Anda di halaman 1dari 3

dalah hal yang paling sering disebut sebagai pembeda

antara novel dengan historiografi, tetapi kriteria ini


dapat menjadi masalah. Pada periode modern awal,
para penulis narasi historis sering menyertakan
pemikiran-pemikiran yang berakar pada keyakinan
tradisional untuk memperindah bagian cerita atau
menambah kredibilitas pada suatu
opini. Sejarawan juga membuat gaya penulisan yang
serupa untuk tujuan didaktik. Di sisi lain, novel dapat
menggambarkan realitas sosial, politik, dan kepribadian
dari suatu tempat dan periode waktu dengan kejelasan
dan detail yang tidak ditemukan dalam tulisan-tulisan
sejarah.
Prosa sastra[sunting | sunting sumber]
Dalam novel modern, bentuk prosa lebih disukai
daripada sajak, tetapi pendahulu novel modern Eropa
menyertakan epos-epos sajak dalam rumpun bahasa
Roman dari selatan Prancis, khususnya karya-karya
Chrétien de Troyes (akhir abad ke-12), dan
dalam bahasa Inggris pertengahan (The Canterbury
Tales karya Geoffrey Chaucer (sekitar 1343-1400)).
[12]
 Bahkan pada abad ke-19, narasi fiktif dalam sajak,
seperti Don Juan (1824) karya Lord Byron, Yevgeniy
Onegin (1833) karya Alexander Pushkin, dan Aurora
Leigh (1856) karya Elizabeth Barret Browning, bersaing
dengan dengan novel prosa. The Golden Gate (1986)
karya Vikram Seth adalah contoh novel sajak terbaru.[13]
Isi prosa: mengalami lebih dekat[sunting | sunting sumber]
Baik pada abad ke-12 di Jepang maupun abad ke-15 di
Eropa, fiksi prosa menciptakan situasi membaca yang
lebih dekat. Di sisi lain, epos sajak,
termasuk Odyssey dan Aeneid, telah dibacakan untuk
khalayak pilihan, ini lebih dekat daripada pertunjukan
drama di teater.
Dunia baru dari mode individualistis, pandangan
pribadi, perasaan akrab, keinginan rahasia, "tingkah
laku", dan "kesopansantunan" menyebar bersama
novel dan roman prosa yang terkait.
Panjang prosa[sunting | sunting sumber]
Novel saat ini adalah genre terpanjang dari fiksi prosa
naratif, diikuti oleh novella, cerita pendek, dan fiksi kilat.
Tapi, kritikus pada abad ke-17 melihat panjang epos
roman dan novel bersaing ketat. Tidak dapat ditetapkan
definisi yang tepat mengenai perbedaan panjang antara
kedua jenis fiksi tersebut. Syarat panjang novel secara
tradisional berhubungan dengan pendapat bahwa
sebuah novel harus mencakup "keseluruhan hidup."[14]
Panjang sebuah novel masih menjadi hal penting
karena kebanyakan penghargaan sastra menggunakan
panjang sebagai kriteria dalam sistem penilaian.[n 2]
Ciri[sunting | sunting sumber]
 Menceritakan sebagian kehidupan yang luar
biasa.
 Terjadinya konflik hingga menimbulkan
perubahan nasib.
 Terdapat beberapa alur atau jalan cerita.
 Terdapat beberapa insiden yang mempengaruhi
jalan cerita.
 Perwatakan atau penokohan dilukiskan secara
mendalam.[16]
Struktur[sunting | sunting sumber]
Struktur novel secara umum sama dengan struktur
cerpen yakni abstrak orientasi komplikasi evaluasi
resolusi dan koda. Hanya saja karena novel merupakan
genre teks makro, dalam tubuh novel terkandung
beberapa genre mikro. Misalnya jika dalam tubuh suatu
novel terkandung teks deskriptif maka novel tersebut
juga mengandung struktur teks deskriptif, yakni
pernyataan umum, urutan sebab akibat, dan resolusi.
Jenis[sunting | sunting sumber]
 Picaresque novel. Novel yang berbentuk
episodik. Berisi kisah petualangan eksentrik dan
kisah kepahlawanan luar biasa. Contohnya
serial novel petualangan, Terlibat di Trowulan
dan Terlibat di Bromo karya Dwianto Setyawan
atau serial novel kepahlawanan seperti Gajah
Mada karangan Langit Kresna Hariadi.
 Epistolary novel. Bentuknya
seperti surat, jurnal atau buku harian. Gaya
penulisannya popular. Novel jenis ini sekarang
jumlahnya cukup banyak salah
satunya Dealova karya Dyan Nuranindaya.
 Historical novel. Di Indonesia sering disebut
novel sejarah, yakni novel berlatar sejarah.
Contohnya Anak Semua Bangsa karangan
Pramodya, Roman Revolusi karya Rama

Anda mungkin juga menyukai