Anda di halaman 1dari 7

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/329708923

Masih Bergunakah Laporan Keuangan Untuk Pasar Modal?

Article · December 2018

CITATIONS READS
0 2,172

1 author:

Andreas Lako
Soegijapranata Catholic University
107 PUBLICATIONS   194 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

GREEN ACCOUNTING: CONCEPTUAL FRAMEWORK AND APPLICATION View project

All content following this page was uploaded by Andreas Lako on 17 December 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Masih Bergunakah Laporan Keuangan
Untuk Pasar Modal?

Oleh: Andreas Lako**

(diterbitkan Majalah BANK & MANAJEMEN, Edisi Mei-Juni 2009)

Pertanyaan pada judul di atas sengaja saya pasang sebagai respon atas klaim yang berkembang
di kalangan pelaku pasar modal dalam satu dekade terakhir. Klaim itu menyatakan bahwa laporan
keuangan korporasi publik Indonesia tidak berguna atau menurun relevansi nilainya untuk pelaku
pasar modal.

Klaim tersebut muncul karena dipicu terkuaknya sejumlah skandal akuntansi yang dilakukan
sejumlah korporasi seperti Bank Lippo, Bank Global, Kimia Farma, Indo Farma, Telkom,
Pakuwon Jati, Great River International dan lainnya. Apalagi, dalam sejumlah skandal tersebut,
pihak auditor independen terindikasi turut terlibat membantu perusahaan merekayasa laporan
keuangan. Tersingkapnya sejumlah skandal manipulasi keuangan oleh sejumlah korporasi besar
dunia seperti Enron, Worldcom, Global Crossing dan Tyco (AS), Independent Insurance dan
Equitable Life (Inggris), Permalat Group (Italia), HIH Insurance (Australia), SKGroup (Korsel)
dan lainnya juga menguatkan klaim tersebut.

Tapi, benarkah mencuatnya sejumlah skandal tersebut mengakibatkan laporan keuangan


korporasi menjadi tidak berguna lagi atau tergerus relevansi nilainya untuk pelaku pasar modal?
Pertanyaan tersebut mendorong saya melakukan sejumlah riset empiris sejak 2001 hingga kini.

Selain itu,ada tiga alasan lain yang mendorong saya melakukan riset untuk menginvestigasi isu
tersebut. Pertama, laporan keuangan menjadi bagian terpenting yang diregulasi dan diwajibkan
dalam sistem pasar modal. Laporan keuangan diwajibkan sebagai “media komunikasi informasi”
bagi korporasi untuk menyajikan informasi tentang aset, hutang, ekuitas (modal), pendapatan,
beban (biaya), gains, losses dan laba atau rugi kepada para pelaku pasar, khususnya investor.
Dengan laporan keuangan, para pemakai diharapkan bisa memotret kekuatan, ketergantungan,
nilai riil, pertumbuhan dan pangsa pasar, efisiensi dan efektivitas, kinerja riil, prospek dan risiko
suatu korporasi.

Sejak pasar modal diaktifkan kembali pada 1978, pemerintah telah mewajibkan semua
perusahaan go public menerbitkan laporan keuangan tahunan auditan. Kewajiban itu kemudian
diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Sejak 1995 hingga kini,
pemerintah terus menerbitkan berbagai regulasi untuk meningkatkan kualitas dan relevansi nilai
informasi laporan keuangan untuk para pemakai. Karena itu, jika klaim di atas benar, maka
upaya-upaya yang dilakukan pemerintah (Bapepam-LK dan pengelola bursa efek) selama ini

*
Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Soegijapranata Semarang;
email: a_lako@yahoo.com)
untuk mendorong perusahaan meningkatkan kuantitas, kualitas dan relevansi informasi laporan
keuangan adalah sia-sia karena tidak membawa manfaat bagi pelaku pasar modal. Benarkah
demikian?

Kedua, sejak laporan keuangan menjadi bagian integral dalam sistem pasar modal Indonesia
mulai 1970an, profesi akuntansi dan pendidikan/pengajaran akuntansi berkembang pesat dan
memainkan peran penting. Profesi akuntansi (akuntan publik, akuntan intern, auditor, kontroler,
akuntan manajemen, analis keuangan, desainer sistem akuntansi, akuntan pendidik dan lainnya)
bermunculan dan memainkan peranan penting dalam sistem bisnis dan ekonomi. Hal ini
mendorong para akuntan bersatu dan membentuk Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai wadah
untuk membangun eksistensi profesinya dalam menghadapi konstelasi dunia bisnis, pemerintah
dan lainnya. IAI kemudian diminta pemerintah mengembangkan pedoman prinsip akuntansi atau
standar akuntansi untuk mengarahkan praktik akuntansi yang baik dan benar dalam korporasi.
Sejak akhir 1970an, banyak perguruan tinggi juga mendirikan Jurusan Akuntansi untuk
mengajarkan, mendidik dan “mencetak” para sarjana akuntansi untuk membantu dunia bisnis.
Singkatnya, pendidikan dan pengajaran akuntansi mengalami kemajauan pesat dalam 30 tahun
terakhir setelah pasar modal digiatkan kembali pemerintah.

Maka, jika memang laporan keuangan tidak berguna atau menurun relevansi nilainya seperti
klaim di atas, mengapa pendidikan/pengajaran dan profesi akuntansi justru kian maju pesat? Jika
memang klaim di atas benar, bukankah hal tersebut akan berdampak negatif bagi masa depan
pendidikan/ pengajaran dan profesi akuntansi di Indonesia?

Ketiga, proses produksi, verifikasi dan pelaporan keuangan seperti disyaratkan dan diwajibkan
Bapepam-LK membawa konsekuensi peningkatan costs yang besar bagi korporasi publik. Upaya-
upaya yang dilakukan Bapepam-LK (dan juga BEI) untuk memacu perusahaan mempercepat
waktu publikasi, mempersering publikasi laporan keuangan dan memperbanyak pengungkapan
item-item informasi keuangan dan nonkeuangan korporasi, selain meningkatkan costs juga
meningkatkan potensi risiko (risks) bagi perusahaan. Maka, jika memang laporan keuangan sudah
kurang bermanfaat lagi buat pelaku pasar modal, bukankah pemerintah perlu segera mengkaji
kembali regulasi-regulasi yang mewajibkan perusahaan menyajikan laporan keuangan lebih
sering, lebih banyak, lebih cepat dan lebih berkualitas?

Direspons dan memiliki relevansi nilai

Munculnya klaim bahwa laporan keuangan korporasi publik Indonesia sudah tidak berguna lagi
untuk investor memotivasi saya melakukan sejumlah riset empiris sejak 2001 hingga saat ini. Ada
dua pendekatan riset yang saya gunakan untuk menginvestigasi vadilitas dari klaim tersebut.

Pendekatan pertama adalah studi kandungan informasi (information content study) dengan
pendekatan event study. Studi ini menguji reaksi investor terhadap publikasi laporan keuangan
korporasi pada periode peristiwa publikasi. Sampelnya adalah laporan keuangan yang
dipublikasikan emiten-emiten yang masuk dalam Indeks LQ45 Bursa Efek Jakarta (BEJ)
sepanjang periode krisis (1998-2001).
Untuk pendekatan kedua, saya menggunakan studi value relevance yang telah dimodifikasi
dengan menggunakan teori relevansi nilai Lako (2007).1 Studi ini menginvestigasi pengaruh dan
daya penjelas informasi laporan keuangan untuk pasar saham dari waktu ke waktu. Sampelnya
adalah emiten industri manufaktur yang tercatat dan memublikasi laporan keuangan tahunan
1990-2004. Industri manufaktur dipilih karena rentan terhadap gejolak ekonomi makro dan
global, kompleks sistem dan praktik akuntansinya, serta memiliki potensi dilakukannya praktek
manipulasi laporan keuangan.

Dari hasil studi kandungan informasi, saya peroleh bukti empiris bahwa investor merespons
secara signifikan terhadap publikasi laporan keuangan. Respons itu tercermin dari perubahan
average abnormal returns (AAR) emiten yang lebih besar atau lebih kecil dari nol. Secara
agregat (pendekatan regresi), publikasi laporan keuangan memang hanya memberi kontribusi
sekitar 4% untuk keputusan investor. Namun, pada tanggal publikasi, laporan keuangan yang
mengandung perubahan laba meningkat (good news bagi investor) memberi kontribusi sekitar
7,5%, sedangkan kontribusi laporan keuangan yang berisi informasi laba menurun (bad news)
hanya sekitar 0,1%.

Temuan lain yang cukup mengejutkan (anomaly) adalah: Pertama, reaksi pasar terhadap laporan
keuangan yang mengandung laba meningkat (good news) dan yang mengandung laba menurun
(bad news) pada tanggal publikasi ternyata sama-sama positif. Namun, respons terhadap laporan
keuangan yang mengandung laba bad news jauh lebih besar dibanding laba good news. Hal ini
bertentangan dengan prediksi teori pasar modal efisien yang memprediksikan bahwa investor
merespons positif terhadap laba meningkat dan merespon negatif terhadap laba menurun.

Kedua, kegunaan laporan keuangan (laba) justru lebih besar ketika ada banyak efek penganggu
(confounding effects) berupa peristiwa politik, ekonomi, sosial, keamanan dan peristiwa global.
Kontribusi informasi laba saat ada gangguan mencapai 10,2,%, sedangkan kontribusi laba ketika
tidak ada efek penganggu hanya 4,2%. Hasil analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa “daya
penjelas” dari laba good news pada saat banyak gangguan mencapai 16,3%, sementara laba good
news tanpa efek penganggu hanya 0,2%.

Bukti empiris tersebut mengindikasikan bahwa para investor lebih mencermati informasi laba
ketika diumumkan saat situasi eksternal bergejolak dibanding diumumkan ketika situasi eksternal
relatif normal. Temuan ini menepis klaim selama ini bahwa laporan keuangan yang diumumkan
pada periode krisis lebih rendah kegunaannya dibanding yang diumumkan pada periode normal.

Dengan menggunakan pendekatan studi value relevance dan studi asosiasi (Lako, 2006 & 2008),
saya peroleh bukti empiris bahwa laporan keuangan emiten (manufaktur) masih memiliki
relevansi nilai untuk pasar saham dari tahun ke tahun dalam 15 tahun terakhir. Selama tahun
1990-2004, relevansi nilainya (nilai buku dan laba) berkisar antara 1-25%. Secara panel, relevansi
nilai laporan keuangan untuk pasar modal adalah sekitar 5%.

Temuan yang cukup mengejutkan adalah pada periode sebelum krisis ekonomi (1990-1996)
relevansi nilai laporan keuangan jauh lebih rendah dibanding periode sesudah krisis ekonomi
(1997-2003), yaitu 0,6% berbanding 7,1%. Bahkan, ketika terjadi puncak multikrisis pada 1998,

1
Teori Valuasi Relevansi Nilai Lako (2007) memadukan teori pasar modal efisien (PME) dan teori valuasi
Ohlson (1995). Teori ini menyatakan bahwa harga sekuritas merupakan suatu fungsi linear dari angka-
angka akuntansi dan informasi lainnya pada periode peristiwa publikasi laporan keuangan. Asumsi adalah
infromasi laporan keuangan merupakan suatu news yang secara langsung mempengaruhi persepsi dan
perilaku keputusan investor.
laporan keuangan justru semakin memiliki relevansi nilai (16,9%). Temuan ini mengindikasikan
bahwa laporan keuangan justru kian berguna ketika lingkungan eksternal mengalami krisis atau
gejolak.

Hasil studi saya yang lain untuk kepentingan disertasi, yang memadukan teori pasar modal efisien
dan teori relevansi nilai laporan keuangan atau yang saya namakan “teori relevansi nilai Lako
(2007)”, juga melaporkan bukti empiris yang sama. Hasil studi menunjukkan bahwa laporan
keuangan dari 924 emiten manufaktur periode 1995-2004 yang disusun dan dilaporkan
berdasarkan mekansime yang diatur dalam UU Pasar Modal (1995) dan Standar Akuntansi
Keuangan (IAI, 1994-2002) direspons dan memiliki relevansi nilai untuk pasar modal. Secara
umum, relevansi nilai laporan keuangan (nilai buku ekuitas, laba operasi dan arus kas kejutan)
untuk pasar saham (diproksikan dengan perubahan return abnormal kumulatif) pada periode
peristiwa publikasi laporan keuangan berkisar 2,1-8,5% (4,6%) dan berkisar 1%-11% (4,8%)
pada tanggal publikasi. Dari hasil analisis tren diperoleh bukti bahwa relevansi nilai laporan
keuangan pada tanggal publikasi meningkat atau tidak menurun dari dari tahun ke tahun.

Hasil studi tersebut juga menemukan bukti-bukti empiris lain sebagai berikut:

 Tingkat pertumbuhan angka-angka laporan keuangan (nilai buku ekuitas, laba dan arus kas
bersih) dan kualitas informasi laporan keuangan (tingkat manajemen/rekayasa laba) memiliki
efek kontingensi yang lemah untuk meningkatkan relevansi nilai kegunaan laporan keuangan.
Temuan ini mengindikasikan bahwa pelaku pasar tidak mencermati tingkat pertumbuhan dan
tingkat kualitas laporan keuangan. Apakah hal ini mengindikasikan para investor dan pihak-
pihak yang bekerja untuk mereka kurang cerdas atau kurang terdidik? Ataukah ada faktor-
faktor penyebab lainnya?

 Kualitas pengungkapan informasi laporan keuangan (kecepatan waktu publikasi laporan


keuangan dan pengungkapan informasi aktiva tidak berwujud) memiliki efek kontingensi
yang signifikan untuk meningkatkan relevansi nilai laporan keuangan. Relevansi nilai laporan
keuangan dari korporasi yang memublikasikannya lebih awal dari batas waktu yang
ditentukan Bapapem dan yang mengungkapkan informasi aset tidak berwujud (ATB) jauh
lebih besar dibanding laporan keuangan yang dipublikasi pada batas akhir tanggal pelaporan
dan laporan keuangan tidak memublikasi informasi ATB.

 Laporan keuangan yang mengandung tingkat pertumbuhan angka-angka laporan keuangan


(TPALK) positif, laba permanen dan tingkat manajemen laba rendah (MLR) memiliki
relevansi nilai lebih rendah dibanding laporan keuangan yang mengandung TPALK negatif,
laba bersih berisi komponen laba/rugi transitori dan tingkat manajemen laba tinggi (MLT).
Temuan ini menunjukkan suatu anomali pasar dan perlu penyelidikan lebih lanjut untuk
menelusuri faktor-faktor penyebabnya.

Lebih baik dibanding AS

Dari bukti-bukti empiris tersebut, jelaslah bahwa laporan keuangan korporasi publik Indonesia
masih berguna dan memiliki relevansi nilai untuk pasar saham, meskipun kontribusinya relatif
kecil. Hasil studi terbaru yang dilakukan mahasiswa bimbingan saya (Kristianti, 2008) terhadap
laporan keuangan korporasi dari industri keuangan (termasuk perbankan) selama 1995-2007 juga
melaporkan bahwa relevansi nilai laporan keuangan korporasi industri keuangan tidak menurun
dan malah cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Karena itu, klaim dari sejumlah kalangan selama ini bahwa laporan keuangan sudah tidak
berguna atau menurun dratis relevansi nilainya untuk pasar saham dalam beberapa tahun terakhir
adalah tidak benar alias prematur. Dengan kata lain, krisis finansial yang melilit korporasi sejak
1997 dan munculnya sejumlah skandal akuntansi yang dilakukan sejumlah korporasi dalam
beberapa tahun terakhir tidak menyebabkan laporan keuangan secara keseluruhan kehilangan
kegunaan atau menurun relevansi nilainya di mata investor dan pelaku pasar lainnya. Yang terjadi
justru sebaliknya. Kalaupun ada, dampaknya sangat kecil dan tidak signifikan.

Berkenaan dengan rendahnya kontribusi relevansi nilai laporan keuangan untuk pasar modal, saya
perlu tegaskan bahwa hal itu bukanlah suatu yang perlu dirisaukan oleh Bapepam-LK, pengelola
BEI, pelaku pasar, korporasi emiten, profesi akuntansi dan pendidikan/pengajaran akuntansi.
Mengapa begitu?

Paling tidak, ada dua alasan (Lako, 2007b). Pertama, karena dalam pengambilan keputusan
investasi para investor mempertimbangkan banyak informasi yang berasal dari berbagai sumber.
Informasi laporan keuangan korporasi hanya salah satu dari sekian banyak informasi di pasar
saham yang dipertimbangkan investor. Karena itu, walaupun pada periode peristiwa publikasi
laporan keuangan hanya mampu menyumbang sekitar 2-9% untuk keputusan investor, itu sudah
lumayan dan masih “value relevant”.

Kedua, bila diperbandingkan dengan besaran relevansi nilai laporan keuangan dari korporasi
publik di AS yang sudah canggih sistem ekonomi dan sistem pasar modalnya, besaran relevansi
nilai laporan keuangan korporasi kita tidak kalah pamor alias lebih besar kontribusinya. Kalau
kita simak bukti empiris dari studi Core, Guay dan Landsman (Journal of Accounting &
Economics-JAE, 2003) dan Easton dan Sommers (JAE, 2003) terlihat bahwa relevansi nilai
laporan keuangan korporasi AS menurun dari waktu ke waktu, khususnya dalam satu dekade
terakhir. Beberapa studi terakhir juga melaporkan indikasi yang sama. Tren penurunan tersebut
sangat kontradiksi dengan tren relevansi nilai laporan keuangan dari korporasi Indonesia yang
cenderung meningkat.

Penutup

Meski bukti-bukti empiris dan argumentasi yang disajikan dalam tulisan ini memberi penguatan
kepada sejumlah pihak untuk tidak usah resah alias kuatir, namun ada beberapa catatan penting
yang patut dicamkan.

Pertama, tinggi-rendahnya relevansi nilai laporan keuangan untuk pasar modal merefleksikan
tinggi-rendahnya kualitas laporan keuangan dan praktik akuntansi, kualitas praktik akuntansi dan
pelaporan keuangan perusahaan, kualitas regulasi dan standar akuntansi yang diterbitkan otoritas
pasar modal dan bursa efek, kualilitas pelaku pasar modal dan kualitas pengelolaan pasar modal
itu sendiri. Jika relevansi nilai laporan keuangan menurun atau rendah maka hal itu
mengindikasikan kualitas perusahaan, kualitas investor dan kualitas pasar modal juga menurun.
Karena itu, Bapepam-LK, BEI, DSAK-IAI dan profesi akuntansi perlu segera introspeksi dan
melakukan pembenahan-pembenahan yang konkrit untuk meningkatkan kualitas dan relevansi
nilai laporan keuangan. Alasannya, karena hasil studi ini menunjukkan relevansi nilai laporan
keuangan untuk pasar saham hanya sekitar 10% sementara selebihnya dijelaskan oleh faktor-
faktor lain.
Kedua, menyusun dan melaporkan laporan keuangan yang berkualitas dan relevan, selain karena
merupakan tuntutan regulasi dan tuntutan pelaku pasar, juga harus menjadi kebutuhan dan ‘alat”
bagi korporasi untuk mengungkapkan kualitas korporasi, kualitas manajemen, kinerja, risiko dan
prospek korporasi serta informasi-informasi unggul lainnya kepada stakeholders agar citra, nilai
fundamental dan nilai pasar korporasi meningkat. Karena itu, upaya-upaya untuk meningkatkan
kualitas dan kuantitas informasi, kualitas dan kuantitas pelaporan serta pengungkapan informasi
laporan keuangan kepada pelaku pasar perlu dilakukan korporasi secara berkelanjutan.

Ketiga, perguruan tinggi sebagai wadah menghasilkan para sarjana akuntansi yang akan
melakukan pekerjaan-pekerjaan akuntansi dan keuangan hendaknya juga melakukan upaya-upaya
inovatif dalam sistem pendidikan dan pengajarannya untuk meningkatkan kualitas lulusan sarjana
akuntansi. Ada indikasi, rendahnya kontribusi informasi laporan keuangan untuk pasar modal
terkait erat karena para akuntan “pekerja” laporan keuangan kurang berkualitas.

Selain itu, perguruan tinggi sebagai ‘gudang” para pemikir dan periset akuntansi dan keuangan
perlu didorong melakukan riset-riset empiris yang berkelanjutan dan berkualitas untuk
mengungkap dan menjelaskan fenomena-fenomena praktik akuntansi korporasi dan femonena
kegunaan informasi akuntansi/keuangan di pasar modal. Dari fenomena-fenomena empiris
tersebut, para periset dapat memprediksikan apa saja dampak positif-negatif dan bagaimana para
pihak yang terkait atau berkepentingan bisa melakukan upaya-upaya konkrit untuk meningkatkan
kualitas dan relensi nilai laporan keuangan untuk para pemakai. Insya Allah.

...ooooooooooo...

Referensi

Lako, Andreas. 2006. Relevansi Informasi Akuntansi untuk Pasar Saham Indonesia: Teori dan
Bukti Empiris.Amara Books, 2006

Lako, Andreas. 2007a. Relevansi Nilai Informasi Laporan Keuangan untuk Pasar saham:
Pengujian Berbasis Teori Valuasi dan Pasar Efisien. Disertasi tidak diterbitkan. Sekolah
pascasarjana Universitas Gadjah Mada.

Lako, Andreas. 2007b. Laporan Keuangan & Konflik Kepentingan. Amara Books, 2007

Lako, Andreas Lako. 2008. Pengaruh Kinerja Laba Kejutan terhadap Relevansi Nilai Laporan
Keuangan untuk Pasar saham. Manajemen dan Usahawan Indonesia. Juli-Agustus 2008.
Lembaga Manajemen FEUI.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai