11zon - Pengertian Sanering, Dampak, Dan Contohnya
11zon - Pengertian Sanering, Dampak, Dan Contohnya
Sanering, Dampak, dan Contohnya
A. Pengertian Sanering
Sanering dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah pemotongan uang. Lebih jelasnya sanering
merupakan suatu proses pemotongan nilai mata uang yang sedang beredar di masyarakat. Contohnya
adalah kebijakan sanering yang pernah terjadi di bulan Agustus tahun 1959.
Ketika itu pemerintah menurunkan nilai pecahan mata uang rupiah sebesar Rp500 dengan gambar
macan menjadi Rp50. Pemerintah kala itu juga turut menurunkan nilai pecahan Rp1000 dengan gambar
gajah menjadi sebesar Rp100. Hal ini berdampak mata uang yang sudah lama ditabung menjadi tidak
memiliki nilai, seluruhnya hanya tinggal 10% saja.
Kerusuhan massal terjadi di mana‐mana. Hal ini dikarenakan pada saat itu tidak diberlakukannya upaya
sosialisasi, sehingga informasi yang beredar tidak bisa diterima secara menyeluruh ke semua wilayah di
Indonesia.
Kebijakan sanering ketika itu terpaksa harus dilakukan oleh pemerintah Indonesia karena adanya
hiperinflasi. Terjadi lonjakan harga barang dan begitu banyaknya uang yang beredar di masyarakat. Pada
tahun 1965 ketika terjadi sanering episode ke 3, nilai inflasi mata uang rupiah saat itu menyentuh
635,5%.
Akibatnya, masyarakat Indonesia pun menjadi semakin terjepit, daya beli menjadi menurun karena
berbagai harga menjadi meningkat, sedangkan pendapatan masyarakat menjadi menurun karena
adanya pemotongan nilai mata uang rupiah.
B. Dampak Sanering
Pada dasarnya, kebijakan ini dilakukan pemerintah bertujuan untuk mengembalikan situasi
perekonomian negara. Tentu saja dengan diterapkannya kebijakan tersebut muncul dampak positif dan
juga negatif yang dirasakan masyarakat Indonesia.
1. Dampak Positif
Setelah menerapkan kebijakan sanering, terdapat beberapa hasil yang berdampak positif pada sistem
perekonomian Indonesia di antaranya,
a. Mengembalikan Laju Perekonomian Negara. Diberlakukannya kebijakan tersebut pada tahun
1950 dapat mengatasi situasi ekonomi negara yang belum stabil setelah kemerdekaan seperti
inflasi yang sangat tinggi, utang negara, dan juga melambungnya harga barang pokok. Adanya
sanering tersebut dapat mengisi kekosongan kas negara dan juga menurunkan harga‐harga
akibat inflasi.
b. Menurunkan Lonjakan Inflasi. Kebijakan sanering pada tahun 1959 dapat membantu pemerintah
dalam menekan lonjakan inflasi dan juga menutup utang pemerintah dengan cara membekukan
simpanan (giro dan deposito) yang diganti menjadi simpanan jangka panjang.
c. Mengurangi Jumlah Uang yang Beredar. Sanering yang diberlakukan pada tahun 1965 berhasil
dalam mengurangi jumlah uang yang beredar akibat hiperinflasi. Sehingga masyarakat mulai
berani untuk membelanjakan uang mereka.
2. Dampak Negatif
Selain dampak positif, kebijakan sanering juga berdampak negatif pada perekonomian negara. Beberapa
dampak negatif yang terjadi di antaranya,
a. Panic Buying. Akibat keterlambatannya informasi mengenai kebijakan sanering pada tahun
1959, masyarakat langsung membelanjakan pecahan uang Rp500 dan juga Rp1.000 ke pusat
perbelanjaan. Hal ini menyebabkan panic buying pada masa itu.
b. Kesulitan Perekonomian Masyarakat. Sanering yang diberlakukan pada tahun 1950 dirasa
kurang tepat karena tidak melihat kondisi ekonomi masyarakat. Dengan pemotongan nilai mata
uang, terjadi penurunan daya beli masyarakat akibat kesulitan ekonomi yang sedang mereka
alami.
c. Kesulitan Likuiditas. Akibat pembekuan simpanan tabungan membuat bank‐bank mengalami
kesulitan likuiditas. Likuiditas sendiri adalah kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi
kewajiban atau utang yang harus segera dibayar dengan harta lancarnya.
d. Penurunan Drastis Nilai Mata Uang. Sanering yang diberlakukan pada tahun 1965 membuat
penurunan drastis nilai rupiah yang tadinya Rp1.000 menjadi Rp100. Setelah itu, terjadi
depresiasi nilai rupiah yang menyebabkan krisis finansial di tahun 1997 dan juga membuat nilai
rupiah semakin tidak ada harganya.
Belajar dari kebijakan Sanering 1959 silam, kita bisa melihat kebijakan ini lebih banyak kerugiannya
ketimbang keuntungannya. Kemungkinan adanya kebijakan sanering di masa saat ini memang sangat
kecil, akan tetapi sebagai pebisnis patut mewaspadai dan terus mengawasi bagaimana perkembangan
perekonomian di Indonesia. Beberapa kelemahan dan dampak sanering yang terjadi pada
perekonomian negara di antaranya,
1. Pembangunan ekonomi nasional menjadi terlantar
2. Nilai mata uang Rupiah menurun terhadap mata uang asing
3. Terjadi penurunan daya beli masyarakat sehingga kerugian meningkat
4. Masyarakat Indonesia mengalami kesulitan ekonomi, terutama masyarakat kecil
Sanering di tahun 1959 bertujuannya untuk menekan daya beli masyarakat, namun justru merugikan
pelaku bisnis. Dengan begitu maka para pengusaha harus selalu update informasi jika sewaktu‐waktu
terdapat kebijakan pemerintah terkait mata uang seperti sanering yang merugikan.
C. Contoh Sanering
1. 30 Maret 1950
Pemerintahan Presiden Sukarno, melalui menkeu Syafrudin Prawiranegara (Masyumi, Kabinet Hatta RIS)
pada 30 Maret 1950 melakukan devaluasi dengan pengguntingan nilai uang. Syafrudin Prawiranegara
menggunting uang kertas bernilai Rp5,00 ke atas, sehingga nilainya berkurang separuh. Tindakan ini
dikenal sebagai "Gunting Syafruddin". Tujuannya untuk menutup defisit anggaran.
2. 24 Agustus 1959
Pemerintahan Presiden Sukarno melalui Menteri Keuangan yang dirangkap oleh Menteri Pertama
Djuanda menurunkan nilai mata uang Rp1.000,00 dan Rp500,00 diturunkan nilainya menjadi Rp100 dan
Rp50. Sanering kedua dilakukan untuk mengatasi inflasi.
3. 13 Desember 1965
Walaupun perjuangan Irian Barat sudah dimenangkan pada tahun 1963, Presiden Soekarno melakukan
konfrontasi terhadap Malaysia, untuk memelihara koalisi semu segitiga antara dirinya dengan TNI dan
PKI. Koalisi ini berantakan dengan pembunuhan, kudeta dan kontra kudeta 1 Oktober 1965. Sementara
itu, pelaksanaan proyek‐proyek besar seperti Asian Games 1962 menambah utang negara. Akhirnya
pada tanggal 13 Desember 1965, Indonesia melakukan redenominasi dengan mengganti uang lama
dengan uang baru dengan kurs Rp1.000 akan diganti Rp1 baru. Namun akibatnya, inflasi segera
melonjak sebesar 650%.