Anda di halaman 1dari 21

26/07/2019

MUTU INSTITUTE

DIREKTUR PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERKEBUNAN


DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

MUTU INSTITUTE

Peraturan Perizinan Usaha Perkebunan

• Permentan No.98/Permentan/OT.140/9/13 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan

(ditetapkan tanggal 30 September 2013 dan diundangkan tanggal 2 Oktober 2013)

• Permentan No. 29/Permentan/KB.410/5/2016 ttg Perubahan Peraturan atas Peraturan Menteri

Pertanian Nomor 98/Permentan/OT.140/9/2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan

(ditetapkan tanggal 31 Mei 2016 dan diundangkan pada tanggal 6 Juni 2016)

• Permentan No. 21/Permentan/KB.410/6/2017 ttg Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri

Pertanian Nomor 98/Permentan/OT.140/9/2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan

(ditetapkan tanggal 2 Juni 2017 dan diundangkan tanggal 7 Juni 2017)

1
26/07/2019

• Permentan No. 98 Thn 2013 ttg Pedoman


I Perizinan Usaha Perkebunan

MUTU INSTITUTE

Perizinan Usaha Perkebunan
 Peraturan ini dimaksudkan sebagai dasar hukum dalam pemberian
pelayanan perizinan dan pelaksanaan kegiatan Usaha Perkebunan 
dengan Tujuan untuk memberikan perlindungan, pemberdayaan Pelaku
Usaha Perkebunan secara berkeadilan dan memberikan kepastian dalam
Usaha Perkebunan

 Jenis usaha perkebunan terdiri atas usaha budidaya tanaman 
perkebunan dan usaha industri pengolahan hasil perkebunan.

 Badan hukum asing/perorangan warga negara asing yang melakukan 
usaha perkebunan wajib bekerjasama dengan pelaku usaha perkebunan 
dalam negeri dengan membentuk badan hukum Indonesia dan 
berkedudukan di Indonesia.

2
26/07/2019

MUTU INSTITUTE

KRITERIA PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN

Izin Usaha Perkebunan

Badan hukum (BH) Izin Usaha 


Izin Usaha  Asing/perorangan WNA
Perkebunan Untuk  Perkebunan Untuk 
harus bekerjasama dengan
Budidaya (IUP‐B) pelaku ush bun dalam negeri
Pengolahan (IUP‐P)
deng membentuk BH Ind dan
< 25 Ha berkedudukan di ind. < Kapasitas
≥ 25 Ha s/d kapasitas
IUP‐B STD‐B Minimal Minimal
Kpd persh (surat IUP‐P STD‐P (surat
tanda  kpd tanda 
daftar  Perusahaan daftar 
budidaya) pengolahan)

IZIN USAHA PERKEBUNAN (IUP)
TERINTEGRASI
≥ Sawit  1000 ha, Teh 240 ha, Tebu 2.000 ha

MUTU INSTITUTE

SYARAT PERMOHONAN IUP (Pasal 21, 22, 23)

Permohonan secara tertulis dilengkapi persyaratan:


 Akte pendirian perusahaan dan perubahannya yang terakhir;

 Nomor Pokok Wajib Pajak;

 Surat keterangan domisili;

 Rekomendasi kesesuaian dengan RTRW kabupaten/kota dari bupati/walikota untuk IUP


yang diterbitkan oleh gubernur;

 Rekomendasi kesesuaian dengan rencana makro pembangunan perkebunan provinsi dari


gubernur untuk IUP yang diterbitkan oleh bupati/walikota;

 Izin lokasi dari bupati/walikota yang dilengkapi dengan peta calon lokasi dengan skala 1:
100.000 atau 1:50.000;

3
26/07/2019

MUTU INSTITUTE

SYARAT PERMOHONAN IUP (Pasal 21, 22, 23)

 Pernyataan kesanggupan memiliki sarana, prasarana dan sistem untuk melakukan


pengendalian OPT;
 Pernyataan kesanggupan memiliki sarana, prasarana dan sistem untuk melakukan
pembukaan lahan tanpa pembakaran serta pengendalian kebakaran;
 Pernyataan kesediaan dan rencana kerja pembangunan kebun untuk masyarakat; dan
 Pernyataan kesediaan dan rencana kerja kemitraan.
 Pertimbangan teknis ketersediaan lahan dari instansi Kehutanan (apabila areal berasal dari
kawasan hutan);
 Jaminan pasokan bahan baku yang diketahui oleh bupati/walikota;
 Rencana kerja pembangunan kebun dan unit pengolahan hasil perkebunan;
 Izin Lingkungan dari gubernur atau bupati/walikota sesuai kewenangannya;
 Pernyataan perusahaan belum menguasai lahan melebihi batas luas maksimum;

MUTU INSTITUTE

KEWAJIBAN PEMEGANG IZIN USAHA PERKEBUNAN
Perusahaan Perkebunan yang telah memiliki IUP‐B, IUP‐P, IUP sesuai
Peraturan ini wajib:

 memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat bersamaan dengan


pembangunan kebun perusahaan dan pembangunan kebun masyarakat
diselesaikan paling lama dalam waktu 3 (tiga) tahun.
 melakukan kemitraan dengan Pekebun, karyawan dan masyarakat
sekitar;
 melaporkan perkembangan Usaha Perkebunan kepada pemberi izin
secara berkala setiap 6 bulan sekali dengan tembusan kepada Menteri
Pertanian melalui Direktur Jenderal Perkebunan;
 menyelesaikan proses perolehan hak atas tanah sesuai peraturan
perundang‐undangan di bidang pertanahan;dan
 merealisasikan pembangunan kebun dan/atau unit pengolahan sesuai
dengan studi kelayakan, baku teknis, dan peraturan perundang‐undangan.

4
26/07/2019

MUTU INSTITUTE
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN TERHADAP PEMBERI IZIN
 Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan perizinan usaha
perkebunan dilakukan oleh gubernur dan bupati/walikota sesuai
kewenangan.
 Pembinaan dan pengawasan dilakukan oleh gubernur atau bupati/walikota
dalam bentuk evaluasi kinerja perusahaan perkebunan dan penilaian usaha
perkebunan.
 Evaluasi kinerja Perusahaan Perkebunan dilakukan paling kurang 6 (enam)
bulan sekali melalui pemeriksaan lapangan berdasarkan laporan
perkembangan usaha perkebunan
 Pembinaan dan pengawasan dilakukan Direktur Jenderal paling sedikit 1
(satu) tahun sekali terhadap pemberian izin dan pelaksanaan usaha
perkebunan.
 Updating data dan informasi dilakukan per semester sesuai format yang
telah disepakati mencakup data Izin Lokasi, Izin Usaha Perkebunan, data
pelepasan kawasan dan HGU.

MUTU INSTITUTE

SANKSI ADMINISTRASI (PERMENTAN NO 98/2013)
 Perusahaan terbukti memberikan pernyataan status perusahaan sebagai
usaha mandiri atau bagian dari kelompok (group) perusahaan belum
menguasai lahan melebihi batas paling luas yg tdk benar, IUP‐B atau IUP
dicabut tanpa peringatan dan hak atas tanah diusulkan utuk dibatalkan.

 Perusahaan yang tidak melaporkan pengalihan kepemilikan perusahaan,


dikenai sanksi peringatan tertulis 3 kali dengan tenggang waktu 4 bulan,
apabila tidak diindahkan IUP‐B, IUP dicabut dan hak atas tanah diusulkan utk
dibatalkan.

 Perusahaan yang tidak menyampaikan peta digital lokasi IUPB atau IUP,
memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat, melakukan kemitraan,
melaporkan perubahan kepemilikan dan kepengurusan, dikenai sanksi
peringatan tertulis 3 kali masing‐masing dlm tenggang waktu 2 bln. Apbl tdk
diindahkan IUP‐B, IUP‐P atau IUP dicabut dan hak atas tanah diusulkan utk
dibatalkan.

10

5
26/07/2019

• Permentan No. 29 Thn 2016 ttg


Perubahan Peraturan atas Peraturan
Menteri Pertanian Nomor
II 98/Permentan/OT.140/9/2013 tentang
Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan

MUTU INSTITUTE

bahwa telah diterbitkannya Undang‐Undang


Nomor 39 Tahun 2014, Peraturan Menteri
Pertanian Nomor 98/Permentan/ OT.140
/9/2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha
Perkebunan, perlu disesuaikan;

6
26/07/2019

MUTU INSTITUTE

• Ketentuan Pasal 1 angka 4 diubah sehingga


berbunyi sebagai berikut:
“Unit Pengolahan Hasil Perkebunan selanjutnya
disebut Usaha Industri Pengolahan Hasil
Perkebunan adalah serangkaian kegiatan
penanganan dan pemrosesan yang dilakukan
terhadap hasil tanaman perkebunan yang
ditujukan untuk mencapai nilai tambah yang
lebih tinggi dan memperpanjang daya simpan.
• Menghapus Pasal 13,14 dan 49

MUTU INSTITUTE

• Pasal 13 dihapus.
1) Dalam hal suatu wilayah perkebunan swadaya masyarakat belum ada Usaha
Industri Pengolahan Hasil Perkebunan dan lahan untuk penyediaan paling
rendah 20 % (dua puluh perseratus) bahan baku dari kebun sendiri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 tidak tersedia, dapat didirikan
Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan oleh Perusahaan Perkebunan.
2) Perusahaan Perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memiliki IUP‐P.
3) Untuk mendapatkan IUP‐P sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Perusahaan Perkebunan harus memiliki pernyataan ketidaktersediaan lahan
dari dinas yang membidangi perkebunan setempat dan melakukan
kerjasama dengan koperasi pekebun pada wilayah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).

7
26/07/2019

MUTU INSTITUTE

• Pasal 14 dihapus.
• Pasal 14 Perusahaan industri pengolahan kelapa sawit yang melakukan kerjasama
dengan koperasi pekebun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3), wajib
melakukan penjualan saham kepada koperasi pekebun setempat paling rendah 5%
pada tahun ke‐5 dan secara bertahap menjadi paling rendah 30% pada tahun ke‐15.

• Pasal 49 dihapus.
1) Perusahaan Perkebunan yang memperoleh IUP‐P, tidak melakukan penjualan saham
kepada koperasi pekebun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dikenai sanksi
peringatan tertulis 3 (tiga) kali dalam tenggang waktu 4 (empat) bulan untuk melakukan
penjualan saham kepada koperasi pekebun.
2) Dalam hal peringatan ke‐3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi, IUP‐P
dicabut dan hak atas tanah diusulkan kepada instansi yang berwenang untuk
dibatalkan..

• Permentan No. 21 Thn 2017 ttg 
Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri 
Pertanian Nomor 
98/Permentan/OT.140/9/2013 tentang 
III Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan

8
26/07/2019

MUTU INSTITUTE

Pasal I
• Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Pertanian
Nomor 98/Permentan/OT.140/9/2013 tentang Pedoman
Perizinan Usaha Perkebunan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 1180) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor
29/Permentan/KB.410/5/2016 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98/Permentan/
OT.140/9/2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha
Perkebunan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 826) diubah sebagai berikut:

MUTU INSTITUTE

1. Ketentuan Pasal 11 diubah, sehingga berbunyi sebagai 
berikut: 
Pasal 11 
(1) Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan untuk
mendapatkan IUP‐P sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,
harus memenuhi sekurang‐kurangnya 20% (dua puluh
perseratus) dari keseluruhan bahan baku yang dibutuhkan
berasal dari kebun yang diusahakan sendiri dan
kekurangannya wajib dipenuhi melalui kemitraan pengolahan
berkelanjutan.
(2) Ketentuan mengenai penghitungan bahan baku yang
dibutuhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
oleh Menteri yang dimandatkan kepada Direktur Jenderal
Perkebunan.

9
26/07/2019

MUTU INSTITUTE

2. Di antara Pasal 11 dan Pasal 12 disisipkan 5 (lima) pasal, 
yakni Pasal 11A, Pasal 11B, Pasal 11C, Pasal 11D, dan Pasal 
11E sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 11A

(1) Kebun yang diusahakan sendiri sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 11 ayat (1) dapat diperoleh dari hak milik atas 
tanah Pekebun, hak guna usaha, dan/atau hak pakai. 
(2) Kebun yang diusahakan sendiri sebagaimana dimaksud pada 
ayat (1) harus tercantum dalam IUP‐P.

MUTU INSTITUTE

Pasal 11B

(1) Kebun yang diperoleh dari hak milik atas tanah Pekebun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A ayat (1) dapat
dilakukan dengan sewa atau sesuai dengan kesepakatan
antara Pekebun dan perusahaan industri pengolahan hasil
Perkebunan.
(2) Kebun yang diperoleh dari hak guna usaha dan/atau hak
pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A ayat (1)
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang‐
undangan.

10
26/07/2019

MUTU INSTITUTE

Pasal 11C

(1) Kebun yang diusahakan sendiri sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 11 harus dilakukan kegiatan usaha budidaya
tanaman perkebunan sendiri oleh perusahaan industri
pengolahan hasil Perkebunan.
(2) Kegiatan usaha budidaya tanaman perkebunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan serangkaian kegiatan
pratanam, penanaman, pemeliharaan tanaman, pemanenan,
dan sortasi.
(3) Dalam hal kebun yang diusahakan sendiri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 telah terbangun, perusahaan
industri pengolahan hasil Perkebunan melanjutkan
pemeliharaan tanaman sesuai dengan baku teknis.

MUTU INSTITUTE

Pasal 11D

(1) Kebun yang diusahakan sendiri yang diperoleh dari hak milik
atas tanah Pekebun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11B
ayat (1) dilakukan untuk jangka waktu paling singkat 15 (lima
belas) tahun dan dibuat perjanjian tertulis dengan
bermaterai cukup.
(2) Dalam hal perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berakhir dan tidak diperpanjang, IUP‐P perusahaan industri
pengolahan hasil Perkebunan, dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.

11
26/07/2019

MUTU INSTITUTE

Pasal 11E

Kemitraan pengolahan berkelanjutan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 11 ayat (1) berasal dari kebun masyarakat dan/atau
Perusahaan Perkebunan lain yang belum melakukan ikatan
kemitraan dengan Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan.

MUTU INSTITUTE

3. Ketentuan Pasal 12 diubah, sehingga berbunyi


sebagai berikut:
Pasal 12
(1) Kemitraan pengolahan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11E dilakukan untuk menjamin ketersediaan bahan baku, terbentuknya
harga pasar yang wajar, dan terwujudnya peningkatan nilai tambah secara
berkelanjutan bagi Pekebun.
(2) Kemitraan pengolahan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan untuk jangka waktu paling singkat 10 (sepuluh) tahun dalam
bentuk perjanjian tertulis dan bermaterai cukup sesuai format tercantum
dalam Lampiran IV Peraturan Menteri Pertanian Nomor
98/Permentan/OT.140/9/ 2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha
Perkebunan.
(3) Isi perjanjian kemitraan pengolahan berkelanjutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dapat ditinjau kembali paling singkat setiap 2 (dua) tahun
sesuai dengan kesepakatan.

12
26/07/2019

MUTU INSTITUTE

4. Ketentuan Pasal 48 diubah, sehingga


berbunyi sebagai berikut:
Pasal 48
(1) Dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya IUP‐P, perusahaan industri
pengolahan hasil Perkebunan harus telah mengusahakan kebun sendiri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
(2) Dalam hal Perusahaan Perkebunan yang memiliki IUP‐P atau IUP melakukan
kemitraan dalam pemenuhan kebutuhan bahan baku yang mengakibatkan
terganggunya kemitraan yang telah ada sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11E,
dikenakan sanksi peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali dalam tenggang waktu
4 (empat) bulan untuk melakukan perbaikan.
(3) Perusahan industri pengolahan hasil Perkebunan yang tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan peringatan tertulis sebanyak 3
(tiga) kali dalam tenggang waktu 4 (empat) bulan untuk mengusahakan kebun
sendiri.
(4) Apabila peringatan ke‐3 (ketiga) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
dipenuhi, IUP‐P atau IUP dicabut dan hak atas tanah diusulkan kepada instansi
yang berwenang atau pemilik untuk dibatalkan.

MUTU INSTITUTE

 Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 138/PPU‐XIII/2015 pada tanggal


27 Oktober 2016 terhadap Undang‐undang Nomor : 39 tahun 2014
tentang Perkebunan antara lain pada pasal 42 bahwa Kegiatan usaha budi
daya Tanaman perkebunan dan/atau usaha Pengolahan Hasil perkebunan
sebagaimana hanya dapai dilakukan oleh Perusahaan Perkebunan apabila
telah mendapatkan hak atas tanah dan/atau izin Usaha perkebunan”, kata
dan/atau menjadi dan.

13
26/07/2019

MUTU INSTITUTE

Update Upaya Diplomasi dan Perkembangan ISPO


 Tanggal 21 November 2015 di Kuala Lumpur  Penandatanganan Charter of
Palm Oil Producing Countries (CPOPC) antara Menko Maritim dan Sumberdaya
Alam Indonesia dan Menteri Komoditi dan Industri Primer Malaysia
 Perpres No. 42 thn 2016  Ratifikasi CPOPC
 Tujuan pendirian CPOPC:
a) Kerjasama advokasi dan promosi untuk menghadapi kampanye negatif
terhadap minyak sawit;
b) Menetapkan pedoman industri minyak yang berkelanjutan;
c) Pengelolaan supplai demand minyak sawit dunia;
d) Peningkatan kesejahteraan pekebun sawit;
e) Kerjasama riset dan industri hijau berbasis minyak sawit (green economic
zone).
 Juli 2017, delegasi Indonesia ke Brussel untuk menanggapi Resolusi UE
terkait kelapa sawit.

27

MUTU INSTITUTE

Percepatan Sertifikasi ISPO


 Meningkatkan Pemahaman dan Kepedulian Perusahaan Perkebunan untuk
Sertifikasi ISPO (Sosialisasi)
 Memenuhi Ketersediaan Auditor ISPO
 Meningkatkan Koordinasi dan Peran Pemerintah Daerah (Penilaian Klas Kebun,
Fasilitasi dan Pembinaan, Penertibatan STD‐B dan SPPL, Pembentukan /
Pengembangan Kelembagaan/Koperasi Pekebun)
 Mendorong Penyelesaian Masalah Penundaan Persetujuan Sertifikasi melalui
K/L Terkait (Legalitas Lahan dan Budidaya, Sengketa Lahan/ Konflik, Masalah
Lingkungan, dll)
 Pengembangan Model Sertifikasi Kebun Plasma dan Swadaya
 Koordinasi dengan Lembaga Sertifikasi Secara Intensif
 Fasilitasi Pendanaan Untuk Pra Kondisi Sertifikasi ISPO bagi Pekebun Plasma
dan Swadaya

28

14
26/07/2019

MUTU INSTITUTE

PERKEMBANGAN SERTIFIKASI ISPO …
127 226 346 457 502
2011‐2015 2016 2017 2018 2019
Sertifikat *) Sumber: 
Ditjenbun 2018

Komisi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable


Palm Oil /ISPO) yang saat ini sudah berjalan selama 8 tahun atau sewindu, telah
menerbitkan Sertifikat ISPO sebanyak 502 terdiri dari 493 perusahaan, 5 Koperasi
Swadaya, dan 4 KUD Plasma.

Sebanyak 502 sertifikat tersebut meliputi luas total areal areal 4.115.434 Ha, dengan
tanaman menghasilkan seluas 2.765.569 Ha, total produksi TBS 52.209.749
ton/tahun dan CPO 11.567.779 ton/tahun, serta produktivitas 18,81 ton/ha dan
Rendemen rata‐rata 22,23%.

MUTU INSTITUTE

Perkembangan Luas Areal (Ha) ISPO 2011‐2019
4,115,434

2,114,451 2,350,318
1,568,963
999,555

2011‐2015 2016 2017


Luas TM (Ha) 2018 2019

Perkembangan Produksi CPO (Ton) ISPO 2011‐2018


11,567,779
9,534,819
10,204,702
4,726,631
7,070,865

2011‐2015 2016 2017


CPO (Ton) 2018 2019
*) Sumber: Ditjenbun, 2018

15
26/07/2019

MUTU INSTITUTE

INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 8 TAHUN 2018
Tanggal 20 September 2018 tentang Penundaan & Evaluasi Perizinan Perkebunan
Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit:

1.Menko Perekonomian;
2.Menteri LHK;
3.Menteri Pertanian; 1. Penyusunan dan verifikasi data dan peta IUP dan
pendaftaran STDB beserta evaluasinya;
4.Menteri ATR/BPN; 2. Pelaksanaan kewajiban perusahaan perkebunan
5.Menteri Dalam Negeri; memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat 20% ;
3. NSPK Izin Usaha Perkebunan atau Surat Tanda Daftar
6.Kepala BKPM;
Usaha Perkebunan;
7.Para Gubernur; 4. Pembinaan kelembagaan petani sawit;
8.Para Bupati/ Walikota. 5. Intensifikasi pemanfaatan lahan untuk produktivitas
sawit;
6. Menerapkan ISPO.

MUTU INSTITUTE

INTRUKSI KEPADA MENTERI LHK

1. Penundaan pelepasan atau tukar menukar kawasan hutan utk perkebunan kelapa sawit bagi
permohonan baru; permohonan yg telah diajukan namun belum melengkapi persyaratan namun
berada pada kawasan hutan yang masih produktif; atau permohonan yang telah mendapat
persetujuan prinsip namun belum ditata batas dan berada pada kawasan hutan yang masih
produktif.

2. Penundaan dikecualikan untuk permohonan pelepasan atau tukar menukar kaasan hutan untuk
perkebunan kelapa sawit yang telah ditanami dan diproses berdasarkan ketentuan Pasal 51 PP
104;

3. Penyusuna dan veriifkasi data pelepasan atau tukar menukar kawasan hutan untuk perkebunan
kelapa sawit yang mencakup: nama dan nomor, lokasi, luas, peruntukkan, dan tanggal penerbitan

16
26/07/2019

MUTU INSTITUTE

INTRUKSI KEPADA MENTERI LHK


4. Melakukan evaluasi terhadap:
a. Pelepasan atau tukar menukar kawasan hutan yg dimanfaatkan sebagai perkebunan kelapa
sawit yang belum dikerjakan /dibangun, masih berupa hutan produktif, dan/atau terindikasi tidak
sesuai dgn tujuan pelepasan atau tukar menukar dan dipindahtangankan pada pihak lain;
b. Perkebunan kelapa sawit yang berada dalam kawasan hutan tetapi belum mendapatkan
pelepasan atau tukar menukar kawasan hutan
c. Pelaksanaan pembangunan areal hutan yang bernilai konservasi tinggi/High Conservation Value
Forest (HCVF) dari pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit
d. Menyampaikan hasil evaluasinya kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian

5. Melakukan identifikasi perkebunan kelapa sawit yang terindikasi berada dalam kawasan
hutan

MUTU INSTITUTE

INTRUKSI KEPADA MENTERI LHK

6. Menindaklanjuti hasil rapat koordinasi mengenai:


a. Penetapan kembali areal yang berasal dari kawasan hutan yang telah dilakukan pelepasan atau
tukar menukar kawasan hutan sebagai kawasan hutan dan/atau

a. Langkah –langkah hokum dan/atau tuntutan ganti rugi sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan atas penggunaan kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit berdasarkan
verifikasi data, evaluasi atas pelepasan atau tukar menukar kawasan hutan untuk perkebunan
kelapa sawit

7. Melakukan identifikasi dan melaksanakan ketentuan alokasi 20% untuk perkebunan rakyat
atas pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit

17
26/07/2019

MUTU INSTITUTE

INTRUKSI KEPADA MENTERI ATR/BPN

1. Melakukan penyusunan dan verifikasi data HGU yang mencakup: nama dan nomor, lokasi, luas,
tanggal penerbitan, dan peruntukkan.

2. Melakukan evaluasi terhadap:

a. Kesesuain HGU perkebunan kelapa sawitdengan peruntukkan tata ruang;

b. Realisasi pemenfaatan HGU perkebunan kelapa sawit

c. Peralihan HGU kepada pihak lain tanpa pendaftaran Badan Pertanahan Nasional dan

d. Pelaksanaan perlindungan dan/atau pembangunan areal hutan yang bernilai konservasi tinggi/HCVF dari

pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit

e. Menyampaikan hasil evaluasinya kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian

MUTU INSTITUTE

INTRUKSI KEPADA MENTERI ATR/BPN


3. Menindaklanjuti hasil rapat koordinasi mengenai:
a. Penetapan tanah terlantar yang berasal dari pelepasan atau tukar menukar kawasan hutan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan
b. Penghentian proses penerbitan HGU dalam hal proses perolehan haknya tidak dilakukan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan atau pembatalan HGU perkebunan kelapa sawit yang telah ditetapkan
sebagai tanah terlantar
c. Pengembalian tanah yang berasal dari pelepasan atau tukar menukar kawasan hutan sebagai kawasan
hutan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan apabila belum diproses dan/atau diterbitkan Hak
Atas Tanahnya
d. Penetapan tanah yang berasal dari pelepasan kawasan hutan sebagai tanah negara sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan
e. Pengembalian tanah yang berasal dari pelepasan atau tukar menukar kawasan hutan sebagai kawasan
hutan disampaikan kepada gubernur untuk diusulkan kepada Menteri LHK
4. Melakukan percepatan penerbitan hak atas tanah kepada masyarakat dalam rangka pelaksanan hak
masyarakat seluas 20% dari pelepasan kawasan hutan dan dari HGU perkebunan kelapa sawit
5. Melakukan percepatan penerbitan hak atas tanah pada lahan-lahan perkebunan kelapa sawit rakyat.

18
26/07/2019

MUTU INSTITUTE

INSTRUKSI KEPADA GUBERNUR DAN


BUPATI/WALIKOTA

Gubernur Bupati/Walikota

1. Penundaan penerbitan rekomendasi/IUP kelapa sawit dan 1. Penundaan penerbitan rekomendasi/IUP kelapa sawit dan izin
izin pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit yang  pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit yang berada pada
berada pada kawasan hutan kecuali yang sedang proses kawasan hutan kecuali yang sedang proses pasal 51 PP 104;
pasal 51 PP 104; 2. Pengumpulan data dan pemetaan atas seluruh area 
2. Pengumpulan dan verifikasi data dan peta ILOK, IUP atau perkebunan di wilayahnya oleh badan usaha maupun
Surat Tanda Daftar Usaha Perkebunan; perseorangan;
3. Menyampaikan hasil pengumpulan dan verifikasi kepada 3. Pengumpulan data dan peta serta verifikasi atas ILOK, IUP 
Menteri Pertanian yang menyangkut IUP dan Menteri atau Surat Tanda Daftar Usaha Perkebunan;
ATR/BPN yang menyangkut ILOK; 4. Mengumpulkan data dan peta perkebunan rakyat pada
4. Menindaklanjuti rekomendasi hasil rapat koordinasi wilayah kabupatennya yang berada pada kawasan hutan dan
mengenai pembatalan izin dan STDB pada kawasan hutan; di luar kawasan hutan;
5. Menyampaikan usulan kepada Menteri LHK untuk 5. Menyampaikan hasil pengumpulan data angka 2,3 dan 4 
penetapan areal yang berasal dari pengembalian tanah dari kepada gubernur dengan tembusan Menteri Pertanian, 
pelepasan atau tukar menukar kawasan hutan menjadi Menteri LHK dan Menteri ATR/BPN.
kawasan hutan.

MUTU INSTITUTE

Contoh Izin
Usaha Perkebunan
Kab. Kutai Kartanegara

19
26/07/2019

MUTU INSTITUTE

MUTU INSTITUTE

20
26/07/2019

MUTU INSTITUTE

MUTU INSTITUTE

Terima kasih
dediju2015@gmail.com

dediju2015@gmail.com
HP : 082123936426

21

Anda mungkin juga menyukai