Anda di halaman 1dari 6

Rangkuman UAS Advokasi

PErbedaan Advokat/Pengacara dengan Profesi


yang Lain
Seorang Advokat / Pengacara harus atau telah menempuh pendidikan Advokat / Pengacara tertentu,
contohnya dengan ada sertifikat kelulusan PKPA selama 6 bulan dan magang 2 tahun.

Advokat ada sertifikasinya yang kemudian akan mendapatkan kartu Advokat, termasuk berita acara
sumpah advokat untuk masuk ke jalur litigasi.

Jika tidak punya sertifikasi maka akan disebut sebagai Konsultan.

Konsultan Hukum harus punya pengalaman yang tergantung apakah konsultan itu menggeluti bidang-
bidang yang diminati, contohnya A menangani kasus-kasus kekerasan seksual. Pengalaman-
Pengalaman konsultan akan memunculkan strategi kasus.

Poin utama adalah harus ada Prosedur Penanganan Kasus.

Konsultan bisa jadi seorang Advokat, namun seorang Konsultan belum tentu Advokat. Advokat dapat
bergerak di ranah litigasi dan Non-Litigasi.

Mediator, Konsiliator itu sama dengan Advokat karena harus adanya sertifikasi sehingga mediasi
tersebut dapat diakui di Pengadilan.

Harus dibedakan dengan jelas apakah mahasiswa berperan sebagai Advokat/Pengacara atau
sebagai Mediator dan Konsiliator.

Prosedur Penanganan Kasus


Dalam kantor konsultan, Wajib atau utama harus mengetahui identitas dari siapapun pelapor, pengadu
yang melaporkan atau mengadukan atau bercerita kepada kantor konsultan tersebut.

 Minimal identitas KTP disertai dengan bukti kartu identitas (Hal tersebut penting karena
setiap kasus ada konsekuensinya dan membangun rasa percaya dengan klien itu sangat
penting untuk menyelesaikan kasus tersebut dengan sebaik-baiknya dengan mengenal kondisi
klien tersebut.)
 Rasa percaya antara klien dengan konsultan hukum = PENTING.

Secara profesional, sebaiknya memperkenalkan diri identitas masing-masing dan alamat yang sesuai
dengan kantor yang dipilih.

 Untuk klien sendiri, pada pertemuan pertama dapat memberikan minimal identitas berupa
KTP untuk menciptakan kenyamanan klien dan untuk pertemuan selanjutnya untuk
mempermudah investigasi kasus, dapat dimintakan identitas detail lainnya.

Jika kondisi klien tidak stabil karena dia anak dibawah umur atau masih histeris, Konsultan hukum
harus meyakinkan bahwa klien tersebut harus ada dalam kondisi stabil untuk mengungkapkan
identitasnya karena bisa saja identitasnya berubah jika ia berada di kondisi yang tidak stabil.
Rangkuman UAS Advokasi

 Identitas menjadi pentinng jika kasusnya masuk ke jalur litigasi karena jalur litigasi
memerlukan domisili dari klien. Karena hal tersebut menjadi penentu apakah kita dapat
mendampingi dia atau tidak, jika domisili klien ada di wilayah tertentu.

Kemudian bagaimana kestabilan emosional klien menjadi hal yang utama.

Setelah klien sudah stabil dan dapat menceritakan identitasnya dengan akal sehat, maka selanjutnya
harus mendapatkan kronologisnya. Di tahap 1 dan 2 kali pertemuan kita sebaiknya lebih banyak
mendengar untuk mempelajari kronologisnya. jadi kita tidak menentukan lebih awal atau memutuskan
lebih dulu kronologisnya.

 Terhadap kronologi tersebut harus dilakukan cross-check atau investigasi dengan


menanyakan kepada klien 2 sampai 3 kali pertemuan bahwa apa yang disampaikan klien ini
benar adanya.

Setelah kronologis dicatat, apa yang diharapkan oleh klien terhadap kantor konsultan kita. Apakah
harapan itu cocok dengan layanan di kantor konsultan kita. Contoh. Yang diharapkan ada
pemeriksaan psikologis, ada proses pendampingan di pengadilan yang dimana hal tersebut memang
sewajarnya dilakukan.

Kronologis dicatat kemudian ditandatangani oleh pelapor/klien dengan disertai bukti dan layanan
yang dikehendaki dari kantor konsultan hukum yang didatangi. Harus ada pendokumentasi-an yang
baik / tertib administrasi.

Konsultan akan memberi taukan tentang layanan yang akan diberikan atau dapat diberikan. Harus
disebutkan tahapan-tahapan atau layanan-layanan yang dapat diberikan oleh lembaga atau kantor
konsultan kita.

Next pertemuan atau pada saat itu, kita harus mengambil waktu untuk mempelajari kasus. Setelah
kasus dan proses itu diperdalam kemudian ketika sudah ditemukan solusi maka dapat disampaikan
kepada klien. Misal. Konsultan kemudian menawarkan untuk menyelesaikan kasus dengan alternative
dispute resolution dengan litigasi maupun non-litigasi dengan menyebutkan negatif ataupun positif
dari masing-masing pilhan penyelesaian sengketa kemudian disampaikan juga tentang pembiayaan
yang nantinya dibutuhkan untuk menyelesaikan sengketa.

LBH  Pro Deo. Non litigasi  5 Juta, Litigasi  10 Juta, sudah termasuk biaya jasa kepengacaraan
/ konsultan yang harus disebutkan secara fair.

Jika klien tidak punya uang, maka harus diselesaikan dengan jalur pro-bono atau perkara Cuma-Cuma
dan disebutkan lembaga apa yang kemudian bisa mengakses jalur pro-bono karena di Kemenkumham
ada beberapa lembaga yang memang ditunjuk untuk boleh melakukan peradilan Cuma-Cuma.

Contoh. YLBHI bisa mengakses pro-bono namun hanya beberapa kasus saja yaitu yang menyangkut
ranah publik, jika privat misalnya penceraian tidak bisa mengakses jalur pro-bono ke YLBHI.

Pengeluaran biaya harus ada list dan terbuka terhadap klien.

Dalam mengakses Pro Bono, klien diwajibkan untuk memiliki SKTM (Surat Keterangan Tidak
Mampu) yang prosesnya melalui RT/RW/Kelurahan untuk mengurus ke kantor pengacara.

 KOMNAS PEREMPUAN  walaupun pro bono, masih ada biaya seperti biaya lelah atau
biaya transport yang tidak besar.
Rangkuman UAS Advokasi

Jika klien mampu untuk membayar maka Konsultan/Pengacara dapat bernegosiasi untuk pembiayaan
jasa kepengacaraan.

 Yang tidak bisa di negosiasikan  Item-Item real tentang bagaimana proses perkaranya,
seperti ke proses pengadilan.

Proses negosiasi tersebut harus dicatat dan ditandatangani di atas kertas sebagai kesepakatan. Setelah
proses kesepakatan itu selesai, barulah ada proses Pelaksanaan pelayanan itu sendiri di Kantor
Konsultan.

Prosedur Penanganan Kasus NON-LITIGASI


Pada dasarnya tertuang dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 yang berisi Mediasi, Arbitrasi
dan Pengadilan.

Proses Pengadilan  harus disampaikan tahapan-tahapan di Pengadilan, ada yang masuk di


Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama. Kasus di PN dibagi menjadi 2 (dua) yaitu Pidana dan
Perdata. Bedanya bagaimana? Pidana masuk dari kepolisian, kejaksaan hingga ke Pengadilan.
sedangkan Perdata, gugatannya langsung masuk ke Pengadilan.

Pengadilan Agama sama dengan Pengadilan Perdata. Dalam PA, para pihaknya harus beragama islam.

Dalam Pengadilan Pidana  Terlapor dan Pelapor, Pelapor diwakili oleh kejaksaan untuk
menyampaikan dakwaannya, kemudian nama terlapor meningkat menjadi terdakwa. Jika sudah
diputus oleh hakim maka namanya menjadi terpidana.

Untuk Pengadilan TUN  terdapat 2 pihak (Termohon dan Pemohon), MK  Pemohon dan
Termohon.

 Pengadilan TUN  Hubungannya dengan Keputusan TUN. Jika pihak yang kalah adalah
pejabat maka Ia harus menarik keputusan tersebut.
 MK  yang membatalkan adalah MK sendiri.

Pengadilan Perdata yang dipermasalahkan adalah tentang prestasi. Pengadilan Agama terkait dengan
perbankan islam, wakaf, waris, hibah. Jika itu pidana ada kejahatan dan pelanggaran.

Konsultan Hukum tidak punya hak berbicara ataupun membela kliennya.

Yang tidak diperbolehkan  meminta dana yang tidak seharusnya atau mengambil dana dari biaya-
biaya yang bukan peruntukannya.

Pengacara kemudian menuntut kesaksian/ keterangan ahli dari Akademisi. Hal tersebut tidak
diperbolehkan karena keterangan ahli adalah bukti di persidangan dan tidak dapat di intervensi oleh
pengacara. Jika keterangan ahli dianggap tidak tepat maka Hakim yang memutuskan, keterangan ahli
ini tidak boleh di serang oleh Pengacara.

Yang dibutuhkan oleh Pengacara  Hak-Hak Klien yang patut dibela.

Pengacara dapat menolak, contoh. Mengenai kasus kekerasan seksual, banyak pengacara yang
menolak pembelaan terhadap pelaku kekerasan seksual dan para koruptor. Hal tersebut penting untuk
menjaga integritas para pengacara.
Rangkuman UAS Advokasi

Keperbepihakan terhadap wanita dan anak adalah penting dan merupakan suatu keharusan.

Dalam kasus pemerkosaan  yang bisa dilakukan adalah dengan mendengarkan korban pemerkosaan
dan kemudian mencari bahan bukti sendiri.

Visum et Repertum hanya bisa didapat ketika ada keterangan dari kepolisian.

ALUR KASUS KEKERASAN SEKSUAL

Kasus masuk ke kepolisian / pusat layanan anak  dilaporkan  kemudian kepolisian menerbitkan
surat visum et repertum  baru kepolisian dapat ke rumah sakit untuk meminta visum.

Langkah awal  mencari saksi dokter dan memberikan catatan (bukan visum).

PERMA NO. 1 TAHUN 2014  Pelayanan Pro Bono

Yang tidak boleh dilakukan konsultan  Menyelesaikan kasus tanpa kesesuaian dengan
harapan si Klien.

PRO BONO & PRO RODEO


Cara untuk mengajukan Pro Bono:

1. Mengurus SKTM (surat keterangan tidak mampu) yang diberikan kepada lembaga-lembaga
layanan.

Kasus – Kasus yang mengeluarkan biaya ada, tidak semua Pro-Bono atau mengeluarkan biaya sama
sekali. Yang gratis dari Pro Bono adalah jasa dari pendamping atau kuasa hukumnya.

Pasal 1 PERMA No. 1 Tahun 2014  Pemberian layanan hukum bagi masyarakat tidak mampu
meliputi apa saja.

Pro Bono ditujukan pada masyarakat miskin, jika memiliki kemampuan untuk membayar untuk
penyelesaian perkara maka itu bukan hak masyarakat secara umum.

Dalam proses pengadilan, layanan hukum bagi masyarakat tidak mampu dibebankan melalui
anggaran MA. Namun dalam praktek pelaksanaannya menyangkut pada layanan yang diakses oleh
klien ini.

ALUR PENGAJUAN SKTM

Yang tidak mampu dapat mengajukan permohonan SKTM kepada Lurah/Kepala desa dengan disertai
dengan Surat Keterangan Tunjangan Sosial berdasarkan pasal 7 Perma No. 1 Tahun 2014 dan
dokumen lainnya. Setelah Kantor Kelurahan menerbitkan SKTM dapat diberikan kepada tingkat
layanan yang dibutuhkan oleh klien atau korban.

Pro Bono tidak melingkupi seluruh aspek pembiayaan namun hanya terkait proses persidangan jika
berdasarkan PERMA No 1 Tahun 2014. Jika dalam layanan hukum, pro bono melingkupi jasa
kepengacaraan atau pendampingan saja. Jika perkara membutuhkan pembiayaan maka biaya tersebut
masih dimintakan kepada korban.
Rangkuman UAS Advokasi

DALAM KASUS KDRT

Dala kasus KDRT, terkadang di kantor layanan hukum itu bisa menjadi rumah aman bagi korban
kasus kekerasan dalam rumah tangga.

Jika ada orang mampu yang kemudian mengakses bantuan Pro Bono? Tidak ada sanksi bagi orang
mampu yang mengakses bantuan Pro Bono. Dari kantor layanan hukum akan menarik biaya untuk
proses untuk mengetahui Ia bohong atau Kantor Layanan Hukum itu akan menghentikan proses
layanan.

Undang-Undang No. 16 Tahun 2011, dalam pasal 8  bantuan hukum Cuma-Cuma, dibebankan pada
penyelenggara bantuan hukum.

1. Yang berbadan hukum


2. Terakreditasi
3. Yang memiliki kantor dan sekretariat tetap
4. Memiliki pengurus
5. Memiliki program bantuan hukum

Setiap layanan diwajibkan untuk memberikan bantuan hukum secara Cuma-Cuma.

Dalam kasus KDRT ada banyak yang tidak tertulis, sebagai contoh. Banyak dokumen yang hilang
seperti KTP, KK dibawa oleh suami.

Maka penting bagi Kantor Layanan Hukum ini mendampingi si Korban KDRT agar hak-hak mereka
dapat diperjuangkan.

Kendala bagi advokat kebanyakan terkait benar pro-bono atau tidak dan berkaitan dengan tarik ulur
tentang apa yang dibiayai dan apa yang tidak.

Jika terdapat Suku primitif yang kemudian mengakses jalur Pro-Bono? Bantuan hukum dapat
diberikan namun dalam proses pengadilan harus ada SKTM. Kebutuhan Pengadilan adalah kebutuhan
formal. Pada prakteknya bantuan hukum itu mau atau tidak untuk menangani kasus itu.

KASUS PERCERAIAN DALAM PENGADILAN


AGAMA
Perceraian dapat dilakukan baik dari pihak laki-laki dan pihak perempuan. Didalam relasi perceraian,
ketidaksetaraan yang terjadi yang memiliki dampak terhadap perempuan dan Anak. Contoh. Hak
Asuh, Gono Gini, Permasalahan Nafkah, dan hak-hak yang diberikan di pengadilan.

Perempuan sering kali dianggap NUSUS  dalam kompilasi hukum islam, nusus adalah dianggap
tidak menjadi istri yang baik/istri yang berkhianat.

 NUSUS dilabel di Istri karena Istri tidak melakukan apa yang diperintahkan oleh Suami.

Ketika orang bercerai, berapapun harta yang diperoleh selama pernikahan maka itu menjadi hak
kedua belah pihak.

MEKANISME BERACARA DI PENGADILAN AGAMA


Rangkuman UAS Advokasi

Menggugat  mediasi dilakukan oleh hakim, jika mediasi gagal  berlanjut ke proses penyampaian
gugatan / tuntutan kemudian dibalas oleh jawaban gugatan  replik  duplik  pembuktian 
putusan.

Harus didampingi untuk kepentingan psikologisnya kemudian harus dijelaskan hak konstitusional si
korban.

Dihadapan hakim di pengadilan agama, penjabaran hak konstitusional perlu untuk menyatakan bahwa
korban memiliki hak asasi manusia dan memiliki hak-hak untuk mendapatkan perlindungan yang
seharusnya.

Advokasi Kasus  proses hukum dan melakukan kegiatan sosial untuk menyiapkan apa yang harus
disampaikan.

Perlu dilibatkan dalam advokasi kasus atau kegiatan sosial  terutama kasus perceraian. Dalam
pengasuhan anak  dilihat dari kemampuan si Istri untuk mengurus anaknya.

Anda mungkin juga menyukai