Anda di halaman 1dari 11

Citra Diri yang Diidealkan

Horney berpendapat bahwa kita semua, baik normal maupun neurotik, membangun gambaran
diri kita yang mungkin atau mungkin tidak didasarkan pada kenyataan. Pencarian diri Horney sendiri
sulit dan berlangsung lama. Pada usia 21 tahun ia menulis, "Masih ada kekacauan seperti itu dalam
diri saya… Sama seperti wajah saya: sebuah bentuk tanpa massa yang hanya terbentuk melalui
ekspresi saat ini. Pencarian diri kita adalah hal yang paling menyiksa (Horney, 1980, hal. 174).
Pada orang normal, citra diri dibangun di atas penilaian realistis atas kemampuan, potensi,
kelemahan, tujuan, dan hubungan kita dengan orang lain. Citra ini memberikan rasa kesatuan dan
integrasi pada kepribadian dan kerangka kerja untuk mendekati orang lain dan diri kita sendiri. Jika
kita ingin menyadari potensi penuh kita dan mencapai suatu keadaan realisasi diri, citra diri kita harus
dengan jelas mencerminkan diri kita yang sebenarnya.
Seorang neurotik, yang mengalami konflik antara mode perilaku yang tidak sesuai, memiliki
kepribadian yang ditandai dengan perpecahan dan ketidakharmonisan. Mereka membangun sebuah
idealisasi citra diri untuk tujuan yang sama dengan orang normal: untuk menyatukan kepribadian.
Tetapi usaha mereka pasti akan gagal karena citra diri mereka tidak didasarkan pada penilaian yang
realistis atas kekuatan dan kelemahan mereka. Sebaliknya, didasarkan pada ilusi akan kesempurnaan
mutlak yang tidak dapat dicapai.

Tirani Seharusnya
Dalam upaya untuk mewujudkan kesempurnaan yang tidak dapat dicapai ini, para neurotik
terlibat dalam apa yang disebut Horney sebagai tirani seharusnya. Mereka mengatakan pada diri
mereka sendiri bahwa mereka seharusnya menjadi seorang pelajar, pasangan, orang tua, kekasih,
karyawan, teman, atau anak yang terbaik atau paling sempurna. Karena mereka menganggap citra diri
mereka yang sesungguhnya sangat tidak diinginkan, mereka percaya bahwa mereka harus hidup
sesuai dengan ilusi citra diri ideal mereka, di mana mereka melihat diri mereka dalam cahaya yang
sangat positif, misalnya, berbudi luhur, jujur, murah hati, perhatian, dan berani.
Dengan melakukan itu, mereka menyangkal diri mereka yang sesungguhnya dan mencoba
menjadi apa yang seharusnya, atau apa yang mereka butuhkan untuk menyesuaikan dengan citra diri
ideal mereka. Namun, upaya mereka ditakdirkan untuk gagal. Mereka tidak akan pernah bisa
mencapai citra diri mereka yang tidak realistis dan berakhir dalam keadaan membenci diri sendiri
tanpa kemampuan untuk memaafkan diri sendiri atau orang lain (Kerr, 1984).

Citra Diri Orang Neurotik


Meskipun citra diri neurotik atau ideal tidak sesuai dengan kenyataan, hal tersebut nyata dan
akurat bagi orang yang menciptakannya. Orang lain dapat dengan mudah melihat gambaran palsu ini,
tetapi orang neurotik tidak bisa. Orang neurotik percaya bahwa gambaran diri yang tidak lengkap dan
menyesatkan itu nyata. Citra diri yang diidealkan adalah model dari apa yang menurut orang neurotik
menggambarkan dirinya saat ini, apa yang dapat ia capai, atau yang seharusnya.
Sebuah citra diri yang realistis, di sisi lain, bersifat fleksibel dan dinamis, beradaptasi seiring
individu berkembang dan berubah. Ini mencerminkan kekuatan, pertumbuhan, dan kesadaran diri.
Citra diri realistis adalah sebuah tujuan, sesuatu yang harus diperjuangkan, dan karena itu
mencerminkan dan mengarahkan orang tersebut. Sebaliknya, citra diri neurotik bersifat statis, tidak
fleksibel, dan bebal. Bukan sebuah tujuan melainkan ide tetap, bukan dorongan untuk pertumbuhan
melainkan rintangan yang menuntut ketaatan yang kaku pada larangannya.
Citra diri neurotik adalah substitusi yang tidak memuaskan dari rasa harga diri berbasis
realitas. Orang neurotik memiliki sedikit kepercayaan diri karena rasa ketidakamanan dan kecemasan,
dan citra diri yang ideal tidak mengizinkan adanya koreksi terhadap kekurangan-kekurangan tersebut.
Ini hanya memberikan ilusi harga diri dan memisahkan penderita neurotik dari diri sejatinya.
Dikembangkan untuk mendamaikan mode perilaku yang tidak sesuai, citra diri yang
diidealkan menjadi sebuah elemen lagi dalam konflik tersebut. Jauh dari menyelesaikan masalah,
malah menambah rasa kesia-siaan. Retakan sekecil apa pun dalam gambaran diri ideal neurotik
mengancam rasa superioritas dan keamanan palsu yang telah dibangun, dan hanya dibutuhkan sedikit
usaha untuk menghancurkannya. Horney menggambarkan citra diri neurotik sebagai rumah yang
dipenuhi dinamit, dengan potensi penghancuran diri yang selalu siap terjadi.

Eksternalisasi
Salah satu cara seorang neurotik mempertahankan diri terhadap konflik batin yang disebabkan
oleh perbedaan antara citra diri ideal dan nyata adalah dengan eksternalisasi, yaitu memproyeksikan
konflik ke dunia luar. Proses ini untuk sementara dapat mengurangi kecemasan yang disebabkan oleh
konflik, tetapi tidak akan mengurangi kesenjangan antara citra diri yang diidealkan dan kenyataan.
Eksternalisasi melibatkan kecenderungan untuk mengalami konflik seolah-olah konflik
tersebut terjadi di luar diri seseorang. Eksternalisasi juga memerlukan penggambaran kekuatan
eksternal sebagai sumber konflik. Misalnya, seorang neurotik yang memiliki kebencian terhadap diri
sendiri karena adanya perbedaan antara diri yang nyata dan ideal dapat memproyeksikan kebencian
itu ke orang lain atau suatu institusi dan mempercayai bahwa kebencian tersebut berasal dari sumber-
sumber eksternal dan bukan dari diri mereka sendiri.

Psikologi Feminin
Pada awal karirnya, Horney mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap pandangan Freud
tentang perempuan. Ia mulai mengerjakan psikologi feminin versinya sendiri pada tahun 1922, di
mana ia menjadi wanita pertama yang mempresentasikan makalah tentang topik tersebut di kongres
psikoanalitik internasional. Pertemuan yang diadakan di Berlin itu dipimpin oleh Sigmund Freud.
Horney sangat kritis terhadap gagasan Freud tentang penis envy (kecemburuan penis), yang ia
yakini berasal dari bukti yang tidak memadai (yaitu dari wawancara klinis Freud dengan wanita-
wanita neurotik). Freud menggambarkan dan menafsirkan fenomena dugaan ini dari sudut pandang
laki-laki pada tempat dan waktu ketika perempuan dianggap warga negara kelas dua.
Freud menjelaskan bahwa perempuan adalah korban dari anatomi mereka, selamanya merasa
iri dan membenci laki-laki karena memiliki penis. Freud juga menyimpulkan bahwa perempuan
memiliki superego yang kurang berkembang (akibat konflik Oedipal yang tidak terselesaikan dengan
baik), dan citra tubuh yang lebih rendah, karena perempuan percaya bahwa mereka adalah laki-laki
yang dikebiri.
Womb Envy (Kecemburuan Rahim)
Horney melawan ide-ide ini dengan mengatakan bahwa laki-laki iri pada perempuan karena
kapasitas mereka untuk menjadi ibu. Posisinya dalam masalah ini didasarkan pada kesenangan yang
ia alami saat melahirkan. Ia menemukan pada pasien laki-lakinya apa yang ia sebut dengan womb
envy (kecemburuan rahim). "Ketika seseorang mulai menganalisis laki-laki setelah cukup lama
menganalisis perempuan, orang tersebut mendapatkan kesan yang paling mengejutkan tentang
intensitas kecemburuan pada kehamilan, persalinan, dan menjadi ibu" (Horney, 1967, hal. 60-61).
Laki-laki memiliki peranan yang kecil dalam hal menciptakan kehidupan baru sehingga
mereka harus meredam rasa iri dan mengkompensasinya secara berlebihan dengan mencari
pencapaian dalam pekerjaan mereka (Gilman, 2001). Kecemburuan rahim dan kebencian yang
menyertainya dimanifestasikan secara tidak sadar dalam perilaku yang dirancang untuk meremehkan
dan mengecilkan perempuan, serta memperkuat status inferior perempuan. Dengan menolak
persamaan hak perempuan, meminimalkan kesempatan perempuan untuk berkontribusi pada
masyarakat, dan merendahkan upaya perempuan untuk mencapai sesuatu, laki-laki mempertahankan
apa yang disebut superioritas alami mereka. Yang mendasari perilaku khas laki-laki tersebut adalah
rasa rendah diri yang berasal dari kecemburuan rahim.
Horney tidak memungkiri bahwa banyak perempuan yang menganggap dirinya lebih rendah
dari laki-laki. Yang ia pertanyakan adalah klaim Freud tentang dasar biologis untuk perasaan ini. Jika
seorang perempuan merasa dirinya tidak berharga, menurutnya, itu karena mereka telah diperlakukan
seperti itu dalam budaya yang didominasi laki-laki. Setelah beberapa generasi mengalami
diskriminasi sosial, ekonomi, dan budaya, dapat dimengerti mengapa banyak perempuan melihat diri
mereka sendiri dari sudut pandang tersebut.
The Flight from Womanhood (Pelarian dari Kewanitaan)
Sebagai akibat dari perasaan rendah diri ini, perempuan mungkin memilih untuk menyangkal
femininitas mereka dan berharap, secara tidak sadar, bahwa mereka adalah laki-laki. Horney
menyebut ini sebagai the flight from womanhood atau pelarian dari kewanitaan, suatu kondisi yang
dapat menyebabkan hambatan seksual (Horney, 1926). Bagian dari ketakutan seksual yang terkait
dengan kondisi ini muncul dari fantasi masa kanak-kanak tentang perbedaan ukuran antara penis
orang dewasa dan vagina anak perempuan. Fantasi-fantasi tersebut berfokus pada cedera vagina dan
rasa sakit akibat penetrasi paksa. Hal ini menghasilkan konflik antara keinginan bawah sadar untuk
memiliki anak dan ketakutan akan hubungan seksual. Jika konfliknya cukup kuat, hal itu dapat
menyebabkan gangguan emosional yang bermanifestasi dalam hubungan dengan laki-laki. Para
perempuan ini tidak mempercayai dan membenci laki-laki, serta menolak pendekatan seksual mereka.
Oedipus Complex
Horney juga tidak setuju dengan Freud mengenai sifat dasar dari Oedipus complex. Ia tidak
menyangkal adanya konflik antara anak-anak dengan orang tua mereka, tetapi ia tidak meyakini
bahwa konflik tersebut memiliki akar seksual. Dengan menghilangkan seks dari Oedipus complex, ia
menafsirkan ulang situasi tersebut sebagai konflik antara ketergantungan dan permusuhan pada orang
tua.
Kami membahas perilaku orang tua yang merusak kepuasan kebutuhan masa kanak-kanak
akan keselamatan dan rasa aman yang menyebabkan munculnya permusuhan. Pada saat yang sama,
anak tetap bergantung pada orang tua sehingga sikap permusuhan tersebut tidak dapat diterima. Anak
itu sesungguhnya berkata, "Saya harus menekan permusuhan saya karena saya membutuhkan Anda."
Seperti yang kami catat, impuls permusuhan tetap ada dan menciptakan kecemasan dasar.
Menurut Horney, "Gambaran yang dihasilkan mungkin terlihat persis seperti apa yang digambarkan
Freud sebagai Oedipus complex: hasrat yang melekat pada salah satu orang tua dan kecemburuan
terhadap orang tua yang satunya" (Horney, 1939, hal. 83). Dengan demikian, penjelasannya tentang
perasaan-perasaan Oedipal terletak pada konflik neurotik yang berkembang dari interaksi orang tua-
anak. Perasaan ini tidak didasarkan pada jenis kelamin atau kekuatan biologis lainnya, juga tidak
bersifat universal, hanya berkembang ketika tindakan orang tua merusak rasa aman anak.
Apa yang Freud Katakan tentang Horney?
Freud tidak menanggapi secara langsung tantangan Horney terhadap pandangannya tentang
perempuan, juga tidak mengubah konsepnya tentang Oedipus complex. Namun, dalam suatu kiasan
terselubung terhadap hasil karya Horney, ia menulis, "Kami tidak terlalu terkejut jika seorang analis
wanita yang belum cukup yakin akan intensitas keinginannya sendiri akan penis, juga gagal untuk
menekankan pentingnya faktor tersebut pada pasien-pasiennya" (Freud, 1940). Tentang Horney
sendiri, Freud berkomentar, "Ia cakap tetapi jahat" (dikutip dalam Blanton, 1971, hal. 65). Horney
merasa pahit akan kegagalan Freud untuk mengakui legitimasi dari pandangan-pandangannya.
Menjadi Ibu atau Karir?
Sebagai seorang feminis awal, Horney mengungkapkan keprihatinan tentang konflik
psikologis dalam mendefinisikan peran perempuan dan menunjukkan perbedaan antara peran ideal
perempuan yang tradisional dengan pandangan yang lebih modern (Horney, 1967). Dalam skema
tradisional, yang dipromosikan dan didukung oleh sebagian besar laki-laki, peran perempuan adalah
mencintai, mengagumi, dan melayani suaminya. Identitasnya semata-mata merupakan cerminan dari
pendapat suaminya.
Horney berargumentasi bahwa perempuan harus mencari jati dirinya sendiri, seperti yang
dilakukannya, dengan mengembangkan kemampuan dirinya dan mengejar karir. Peran perempuan
secara tradisional dan modern yang kontras ini menciptakan konflik yang hingga saat ini sulit
diselesaikan oleh sebagian wanita. Didasari oleh karya Horney, seorang feminis di puncak gerakan
perempuan pada tahun 1980-an menulis bahwa:
Perempuan modern terjebak antara keinginan untuk membuat diri mereka diinginkan oleh
laki-laki dan mengejar tujuan mereka sendiri. Tujuan-tujuan yang saling bersaing ini
menimbulkan perilaku yang saling bertentangan: seduktif versus agresif, hormat versus
ambisius. Perempuan modern terpecah antara cinta dan pekerjaan dan akibatnya tidak puas
dalam kedua hal tersebut. (Westkott, 1986, hal. 14).
Bagi sebagian perempuan di abad ke-21, menyatukan antara pernikahan, menjadi ibu, dan
karier, masih sama merepotkannya seperti yang dialami Karen Horney di tahun 1930-an.
Keputusannya untuk mengembangkan kemampuannya dan fokus pada pekerjaannya memberinya
kepuasan yang luar biasa, tetapi sepanjang hidupnya ia terus mencari rasa aman dan cinta.
Pengaruh Budaya pada Psikologi Feminin
Horney mengakui dampak kekuatan sosial dan budaya pada perkembangan kepribadian. Ia
juga mencatat bahwa budaya dan kelompok sosial yang berbeda memandang peran perempuan
dengan cara yang berbeda pula. Jadi, ada banyak psikologi feminin yang berbeda. "Perempuan
Amerika berbeda dengan perempuan Jerman," tulisnya, "keduanya berbeda dengan perempuan India
Pueblo tertentu. Perempuan sosialita New York berbeda dengan istri petani di Idaho... Kondisi budaya
tertentu menghasilkan kualitas dan fakultas tertentu pada perempuan seperti halnya pada laki-laki"
(Horney, 1939, hal. 119).
Salah satu contoh kekuatan budaya membentuk kehidupan dan harapan perempuan dapat
ditemukan pada masyarakat tradisional Tionghoa. Sejak milenium pertama SM, perempuan berada di
bawah laki-laki. Masyarakat diatur oleh keyakinan bahwa alam semesta mengandung dua elemen
yang kontras namun saling berinteraksi, yaitu yin dan yang. Yang mewakili elemen laki-laki dan
berisi semua hal yang vital, positif, kuat, dan aktif. Yin mewakili elemen perempuan dan mengandung
semua hal yang gelap, lemah, dan pasif. Seiring waktu, elemen-elemen ini membentuk hierarki di
mana laki-laki dianggap superior dan perempuan inferior.
Gagasan ini menjadi bagian dari ajaran filsuf Cina Konfusius (551-479 SM), yang karyanya
menjadi ideologi penguasa Cina selama berabad-abad. Aturan perilaku yang ketat ditetapkan untuk
perempuan. Mereka diharapkan untuk tunduk, patuh, hormat, suci, dan tidak mementingkan diri
sendiri. Bahasa Cina untuk perempuan secara harfiah berarti "orang dalam,” yang menunjukkan
statusnya terbatas pada batas-batas rumah.
Seorang perempuan Cina yang terhormat tidak boleh dilihat atau didengar. Ia diharapkan
tidak pernah lepas dari dominasi laki-laki, karena kewajibannya adalah mentaati ayahnya di rumah,
suaminya setelah menikah, dan anak sulungnya ketika menjanda. Laki-laki dinasihati agar tidak
mendengarkan perempuan karena ditakutkan akan terjadi bencana. Mengasah keinginan dan ambisi
dianggap heroik pada seorang laki-laki, namun dianggap jahat dan bejat pada seorang perempuan.
(Loo, 1998, hal. 180).
Ketika kita membandingkan sikap ini dengan pandangan yang diterima secara luas tentang
posisi perempuan dalam masyarakat Amerika kontemporer, dan juga dalam masyarakat Cina yang
berubah dengan cepat, kita dapat dengan mudah menerima pendapat Horney bahwa jiwa feminin
dipengaruhi, bahkan ditentukan, oleh kekuatan budaya.

Pertanyaan tentang Sifat Dasar Manusia


Citra Horney tentang sifat dasar manusia jauh lebih optimis daripada citra Freud. Salah satu
alasan dari optimismenya adalah keyakinannya bahwa kekuatan biologis tidak membuat kita terlibat
dalam konflik. kecemasan, neurosis, atau universalitas kepribadian. Bagi Horney, setiap orang itu
unik. Perilaku neurotik, ketika itu terjadi, dihasilkan dari kekuatan sosial pada masa kanak-kanak.
Hubungan orang tua-anak dapat memuaskan atau menggagalkan kebutuhan anak akan rasa aman. Jika
kebutuhan itu digagalkan, maka hasilnya adalah perilaku neurotik. Neurosis dan konflik dapat
dihindari jika anak-anak dibesarkan dengan cinta, penerimaan, dan rasa percaya.
Masing-masing dari kita memiliki potensi bawaan untuk mencapai realisasi diri, yang
merupakan tujuan utama yang penting dalam hidup. Kemampuan dan potensi intrinsik kita akan
berkembang secara tak terelakkan dan alami seperti biji pohon ek tumbuh menjadi pohon ek. Satu-
satunya hal yang dapat menghambat perkembangan kita adalah terhambatnya kebutuhan kita akan
keselamatan dan rasa aman di masa kanak-kanak.
Horney juga meyakini bahwa kita memiliki kapasitas untuk secara sadar membentuk dan
mengubah kepribadian. Karena sifat manusia itu fleksibel, ia tidak dibuat menjadi bentuk yang tidak
dapat diubah pada masa kanak-kanak. Masing-masing dari kita memiliki kapasitas untuk tumbuh.
Oleh karena itu, pengalaman masa dewasa mungkin sama pentingnya dengan pengalaman masa
kanak-kanak.
Horney begitu yakin dengan kapasitas kita akan pertumbuhan diri sehingga ia menekankan
self-analysis (analisis diri) dalam karya terapeutiknya serta dalam hidupnya sendiri. Dalam bukunya
yang berjudul Self-Analysis (Horney, 1942), ia menekankan kemampuan kita untuk membantu
menyelesaikan masalah kita sendiri. Mengenai masalah kehendak bebas versus determinisme, Horney
mendukung yang pertama. Kita semua dapat membentuk hidup kita dan mencapai realisasi diri.
Penilaian Dalam Teori Horney
Metode yang digunakan Horney untuk menilai fungsi kepribadian manusia pada dasarnya
adalah metode yang disukai oleh Freud -asosiasi bebas dan analisis mimpi- tetapi dengan beberapa
modifikasi. Perbedaan paling mendasar antara teknik Horney dan Freud adalah dalam hubungan
antara analis dan pasien. Horney meyakini bahwa Freud memainkan peran yang terlalu pasif dan
terlalu jauh serta intelektual. Ia menyarankan bahwa analisis harus menjadi "sebuah kerjasama yang
sangat kooperatif" antara pasien dan terapis (Horney dikutip dalam Cherry & Cherry, 1973, hal. 84).
Meskipun Horney memiliki sofa di kantornya, ia tidak menggunakannya untuk setiap pasien.
Ia mengadopsi sikap yang ia sebut sebagai constructive friendliness atau keramahan konstruktif, dan
menulis bahwa: "Ini adalah suatu hal yang perlu dicoba melalui trial and error, menanyakan apakah
pasien lebih baik berbaring di sofa atau duduk tegak. Akan sangat membantu untuk mendorong pasien
agar pasien merasa bebas untuk duduk, berbaring, berjalan-jalan, atau apa pun yang ia inginkan"
(Horney, 1987, hal. 43).
Asosiasi Bebas
Dalam hal asosiasi bebas, Horney tidak mengikuti jejak Freud dalam mencoba menyelidiki
pikiran bawah sadar. Ia meyakini bahwa pasien dapat dengan mudah mengubah atau
menyembunyikan aspek kehidupan mereka atau memalsukan perasaan tentang peristiwa yang mereka
ingat. Sebaliknya, Horney memusatkan perhatian pada reaksi emosional pasien terhadap dirinya yang
terlihat, dan meyakini bahwa hal ini dapat menjelaskan sikap pasiennya terhadap orang lain. Ia tidak
menyelidiki fantasi seksual masa kanak-kanak tetapi menanyakan mengenai tahun-tahun awal
kehidupan pasien hanya setelah mengevaluasi sikap, pertahanan, dan konflik mereka saat ini.
Horney percaya bahwa setiap sikap atau perasaan dihasilkan dari sikap yang lebih dalam yang
sudah ada sebelumnya, yang pada gilirannya dihasilkan dari sikap yang lebih dalam lagi, dan
seterusnya. Melalui asosiasi bebas, seorang analis secara bertahap mengungkap pengalaman dan
emosi awal pasien, mirip seperti mengupas lapisan bawang.
Analisis Mimpi
Horney meyakini bahwa analisis mimpi dapat mengungkap diri sejati seseorang, dan bahwa
mimpi mewakili upaya untuk memecahkan masalah, baik dengan cara yang konstruktif atau neurotik.
Mimpi dapat menunjukkan kepada kita serangkaian sikap yang mungkin berbeda dari citra diri kita. Ia
tidak menawarkan daftar simbol mimpi universal, tetapi menekankan bahwa setiap mimpi harus
dijelaskan dalam konteks konflik pasien. Berfokus pada isi emosional mimpi, ia menyimpulkan
bahwa "petunjuk paling aman untuk memahami mimpi ada di dalam perasaan pasien yang ia rasakan
dalam mimpi" (Horney, 1987, hal. 61).
Instrumen Self-Report
Meskipun Horney tidak menggunakan tes psikologi, para peneliti kemudian mengembangkan
beberapa tes psikologi berdasarkan bagian dari teori Horney.
Sebuah instrumen self-report berisi 35-item, yaitu CAD, dirancang untuk mengukur tiga tren
neurotik Horney, tipe kepribadian compliant, aggressive, dan detached (Cohen, 1967). The Horney-
Coolidge Type Indicator (HCTI), sebuah instrumen self-report berisi 57 item, adalah sebuah
pengukuran lain terhadap tiga tren neurotik Horney. Penelitian dengan anak-anak dan mahasiswa
mengkonfirmasi HCTI sebagai pengukuran yang valid terhadap tipe kepribadian yang compliant,
aggressive, dan detached (Coolidge, Moor, Yamazaki, Stewart, & Segal, 2001; Coolidge, Segal, &
Estey, 2010).
Sebuah penelitian lain yang menggunakan tanggapan mahasiswa terhadap HCTI menemukan
bahwa pria cenderung mendapat skor lebih tinggi pada skala aggressive dan detached, sedangkan
wanita mendapat skor lebih tinggi pada skala compliant. Penelitian ini juga menunjukkan hubungan
antara tiga tren neurotik Horney dengan berbagai gangguan kepribadian. Misalnya, agresi dan
detachment berkorelasi tinggi dengan psikotisisme; compliance (kepatuhan) dikaitkan dengan
neurotisisme (Coolidge et al. 2001; Shatz. 2004; untuk penelitian tambahan lainnya lihat Coolidge,
Segal, Benight, & Danielian, 2004). Baru-baru ini, versi baru dari HCTI, The Horney-Coolidge
Tridimensional Inventory, dikembangkan untuk digunakan pada anak-anak dan remaja berusia 5
hingga 17 tahun (Coolidge, Segal, Estey, & Neuzil, 2011).
Penelitian tentang Teori Horney
Horney menggunakan metode studi kasus. Oleh karena itu, pendekatan, data, dan
interpretasinya tunduk pada kritik yang sama yang dibuat sebelumnya terhadap karya Freud, Jung,
dan Adler. Kelemahan metode studi kasus juga ditemukan pada karya Horney, tidak hanya pada karya
Freud, Jung dan Adler.
Horney menentang pencatatan kata demi kata dari ingatan pasiennya. "Saya tidak memahami
bagaimana seseorang dapat menerapkan penerimaan sepenuh hati dan memberikan perhatian yang
produktif sementara pada saat yang sama ia dengan cemas menuliskan semuanya" (Horney, 1987, hal.
30). Seperti halnya Freud, Jung, dan Adler, kami tidak memiliki catatan lengkap mengenai sesi
analitiknya dan data yang ia kumpulkan selama itu. Namun, ia mencoba untuk tetap teliti dan ilmiah
dalam pengamatan klinisnya, merumuskan hipotesis, mengujinya dalam situasi terapeutik, dan
mempertahankan bahwa datanya diuji dengan cara yang sama seperti para ilmuwan di bidang lain
menguji data mereka.
Tren Neurotik
Para peneliti telah mempelajari tiga tren neurotik yang diusulkan Horney dan mendefinisikan
ulang mereka sebagai berikut (Caspi, Elder, & Bem, 1987, 1988):

 Melawan orang lain (pemarah),


 Menjauhi orang lain (pemalu), dan
 Mendekati orang lain (dependen).
Perilaku manusia yang termasuk ke dalam masing-masing tipe ini pada akhir masa kanak-
kanak dibandingkan dengan perilaku mereka 30 tahun kemudian untuk menemukan kontinuitas apa
pun yang mungkin ada. Anak-anak yang pemarah, baik laki-laki maupun perempuan, cenderung
menjadi orang dewasa yang pemarah, rentan terhadap perceraian dan mobilitas pekerjaan yang
menurun. Perbedaan gender ditemukan pada tipe pemalu dan dependen. Anak laki-laki pemalu
menjadi orang dewasa penyendiri yang mengalami ketidakstabilan perkawinan dan pekerjaan. Di sisi
lain, anak perempuan pemalu tidak menunjukkan masalah seperti itu di kemudian hari. Anak laki-laki
yang dependen menjadi orang dewasa yang menyenangkan, tenang secara sosial, hangat, dermawan,
dengan pernikahan dan karier yang stabil; kebalikannya ditemukan pada anak perempuan yang
dependen (Caspi, Bem, & Elder, 1989).
Sebuah penelitian mengenai tren neurotik melawan orang lain (aggresive) dan menjauhi
orang lain (detached) membandingkan pendekatan dari anak-anak aggresive dan detached pada usia 7
sampai 13 tahun dengan perilaku mereka 5 sampai 7 tahun kemudian (Moskowitz & Schwartzman,
1989). Mereka yang memiliki agresivitas tinggi ternyata memiliki prestasi sekolah yang buruk dan
memiliki masalah kejiwaan. Mereka yang detached atau menarik diri ditemukan memiliki citra diri
yang tidak akurat dan negatif. Para peneliti menyimpulkan bahwa tipe-tipe kepribadian yang
diusulkan Horney memiliki nilai prediktif untuk perilaku selanjutnya.
Sebuah penelitian yang menggunakan instrumen CAD menemukan bahwa mahasiswa yang
mempersiapkan karir dalam profesi keperawatan dan pekerjaan sosial mendapat skor compliance atau
kepatuhan yang lebih tinggi daripada mahasiswa yang mempertimbangkan karir di bidang bisnis atau
sains. Para mahasiswa bisnis dengan jalur karir yang lebih kompetitif, mendapat skor agresi yang
lebih tinggi. Mahasiswa sains mendapat nilai tertinggi pada skala detached. Hasil ini tampaknya
konsisten dengan deskripsi Horney tentang tiga tren neurotik (Cohen, 1967; Rendon, 1987).
Sebuah penelitian yang dilakukan di Iran menemukan, mungkin tidak mengejutkan, bahwa
orang yang memiliki skor agresi tinggi mengalami lebih banyak kecelakaan mobil secara signifikan
daripada orang yang memiliki skor agresi rendah (Haghayegh & Oreytia, 2009).
Psikologi Feminin
Beberapa penelitian secara tidak langsung dapat diaplikasikan pada gagasan Horney tentang
psikologi feminin. Dalam diskusi kami tentang penelitian mengenai Oedipus complex, kami
menyebutkan sebuah penelitian klasik tentang mimpi yang mendukung konsep Freudian tentang
kecemburuan penis (Hall & Van de Castle, 1965). Penelitian ini gagal mendukung pertanyaan Horney
tentang konsep kecemburuan penis. Namun, penelitian yang menyangkal gagasan Freud bahwa
wanita tidak mengembangkan superego dan memiliki citra tubuh inferior dapat diambil untuk
mendukung pandangan Horney.
Tirani Seharusnya
Sebuah penelitian dengan populasi mahasiswa meminta mereka untuk mengingat tiga hal
yang mereka lakukan selama seminggu sebelum penelitian. Mereka juga diminta untuk menunjukkan
apakah mereka melakukan hal-hal itu karena mereka merasa harus melakukannya, atau apakah karena
mereka benar-benar ingin melakukannya. Mahasiswa yang telah melakukan lebih banyak hal karena
mereka benar-benar ingin, bukan karena mereka merasa harus melakukannya, mendapat skor yang
jauh lebih tinggi pada kepuasan hidup secara umum daripada mereka yang perilakunya diarahkan oleh
apa yang mereka yakini harus mereka lakukan (Berg, Janoff-Bulman, & Cotter, 2001).
Daya Saing Neurotik
Horney berbicara tentang daya saing neurotik sebagai aspek utama budaya kontemporer. Dia
mendefinisikannya sebagai kebutuhan tanpa pandang bulu untuk menang dengan cara apa pun. Sikap
orang yang memanifestasikan kebutuhan ini dapat "dibandingkan dengan seorang joki dalam
perlombaan, yang baginya hanya satu hal yang penting -apakah ia berada di depan yang lain"
(Horney, 1937, hal. 189).
Instrumen self-report, seperti Hyper-competitive Attitude Scale (HCA) dan Neurotic
Competitiveness Inventory (NCI), dikembangkan untuk mengukur konsep daya saing neurotik
(Deneui, 2001; Ryckman, Thornton, & Butler, 1994). Instrumen tersebut berisi item-item seperti
"Menang dalam kompetisi membuat saya merasa lebih kuat sebagai pribadi." Subjek mengevaluasi
item pada skala lima poin mulai dari "tidak pernah benar tentang saya" hingga "selalu benar tentang
saya."
Orang yang memiliki nilai daya saing tinggi juga tinggi dalam narsisisme, neurotisisme,
otoritarianisme, dogmatisme, dan ketidakpercayaan, serta rendah dalam harga diri dan kesehatan
psikologis. Mereka yang sengaja menghindari daya saing menunjukkan tingkat neurotisisme yang
lebih tinggi dan dorongan yang lebih rendah untuk membuktikan diri dalam situasi kompetitif
(Ryckman, Thornton, & Gold, 2009). Pria hiperkompetitif juga ditemukan hipermaskulin atau macho,
dan meyakini bahwa wanita adalah objek seks yang tidak pantas dihormati atau dipertimbangkan.
Perbandingan antara mahasiswa di Amerika Serikat dan Belanda menemukan bahwa
mahasiswa Amerika mendapat skor hiperkompetitif lebih tinggi, menunjukkan adanya perbedaan
budaya dalam aspek kepribadian mereka (Dru, 2003; Ryckman, Hammer, Kaczor, & Gold, 1990;
Ryckman, Thornton, & Butler, 1994; Ryckman, Thornton, Gold & Burckle, 2002). Temuan ini
mendukung deskripsi Horney tentang kepribadian kompetitif neurotik.
Dua Jenis Daya Saing
Para peneliti mengidentifikasi dua jenis daya saing: competing to win (CW) atau bersaing
untuk menang, dan competing to excel (CE) atau bersaing untuk unggul, untuk melampaui tujuan
pribadi seseorang. Kompetisi CE dikaitkan dengan harga diri yang tinggi dan depresi yang rendah
pada populasi siswa sekolah menengah. Secara umum, remaja laki-laki mendapat skor CW lebih
tinggi daripada remaja perempuan. Namun, remaja perempuan yang mendapat skor CW tinggi
menunjukkan depresi dan kesepian yang lebih besar dan memiliki lebih sedikit teman dekat daripada
remaja perempuan yang mendapat skor rendah dalam dorongan untuk bersaing agar menang ini
(Hibbard & Buhrmester, 2010).

SOROTAN: Penelitian tentang Ide-Ide Horney


Orang yang mendapat skor tinggi pada tren neurotik aggressive:
 Mungkin tidak berhasil di sekolah
 Mungkin memiliki masalah kesehatan mental
 Lebih cenderung mengambil jurusan bisnis daripada profesi yang melayani
Orang yang mendapat skor tinggi dalam daya saing neurotik cenderung:
 Neurotik
 Narsistik
 Otoritarian
 Memiliki rasa percaya diri yang rendah

Refleksi terhadap Teori Horney


Kontribusi Teori Horney
Kontribusi Horney, meskipun mengesankan, tidak begitu dikenal atau diakui dalam bidang
psikologi seperti Freud, Jung, dan Adler. Namun, karyanya menarik banyak publik untuk
mengikutinya, sebagian karena kualitas pribadinya. Seorang muridnya mengenang:
Di sekelilingnya ada suasana keutuhan, kepastian, dedikasi dan komitmen total, keyakinan
bahwa ide-idenya berharga, bahwa ide-ide itu layak dibagikan kepada rekan kerja dan murid-
muridnya, karena dengan mengetahuinya akan membuat perbedaan untuk membantu mereka
yang membutuhkan. (Clemens, 1987. hal. 108)
Karakteristik ini juga terlihat dalam buku-bukunya, yang ditulis dengan gaya baca yang
mudah dipahami oleh orang-orang yang tidak menjalani pelatihan analitis profesional. Teorinya
memiliki daya tarik yang masuk akal dan bagi banyak orang tampaknya berlaku untuk diri mereka
sendiri, kerabat, atau teman mereka.
Gagasan Horney mungkin lebih relevan dengan masalah yang melekat pada budaya Amerika
saat ini daripada gagasan Freud, Jung, atau Adler. Banyak peneliti kepribadian melihat konsepsi
Horney tentang tren neurotik sebagai cara yang berharga untuk mengkategorikan perilaku
menyimpang. Yang lainnya menerima penekanan Horney pada harga diri, kebutuhan akan
keselamatan dan rasa aman, peran kecemasan dasar, dan pentingnya citra diri ideal.
Karyanya memiliki dampak signifikan pada teori kepribadian yang dikembangkan oleh Erik
Erikson dan Abraham Maslow, seperti yang akan kita lihat nanti. Maslow menggunakan konsep
Horney tentang diri sejati dan realisasi diri, dan gagasannya tentang kecemasan dasar mirip dengan
konsep ketidakpercayaan dasar Erikson.
Kritik terhadap Teori Horney
Meskipun Horney mempelajari teori Freudian ortodoks dan menghormati Freud karena telah
memfasilitasi karyanya, teorinya menyimpang dari psikoanalisis dalam beberapa cara. Tidak
mengherankan bahwa ia menerima banyak kritik dari mereka yang terus berpegang pada teori Freud.
Bagi kaum Freudian, penyangkalan Horney terhadap pentingnya naluri biologis dan penekanannya
yang kurang pada seksualitas dan ketidaksadaran adalah sebuah kelemahan.
Teori kepribadian Horney juga telah dikritik dengan alasan tidak dikembangkan secara
lengkap atau konsisten seperti teori Freud. Model Freud terkesan dibangun dengan begitu elegan dan
tepat, mungkin akan lebih baik bagi Horney untuk menyangkalnya dan memulai sesuatu yang baru
daripada mencoba untuk mengubahnya dengan cara yang berbeda.
Kritik lain adalah bahwa pengamatan dan interpretasinya terlalu dipengaruhi oleh budaya
Amerika kelas menengah. Tentu saja, seperti yang telah kita lihat, dan akan terus kita lihat di seluruh
buku ini, semua ahli teori kepribadian dipengaruhi oleh kelas, budaya, dan waktu di mana mereka
berkarya.
Ketertarikan yang Diperbarui pada Ide Horney?
Berkat gerakan perempuan yang dimulai pada tahun 1960-an, buku-buku Horney kembali
menarik perhatian. Tulisan-tulisannya tentang psikologi feminin dan seksualitas mungkin merupakan
kontribusinya yang paling berpengaruh dan bernilai bagi para sarjana tentang peran perempuan dalam
masyarakat, setelah lewat 50 tahun dari kematian Horney (lihat Gilman, 2001; Miletic, 2002).
"Seandainya ia tidak menulis apa-apa lagi," seorang penulis biografi mengatakan, "makalah-makalah
ini akan membuat Horney mendapat tempat penting dalam sejarah psikoanalisis" (Quinn, 1987, hal.
211).
Klinik Karen Horney dan Institut Psikoanalitik Karen Horney (pusat pelatihan untuk analis),
keduanya di kota New York, membuktikan manfaat jangka panjang dari karyanya. Klinik yang
didirikan pada tahun 1945 ini terus merawat orang-orang dengan masalah neurotik ringan hingga
sedang dengan biaya sedang (Paul, 2010). Sekelompok muridnya yang setia, meskipun sedikit,
melanjutkan hasil karyanya, yang sebagian besar diterbitkan dalam American Journal of
Psychoanalysis.
Ringkasan Bab
Karen Horney berbeda dengan Freud dalam hal pandangannya tentang psikologi feminin dan
penekanannya pada kekuatan sosial daripada kekuatan biologis sebagai pembentuk kepribadian.
Pengalaman masa kecilnya membantu membentuk pencarian seumur hidup akan cinta dan rasa aman
serta teori kepribadiannya.
Kebutuhan akan keselamatan mengacu pada rasa aman dan kebebasan dari rasa takut. Hal
tersebut dipengaruhi oleh rasa dicintai dan diinginkan sebagai seorang anak. Ketika rasa aman
dirusak, permusuhan diinduksi. Anak mungkin menekan permusuhan ini karena rasa tidak berdaya,
takut pada orang tua, kebutuhan untuk menerima kasih sayang orang tua, atau rasa bersalah karena
mengungkapkan permusuhan. Menekan permusuhan menyebabkan kecemasan dasar, yang
didefinisikan sebagai perasaan kesepian dan tidak berdaya di dunia yang tidak bersahabat.
Empat cara untuk melindungi diri dari kecemasan dasar adalah dengan mendapatkan kasih
sayang, bersikap tunduk, mencapai kekuasaan, dan menarik diri. Salah satu dari perangkat pelindung
ini dapat menjadi suatu kebutuhan atau dorongan neurotik. Horney mengusulkan 10 kebutuhan
neurotik, yang kemudian dikelompokkan menjadi tiga tren neurotik: bergerak mendekati orang lain
(kepribadian compliant), bergerak berlawanan dengan orang lain (kepribadian aggressive), dan
menjauhi orang lain (kepribadian detached). Tipe yang compliant membutuhkan kasih sayang dan
persetujuan dan akan melakukan apa yang diinginkan oleh orang lain. Tipe aggressive memusuhi
orang lain dan berusaha memperoleh kendali dan superioritas. Tipe detached menjaga jarak emosional
dari orang lain dan sangat membutuhkan privasi.
Pada orang normal, citra diri yang diidealkan dibangun di atas penilaian realistis terhadap
kemampuan dan tujuan seseorang. Ini membantu orang mencapai realisasi diri -pengembangan
maksimal dan penggunaan potensi seseorang. Citra diri yang diidealkan pada orang neurotik
didasarkan pada penilaian yang tidak realistis dan menyesatkan terhadap kemampuan seseorang.
Horney menentang pendapat Freud bahwa perempuan memiliki rasa iri pada penis, superego
yang kurang berkembang, dan citra tubuh yang lebih rendah. Ia percaya bahwa laki-laki iri pada
perempuan karena kapasitas mereka untuk menjadi ibu dan, akibatnya, mengalami kecemburuan
rahim, yang mereka sublimasikan melalui pencapaian. Ia menolak dasar seksual dari Oedipus
complex, menunjukkan bahwa kondisi tersebut melibatkan konflik antara ketergantungan dan
permusuhan terhadap orang tua.
Citra Horney mengenai sifat manusia lebih optimis daripada citra Freud. Ia meyakini bahwa
setiap orang adalah unik dan tidak ditakdirkan untuk berkonflik. Meskipun pengaruh masa kanak-
kanak itu penting, pengalaman di kemudian hari juga membentuk kepribadian. Tujuan akhir
kehidupan adalah realisasi diri, dorongan bawaan untuk tumbuh, yang dapat dibantu atau dihalangi
oleh kekuatan sosial. Menurut Horney, kita dapat secara sadar membentuk dan mengubah kepribadian
kita.
Metode penilaian Horney adalah asosiasi bebas dan analisis mimpi, dan metode penelitiannya
adalah studi kasus. Beberapa psikolog melihat nilai dalam konsepnya tentang tren neurotik, kebutuhan
akan rasa aman, peran kecemasan, dan citra diri yang diidealkan. Beberapa penelitian mendukung
aspek-aspek tertentu dari teorinya, antara lain: tren neurotik, psikologi feminin, tirani yang
seharusnya, dan daya saing neurotik. Teori ini telah dikritik karena tidak dikembangkan sepenuhnya
seperti teori Freud dan karena sangat dipengaruhi oleh budaya kelas menengah Amerika.

Anda mungkin juga menyukai