Tere Liye - 1. Bumi-91-100
Tere Liye - 1. Bumi-91-100
Setengah jam sejak sosok tinggi kurus itu pergi, situasi ganjil di
kamarku masih tersisa pekat. Aku menatap si Hitam dengan kepala sesak
oleh pikiran. Sikapku jelas berbeda kalau si Hitam hanya minggat karena
naksir kucing tetangga. Tanganku gemetar berusaha menyentuh kepala
si Hitam. Kucing itu mengeong, menatapku, sama persis seperti kelakuan
kucing kesayanganku selama ini. Aku terdiam. Lihatlah, si Hitam amat
nyata, sama nyatanya dengan si Putih yang sejak tadi terus tidur, tidak
merasa terganggu dengan keributan. Aku menggigit bibir. Bagaimana
mungkin si Hitam ”makhluk lain”? Bagaimana mungkin matanya yang
http://pustaka-indo.blogspot.com
TereLiye “Bumi” 89
Aku mengangguk.
”Mama senang, dua hari terakhir kamu selalu siap sekolah sebelum
Papa berangkat. Jadi Mama tidak perlu teriak-teriak membangunkanmu.”
Mama menatapku, tersenyum, tangannya masih memegang wajan kosong.
”Kita semua harus mendukung Papa pada masa-masa sibuknya.”
http://pustaka-indo.blogspot.com
TereLiye “Bumi” 90
Bahkan aku yang bosan tidak bisa tidur-tidur juga akhirnya memutuskan
beranjak duduk. Teringat percakapan dengan sosok itu, aku menatap
novel tebal di atas kasur, menghela napas. Aku berkonsentrasi, berkali-
kali menyuruh novel itu menghilang—lima belas menit berlalu, novel tebal
itu tetap teronggok bisu.
”Wah, benar-benar hilang! Kamu pencet, ya? Tapi kenapa tidak ada
bekasnya?” Mama tertarik ingin tahu.
”Hilang begitu saja?” Mama tertawa antusias. ”Wah, ini hebat, Ra.
Hanya dalam satu malam, jerawat sebesar itu sembuh. Kamu kasih obat
http://pustaka-indo.blogspot.com
TereLiye “Bumi” 91
apa sih? Kita bisa buka klinik khusus jerawat lho. Mahal bayarannya.
Nanti Mama suruh tantemu bantu cari modal. Dia relasinya kan luas.”
Sempat diseling Papa bertanya soal mesin cuci baru yang diganti,
Mama bilang sejauh ini penggantinya tidak bermasalah. Mama juga
sempat bilang tentang rencana arisan keluarga minggu depan di rumah.
Papa diam sejenak, mengangguk. ”Semoga minggu depan Papa sudah
tidak terlalu sibuk lagi di kantor, Ma, jadi bisa membantu.” Papa
melirikku sekilas. Aku tidak ikut berkomentar. Aku tahu, maksud kalimat
Papa sebenarnya adalah semoga masalah mesin pencacah raksasa di
pabrik sudah beres.
Lima belas menit sarapan usai, aku berpamitan pada Mama, duduk
rapi di kursi mobil di samping Papa. Papa mengemudikan mobil melewati
jalanan yang masih sepi. Baru pukul enam, itu berarti jangan-jangan aku
orang pertama lagi yang tiba di sekolah.
http://pustaka-indo.blogspot.com
TereLiye “Bumi” 92
”Kamu tidak punya sesuatu yang seru yang hendak kamu ceritakan
kepada Papa?” Papa menoleh, mengedipkan mata, timer lampu merah
masih lama. ”Selain soal jerawat lho.”
”Eh? Minta maaf apa, Pa?” Aku menoleh ke depan. Lampu merah
berikutnya.
Aku mengangguk, soal itu ternyata. ”Tidak apa kok, Pa. Ra paham.
Kan demi memenangkan hati pemilik perusahaan.”
Papa ikut tertawa pelan. ”Kamu selalu saja pintar menjawab kalimat
Papa.”
http://pustaka-indo.blogspot.com
TereLiye “Bumi” 93
http://pustaka-indo.blogspot.com
TereLiye “Bumi” 94
Aku teringat lagi percakapan tadi malam. Aku tidak mau patuh
pada sosok tinggi kurus dalam cermin itu. Aku belum tahu dia berniat
baik atau buruk, tapi kalimat-kalimatnya membuatku penasaran.
Apakah aku memang bisa menghilangkan novel tebal ini—juga benda-
benda lain.
http://pustaka-indo.blogspot.com
TereLiye “Bumi” 95
Aku mengangguk. Aku menghitung dalam hati, satu, dua, tiga, dan
persis di hitungan ketujuh, Seli yang menatapku sambil memasukkan tas
ke laci meja berseru, ”Eh, Ra? Jerawatmu yang besar itu sudah hilang,
ya?”
Aku tertawa. Benar kan, tidak akan lebih dari sepuluh hitungan.
”Beneran hilang, Ra. Kok bisa sih?” Saking tertariknya, Seli bahkan
memegang jidatku, melotot, memeriksa, untung saja tidak ada kaca
pembesar, yang boleh jadi akan dipakai Seli. ”Wah, beneran hilang. Bersih
tanpa bekas. Diobatin pakai apa sih?”
”Jangan bergurau, Ra.” Seli melotot memangnya aku anak kecil bisa
dibohongi, begitu maksud ekspresi wajahnya.
http://pustaka-indo.blogspot.com
TereLiye “Bumi” 96
”Ali menyelidiki rumahmu ya, Ra? Ini jadi aneh. Kemarin Miss
Keriting juga datang ke rumahmu. Ada apa sih, Ra?”
http://pustaka-indo.blogspot.com
TereLiye “Bumi” 97
”Apes apanya?”
Yang jadi masalah adalah ketika bel pulang tinggal lima belas menit
lagi, Mr. Theo mengingatkan, ”Selesai-tidak selesai, kumpulkan jawaban
kalian saat bel.”
http://pustaka-indo.blogspot.com