Anda di halaman 1dari 2

RAHASIA BESAR DIBALIK BACAAN ISTIGFAR

*khutbah pertama

Innal hamda lillaah, nahmaduhuu wanastaiinuhuu wanastaghfiruh, wanauudzu billaahi


min suruuri anfusinaa, wamin sayyiaati a’maalinaa, mayyahdillaahu falaa mudlillalah,
waman yudlilhu falaa haadiyalah.
Asyhadu allaa Ilaaha illalloohu wahdahuu laa syariikalah, waasyhadu anna
Muhammadan abduhuu warasuuluh.
Allaahumma sholli ‘alaa Muhammadin, wa ‘alaa aalihii waash haabiihii ajmaiin.
Innallooha wa malaaikatahuu yusholluuna ‘alan Nabi, yaa ayyuhalladziina aamanuu
sholluu ‘alaihi wa sallimuu tasliimaa.
Ya ayyuhaladzi naamanu, taqullooha haqqa tuqaatih, walaa tamuutunna illa waantum
muslimuun.
Sebelum Khotib memulai khutbah ini, izinkan khotib mengajak jamaah terutama diri
khotib sendiri marilah kita sama sama meningkatkan ketakwaan kita kepala Allah
SWT dan menjauli segala larangannya.
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Sebagai muslim, kita harus senantiasa melaksanakan perintah dan menjauhi
larangan Allah. Itulah yang dinamakan takwa.
Dalam hal ketakwaan ini mari kita koreksi dan mawas diri. Sehingga ketakwaan kita
semakin meningkat.
Imam Ahmad ibn Hambal, ulama besar pendiri mazhab Hambali, di masa akhir
hidupnya beliau berkeinginan pergi ke kota Basrah. Padahal beliau tidak ada janji
dengan seorang pun.
Karena saking (sangat) inginnya maka beliau memutuskan untuk pergi. Bahkan
dalam sejarahnya, ketika beliau tiba di sana pada waktu salat Isya’ dan melakukan
jamaah, beliau merasa sangat tenang. Setelah selesai beliau ingin istirahat. Namun,
beliau ditegur oleh marbot masjid, “wahai syekh, apa yang Anda lakukan di sini?”.
Marbot itu tidak tahu bahwa yang ditegur adalah Imam Ahmad ibn Hambal. Maklum
waktu itu belum ada foto, sehingga wajahnya jarang dikenal orang.
Beliau menjawab, “saya ini musafir, saya ingin istirahat, saya mau tidur”. Namun
sang marbot menanggapi Imam Ahmad ibn Hambal dengan kasar, bahkan didorong.
Dan pintu masjid pun ditutup rapat.
Akhirnya, Imam Ahmad ibn Hambal ingin tidur di teras masjid. Tiba-tiba sang marbot
mendatanginya lagi dengan marah-marah, sambil mengatakan, “syekh mau ngapain
syekh?”.
Kemudian Imam Ahmad meninggalkan masjid tersebut. Langkah beliau terhenti
ketika melihat penjual roti yang sedang mengaduk adonannya.
Penjual itu tahu kejadian yang menimpa Imam Ahmad. Penjual itu merasa iba. Dari
kejauhan penjual roti itu memanggil Imam Ahmad, “Ya Syekh, sini. Silakan tidur di
tempat saya, walaupun tempatnya kecil.”
Begitu Imam Ahmad duduk di belakang penjual roti, beliau melihat gelagat aneh. Si
penjual tidak berbicara ketika ia tidak diajak bicara. Saat tidak bicara penjual roti itu
terus membuat adonan roti sambil senantiasa membaca istighfar. Ketika menaruh
garam, baca Astagfirullah. Ketika memecah telur, baca istigfar. Ketika mengaduk
gandum juga begitu. Sampai-sampai Imam Ahmad penasaran.
Karena sangat penasarannya, Imam Ahmad bertanya, “Mas sudah berapa lama Anda
lakukan kebiasaan ini?”. “Oh, sudah lama sekali Syekh, saya menjual roti sudah tiga
puluh tahun.” Jawab penjual roti.
Lalu Imam Ahmad kembali bertanya, “apa efek yang Anda rasakan atas kebiasaan
Anda?”. “Semua keperluan saya pasti dikabulkan, kecuali satu keinginan saya belum
dikabulkan”. Jawab penjual roti itu.
“Apa itu?”, tanya Imam Ahmad. “Saya ingin bertemu dengan Imam Ahmad ibn
Hambal”. Jawab penjual roti. Mendengar jawaban itu Imam Ahmad langsung takbir,
Allahuakbar.
Barokallohu liwalakum filquranil adzim, wanafaani waiyyakumbimaafiihi minal ayati
wadzikrilhakim, wataqobbalahu minniwaminkum tilawatahu innahu
huwassamii’ul’alim.
Aquulu qoulihadza wastaghfirullooha innahu huwal ghofurorrokhiim.
(Duduk)
Khutbah Kedua
Alhamdulillahiladzi arsala rosulahu bilhuda wa dinilhaq, liyudhirohu ‘aladdinikullihi
walaukarihal musrikun.

Allohuma solli’ala muhammadin wa’ala alihi waashabihi ajma’in.

Ya ayyuhaladzi naamanu, taqullooha haqqa tuqaatih, walaa tamuutunna illa waantum


muslimuun.
Allaahumma sholli ‘alaa Muhammadin, wa ‘alaa aalihii waash haabiihii ajmaiin
Alhamdulillahirobbil’alamin
Allohummaghfir, lilmukminiina walmukminaat, walmuslimiina walmuslimaat,
alakhyaaiminhum walamwaat, innaka samii’un qoriibummujibudda’awaat.
Robbana dzolamna anfusana, wailamtaghfirlana watarkhamna lanakunanna
minalkhosiriin
Robbana atina fidunya khasanah wafil akhiroti khasanah waqina adzabannar.

Walhamdulillahirobbil’alamin.
Ibaadalloh, innalloha ya’muru bil’adli wal ihsaani waiitaaidzil qurbaa, wayanha
‘anilfahsyaaii walmunkar, walbaghyi yaidzukum la’allakum tadzakkaruun
Fadzkuruulloohal’adziim yadzkurkum wasykuruuhu ’ala ni’matihi yazidkum
waladzikrullohiakbar.***

Anda mungkin juga menyukai