Anda di halaman 1dari 23

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI………………………………………………………...…………….1

KATA PENGANTAR…………………………………..………………………...
2

BAB I PENDAHULUAN……………………………..……………………….
…..3

A. Latar Belakang…………………………………..
………………………….3

B. Rumusan Masalah…………..………………………………………………
3

C. Tujuan Pembahasan………….……………………………………………..4

BAB II POKOK PEMBAHASAN……………..………………………………….5

A. Pengertian Akidah……………….
………………………………………….5

B. Sumber-sumber Akidah Islam………………………………………………


6

C. Fungsi
Akidah……………………………………………………………..12

D. Penyimpangan Akidah dan Cara


Menanggulanginya……………………..14

BAB III KESIMPULAN…………………………………………………………21

DAFTAR
PUSTAKA…………………………………………………………….22

1
2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kami
karunia nikmat dan kesehatan, sehingga saya dapat menyelesaikan karya tulis
ilmiah ini. Penulisan karya tulis ilmiah ini merupakan sebuah tugas dari dosen
mata kuliah Pendidikan Agama Islam, Yth. Bapak Drs. Untung Joko Basuki,
M.Pd.I. Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk menambah
wawasan dan pengetahuan pada mata kuliah yang sedang dipelajari, agar kami
semua menjadi mahasiswa yang berguna bagi agama, bangsa dan negara.

Dengan tersusunnya karya tulis ilmiah ini saya menyadari masih banyak terdapat
kekurangan dan kelemahan, demi kesempurnaan karya tulis ini saya sangat
berharap perbaikan, kritik dan saran yang sifatnya membangun apabila terdapat
kesalahan.

Demikian, semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua,
khususnya bagi saya sendiri umumnya para pembaca karya tulis ilmiah ini.

Terima kasih, wassalamu’ alaikum.

Yogyakarta, 11 Oktober 2022

Lina Efitasari

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Aqidah Islam berpangkal pada keyakinan “Tauhid” yaitu keyakinan
tentang Allah, Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada yang menyekutuinya, baik dalam
zat, sifat-sifat maupun perbuatannya (Basyri, 1988: 43). Akhlak mulia berawal
dari aqidah, jika aqidahnya sudah baik maka dengan sendirinya akhlak mulia akan
terbentuk. Iman yang teguh pasti tidak ada keraguan dalam hatinya dan tidak
tercampuri oleh kebimbangan. Beriman kepada Allah pasti akan melaksanakan
segala perintahnya dan menjauhi larangannya. Beriman kepada Allah juga harus
beriman kepada malaikat, Nabi, kitab, hari akhir, qada dan qadar Allah.
Aqidah yang baik dapat membentuk akhlak mulia akan mengantarkan kita
sebagai manusia yang mumpuni dalam segala aspek kehidupan. Ruang lingkup
dari aqidah yaitu: Ilahiyat, nubuwat, ruhaniyat, dan sam’iyyat (Ilyas, 2000: 6).
Dari ruang lingkup aqidah yang dijadikan rujukankan terbentuknya manusia
berakhlakul karimah, berarti manusia dapat menghindari akhlak tercela sebagai
perwujudan dari ajaran-ajaran aqidah Islam.
Aqidah dalam tubuh manusia ibarat kepalanya. Maka apabila suatu umat
sudah rusak, bagian yang harus direhabilitasi adalah aqidahnya terlebih dahulu. Di
sinilah pentingnya aqidah ini, apalagi ini menyangkut kebahagiaan dan
keberhasilan dunia dan akhirat. Sebagai dasar, tauhid memiliki implikasi terhadap
seluruha spek kehidupan keagamaan seorang Muslim, baik ideologi, politik,
sosial, budaya, pendidikan dan sebagainya.

B. Rumusan Masalah
Pokok-pokok bahasan yang akan dikaji dalam karya tulis ini adalah:
1. Apa itu aqidah?
2. Apa saja sumber-sumber aqidah?

4
3. Apa fungsi dari aqidah?
4. Apa penyimpangan-penyimpangan dalam aqidah dan bagaimana cara
menanggulanginya?

C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui pengertian aqidah.
2. Memahami berbagai sumber aqidah yang sudah pasti kebenarannya.
3. Mengetahui fungsi aqidah dan memahami betapa pentingnya aqidah.
4. Mengenali penyimpangan aqidah.

5
BAB II
POKOK PEMBAHASAN

A. Pengertian Aqidah
Secara bahasa (etimologi), aqidah diambil dari kata al-aqdu yang berarti asy-
syaddu (pengikatan), ar-babtu (ikatan), al-itsaaqu (mengikat), ats-tsubut
(penetapan), al-ihkam (penguatan). Aqidah juga bermakna ilmu yang
mengajarkan manusia mengenai kepercayaan yang pasti, wajib dimiliki oleh
setiap orang di dunia. AlQur’an mengajarkan aqidah tauhid kepada kita yaitu
menanamkan keyakinan terhadap Allah SWT yang satu, yang tidak pernah tidur
dan tidak beranak pinak. Percaya kepada Allah SWT adalah salah satu rukun iman
yang pertama. Orang yang tidak percaya terhadap rukun iman disebut sebagai
orang orang kafir.
Secara istilah (terminologi) yang umum, aqidah adalah iman yang teguh dan
pasti yang tidak ada keraguan sedikitpun bagi orang yang meyakininya. Ada
definisi lain yaitu, aqidah adalah perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa
menjadi tentram karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan
kokoh yang tidak tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan. Dengan kata lain,
keimanan yang pasti tidak terkandung suatu keraguan apapun pada orang yang
meyakininya dan harus sesuai dengan kenyataanya. Maka Aqidah Islamiyah
adalah keimanan yang pasti kepada Allah SWT dengan melaksanakan kewajiban
bertauhid kepada-Nya, beriman kepada para Malaikat-Nya, Rasul-Rasul-Nya,
Hari Kiamat, dan Taqdir yang baik dan yang buruk.
Dari definisi di atas, baik definisi secara etimologi atau definisi secara
terminologi maka bisa ditarik kesimpulan bahwa aqidah itu bersifat harus
mengikat, pasti, kokoh, kuat, teguh, yakin. Begitu juga aqidah pantang untuk ragu,
hanya sekedar berprasangka. Harus yakin seyakin yakinya jika tidak sampai
tingkat keyakinan yang kokoh maka bukanlah aqidah. Dinamakan aqidah karena
orang tersebut mengikat hatinya dengan hal tersebut. Maka sudah selayaknya
seorang muslim untuk mempelajari mana aqidah yang shahih dan mana yang

6
bathil. Karena jika keyakinanya di atas keyakinan yang salah atau aqidah yang
salah maka hal itu juga akan membawa kehancuran di dunia ataupun di akherat.

B. Sumber-sumber Akidah Islam


Salah satu ciri jalan yang lurus adalah jalan yang memiliki
kesamaan sumber pengambilan dalil dalam masalah agama, khususnya masalah-
masalah yang berkaitan dengan akidah. Hal ini berlaku kapan dan dimana pun
kaidah tersebut digunakan. Tidak ada kesimpangsiuran pemahaman akidah pada
setiap zaman dalam sumber tersebut. Dari zaman Rasulullah SAW hingga zaman
sekarang dan sampai kapan pun, prinsip akidah yang benar tidak pernah berubah.
Jika ada perubahan dalam hal akidah, tentu agama ini belumlah sempurna. Prinsip
inilah yang digunakan oleh para ulama dalam memahami dan menjaga syariat
Islam.

Adapun sumber-sumber akidah sebagai berikut:


1. Al-Quran sebagai Sumber Akidah
Sumber aqidah Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Apa saja yang
disampaikan oleh Allah swt. dalam Al-Qur’an dan oleh Rasulullah saw. dalam
sunnah-nya wajib diimani (diyakini dan diamalkan). Dalam sebuah Hadis
disebutkan:

َ ‫صلُّوا َأ َب ًدا ِك َت‬


‫اب‬ ِ ‫ْن ِإنْ َت َم َّس ْك ُت ْم ِب ِه َما َلنْ َت‬ َ ‫ت ِف ْي ُك ْم َأ‬
ِ ‫مْري‬ ُ ‫َت َر ْك‬
‫هللا و ُس َّن َة و َرس ُْولِ ِه‬ِ
Artinya:
“Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara, jika kalian berpegang teguh dengan
keduanya kalian tidak akan sesat selamanya, yaitu kitabullah dan Sunnah Rasul-
Nya.”

7
Al-Qur’an adalah kitab suci yang diwahyukan Allah swt. kepada Nabi
Muhammad yang merupakan mu’jizat utama dan sebagai rahmat dan petunjuk
bagi manusia dalam hidup dan kehidupannya. Hal ini dibuktikan oleh gaya
bahasa, isi serta keluarbiasaan caranya diwahyukan, diajarkan, oleh
keselarasannya dengan kebenaran di masa lampau, di masa sekarang dan di masa
yang akan datang oleh sifat-sifatnya yang transenden, karena di dalamnya tidak
didapati kesan seorang tertentu atau jaman yang khas di muka bumi ini. Al-
Qur’an merupakan suatu kenyataan yang kekal dan abadi yang tidak akan
berubah-ubah dan akan selalu merupakan bahan perenungan yang mengagumkan
bagi seluruh ummat manusia.
Secara etimologis, Al-Qur’an berasal dari kata qara’a - yaqra’u –
qiraa’atan atau qur’aanan yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan
menghimpun (al-dlammu). Huruf-huruf serta kata-kata dari satu bagian ke bagian
yang lain secara teratur dikatakan al-Qur’an, karena ia berisikan intisari dari ilmu
pengetahuan. Allah berfirman dalam QS. Al-Qayyimah(75) ayat 17-18 :  

‫ِإنَّ َع َل ْي َنا َجمْ َع ُه َوقُرْ َءا َن ُه َفِإ َذا َق َرْأنـَ ُه َفا َّت ِبعْ قُرْ َءا َن ُه‬
Terjemahnya:
“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (dalam dadamu)
dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kamu telah selesai
membacakannya maka ikutilah bacaannya”.
Menurut para ulama klasik, al-Qur’an didefenisikan bahwa al-Qur’an
adalah kalamullah yang diturunkan kepada Rasulullah dengan berbahasa Arab,
merupakan mu’jizat dan diriwayatkan secara mutawatir serta membacanya adalah
ibadah.
Al-Qur’an itu adalah undang-undang ilahi yang diwahyukan-Nya kepada
Rasulullah SAW. melalui perantaraan malaikat Jibril untuk disampaikan kepada
umat manusia agar dijadikan pedoman tuntunan di dalam melaksanakan tugas-
tugas kehidupannya. Al-Qur’an sebagai kitab suci yang menjadi sumber pokok
ajaran Islam, memberikan dasar yang fundamental terhadap tatanan hidup

8
manusia. Kesempurnaan ajarannya menyentuh dan menyinari seluruh aspek
kehidupan manusia dari masa ke masa, sampai akhir zaman, sehingga dapat
memberikan respon positif terhadap setiap persoalan kehidupan dan tantangan
zaman. Al-Qur’an sebagai wahyu Allah swt. yang terakhir menjadi rahmat dan
hidayah bagi seluruh manusia, sebab al-Qur’an menegaskan bahwa ajaran-
ajarannya selalu sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan manusia dalam kancah
kehidupannya. Ia cocok dengan fitrah manusia (the nature of human being).
Sesudah prinsip tauhid (keesaan Tuhan) maka prinsip ajaran al-Qur’an adalah
menegakkan kebaikan dan keadilan, menghalalkan yang baik dan mengharamkan
segala yang keji dan berbahaya.
Kesempurnaan al-Qur’an sebagai sumber pokok ajaran Islam, ayat-ayat
yang dikandungnya itu memiliki dua macam sifat yaitu
ayat muhkamat dan mutasyabihat. Muhkamat adalah ayat yang mengandung arti,
tujuan, sebab yang tegas dan tepat. Sedangkan ayat mutasyabihat, selain dalam
arti harfiah-nya, juga membutuhkan ta’wil dan tafsir (interpretasi).
Al-Qur’an merupakan sumber utama aqidah islam, mengajarkan
peraturan-peraturan yang memiliki 3 prinsip yang sangat penting, yaitu:
·         Tidak memberatkan. Islam datang untuk menghilangkan keberat-beratan yang
meliputi manusia.
·         Sedikit saja mengadakan “ takalluf ” atau menyuruh dan melarang.
·         Prinsip berangsur-angsur dalam memberi syariat sesuai dengan psikologi
kemanusiaan.
Akal fikiran tidaklah menjadi sumber aqidah, tetapi hanya berfungsi
memahami ajaran yang terdapat dalam kedua sumber tersebut dan mencoba kalau
diperlukan membuktikan secara ilmiah kebenaran yang disampaikan oleh al-
Qur’an dan Sunnah, itupun harus disadari bahwa kemampuan akal sangat terbatas,
sesuai dengan terbatasnya kemampuan semua makhluk Allah. Akal tidak mampu
menjangkau masalah-masalah ghaib, bahkan tidak akan mampu menjangkau
sesuatu yang tidak akan mampu menjangkau sesuatu yang tidak terikat dengan
ruang dan waktu. Oleh sebab itu, akal tidak boleh dipaksa memahami hal-
hal ghaib tersebut, dan menjawab pertanyaan segala sesuatu tentang hal-

9
hal ghaib itu. Akal hanya perlu membuktikan jujurkah atau bisakah kejujuran si
pembawa berita tentang hal-hal ghaib tersebut dibuktikan secara ilmiah oleh akal
pikiran.

2.      Sunnah
Sunnah adalah satu jenis wahyu yang datang dari Allah SWT. walaupun
lafalnya bukan dari Allah, tetapi maknanya datang dari-Nya. Hal ini dapat
diketahui dari firman Allah:

‫ي ُْو َحيَّ َوحْ ٌي ه َُو ِإالَّ َي ْن ِط ُق َعنْ ال َه َوى ِإن َو َما‬


Terjemahnya:
“Dan dia (Muhammad) tidak berkata berdasarkan hawa nafsu, ia tidak lain
kecuali wahyu yang diwahyukan”.
Menjadi persoalan kemudian adalah kebingungan yang terjadi di tengah
umat, karena begitu banyaknya hadis lemah yang dianggap kuat dan sebaliknya,
hadis yang shahih terkadang diabaikan, bahkan tidak jarang beberapa kata
“mutiara” yang bukan berasal dari Rasulullah saw. dinisbatkan kepada beliau. Hal
ini tidak lepas dari usaha penyimpangan yang dilakukan oleh musuh-musuh Allah
untuk mendapatkan keuntungan yang sedikit. Akan tetapi, Maha Suci Allah yang
telah menjaga kemurnian Sunnah melalui ilmu para ulama yang gigih dalam
menjaga dan membela Sunnah-sunnah Rasulullah saw., dari usaha-usaha
penyimpangan. Oleh karena itu, perlu kiranya jika kita menuntut dan belajar ilmu,
agar tidak terseret ke dalam jurang penyimpangan. Selain melakukan penjagaan
terhadap Sunnah, Allah menjadikan Sunnah sebagai sumber hukum dalam agama.
Kekuatan Sunnah dalam menetapkan syariat, termasuk perkara aqidah, telah
ditegaskan dalam banyak ayat al-Qur’an, diantaranya firman Allah dalam QS. Al-
Hasyr: 7:

‫ َو َما َءاتـَـ ُك ُم الرَّ س ُْول َف ُخ ُذوهُ َو َما َنهـَ ُك ْم َع ْن ُه َفآ ْن َتهُوا‬...


10
Terjemahnya:
”Dan apa yang diberikan Rasul kapada kalian, maka terimalah dan apa yang ia
larang, maka tinggalkanlah”.
Firman Allah tersebut menunjukkan bahwa tidak ada pilihan lain bagi
seorang muslim, kecuali juga mengambil sumber-sumber hukum akidah dari
Sunnah dengan pemahaman ulama. Ibnu Qayyim juga pernah berkata “Allah
memerintahkan untuk mentaati-Nya dan mentaati Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi
wasallam dengan mengulangi kata kerja (taatilah) yang menandakan bahwa
menaati Rasul wajib secara independent tanpa harus mencocokkan terlebih dahulu
dengan al-Qur’an, jika beliau memerintahkan sesuatu. Hal ini dikarenakan tidak
akan pernah ada pertentangan antara al-Qur’an dan Sunnah.
3.       Ijma’
Ijma’ adalah sumber akidah yang berasal dari kesepakatan
para mujtahid umat Muhammad SAW., setelah beliau wafat, tentang urusan pada
suatu masa. Mereka bukanlah orang yang sekedar tahu masalah ilmu, tetapi juga
memahami dan mengamalkan ilmu. Berkaitan dengan ijma’, Allah swt. berfirman
dalam QS. An-Nisa: 115:

‫ َبعْ ِد َما َت َبي ََّن َل ُه ال ُه دَ ى‬   ْ‫َو َمنْ ي َُش ا ِق ِق الرَّ ُس ول ِمن‬
ْ ‫َو َي َّت ِب عْ َغ ْي َر َس ِبي ِْل ِم ِني َْن المُْؤ ُن َولِّ ِه ما َت َولَّى َو ُن‬
‫ص لِ ِه‬
‫صيْرً ا‬ ْ ‫َج َه َّن َم َوسآ َء‬
ِ ‫ َم‬  ‫ت‬
Terjemahnya:
“Dan barang siapa yang menentang Rasul setelah jelas kebenarannya baginya
akan mengikuti kebenaran baginya dan mengikuti jalan bukan jalannya oarang-
orang yang beriman, maka Kami akan biarkan ia leluasa berbuat kesesatan yang
ia lakukan dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam dan Jahannam itu
seburuk-buruk tempat kembali”.

11
Imam Syafi’i menyebutkan bahwa ayat ini merupakan dalil pembolehan
disyariyatkan Ijma’, yaitu diambil dari kalimat “jalannya orang-orang yang
beriman” yang berarti Ijma’. Beliau juga menambahkan bahwa dalil ini adalah
dalil syar’i yang wajib untuk diikuti karena Allah menyebutkan secara bersamaan
dengan larangan menyelisihi Rasul.
Di dalam pengambilan Ijma’, terdapat juga-juga beberapa kaidah-kaidah
penting yang tidak boleh ditinggalkan. Ijma’ dalam masalah akidah harus
berdasarkan kepada dalil dari al-Qur’an dan Sunnah yang shahih, karena perkara
akidah adalah perkara tauqifiyah yang tidak diketahui kecuali dengan wahyu.
Sedangkan fungsi Ijma’ adalah menguatkan al-Qur’an dan Sunnah serta menolak
kemungkinan terjadinya kesalahan dalam dalil.
4.      Akal
Selain ketiga sumber akidah di atas, akal juga menjadi sumber hukum
akidah dalam Islam sangat memuliakan akal serta memberikan haknya sesuai
dengan kedudukannya. Termasuk pemuliaan terhadap akal, juga bahwa Islam
memberikan batasan dan petunjuk kepada akal agar tidak terjebak ke dalam
pemahaman-pemahaman yang tidak benar. Hal ini sesuai dengan sifat akalyang
memiliki keterbatasan dalam memahami suatu ilmu atau peristiwa.
Agama Islam tidak membenarkan pengagungan terhadap akal dan tidak
pula membenarkan pelecehan terhadap kemampuan akal manusia. Syeikh al-Islam
Ibnu Taimiyah mengatakan, “Akal merupakan syarat untuk memahami ilmu
memahami ilmu dan kesempurnaan alam amal, dengan keduanyalah ilmu dan
amal menjadi sempurna. Hanya saja, ia tidak dapat berdiri sendiri. Di dalam jiwa,
ia berfungsi sebagai sumber kekuatan, sama seperti kekuatan penglihatan pada
mata yang jika mendapatkan cahaya iman dan al-Qur’an, ia seperti mendapatkan
cahaya matahari dan api. Akan tetapi, jika ia berdiri sendiri, ia akan mampu
melihat (hakikat) sesuatu dan jika sama sekali dihilangkan, ia akan menjadi
sesuatu yang berunsur “kebinatangan”.
Eksistensi akal memiliki keterbatasan pada apa yang bisa dicerna tentang
perkara-perkara nyata yang memungkinkan pancaindera, maka tertutup jalan bagi
akal untuk sampai pada hakikatnya. Sesuatu yang abstrak atau ghaib, seperti

12
akidah, tidak dapat diketahui oleh akal kecuali mendapatkan cahaya dan petunjuk
wahyu baik dari al-Qur’an dan Sunnah yang shahih. Al-Qur’an dan Sunnah
menjelaskan kepada akal bagaimana cara memahaminya dan melakukan masalah
tersebut. Salah satu contohnya, adalah akal mungkin tidak bisa menerima surga
dan neraka, karena tidak bisa diketahui melalui indera, akan tetapi, melalui
penjelasan yang berasal dari al-Qur’an dan Sunnah akan dapat diketahui
bahwasanya setiap manusia harus meyakininya. Ibnu Taimiyah mengatakan
bahwa apa yang tidak terdapat dalam al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma’ yang
menyelisihi akal sehat karena sesuatu yang bertentangan dengan akal sehat adalah
batil, sedangkan tidak ada kebatilan dalam al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma’,
tetapi padanya terdapat kata-kata yang mungkin sebagian orang tidak
memahaminya atau mereka memahaminya dengan makna yang batil.

C. Fungsi Akidah
Berikut ini beberapa fungsi dan peran akidah dalam kehidupan:

1. Sebagai petunjuk hidup yang tepat sehingga dapat membedakan mana


yang baik dan mana yang buruk.
2. Melindungi diri agar tidak terjerumus pada jalan yang sesat.
3. Menumbuhkan semangat beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
4. Menentramkan dan sebagai penenang jiwa.
5. Memahami dan mengikuti sunah-sunah rasul-Nya.
6. Memurnikan niat ibadah hanya untuk mencari ridha Allah subhanahu wa
ta’ala.
7. Mengokohkan keimanan terhadap Islam.
8. Mencari kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Itulah beberapa fungsi dan peran akidah dalam kehidupan yang perlu Anda
ketahui. Jika akidah telah dipelajari dengan benar, maka seseorang akan tahu
bagaimana cara memilih teman dalam Islam yang dapat membawa kebaikan pada
diri dan orang lain. Karena sesungguhnya siapa yang menjadi teman kita, turut

13
juga mempengaruhi karakter pada diri kita. Maka pilihlah teman yang tepat dilihat
dari akidahnya.

Peran Akidah dalam Perkembangan Agama Islam

Akidah tidak hanya berperan dalam kehidupan seseorang, tetapi


juga berpengaruh dalam perkembangan agama Islam. Simaklah ulasannya berikut
ini.

 Pondasi yang kokoh dalam membangun tiang Agama Islam.


 Awal dari pembentukan akhlak yang mulia. Seseorang yang berakidah
tentu melaksanakan ibadah dengan tertib, sehingga akan tertanam dalam
dirinya akhlak yang baik.
 Dasar penciptaan manusia ialah untuk beribadah kepada Allah subhanahu
wa ta’ala, sehingga ilmu akidah wajib untuk dipelajari setiap umat Islam.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

َ ‫َو َما َخلَ ْقتُ ا ْل ِجنَّ َواِإْل ْن‬


ِ ‫س ِإاَّل لِيَ ْعبُ ُد‬
‫ون‬
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka

mengabdi kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat : 56 )


 Akidah seorang hamba menentukan kualitas ibadahnya diterima atau tidak
oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
 Menyampaikan akidah mulia merupakan misi awal para rasul-Nya.

Sebagaimana hadits di bawah ini .


Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

14
‫اجتَنِبُوا‬ ْ ‫سواًل َأ ِن ا ْعبُ ُدوا هَّللا َ َو‬ُ ‫َولَقَ ْد بَ َع ْثنَا فِي ُك ِّل ُأ َّم ٍة َر‬
َ ‫الطَّا ُغ‬
‫ه‬cِ ‫وت ۖ فَ ِم ْن ُه ْم َمنْ َه َدى هَّللا ُ َو ِم ْن ُه ْم َمنْ َحقَّتْ َعلَ ْي‬
ُ‫ان َعاقِبَة‬ ِ ‫سي ُروا فِي اَأْل ْر‬
َ ‫ض فَا ْنظُ ُروا َك ْي‬
َ ‫ف َك‬ ِ َ‫ضاَل لَةُ ۚ ف‬
َّ ‫ال‬
َ ِ‫ا ْل ُم َك ِّذب‬
‫ين‬
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”, maka di
antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di
antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah
kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang
mendustakan (rasul-rasul).” (QS. An-nahl : 36)

D. Penyimpangan Akidah dan Cara Menanggulanginya


Penyimpangan dari akidah yang benar adalah kehancuran dan kesesatan
karena akidah yang benar merupakan pendorong utama bagi amal yang
bermanfaat. Tanpa akidah yang benar, seseorang akan menjadi mangsa bagi
persangkaan dan keragu-raguan yang lama-lama mungkin menumpuk dan
menghalangi dari pandangan yang benar terhadap jalan kehidupan yang bahagia.

Di antara sebab-sebab penyimpangan dari akidah yang benar, yang harus


kita ketahui adalah:

1. Kebodohan

Kebodohan terhadap akidah yang benar karena enggan mempelajari dan


mengajarkannya, atau karena kurangnya perhatian terhadapnya. Akibatnya,
tumbuh suatu generasi yang tidak mengenal akidah yang benar dan juga tidak
mengetahui apa yang menyelisihinya.

15
Maka, mereka pun meyakini yang baik sebagai sesuatu yang buruk, dan yang
buruk danggap sebagai yang baik. Hal ini sebagaimana yang pernah dikatakan
oleh Umar bin Khaththab Raḍiallāhu ‘Anhu,

“Sesungguhnya ikatan sampul Islam akan pudar satu demi satu tatkala di dalam
Islam terdapat orang yang tumbuh tanpa mengenal kejahiliahan.”

2. Fanatik

Fanatik pada tradisi yang diwarisi dari bapak dan nenek moyang meskipun
hal itu batil dan meninggalkan apa yang menyalahinya sekalipun hal itu benar.

Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā berfirman,

‫وَِإ َذا قِي َل لَ ُه ُم اتَّبِ ُعوا َما َأ ْن َز َل هَّللا ُ قَالُوا بَ ْل نَتَّبِ ُع َما َأ ْلفَ ْينَا‬
َ ‫ش ْيًئا َواَل يَ ْهتَد‬
‫ُون‬ َ ‫ون‬ َ ‫َعلَ ْي ِه آبَا َءنَا َأ َولَ ْو َك‬
َ ُ‫ان آبَاُؤ ُه ْم اَل يَ ْعقِل‬
Artinya:

“Dan apabila dikatakan kepada mereka, ‘Ikutilah apa yang telah diturunkan
Allah’, mereka menjawab, ‘Tidak, tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah
kami dapati dari perbuatan nenek moyang kami.’ (Apakah mereka akan mengikuti
juga), walaupun nenek moyang mereka tidak mengetahui suatu apapun dan tidak
mendapat petunjuk?” (QS. Al-Baqarah [02]: 170)

3. Taklid Buta

Taklid buta dengan mengambil pendapat manusia dalam masalah akidah tnpa
mengetahui dalilnya dan tanpa menyelidiki kebenarannya. Hal ini sebagaimana
yang terjadi pada golongan-golongan seperti Mu’tazilah, Jahmiyah, dan lainnya.

16
Mereka bertaklid kepada para imam sesat sebelum mereka sehingga mereka juga
sesat dan jauh dari akidah yang benar.

4. Berlebihan Mencintai

Berlebihan dalam mencintai orang-orang shalih serta mengangkat mereka di atas


derajat yang semestinya. Yaitu meyakini bahsa mereka mampu melakukan
sesuatu yang tidak mampu dilakukan kecuali oleh Allah, baik berupa
mendatangkan kemanfaatan maupun menolak kemudharatan.

Demikian pula menjadikan orang shalih itu sebagai peratara Allah dan makhluk-
Nya sehingga sampai pada tingkat penyembahan para orang shalih tersebut dan
bukan menyembah Allah.

Mereka bertaqarrub pada kuburan para wali dengan hewan qurban, nadzar, doa,
istighasah, dan meminta pertolongan. Hal ini sebagaimana yang terjadi pada kaum
Nabi Nuh terhadap orang-orang sahlih.

Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā berfirman,

ُ ‫َوقَالُوا اَل تَ َذ ُرنَّ آلِ َهتَ ُك ْم َواَل تَ َذ ُرنَّ َو ًّدا َواَل‬


‫س َوا ًعا َواَل‬
‫س ًرا‬ ْ َ‫ق َون‬ َ ‫وث َويَ ُعو‬ َ ‫يَ ُغ‬
Artinya:

“Dan mereka berkata, ‘Janganlah sekali-kali kamu meninggalkan penyembahan


tuhan-tuhan kamu, dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan penyembahan
Wadd, dan jangan pula Suwwa’, Yaghuts, dan Nasr.” (QS. Nuh [71]: 23)

5. Lalai

17
Lalai terhadap perenungan ayat-ayat kauniyah yang terhampar di jagat
raya ini dan ayat-ayat quraniyyah. Disamping itu, terbuai juga dengan hasil-hasil
teknologi dan kebudayaan sehingga mengira bahwa itu semua adalah hasil kreasi
manusia semata. Maka, mereka pun mengagung-agungkan manusia serta
menisbatkan seluruh kemajuan ini kepada jerih payah dan penemuan manusia. Hal
ini sebagai mana kesombongan Qarun yang dikisahkan di dalam Alquran,

Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā berfirman,

‫قَا َل ِإنَّ َما ُأوتِيتُهُ َعلَى ِع ْل ٍم ِع ْن ِدي‬


Artinya:

“Qarun berkata, ‘Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu karena ilmu yang ada
padaku’,” (QS. Al-Qashash [28]: 78)

‫ َعلَى ِع ْل ٍم‬cُ‫ِإنَّ َما ُأوتِيتُه‬


Artinya:

“Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena kepintaranku.” (QS. Az-


Zumar [39]: 49)

Mereka tidak berpikir dan tidak pula melihat keagungan Rabb yang telah
menciptakan alam ini dan yang telah menimbun berbagai keistimewaan di
dalamnya. Juga yang telah menciptakan manusia lengkap dengan bekal keahlian
dan kemampuan untuk menentukan keistimewaan-keistimewaan alam serta
memanfaatkan demi kepentingan manusia.

Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā berfirman:

18
‫س َما ِء َما ًء فََأ ْخ َر َج‬
َّ ‫ض َوَأ ْن َز َل ِم َن ال‬ َ ‫ت َواَأْل ْر‬ ِ ‫اوا‬
َ ‫س َم‬ َ َ‫هَّللا ُ الَّ ِذي َخل‬
َّ ‫ق ال‬
‫ ِر‬c‫ي فِي ا ْلبَ ْح‬ َ ‫ ِر‬c‫كَ لِت َْج‬cc‫ َّخ َر لَ ُك ُم ا ْلفُ ْل‬c ‫س‬
َ ‫ت ِر ْزقًا لَ ُك ْم َو‬ َ c‫ ِه ِم َن الثَّ َم‬c ِ‫ب‬
ِ ‫را‬c
َ c‫س َوا ْلقَ َم‬
‫ن‬cِ ‫ر َداِئبَ ْي‬c َّ ‫ َّخ َر لَ ُك ُم‬c ‫س‬
َ ‫ ْم‬c ‫الش‬ َ c‫ َّخ َر لَ ُك ُم اَأْل ْن َه‬c ‫س‬
َ ‫ار َو‬c َ ‫َأ ْم ِر ِه َو‬c ِ‫ب‬
‫دُّوا‬c ‫َأ ْلتُ ُموهُ وَِإنْ تَ ُع‬c ‫س‬ َ ‫س َّخ َر لَ ُك ُم اللَّ ْي َل َوالنَّ َه‬
َ ‫ا‬cc‫ ِّل َم‬c‫ار َوآتَا ُك ْم ِمنْ ُك‬ َ ‫َو‬
ُ ‫نِ ْع َمتَ هَّللا ِ اَل تُ ْح‬
‫صو َها‬

Artinya:

“Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari
langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan
menjadi rezeki untukmu. Dan dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya
behtera itu berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan
pula bagimu sungai-sungai. Dan Dia telah menundukkan pula bagimu matahari
dan bulan yang terus menerus beredar, dan telah menundukkan bagimu malam
dan siang. Dan Dia telah memberikan kepadamu keperluanmu dan segala apa
yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikman Allah,
tidaklah dapat kamu menghitungnya.” (QS. Ibrahim [14]: 32-34)

6. Kosongnya Rumah Tangga

Kosongnya mayoritas rumah tangga sekarang ini dari pengarahan yang


benar menurut Islam. Padalah Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam telah
bersabda,

“Setiap bayi itu dilahirkan atas dasar fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang
kemudian membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari)

7. Kurang Diperhatikannya Pendidikan Islam

19
Enggannya media pendidikan dan informasi di sebagian besar dunia Islam
menunaikan tugasnya. Kurikulum pendidikan kebanyakan tidak memberikan
perhatian yang cukup terhadap pendidikan agama Islam, bahkan ada yang tidak
peduli sama sekali.

Secara umum media informasi baik media cetak maupun elektronik


berubah menjadi sarana penghancur dan perusak atau paling tidak hanya
memfokuskan pada hal-hal yang bersifat materi dan hiburan semata.

Media tersebut tidak memperhatikan hal-hal yang dapat meluruskan


akhlak, menanamkan akidah yang benar, serta melawan aliran-aliran sesat. Dari
sini, muncullah generasi tanpa senjata yang tak berdaya di hadapan pasukan
kekufuran yang lengkap persenjataannya.

Cara-cara Menanggulangi Penyimpangan Akidah

Cara-cara menanggulangi beberapa penyebab penyimpangan akidah sebagaimana


yang disebutkan di atas, teringkas dalam beberapa poin berikut ini:

1. Kembali kepada Kitabullah dan Sunah Rasulullah

Kembali kepada Kitabullah dan Sunah Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa


Sallam untuk mengambil akidah yang benar sebagaimana para Salafus Shalih
mengambil akidah mereka dari keduanya. Tidak akan dapat memperbaiki akhir
umat ini, kecuali dengan apa yang telah memperbaiki umat pendahulunya.

Demikian pula dengan mengkaji akidah golongan sesat dan mengenal


syubhat-syubhat mereka untuk dibantah dan diwaspadai. Sebab, siapa yang tidak
mengenal keburukan, ia dikhawatirkan terperosok ke dalamnya.

2. Memberi Perhatian Lebih Pada Pengajaran Akidah

Memberi perhatian pada pengajaran akidah yang benar, yaitu akidah


Salafus Shalih di berbagai jenjang pendidikan. Demikian juga, memberi jam

20
pelajaran yang cukup serta mengadakan evaluasi yang ketat dalam menyajikan
materi ini.

3. Menetapkan Kitab-kitab yang Bersih

Menetapkan kitab-kitab Salafus Shalih yang bersih sebagai pelajaran dan


menjauhi kitab-kitab kelompok penyeleweng, kecuali sebagai wawasan untuk
dibantah kebatilannya dan diwaspadai isinya.

4. Menyebarkan Dai

Menyebarkan para dai yang meluruskan akidah umat Islam dengan


mengajarkan akidah yang benar serta menjawab dan menolak segala bentuk
akidah batil.

21
BAB III

KESIMPULAN

Aqidah merupakan salah satu pondasi dalam agama Islam. Istilah aqidah
berarti keyakinan atau kepercayaan. Sementara itu, pengertian aqidah menurut
terminologi adalah perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa agar menjadi
tenteram karenanya, sehingga menjadi suatu keyakinan yang teguh dan kokoh,
dan tidak tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan.

Aqidah sendiri memiliki dua macam yaitu aqidah islamiyyah dan aqidah
dholalah (sesat). Aqidah islamiyyah adalah keyakinan yang dituntun dalam
Alquran dan As-Sunnah serta diyakini oleh Rasulullah yang mengikuti jalan
mereka dengan baik. Sedangkan aqidah dholalah adalah keyakinan yang
menyimpang dari Alquran dan As-Sunnah serta diyakini oleh para Ahlul bid'ah
dan Ahlul Hawa (pengikut hawa nafsu).

Setiap umat Islam perlu memiliki aqidah sebagai landasan awal menuju
kebaikan hidup. Karena aqidah berdasarkan kepada ajaran Islam itu sendiri yang
bersumber pada Alquran dan hadits. Oleh karena itu, menjadi seorang muslim
berarti meyakini dan melaksanakan segala sesuatu yang telah diatur di dalam
ajaran Islam. Pemahaman aqidah yang benar akan memberikan keyakinan bagi
seorang muslim lebih kuat.

22
DAFTAR PUSTAKA

http://lathifatulwahyuni.blogspot.com/2014/12/sumber-aqidah-islam.html

https://muslim.or.id/24808-makna-akidah.html

https://dalamislam.com/info-islami/fungsi-dan-peranan-aqidah

https://binaqurani.sch.id/cara-menanggulangi-penyimpangan-akidah/

https://www.brilio.net/wow/aqidah-adalah-keyakinan-iman-ini-fungsi-dan-

pentingnya-pada-kehidupan-2204054.html

23

Anda mungkin juga menyukai