TATA CARA PEMBERIAN IUP OPERASI PRODUKSI ATAU IUPK OPERASI PRODUKSI
Pasal 44
(1) IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi diberikan kepada Badan Usaha, koperasi,
atau perseorangan yang telah menyelesaikan tahap IUP Eksplorasi atau IUPK Eksplorasi.
(2) Setiap pemegang IUP Eksplorasi atau IUPK Eksplorasi dijamin untuk memperoleh IUP
Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi sebagai kelanjutan kegiatan usaha
pertambangannya dengan mengajukan permohonan peningkatan menjadi IUP Operasi Produksi
atau IUPK Operasi Produksi kepada Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 63
Pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi sebelum melaksanakan kegiatan
operasi produksi wajib menyampaikan permohonan uji kesiapan (commissioning) kepada
Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 82
(1) Pemegang IUP Eksplorasi, IUPK Eksplorasi, IUP Operasi Produksi, IUPK Operasi Produksi,
IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian, atau IUP Operasi Produksi
khusus untuk pengangkutan dan penjualan, dan IUJP wajib menyusun dan menyampaikan
laporan yang meliputi:
a. Laporan Berkala;
b. Laporan Akhir; dan/atau
c. Laporan Khusus.
(2) Laporan Berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas laporan bulanan
dan laporan triwulan.
Pasal 83
(1) Pemegang IUP Eksplorasi atau IUPK Eksplorasi wajib menyusun dan menyampaikan
Laporan Berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1) huruf a kepada Menteri melalui
Direktur Jenderal atau gubernur sesuai dengan kewenangannya yang meliputi:
a. laporan atas RKAB Tahunan;
b. laporan kualitas air limbah pertambangan;
c. laporan statistik kecelakaan tambang dan kejadian berbahaya;
d. laporan statistik penyakit tenaga kerja;
e. laporan pelaksanaan reklamasi dalam rangka pelepasan atau pencairan jaminan reklamasi; dan
f. laporan audit internal penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan Mineral dan
Batubara, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi wajib menyusun dan
menyampaikan Laporan Berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1) huruf a kepada
Menteri melalui Direktur Jenderal atau gubernur sesuai dengan kewenangannya yang meliputi:
a. laporan atas RKAB Tahunan;
b. laporan kualitas air limbah pertambangan;
c. laporan konservasi;
d. laporan statistik kecelakaan tambang dan kejadian berbahaya;
e. laporan statistik penyakit tenaga kerja;
f. laporan pelaksanaan reklamasi dalam rangka pelepasan atau pencairan jaminan reklamasi; g.
laporan pelaksanaan pascatambang dalam rangka pencairan jaminan pascatambang; dan
h. laporan audit internal penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan Mineral dan
Batubara.
(3) Pemegang IUP Eksplorasi atau IUPK Eksplorasi wajib menyusun dan menyampaikan
Laporan Akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1) huruf b kepada Menteri melalui
Direktur Jenderal atau gubernur sesuai dengan kewenangannya yang meliputi:
a. laporan lengkap Eksplorasi; dan
b. laporan Studi Kelayakan.
(4) Pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi wajib menyusun dan
menyampaikan Laporan Akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1) huruf b kepada
Menteri melalui Direktur Jenderal atau gubernur sesuai dengan kewenangannya yang meliputi:
a. laporan pelaksanaan pemasangan tanda batas; dan
b. laporan akhir kegiatan operasi produksi.
Pasal 92
Pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi wajib menyampaikan perubahan
Laporan Studi Kelayakan jika terdapat perubahan variabel teknis, ekonomis, dan lingkungan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 101
(1) Pemegang Kontrak Karya mineral logam yang akan melakukan perubahan bentuk
pengusahaan pertambangan menjadi IUPK Operasi Produksi harus mengajukan permohonan
kepada Menteri melalui Direktur Jenderal.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi:
a. peta dan batas koordinat wilayah dengan luas sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b. bukti pelunasan iuran tetap dan iuran produksi; dan
c. RKAB Tahunan.
Pasal 102
(1) Direktur Jenderal atas nama Menteri melakukan evaluasi terhadap permohonan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 101.
(2) Menteri memberikan IUPK Operasi Produksi berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dalam hal pemohon IUPK Operasi Produksi telah memenuhi ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 103
(1) IUPK Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 diberikan dengan ketentuan:
a. perpanjangan pertama diberikan dengan jangka waktu:
1. sesuai sisa jangka waktu kontrak karya mineral logam; dan
2. sesuai jangka waktu perpanjangan pertama selama 10 (sepuluh) tahun; dan
b. dapat diberikan perpanjangan kedua selama 10 (sepuluh) tahun.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK I NDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2020 TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG
PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
Pasal 1
Studi Kelayakan adalah tahapan kegiatan Usaha Pertambangan untuk memperoleh informasi
secara rinci seluruh aspek yang berkaitan untuk menentukan kelayakan ekonomis dan teknis
Usaha Pertambangan, termasuk analisis mengenai dampak lingkungan serta perencanaan
pascatambang.
Pasal 22
Wilayah dalam WP yang dapat ditentukan sebagai WPR harus memenuhi kriteria:
a. mempunyai cadangan Mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/atau di antara tepi dan
tepi sungai;
b. mempunyai cadangan primer Mineral logam dengan kedalaman maksimal 100 (seratus) meter;
c. endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba;
d. luas maksimal WPR adalah 100 (seratus) hektare;
e. menyebutkan jenis komoditas yang akan ditambang; dan/atau
f. memenuhi kriteria pemanfaatan ruang dan kawasan untuk kegiatan Usaha Pertambangan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 36
(1) IUP terdiri atas dua tahap kegiatan:
a. Eksplorasi yang meliputi kegiatan PenyelidikanUmum, Eksplorasi, dan Studi Kelayakan; dan
b. Operasi Produksi yang meliputi kegiatanKonstruksi, Penambangan, Pengolahan
dan/atauPemurnian atau Pengembangan dan/atau Pemanfaatan, serta Pengangkutan dan
Penjualan.
(2) Pemegang IUP dapat melakukan sebagian atau seluruh kegiatan Usaha Pertambangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 38
IUP diberikan kepada:
a. Badan Usaha;
b. koperasi; atau
c. perusahaan perseorangan.
Pasal 39
IUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) paling sedikit memuat:
a. profil perusahaan;
b. lokasi dan luas wilayah;
c. jenis komoditas yang diusahakan;
d. kewajiban menempatkan jaminan kesungguhanEksplorasi;
e. modal kerja;
f. jangka waktu berlakunya IUP;
g. hak dan kewajiban pemegang IUP;
h. perpanjangan IUP;
i. kewajiban penyelesaian hak atas tanah;
j. kewajiban membayar pendapatan negara dan pendapatan daerah, termasuk kewajiban iuran
tetap dan iuran produksi;
k. kewajiban melaksanakan Reklamasi dan Pascatambang;
1. kewajiban menyusun dokumen lingkungan; dan
m. kewajiban melaksanakan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar WIUP.
Pasal 40
(1) IUP diberikan untuk 1 (satu)jenis Mineral atau Batubara.
(2) Pemegang IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memiliki lebih dari 1 (satu) IUP
dan/atau IUPK.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya berlaku bagi:
a. IUP dan/atau IUPK yang dimiliki oleh BUMN; atau
b. IUP untuk komoditas Mineral bukan logam dan/atau batuan.
Pasal 42
Jangka waktu kegiatan Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf a
diberikan selama:
a. 3 (tiga) tahun untuk Pertambangan batuan;
Pasal 47
Jangka waktu kegiatan Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b
diberikan dengan ketentuan:
a. Untuk Pertambangan batuan paling lama 5 (lima) tahundan dijamin memperoleh
perpanjangan 2 (dua) kalimasing-masing 5 (lima) tahun setelah memenuhipersyaratan sesuai
dengan ketentuan peraturanperundang-undangan.
Pasal 57
WIUP batuan diberikan kepada Badan Usaha, koperasi, atau perusahaan perseorangan dengan
cara permohonan wilayah kepada Menteri.
Pasal 58
(1) Pemegang IUP pada tahap kegiatan Eksplorasi batuan diberi WIUP paling luas 5.000 (lima
ribu) hektare.
(2) Pada wilayah yang telah diberikan IUP batuan dapat diberikan IUP kepada pihak lain untuk
mengusahakan komoditas tambang Mineral bukan logam atau batuan lain yang keterdapatannya
berbeda.
(3) Pemberian IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah mendapatkan
persetujuan dari pemegang IUP pertama.
(4) Dalam hal tidak terdapat pihak lain untuk mengusahakan Mineral bukan logam atau batuan
lain yang keterdapatannya berbeda sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemegang IUP
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki IUP untuk mengusahakan Mineral bukan
logam atau batuan lain yang keterdapatannya berbeda sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
BAB XIA
SURAT IZIN PENAMBANGAN BATUAN
Pasal 86A
(1) SIPB diberikan untuk pengusahaan pertambangan batuan jenis tertentu atau untuk keperluan
tertentu.
(2) SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterbitkan kepada:
a. badan usaha milik daerah/badan usaha milik desa;
b. Badan Usaha swasta dalam rangka penanaman modal dalam negeri;
c. koperasi; atau
d. perusahaan perseorangan
(3) SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Menteri berdasarkan permohonan
dari badan usaha milik daerah/badan usaha milik desa, Badan Usaha swasta dalam rangka
penanaman modal dalam negeri, koperasi, atau perusahaan perseorangan, yang
telah memenuhi persyaratan administratif, teknis, lingkungan, dan finansial.
(4) Selain persyaratan administratif, teknis, lingkungan, dan finansial sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), permohonan SIPB harus dilengkapi dengan koordinat dan luas wilayah batuan
jenis tertentu atau untuk keperluan tertentu yang dimohon.
(5) SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas tahap kegiatan perencanaan,
Penambangan, Pengolahan, serta Pengangkutan dan Penjualan.
(6) Pemegang SIPB dapat langsung melakukan Penambangan setelah memiliki dokumen
perencanaan Penambangan.
(7) Dokumen perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) terdiri atas:
a. dokumen teknis yang memuat paling sedikit informasi cadangan dan rencana Penambangan;
dan
b. dokumen lingkungan hidup.
Pasal 86B
SIPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86A harus memuat paling sedikit:
a. nama pemegang SIPB;
b. nomor pokok wajib pajak;
c. lokasi dan luas wilayah;
d. modal kerja;
e. jenis komoditas tambang;
f. jangka waktu berlakunya SIPB; dan
g. hak dan kewajiban pemegang SIPB.
Pasal 86C
Pemegang SIPB dapat diberikan wilayah paling luas 50 (lima puluh) hektare.
Pasal 86E
Pemegang SIPB berhak:
a. mendapat pembinaan di bidang keselamatan Pertambangan, lingkungan, teknis Pertambangan,
dan manajemen dari Menteri;
b. memiliki batuan jenis tertentu atau untuk keperluan tertentu yang telah diproduksi setelah
membayar pajak daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan ; dan
b. melakukan Usaha Pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 86F
Pemegang SIPB wajib:
a. menerapkan kaidah Pertambangan yang baik;
b. menyelesaikan hak atas tanah dengan pemegang hak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang- undangan; dan
c.menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan SIPB kepada Menteri.
Pasal 86G
Pemegang SIPB dilarang:
a. memindahtangankan SIPB kepada pihak lain; atau
b. menggunakan bahan peledak dalam pelaksanaan kegiatan Penambangan;
Pasal 93
(1) Pemegang IUP dan IUPK dilarang memindahtangankan IUP dan IUPK kepada pihak lain
tanpa persetujuan Menteri.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan setelah Pemegang IUP dan
IUPK memenuhi persyaratan paling sedikit:
a. telah selesai melakukan kegiatan Eksplorasi yang dibuktikan dengan ketersediaan data sumber
daya dan cadangan; dan
b. memenuhi persyaratan administratif, teknis, lingkungan, dan finansial.
Pasal 99
(1) Pemegang IUP atau IUPK wajib menyusun dan menyerahkan rencana Reklamasi dan/atau
rencana Pascatambang.
(2) Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang dilakukan sesuai dengan peruntukan lahan
Pascatambang.
(3) Dalam pelaksanaan Reklamasi yang dilakukan sepanjang tahapan Usaha Pertambangan,
pemegang IUP atau IUPK wajib:
a. memenuhi keseimbangan antara lahan yang akan dibuka dan lahan yang sudah direklamasi;
dan
b. melakukan pengelolaan lubang bekas tambang akhir dengan batas paling luas sesuai
denganketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Pemegang IUP atau IUPK wajib menyerahkan lahan yang telah dilakukan Reklamasi
dan/atau Pascatambang kepada pihak yang berhak melalui Menteri sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 102
(1) Pemegang IUP atau IUPK pada tahap kegiatan Operasi Produksi wajib meningkatkan nilai
tambah Mineral dalam kegiatan Usaha Pertambangan melalui:
a. Pengolahan untuk komoditas tambang batuan.
(2) Peningkatan nilai tambah Mineral melalui kegiatan Pengolahan dan/atau Pemurnian
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) wajib memenuhi batasan minimum Pengolahan danf atau
Pemurnian, dengan mempertimbangkan antara lain:
a. peningkatan nilai ekonomi; dan/atau
b. kebutuhan pasar.
Pasal 119
IUP atau IUPK dapat dicabut oleh Menteri jika:
a. pemegang IUP atau IUPK tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam IUP atau IUPK
serta ketentuan peraturan perundang-undangan ;
b. pemegang IUP atau IUPK melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang ini; atau
c. pemegang IUP atau IUPK dinyatakan pailit.
Pasal 123A
(1) Pemegang IUP atau IUPK pada tahap kegiatan OperasiProduksi sebelum menciutkan atau
mengembalikan WIUP atau WIUPK wajib melaksanakan Reklamasi dan Pascatambang hingga
mencapai tingkat keberhasilan
100% (seratus persen).
(2) Eks pemegang IUP atau IUPK yang IUP atau IUPK berakhir wajib melaksanakan Reklamasi
dan Pascatambang hingga mencapai tingkat keberhasilan 100% (seratus persen) serta
menempatkan dana jaminan Reklamasi dan/atau dana jaminan Pascatambang.
Pasal 140
Menteri melakukan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan Usaha Pertambangan yang dilakukan
oleh pemegang IUP, IUPK, IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/ Perjanjian, IPR,
SIPB,lzin Pengangkutan dan Penjualan, atau IUJP.
Pasal 3
(1) Pelaksanaan reklamasi oleh pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi wajib memenuhi
prinsip:
a. perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan; dan
b. keselamatan dan kesehatan kerja
(2) Pelaksanaan reklamasi dan pascatambang oleh pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK
Operasi Produksi wajib memenuhi prinsip:
a. perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan;
b. keselamatan dan kesehatan kerja; dan
c. konservasi mineral dan batubara.
Pasal 4
(1) Prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan paling sedikit
meliputi:
a. perlindungan terhadap kualitas air permukaan, air tanah, air laut, dan tanah serta udara
berdasarkan standar baku mutu atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. perlindungan dan pemulihan keanekaragaman hayati;
c. penjaminan terhadap stabilitas dan keamanan timbunan batuan penutup, kolam tailing, lahan
bekas tambang, dan struktur buatan lainnya;
d. pemanfaatan lahan bekas tambang sesuai dengan peruntukannya;
e. memperhatikan nilai-nilai sosial dan budaya setempat; dan
f. perlindungan terhadap kuantitas air tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Rencana Reklamasi
Pasal 7
(1) Rencana reklarnasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 disusun untuk jangka waktu 5
(lima) tahun.
(2) Dalam rencana reklarnasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimuat rencana reklamasi
untuk masing-masing tahun.
(3) Dalam ha1 umur tambang kurang dari 5 (lima) tahun, rencana reklamasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan umur tambang.
(4) Rencana reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (I), ayat (2), dan ayat (3) paling sedikit
memuat:
a. tata guna lahan sebelum dan sesudah ditambang;
b. rencana pembukaan lahan;
c. program reklamasi terhadap lahan terganggu yang meliputi lahan bekas tambang dan lahan di
luar bekas tambang yang bersifat sementara dm/ atau permanen;
d. kriteria keberhasilan meliputi standar keberhasilan penataan lahan, revegetasi, pekerjaan sipil,
dan penyelesaian akhir; dan
e. rencana biaya reklarnasi terdiri atas biaya langsung dan biaya tidak langsung.
Rencana Pascatambang
Pasal 10
Rencana pascatambang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 memuat:
a. profil wilayah, meliputi lokasi dan aksesibilitas wilayah, kepemilikan dan peruntukan lahan,
rona lingkungan awal, dan kegiatan usaha lain di sekitar tambang;
b. deskripsi kegiatan pertarnbangan, meliputi keadaan cadangan awal, sistem dan metode
penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta fasilitas penunjang;
c. rona lingkungan akhir lahan pascatambang, meliputi keadaan cadangan tersisa, peruntukan
lahan, morfologi, air permukaan dan air tanah, serta biologi akuatik dan teresterial;
d. program pascatarnbang, meliputi:
1. reklamasi pada lahan bekas tarnbang dan lahan di luar bekas tambang;
2. pemeliharaan hasil reklamasi;
3. pengembangan dan pemberdayaan masyarakat; dan
4. pemantauan.
e. organisasi termasuk jadwal pelaksanaan pascatambang;
f. kriteria keberhasilan pascatambang; dan
g. rencana biaya pascatambang meliputi biaya langsung dan biaya tidak langsung.
Pasal 11
Pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi dalarn menyusun rencana pascatambang harus
berkonsultasi dengan instansi Pemerintah, instansi pemerintah provinsi dan/atau instansi
pemerintah kabupaten/kota yang membidangi pertambangan mineral dan batubara, instansi
terkait lainnya, dan masyarakat.
Pasal 21
Pelaksanaan reklamasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan Pasal 20 wajib dilakukan
paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah tidak ada kegiatan usaha pertambangan pada
lahan terganggu.
Pasal 25
(1) Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi wajib melaksanakan
pascatambang setelah sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan berakhir.
(2) Dalam hal seluruh kegiatan. usaha pertambangan berakhir sebelum jangka waktu yang
ditentukan dalam rencana pascatambang, pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi
Produksi wajib melaksanakan pascatambang.
(3) Pascatambang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib dilakukan dalam
jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah sebagian atau seluruh kegiatan
usaha pertambangan berakhir.
Pasal 26
(1) Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi wajib menyampaikan laporan
pelaksanaan pascatambang setiap 3 (tiga) bulan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya.
(2) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan evaluasi
terhadap laporan pelaksanaan pascatambang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dalarn jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak diterimanya laporan.
Pasal 29
(1) Pemegang IUP dan IUPK wajib menyediakan:
a. jaminan reklamasi; dan
b. jaminan pascatambang.
(2) Jaminan reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. jaminan reklamasi tahap eksplorasi; dan
b. jaminan reklamasi tahap operasi produksi.
Pasal 36
1. IUP terdiri atas dua tahap:
a. IUP Eksplorasi meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan;
b. IUP Operasi Produksi meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan
pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan.
2. Pemegang IUP Eksplorasi dan pemegang IUP Operasi Produksi dapat melakukan sebagian
atau seluruh kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 37
IUP diberikan oleh:
a. bupati/walikota apabila WIUP berada di dalam satu wilayah kabupaten/kota;
b. gubernur apabila WIUP berada pada lintas wilayah kabupaten/kota dalam 1 (satu)
provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari bupati/walikota setempat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan; dan
c. Menteri apabila WIUP berada pada lintas wilayah provinsi setelah mendapatkan
rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota setempat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 39
1. IUP Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf a wajib memuat
ketentuan sekurangkurangnya:
a. nama perusahaan;
b. lokasi dan luas wilayah;
c. rencana umum tata ruang;
d. jaminan kesungguhan;
e. modal investasi;
f. perpanjangan waktu tahap kegiatan;
g. hak dan kewajiban pemegang IUP;
h. jangka waktu berlakunya tahap kegiatan;
i. jenis usaha yang diberikan;
j. rencana pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah pertambangan;
k. perpajakan;
l. penyelesaian perselisihan;
m. iuran tetap dan iuran eksplorasi; dan
n. amdal.
2. IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b wajib memuat
ketentuan sekurang-kurangnya:
a. nama perusahaan;
b. luas wilayah;
c. lokasi penambangan;
d. lokasi pengolahan dan pemurnian;
e. pengangkutan dan penjualan;
f. modal investasi;
g. jangka waktu berlakunya IUP;
h. jangka waktu tahap kegiatan;
i. penyelesaian masalah pertanahan;
j. lingkungan hidup termasuk reklamasi dan pascatambang;
k. dana jaminan reklamasi dan pascatambang;
l. perpanjangan IUP;
m. hak dan kewajiban pemegang IUP;
n. rencana pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah pertambangan;
o. perpajakan;
p. penerimaan negara bukan pajak yang terdiri atas iuran tetap dan iuran produksi;
q. penyelesaian perselisihan;
r. keselamatan dan kesehatan kerja;
s. konservasi mineral atau batubara;
t. pemanfaatan barang, jasa, dan teknologi dalam negeri;
u. penerapan kaidah keekonomian dan keteknikan pertambangan yang baik;
v. pengembangan tenaga kerja Indonesia;
w. pengelolaan data mineral atau batubara; dan
x. penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan mineral atau batubara.
Pasal 42
(3) IUP Eksplorasi untuk pertambangan batuan dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 3
(tiga) tahun.
Pasal 47
(4) IUP Operasi Produksi untuk pertambangan batuan dapat diberikan dalam jangka waktu
paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 5 (lima) tahun.
Pasal 48
IUP Operasi Produksi diberikan oleh:
a. bupati/walikota apabila lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian, serta
pelabuhan berada di dalam satu wilayah kabupaten/kota;
b. gubernur apabila lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian, serta pelabuhan
berada di dalam wilayah kabupaten/kota yang berbeda setelah mendapatkan rekomendasi dari
bupati/walikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; dan
c. Menteri apabila lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian, serta pelabuhan
berada di dalam wilayah provinsi yang berbeda setelah mendapatkan rekomendasi dari
gubernur dan bupati/walikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
Pertambangan Batuan
Pasal 57
WIUP batuan diberikan kepada badan usaha, koperasi, dan perseorangan dengan cara
permohonan wilayah kepada pemberi izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37.
Pasal 58
(1) Pemegang IUP Eksplorasi batuan diberi WIUP dengan luas paling sedikit 5 (lima) hektare
dan paling banyak 5.000 (lima ribu) hektare.
(2) Pada wilayah yang telah diberikan IUP Eksplorasi batuan dapat diberikan IUP kepada
pihak lain untuk mengusahakan mineral lain yang keterdapatannya berbeda.
(3) Pemberian IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah
mempertimbangkan pendapat dari pemegang IUP pertama.
Pasal 59
Pemegang IUP Operasi Produksi batuan diberi WIUP dengan luas paling banyak 1.000
(seribu) hektare.
Pasal 65
(1) Badan usaha, koperasi, dan perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51, Pasal
54, Pasal 57, dan Pasal 60 yang melakukan usaha pertambangan wajib memenuhi persyaratan
administratif, persyaratan teknis, persyaratan lingkungan, dan persyaratan finansial.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan administratif, persyaratan teknis, persyaratan
lingkungan, dan persyaratan finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
peraturan pemerintah.
Kewajiban
Pasal 95
Pemegang IUP dan IUPK wajib:
a. menerapkan kaidah teknik pertambangan yang baik;
b. mengelola keuangan sesuai dengan sistem akuntansi Indonesia;
c. meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara;
d. melaksanakan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat; dan
e. mematuhi batas toleransi daya dukung lingkungan.
Pasal 96
Dalam penerapan kaidah teknik pertambangan yang baik, pemegang IUP dan IUPK wajib
melaksanakan:
a. ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan;
b. keselamatan operasi pertambangan;
c. pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan, termasuk kegiatan reklamasi dan
pascatambang;
d. upaya konservasi sumber daya mineral dan batubara;
e. pengelolaan sisa tambang dari suatu kegiatan usaha pertambangan dalam bentuk padat, cair,
atau gas sampai memenuhi standar baku mutu lingkungan sebelum dilepas ke media
lingkungan.
Pasal 97
Pemegang IUP dan IUPK wajib menjamin penerapan standar dan baku mutu lingkungan
sesuai dengan karakteristik suatu daerah.
Pasal 98
Pemegang IUP dan IUPK wajib menjaga kelestarian fungsi dan daya dukung sumber daya air
yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 99
(1) Setiap pemegang IUP dan IUPK wajib menyerahkan rencana reklamasi dan rencana
pascatambang pada saat mengajukan permohonan IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi
Produksi.
(2) Pelaksanaan reklamasi dan kegiatan pascatambang dilakukan sesuai dengan peruntukan
lahan pascatambang.
(3) Peruntukan lahan pascatambang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicantumkan dalam
perjanjian penggunaan tanah antara pemegang IUP atau IUPK dan pemegang hak atas tanah.
Pasal 100
(1) Pemegang IUP dan IUPK wajib menyediakan dana jaminan reklamasi dan dana jaminan
pascatambang.
(2) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat menetapkan
pihak ketiga untuk melakukan reklamasi dan pascatambang dengan dana jaminan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberlakukan apabila pemegang IUP atau
IUPK tidak melaksanakan reklamasi dan pascatambang sesuai dengan rencana yang telah
disetujui.
Pasal 101
Ketentuan lebih lanjut mengenai reklamasi dan pascatambang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 99 serta dana jaminan reklamasi dan dana jaminan pascatambang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 100 diatur dengan peraturan pemerintah.
Perlindungan Masyarakat
Pasal 145
(1) Masyarakat yang terkena dampak negatif langsung dari kegiatan usaha pertambangan
berhak: a. memperoleh ganti rugi yang layak akibat kesalahan dalam pengusahaan kegiatan
pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. b. mengajukan
gugatan kepada pengadilan terhadap kerugian akibat pengusahaan pertambangan yang
menyalahi ketentuan.
(2) Ketentuan mengenai perlindungan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIANOMOR 23 TAHUN 2010
TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN
BATUBARA
Pasal 6
IUP diberikan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya
berdasarkan permohonan yang diajukan oleh:
a. badan usaha : badan usaha swasta, BUMN, atau BUMD
b. koperasi
c. perseorangan : orang perseorangan, perusahaan firma, atauperusahaan komanditer
IUP diberikan setelah mendapatkan WIUP
Dalam 1 (satu) WIUP dapat diberikan 1 (satu) atau beberapa IUP
Pasal 7
IUP diberikan melalui tahapan: a. pemberian WIUP; dan b. pemberian IUP
Pasal 9
Dalam 1 (satu) WUP dapat terdiri atas 1 (satu) atau beberapa WIUP.
Setiap pemohon hanya dapat diberikan 1 (satu) WIUP.
Pasal 23
Persyaratan IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi meliputi persyaratan:
a. administratif;
b. teknis;
c. lingkungan; dan
d. finansial.
Pasal 24
Persyaratan administratifuntukbadan usaha IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi mineral
bukan logam dan batuan:
1. surat permohonan;
2. profil badan usaha;
3. akte pendirian badan usaha yang bergerak di bidang usaha pertambangan yang telah disahkan
oleh pejabat yang berwenang;
4. nomor pokok wajib pajak;
5. susunan direksi dan daftar pemegang saham; dan
6. surat keterangan domisili.
Pasal 25
Persyaratan teknis
a. IUP Eksplorasi meliputi
1. daftar riwayat hidup dan surat pernyataan tenaga ahli pertambangan dan/atau geologi
yang berpengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun;
2. peta WIUP yang dilengkapi dengan batas koordinat geografis lintang dan bujur sesuai
dengan ketentuan sistem informasi geografi yang berlaku secara nasional.
b. IUP Operasi Produksi, meliputi:
1. peta wilayah dilengkapi dengan batas koordinat geografis lintang dan bujur sesuai dengan
ketentuan sistem informasi geografi yang berlaku secara nasional;
2. laporan lengkap eksplorasi;
3. laporan studi kelayakan;
4. rencana reklamasi dan pascatambang;
5. rencana kerja dan anggaran biaya;
6. rencana pembangunan sarana dan prasarana penunjang kegiatan operasi produksi; dan
7. tersedianya tenaga ahli pertambangan dan/atau geologi yang berpengalaman paling
sedikit 3 (tiga) tahun.
Pasal 26
Persyaratan lingkungan meliputi:
a. untuk IUP Eksplorasi meliputi pernyataan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
b. untuk IUP Operasi Produksi meliputi:
1. pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuanperaturan perundang-undangan di
bidang perlindungandan pengelolaan lingkungan hidup; dan
2. persetujuan dokumen lingkungan hidup sesuai denganketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 27
Persyaratan finansial untuk:
a. IUP Eksplorasi, meliputi:
1. bukti penempatan jaminan kesungguhan pelaksanaankegiatan eksplorasi; dan
2. bukti pembayaran harga nilai kompensasi data informasi hasil lelang WIUP mineral
logam atau batubara sesuai dengan nilai penawaran lelang atau bukti pembayaran biaya
pencadangan wilayah dan pembayaran pencetakan peta WIUP mineral bukan logam atau
batuan atas permohonan wilayah.
b. IUP Operasi Produksi, meliputi:
1. laporan keuangan tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik;
2. bukti pembayaran iuran tetap 3 (tiga) tahun terakhir; dan
3. bukti pembayaran pengganti investasi sesuai dengan nilai penawaran lelang bagi
pemenang lelang WIUP yang telah berakhir.
Pasal 28
IUP Eksplorasidiberikan oleh:
a. Menteri, untuk WIUP yang berada dalam lintas wilayah provinsi dan/atau wilayah laut
lebih dari 12 (dua belas) mil dari garis pantai;
b. gubernur, untuk WIUP yang berada dalam lintaskabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi
dan/atau wilayahlaut 4 (empat) mil sampai dengan 12 (dua belas) mil darigaris pantai;
dan
c. bupati/walikota, untuk WIUP yang berada dalam 1 (satu)wilayah kabupaten/kota
dan/atau wilayah laut sampaidengan 4 (empat) mil dari garis pantai.
Pasal 29
1. IUP Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 diberikan berdasarkan
permohonan dari badan usaha, koperasi, dan perseorangan yang telah mendapatkan
WIUP dan memenuhi persyaratan.
2. IUP Eksplorasi meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan.
Pasal 31
1. Menteri menyampaikan penerbitan peta WIUP mineral bukan logam dan/atau batuan
yang diajukan oleh badan usaha, koperasi, atau perseorangan kepada gubernur dan
bupati/ walikota untuk mendapatkan rekomendasi dalam rangka penerbitan IUP
Eksplorasi mineral bukan logam dan/atau batuan
2. Gubernur menyampaikan penerbitan peta WIUP mineral bukan logam dan/atau batuan
yang diajukan oleh badan usaha, koperasi, atau perseorangan kepada bupati/walikota
untuk mendapatkan rekomendasi dalam rangka penerbitan IUP Eksplorasi mineral bukan
logam dan/atau batuan.
3. Gubernur atau bupati/walikota memberikan rekomendasi dalam jangka waktu paling
lama 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya tanda bukti penyampaian peta WIUP mineral
bukan logam dan/atau batuan.
Pasal 32
1. Badan usaha, koperasi, atau perseorangan yang telah mendapatkan peta WIUP beserta
batas dan koordinatsebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dalam jangka waktupaling
lambat 5 (lima) hari kerja setelah penerbitan petaWIUP mineral bukan logam dan/atau
batuan harusmenyampaikan permohonan IUP Eksplorasi kepada Menteri,gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengankewenangannya.
2. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajibmemenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
3. Apabila badan usaha, koperasi, atau perseorangansebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dalam jangka waktu 5(lima) hari kerja tidak menyampaikan permohonan IUP,dianggap
mengundurkan diri dan uang pencadanganwilayah menjadi milik Pemerintah atau milik
pemerintahdaerah.
4. Dalam hal badan usaha, koperasi, atau perseorangansebagaimana dimaksud pada ayat (3)
telah dianggapmengundurkan diri maka WIUP menjadi wilayah terbuka.
Pasal 33
Pemegang IUP Eksplorasi dapat mengajukan permohonan wilayah di luar WIUP kepada
Menteri, gubernur, atau bupati/ walikota sesuai dengan kewenangannya untuk menunjang usaha
kegiatan pertambangannya.
Pasal 34
1. IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal22 ayat (1) huruf b diberikan
kepada badan usaha, koperasi,dan perseorangan sebagai peningkatan dari
kegiataneksplorasi.
2. Pemegang IUP Eksplorasi dijamin untuk memperoleh IUPOperasi Produksi sebagai
peningkatan dengan mengajukanpermohonan dan memenuhi persyaratan
peningkatanoperasi produksi.
3. IUP Operasi Produksi meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan
pemurnian, sertapengangkutan dan penjualan.
4. IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diberikan kepada badan
usaha, koperasi, dan perseoranganyang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalamPasal 23.
Pasal 35
1. IUP Operasi Produksi diberikan oleh:
a. bupati/walikota, apabila lokasi penambangan, lokasipengolahan dan pemurnian, serta
pelabuhan berada didalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota atau wilayah lautsampai
dengan 4 (empat) mil dari garis pantai;
b. gubernur, apabila lokasi penambangan, lokasipengolahan dan pemurnian, serta pelabuhan
berada didalam wilayah kabupaten/kota yang berbeda dalam 1 (satu) provinsi atau
wilayah laut sampai dengan 12 (duabelas) mil dari garis pantai setelah
mendapatrekomendasi dari bupati/walikota;
c. Menteri, apabila lokasi penambangan, lokasi pengolahandan pemurnian, serta pelabuhan
berada di dalam wilayahprovinsi yang berbeda atau wilayah laut lebih dari 12(dua belas)
mil dari garis pantai setelah mendapatrekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota
setempatsesuai dengan kewenangannya.
2. Dalam hal lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian serta pelabuhan berada di
dalam wilayah yang berbeda serta kepemilikannya juga berbeda maka IUP Operasi Produksi
masing-masing diberikan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
Pasal 36
Dalam hal pemegang IUP Operasi Produksi tidak melakukan kegiatan pengangkutan dan
penjualan dan/atau pengolahan dan pemurnian, kegiatan pengangkutan dan penjualan dan/atau
pengolahan dan pemurnian dapat dilakukan oleh pihak lain yang memiliki:
a. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan;
b. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian; dan/atau
c. IUP Operasi Produksi.
Pasal 37
1. IUP Operasi Produksi khusus sebagaimana dimaksud dalamPasal 36 huruf a diberikan oleh:
a. Menteri apabila kegiatan pengangkutan dan penjualandilakukan lintas provinsi dan
negara;
b. gubernur apabila kegiatan pengangkutan dan penjualandilakukan lintas kabupaten/kota;
c. bupati/walikota apabila kegiatan pengangkutan danpenjualan dalam 1 (satu)
kabupaten/kota.
2. IUP Operasi Produksi khusus sebagaimana dimaksud dalamPasal 36 huruf b diberikan oleh:
a. Menteri, apabila komoditas tambang yang akan diolahberasal dari provinsi lain dan/atau
lokasi kegiatanpengolahan dan pemurnian berada pada lintas provinsi;
b. gubernur, apabila komoditas tambang yang akan diolah berasal dari beberapa
kabupaten/kota dalam 1 (satu)provinsi dan/atau lokasi kegiatan pengolahan
danpemurnian berada pada lintas kabupaten/kota; atau
c. bupati/walikota, apabila komoditas tambang yang akandiolah berasal dari 1 (satu)
kabupaten/kota dan/ataulokasi kegiatan pengolahan dan pemurnian berada pada 1(satu)
kabupaten/kota.
3. Dalam hal komoditas tambang yang akan diolahsebagaimana dimaksud pada ayat (2) berasal
dari impor, IUPOperasi Produksi khusus untuk pengolahan dan pemurniandiberikan oleh
Menteri.
Pasal 42
Pemasangan Tanda Batas
1. Dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak diperolehnya IUP Operasi Produksi, pemegang
IUP Operasi Produksi wajib memberikan tanda batas wilayah dengan memasang patok pada
WIUP.
2. Pembuatan tanda batas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus selesai sebelum dimulai
kegiatan operasi produksi
3. Dalam hal terjadi perubahan batas wilayah pada WIUP Operasi Produksi, harus dilakukan
perubahan tanda batas wilayah dengan pemasangan patok baru pada WIUP.
Pasal 45
Perpanjangan IUP Operasi Produksi
1. Permohonan perpanjangan IUP Operasi Produksi diajukankepada Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuaidengan kewenangannya paling cepat dalam jangka waktu 2(dua)
tahun dan paling lambat dalam jangka waktu 6 (enam)bulan sebelum berakhirnya jangka
waktu IUP.
2. Permohonan perpanjangan IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud paling sedikit
harus dilengkapi:
a. peta dan batas koordinat wilayah;
b. bukti pelunasan iuran tetap dan iuran produksi 3 (tiga) tahun terakhir;
c. laporan akhir kegiatan operasi produksi;
d. laporan pelaksanaan pengelolaan lingkungan;
e. rencana kerja dan anggaran biaya; dan
f. neraca sumber daya dan cadangan.
3. Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat menolak
permohonan perpanjanganIUP Operasi Produksi apabila pemegang IUP OperasiProduksi
berdasarkan hasil evaluasi, pemegang IUP Operasi Produksi tidak menunjukkan kinerja
operasi produksi yang baik.
4. Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus disampaikan kepada pemegang
IUP Operasi Produksi palinglambat sebelum berakhirnya IUP Operasi Produksi.
5. Pemegang IUP Operasi Produksi hanya dapat diberikan perpanjangan sebanyak 2 (dua)
kali.
6. Pemegang IUP Operasi Produksi yang telah memperoleh perpanjangan IUP Operasi
Produksi sebanyak 2 (dua) kali, harus mengembalikan WIUP Operasi Produksi kepada
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 46
1. Pemegang IUP Operasi Produksi yang telah memperolehperpanjangan IUP Operasi
Produksi sebanyak 2 (dua) kalisebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (6),
dalamjangka waktu 3 (tiga) tahun sebelum jangka waktu masaberlakunya IUP
berakhir, harus menyampaikan kepadaMenteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengankewenangannya mengenai keberadaan potensi dan cadanganmineral atau
batubara pada WIUP-nya.
2. WIUP yang IUP-nya akan berakhir sebagaimana dimaksudpada ayat (1) sepanjang
masih berpotensi untukdiusahakan, WIUPnya dapat ditawarkan kembali
melaluimekanisme lelang atau permohonan wilayah sesuai denganketentuan dalam
Peraturan Pemerintah ini.
3. Dalam pelaksanaan lelang WIUP sebagaimana dimaksudpada ayat (2) pemegang IUP
sebelumnya mendapat hakmenyamai.
Pasal 76
Penghentian Sementara Kegiatan Usaha Pertambangan
1. Kegiatan usaha pertambangan dapat dilakukan penghentiansementara apabila terjadi:
a. keadaan kahar;
b. keadaan yang menghalangi; dan/atau
c. kondisi daya dukung lingkungan.
2. Penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak mengurangi masa berlaku IUP dan IUPK.
3. Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b,
penghentian sementara dilakukan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya berdasarkan permohonan dari pemegang IUP atau IUPK.
4. Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, penghentian
sementara dilakukan oleh:
a. inspektur tambang;
b. Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya berdasarkan
permohonan dari masyarakat.
Pasal 77
1. Penghentian sementara karena keadaan kahar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat
(1) huruf a harus diajukan oleh pemegang IUP atau IUPK dalam jangka waktu paling
lambat 14 (empat belas) hari kalender sejak terjadinya keadaan kahar kepada Menteri,
gubernur, atau bupati/ walikota sesuai dengan kewenangannya untuk memperoleh
persetujuan.
2. Penghentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk jangka
waktu paling lama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali.
3. Penghentian sementara karena keadaan yang menghalangi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 76 ayat (1) huruf b diberikan 1 (satu) kali dengan jangka waktu 1 (satu) tahun dan
dapat diperpanjang 1 (satu) kali dengan jangka waktu 1 (satu) tahun pada setiap tahapan
kegiatan dengan persetujuan Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
4. Apabila jangka waktu penghentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah
berakhir, dapat diberikan perpanjangan jangka waktu penghentian sementara dalam hal
terkait perizinan dari instansi lain.
Pasal 78
Permohonan perpanjangan penghentian sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77
ayat (3) diajukan secara tertulis dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari
kalender sebelum berakhirnya izin penghentian sementara.
Pasal 79
1. Pemegang IUP dan IUPK yang telah diberikan persetujuan penghentian sementara
dikarenakan keadaan kahar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) huruf a, tidak
mempunyai kewajiban untuk memenuhi kewajiban keuangan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan.
2. Pemegang IUP dan IUPK yang telah diberikan persetujuan penghentian sementara
dikarenakan keadaan yang menghalangi dan/atau kondisi daya dukung lingkungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) huruf b, dan huruf c wajib:
a. menyampaikan laporan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya;
b. memenuhi kewajiban keuangan; dan
c. tetap melaksanakan pengelolaan lingkungan, keselamatan dan kesehatan kerja, serta
pemantauan lingkungan.
Pasal 80
Persetujuan penghentian sementara berakhir karena:
a. habis masa berlakunya; atau
b. permohonan pencabutan dari pemegang IUP atau IUPK.
Pasal 81
Dalam hal jangka waktu yang ditentukan dalam pemberian persetujuan penghentian sementara
telah habis dan tidak diajukan permohonan perpanjangan atau permohonan perpanjangan tidak
disetujui, penghentian sementara tersebut berakhir.
Pasal 82
1. Apabila kurun waktu penghentian sementara belum berakhir dan pemegang IUP atau
IUPK sudah siap untuk melakukan kegiatan operasinya kembali, dapat mengajukan
permohonan pencabutan penghentian sementara kepada Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
2. Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya menyatakan pengakhiran penghentian
sementara.
Pasal 83
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan
diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 3
(1) Pemegang IUP Eksplorasi, IUPK Eksplorasi, IUP Operasi Produksi, dan IUPK Operasi
Produksi dalam setiap tahapan kegiatan Usaha Pertambangan wajib melaksanakan kaidah
pertambangan yang baik.
(2) Kaidah pertambangan yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. kaidah teknik pertambangan yang baik; dan
b. tata kelola pengusahaan pertambangan.
(3) Kaidah teknik pertambangan yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi
pelaksanaan aspek:
a. teknis pertambangan;
b. konservasi Mineral dan Batubara;
c. keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan;
d. keselamatan operasi pertambangan;
e. pengelolaan lingkungan hidup pertambangan, Reklamasi, dan Pascatambang, serta
Pascaoperasi; dan
f. pemanfaatan teknologi, kemampuan rekayasa, rancang bangun, pengembangan, dan
penerapan teknologi pertambangan.
(4) Tata kelola pengusahaan pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi
pelaksanaan aspek:
a. pemasaran;
b. keuangan;
c. pengelolaan data;
d. pemanfaatan barang, jasa, dan teknologi;
e. pengembangan tenaga kerja teknis pertambangan;
f. pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat;
g. kegiatan lain di bidang Usaha Pertambangan yang menyangkut kepentingan umum;
h. pelaksanaan kegiatan sesuai dengan IUP atau IUPK; dan
i. jumlah, jenis, dan mutu hasil Usaha Pertambangan.
Bagian Keempat
Pengelolaan Lingkungan Hidup Pertambangan, Reklamasi, dan Pascatambang, serta
Pascaoperasi
Pengelolaan Lingkungan Hidup Pertambangan
Pasal 20
(1) Pemegang IUP Eksplorasi, IUPK Eksplorasi, IUP Operasi Produksi, dan IUPK Operasi
Produksi wajib melakukan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf e.
(2) Pengelolaan lingkungan hidup pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup pertambangan sesuai
dengan Dokumen Lingkungan Hidup; dan
b. penanggulangan dan pemulihan lingkungan hidup apabila terjadi pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup.
Pasal 21
(1) Pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian wajib
melakukan pengelolaan lingkungan hidup dan pascaoperasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (3) huruf c.
(2) Pengelolaan lingkungan hidup dan pascaoperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup sesuai dengan Dokumen
Lingkungan Hidup; dan
b. penanggulangan dan pemulihan lingkungan hidup apabila terjadi pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup.
Pasal 46
Dalam melakukan inspeksi, penyelidikan, dan pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45
ayat (3), Inspektur Tambang berwenang:
a. memasuki tempat kegiatan Usaha Pertambangan setiap saat;
b. menghentikan sementara, sebagian, atau seluruh kegiatan pertambangan Mineral dan
Batubara apabila kegiatan pertambangan dinilai dapat membahayakan keselamatan
pekerja/buruh tambang, keselamatan umum, atau menimbulkan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan; dan
c. mengusulkan penghentian sementara sebagaimana dimaksud dalam huruf b menjadi
penghentian secara tetap kegiatan pertambangan Mineral dan Batubara kepada KaIT.
Pasal 47
Menteri menetapkan pedoman bagi Inspektur Tambang untuk melakukan pengawasan kaidah
teknik pertambangan yang baik, kaidah teknik Pengolahan dan/atau Pemurnian, dan kaidah
teknik usaha jasa pertambangan yang baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45.
Pasal 3
Selain Pendelegasian Pemerintah Pusat mendelegasikan sebagian kewenangan untuk
mendukung pengelolaan Pertambangan mineral dan batubara yang meliputi:
a. pemberian dan penetapan wilayah izin usaha Pertambangan mineral bukan logam,
wilayah izin usaha Pertambangan mineral bukan logam jenis tertentu, dan wilayah
izin usaha Pertambangan batuan dengan ketentuan:
- berada dalam 1 (satu) daerah provinsi; atau
- wilayah laut sampai dengan 12 (dua belas) mil laut;
b. penetapan harga patokan mineral bukan logam, penetapan harga patokan mineral
bukan logam jenis tertentu, dan penetapan harga patokan batuan; dan
c. pemberian rekomendasi atau persetujuan yang berkaitan dengan kewenangan yang
didelegasikan.