 1999-2003. Food and
Agriculture Organization of the United Nations. RAP Publication 2004/20.
Bangkok: FAO Regional Office for Asia and the Pacific.
Glueck WF, Jauch LR. 1994. Manajemen Strategis dan Kebijakan Perusahaan.
Jakarta: Erlangga.
Harris LE, Kearl LC, Fonnesbeck PV. 1972. Use of regression equation in
predicting availability of energy and protein. J Anim Sci 65 : 658-664.
Hax AC, Majluf NS. 1991. The Strategy : Concepts and Process. New Jersey:
Prentice-Hall, Inc.
Laconi EB. 1992. Pemanfaatan manure ayam sebagai suplemen non protein
nitrogen (NPN) dalam pembuatan silase jerami padi untuk ternak kerbau.
[tesis]. Bogor: Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Leng RA. 1980. Principles and Practices of Feeding Tropical Crops and By-
Products to Ruminant. Armidale: Department of Biochemistry and
Nutrition, University of New England.
[NRC] National Research Council. 1984. Nutrient Requirement of Beef Cattle. 6th
rev.ed. Washington DC: National Academy Press.
Preston TR. 1986. Better Utilization of Crop Residues and By-products in Animal
Feeding : research guidelines. 2.A practical manual for research workers.
FAO Animal Production and Health Paper 50/2. Rome: FAO.
Priyanti A, Soejana TD, Handayani SW, Ludgate PJ. 1989. Karakteristik peternak
berpenampilan tatalaksana tinggi dan rendah dalam usaha ternak
domba/kambing di kabupaten Bogor Jawa Barat. Bogor: Badan penelitian
dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.
Quoc Viet T, Duc Kien D. 2001. Dried rice straw-chicken litter and urea-treated
rice straw as main fodder resources for local cattle in the dry season.
Livestock Research for Rural Development 13 (2).
http://www.cipav.org.co/lrrd/lrrd13/2/trach132.htm. [25 Desember 2005].
Suryani NN. 1994. Pengaruh manure ayam pada wastelage jerami padi dalam
ransum terhadap fermentasi rumen [tesis]. Bogor: Fakultas Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Syamsu JA. 2001a. Fermentasi jerami padi dengan probiotik sebagai pakan ternak
ruminansia. Jurnal Agrista 5(3) : 280-283.
Syamsu JA. 2001b. Kualitas jerami padi yang difermentasi dengan manure
sebagai pakan ruminansia. Jurnal Produksi Ternak 3(2) : 62-66.
Syamsu JA, Yusuf M, Hikmah, Abustam E. 2003. Kajian fermentasi jerami padi
dengan probiotik sebagai pakan sapi Bali di Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmu
Ternak 3(2) : 46-49.
Sofyan LA. 1998. Permasalahan Pakan Ternak dan Solusinya. Makalah Dialog
Nasional Peternakan. Bogor 30-31 Mei 1998. Bogor: Lembaga
Kemahasiswaan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Sudardjat S. 2000. Potensi dan prospek bahan pakan lokal dalam mengembangkan
industri peternakan di Indonesia. Buletin Peternakan Edisi Tambahan : 11-
15.
Zulbardi M, Karto AA, Kusnadi U, Thalib A. 2001. Pemanfaatan jerami padi bagi
usaha pemeliharaan sapi peranakan onggole di daerah irigasi tanaman
padi. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Bogor 17-18 September 2001. Bogor : Puslitbang Peternakan Departemen
Pertanian. hlm 256-261.
Xuan Trach N, Magne M, Xuan Dan C. 2001. Effects of treatment of rice straw
with lime and/or urea on responses of growing cattle. Livestock Research
for Rural Development 13 (5). http://www.cipav.org.co/lrrd/ lrrd13/5/trach
135.htm. [13 Januari 2006].
KUISIONER
EVALUASI INVENTARISASI POTENSI
LIMBAH TANAMAN PANGAN DI SULAWESI SELATAN
Desa
: ………………………………..
Kecamatan : (lingkari yang sesuai)
1. Bissappu 5. Wanomulyo
2. Pajukukang 6. Tinambung
3. Tanasitolo 7. Tanete Riaja
4. Sabbangparu 8. Soppeng Riaja
Kabupaten : (lingkari yang sesuai)
1. Bantaeng 3. Polmas
2. Wajo 4. Barru
Bulan musim tanam : (isi bulan dengan angka)
1. Rendeng/Hujan 1 : bulan …….s/d ..……..
2. Rendeng/Hujan 2 : bulan …….s/d…….…
3. Gadu/Kering : bulan …….s/d ………
Pola Tanam : (isian sesuai komoditi yang ditanam)
1. Rendeng/Hujan 1 : ………………………
2. Rendeng/Hujan 2 : ………………………
3. Gadu/Kering : ………………………
Waktu panen (bulan) : (lingkari bulan panen yang sesuai)
1. Rendeng/Hujan 1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2. Rendeng/Hujan 2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
3. Gadu/Kering
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
24. Cuplikan 2
Lampiran 2 Kuisioner survei evaluasi pemanfaatan limbah tanaman pangan
KUISIONER
EVALUASI PEMANFAATAN
LIMBAH TANAMAN PANGAN SEBAGAI PAKAN TERNAK
RUMINANSIA DI SULAWESI SELATAN
IDENTITAS RESPONDEN
e. Ketersediaan pakan
[ ] selalu tersedia
[ ] fluktuasi/musiman
Komentar
PEMANFAATAN LIMBAH LIMBAH TANAMAN PANGAN SEBAGAI
PAKAN
[ ] tidak, alasannya :
KUISIONER
Nama Responden
Umur
Pendidikan Terakhir
Pekerjaan/Jabatan
Alamat
Tlp
Waktu Wawancara Tanggal …….Bulan……Tahun……….
Tanda tangan
Penjelasan
1. …………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
2. …………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
3. …………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
4. …………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
5. …………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
6. …………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
2). Identifikasi Faktor Ekternal – ANCAMAN
1. …………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
2. …………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
3. …………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
4. …………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
5. …………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
6. …………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
1. …………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
2. …………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
3. …………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
4. …………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
5. …………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
6. …………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
1. …………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
2. …………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
3. …………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
4. …………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
5. …………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
6. …………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
Lampiran 4 Kuisioner penentuan bobot dan peringkat faktor-faktor eksternal
dan internal
KUISIONER
PENENTUAN BOBOT DAN PERINGKAT (RATING)
FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL
UNTUK PERUMUSAN STRATEGI PEMANFAATAN
LIMBAH TANAMAN PANGAN SEBAGAI PAKAN
DI SULAWESI SELATAN
Nama Responden
Umur
Pendidikan Terakhir
Pekerjaan/Jabatan
Alamat
Tlp
Waktu Wawancara Tanggal …….Bulan……Tahun……….
Tanda tangan
Penjelasan
Faktor eksternal A B C D E F G H
Peluang 1 (A)
Peluang 2 (B)
Peluang 3 (C)
Peluang ke-n (D)
Ancaman 1 (E)
Ancaman 2 (F)
Ancaman 3 (G)
Ancaman ke-n (H)
Faktor eksternal A B C D E F G H
Kekuatan 1 (A)
Kekuatan 2 (B)
Kekuatan 3 (C)
Kekuatan ke-n (D)
Kelemahan1 (E)
Kelemahan 2 (F)
Kelemahan3 (G)
Kelemahan ke-n (H)
PENENTUAN RATING FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL
Penjelasan
Berikan nilai peringkat (rating) dari masing-masing faktor eksternal (peluang dan
ancaman) dan internal (kekuatan dan kelemahan), dengan memberikan tanda ( √ )
sesuai pilihan dan pendapat Bapak/Ibu dalam kotak pada tabel yang disediakan.
KUISIONER
PENENTUAN NILAI DAYA TARIK (ATTRACTIVENESS SCORE)
ALTERNATIF STRATEGI PEMANFAATAN LIMBAH TANAMAN
PANGAN SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA
DI SULAWESI SELATAN
Nama Responden
Umur
Pendidikan Terakhir
Pekerjaan/Jabatan
Alamat
Tlp
Waktu Wawancara Tanggal …….Bulan……Tahun……….
Tanda tangan
Penjelasan
1. Nilai daya tarik ditetapkan dengan memeriksa setiap faktor eksternal
(peluang dan ancaman) dan internal (kekuatan dan kelemahan) satu per
satu. Apakah faktor tersebut mempengaruhi alternatif strategi pilihan yang
akan dibuat ?
Produksi Produksi
Produksi Produksi Bahan
Jenis Limbah Tanaman Pangan Descriptive Statistics Segar 25m2 Kering
Segar (ton/ha) Kering (ton/ha)
(kg) (ton/ha)
Mean 29.72 11.89 6.73 5.94
Standard Error 1.57 0.63 0.45 0.39
Standard Deviation 8.89 3.56 1.80 1.56
Sample Variance 79.80 12.65 3.25 2.43
Jerami Padi
Range 26.50 10.60 5.49 4.77
Minimum 18.50 7.40 4.16 3.56
Maximum 45.00 18.00 9.66 8.35
Count 32.00 32.00 16.00 16.00
Mean 24.34 9.74 6.82 6.00
Standard Error 0.48 0.19 0.17 0.15
Standard Deviation 2.73 1.09 0.69 0.60
Sample Variance 7.43 1.89 0.51 0.36
Jerami Jagung
Range 9.50 3.80 2.52 2.11
Minimum 20.00 8.00 5.76 5.14
Maximum 29.50 11.80 8.03 7.25
Count 32.00 32.00 16.00 16.00
Mean 10.86 4.34 3.26 2.79
Standard Error 0.26 0.10 0.09 0.08
Standard Deviation 1.48 0.59 0.38 0.32
Sample Variance 2.19 0.35 0.14 0.10
Jerami Kedelai
Range 5.50 2.20 1.31 1.09
Minimum 8.00 3.20 2.51 2.17
Maximum 13.50 5.40 3.82 3.26
Count 32.00 32.00 16.00 16.00
Lampiran 8 Analisis statistik deskriptif produksi limbah tanaman pangan (lanjutan)
Produksi Produksi
Produksi Produksi Bahan
Jenis Limbah Tanaman Pangan Descriptive Statistics Segar 25m2 Kering
Segar (ton/ha) Kering (ton/ha)
(kg) (ton/ha)
Mean 23.86 9.54 6.24 5.45
Standard Error 0.47 0.19 0.19 0.17
Standard Deviation 2.68 1.07 0.75 0.68
Sample Variance 7.19 1.15 0.57 0.46
Jerami Kacang Hijau
Range 9.00 3.60 2.57 2.29
Minimum 19.00 7.60 4.86 4.17
Maximum 28.00 11.20 7.43 6.46
Count 32.00 32.00 16.00 16.00
Mean 22.02 8.81 5.70 4.94
Standard Error 0.38 0.15 0.14 0.12
Standard Deviation 2.13 0.85 0.55 0.48
Sample Variance 4.52 0.72 0.30 0.23
Jerami Kacang Tanah
Range 9.00 3.60 1.85 1.71
Minimum 18.00 7.20 4.74 4.08
Maximum 27.00 10.80 6.59 5.80
Count 32.00 32.00 16.00 16.00
Mean 26.27 10.51 6.12 4.93
Standard Error 0.75 0.30 0.22 0.19
Standard Deviation 4.25 1.70 0.86 0.77
Sample Variance 18.05 2.89 0.75 0.59
Jerami Ubi Jalar
Range 18.00 7.20 3.38 3.10
Minimum 18.00 7.20 4.69 3.72
Maximum 36.00 14.40 8.07 6.82
Count 32.00 32.00 16.00 16.00
Lampiran 8 Analisis statistik deskriptif produksi limbah tanaman pangan (lanjutan)
Produksi Produksi
Produksi Produksi Bahan
Jenis Limbah Tanaman Pangan Descriptive Statistics Segar 25m2 Kering
Segar (ton/ha) Kering (ton/ha)
(kg) (ton/ha)
Mean 8.58 3.43 2.07 1.73
Standard Error 0.30 0.12 0.09 0.80
Standard Deviation 1.71 0.69 0.37 0.32
Sample Variance 2.94 0.47 0.13 0.10
Pucuk Ubi Kayu
Range 6.00 2.40 1.29 1.16
Minimum 5.50 2.20 1.50 1.24
Maximum 11.50 4.60 2.79 2.40
Count 32.00 32.00 16.00 16.00
Lampiran 9 Analisis statistik deskriptif kualitas limbah tanaman pangan