Republik Indonesia
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN
KELAPA SAWIT
I. KONDISI
PERKEL@P@S@WIT@N
INDONESI@
1
Pengembangan perkebunan kelapa sawit yang mulai
dilaksanakan tahun 1980’an, dilakukan setelah Konferensi
Stockholm tahun 1972, yang menandai kebangkitan kesadaran
global untuk penerapan konsep pembangunan berkelanjutan.
2
Areal th 2018 (angka sementara) seluas 14,33 juta Ha
atau sekitar 47 kali dari areal th 1980 seluas 295 ribu
Ha yang pada tahun tersebut seluruhnya adalah
Perkebunan Besar (PB).
Areal kelapa sawit terdiri dari Perkebunan Rakyat (PR)
seluas 5,81 juta Ha (40,54%), Perkebunan Besar
Negara (PBN) 634 ribu Ha (4,42%) dan seluas 7,88
juta Ha (54,99%) merupakan Perkebunan Besar
Swasta (PBS).
3
CAPAIAN KINERJA PEMBANGUNAN
KELAPA SAWIT INDONESIA
KEBUN RAYA 721 ribu TON 22 Jjuta TON 40,57 Juta TON
COMMERSIAL
BOGOR CPO CPO CPO
Produksi CPO tahun 2018 sebesar 40,57 juta ton atau 56 kali
dari produksi tahun 1980 sebesar 721 ribu ton.
Ekspor CPO dan turunannya tahun 2018 sebesar 34,71 juta ton,
dengan nilai US $ 20,54 Miliar atau sekitar Rp. 387,6 Triliun;
Selain penghasil devisa, kelapa sawit berperan dalam
penyerapan tenaga kerja sekitar 6 juta TK, pengembangan
pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru, pemerataan
pembangunan (tanaman pangan terpusat di P. Jawa, kelapa
sawit hampir seluruhnya di luar P. Jawa).
4
II. HAMBATAN
PENGEMBANGAN
KELAPA SAWIT
1. Kesenjangan produktivitas
Seiring dengan perkembangan pengalaman dan
teknologi, dicanangkan visi 35 : 26 pada tahun 2025,
yaitu tekad untuk mencapai produktivitas 35 ton
TBS/Ha/Th dan rendemen CPO 26%.
Untuk Perkebunan Besar, pencapaian visi menjadi
tanggung jawab masing-masing perusahaan.
Untuk Perkebunan Rakyat, praktek pertanian yang
baik tidak/belum kunjung terjangkau, baik
ketersediaannya maupun keterjangkauannya. Hal
tersebut berakibat terjadinya kesenjangan tingkat
produktivitas, yang apabila tidak ada upaya khusus
dan operasional, kesenjangan produktivitas akan
semakin bertambah.
10
5
2. Peremajaan
Sesuai dengan umur teknis kelapa sawit, setelah umur
25 tahun harus diremajakan. Terkait awal
pembangunan perkebunan rakyat mulai tahun
1980, masalah peremajaan perkebunan kelapa
sawit rakyat selain mendesak dan terlewati,
apabila tidak segera ada upaya terobosan yang
tepat, cepat dan berani, akan berdampak serius
yang berpotensi mengancam keberlanjutan peran
perkebunan rakyat dalam perkelapasawitan
nasional.
Fasilitas skim pendanaan KPEN –RP, karena paket
persyaratan Bank teknis yang ditentukan masih
cukup sulit untuk dipenuhi, maka tidak dapat
berjalan sesuai yang diharapkan. Oleh sebab itu
perlu dibangun skim kredit baru yang sesuai.
11
6
4. Penerapan Konsep Pembangunan
Berkelanjutan dan Ramah Lingkungan
13
5. Pemberdayaan Pekebun
Sistem pemberdayaan petani belum dapat
diterapkan dengan baik, karena tenaga
penyuluh/fasilitator, baik jumlah dan
kompetensinya serta pendanaan yang kurang
memadai.
6. Infrastruktur
Infrastruktur, baik jalan kebun, jalan menuju
pabrik dan jalan menuju pelabuhan serta
pelabuhan belum memadai.
7. Penelitian dan Pengembangan
Penelitian dan pengembangan, baik untuk produk
utama, maupun untuk hasil samping dan limbah
perlu ditingkatkan.
14
7
III. @R@H KEBIJ@K@N
PENGEMB@NG@N
KEL@P@ S@WIT INDONESI@
15
16
8
Kedepan komoditas kelapa sawit semakin
kompetitif
9
BIOMASSA SAWIT
PALM OIL MILL
EMPTY FRUIT
BUNCH
(5 ton/ha/y,
dry wt : 2
ton/ha/y)
SHELL
(0.7 ton/ha/y)
FIBER
(1.6 ton/ha/y)
FRESH FRUIT BUNCH
(20 – 26 ton/ha/y)
OIL PALM TRUNK
(70 ton/ha/30y)
Minyak Goreng
Curah
(3-4 ton)
PALM KERNEL OIL MILL
BIOMASS TO ENERGY
TKS - KOMPOS Potensi listrik
22% - LISTRIK 5,1 MWh
(keluar PKS) (*h: 18,8 MJ/kg, MC 67%, ef:25%)
Potensi listrik
POME
65%
- LISTRIK 1,1 MWh
(*h: 20 MJ/m3, 0,35 m3/kg COD,
ef: 90%)
10
Arah Kebijakan Kelapa Sawit
Peningkatan produktivitas :
• penggantian benih ilegitim dengan benih
unggul bermutu bersertifikat;
• peremajaan kebun yang telah memasuki
umur peremajaan, khususnya perkebunan
rakyat;
• intensifikasi Tanaman Menghasilkan (TM);
peningkatan infrastruktur & pemberdayaan
petani,
11
Kebijakan Peremajaan Sawit Rakyat
Tahun 2019
Tujuan/Maksud Syarat Target Simpul Kritis
a. kedaulatan;
b. kemandirian;
c. kebermanfaatan;
d. keberlanjutan;
e. keterpaduan;
f. kebersamaan;
g. keterbukaan;
h. efisiensi-berkeadilan;
i. kearifan lokal; dan
j. kelestarian fungsi lingkungan hidup.
12
Perkebunan adalah segala kegiatan pengelolaan sumber
daya alam, sumber daya manusia, sarana produksi, alat dan
mesin, budi daya, panen, pengolahan, dan pemasaran
terkait Tanaman Perkebunan.
Pelaku Usaha Perkebunan adalah pekebun dan/atau
perusahaan Perkebunan yang mengelola Usaha Perkebunan.
Pekebun adalah orang perseorangan warga negara
Indonesia yang melakukan Usaha Perkebunan dengan
skala usaha tidak mencapai skala tertentu.
Perusahaan Perkebunan adalah badan usaha yang
berbadan hukum, didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di wilayah Indonesia, yang mengelola Usaha
Perkebunan dengan skala tertentu.
13
2. ASAS PENYELENGGARAAN
PERKEBUNAN
Kelestarian kemandirian
fungsi kedaulatan
lingkungan hidup
kebermanfaatan
kearifan
lokal
Asas
Penyelenggaraan
Perkebunan
efesiensi- keberlanjutan
berkeadilan
keterbukaan keterpaduan
kebersamaan
kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat
sumber devisa negara;
lapangan kerja dan
kesempatan usaha;
produksi, produktivitas,
kualitas, nilai tambah, daya
TUJUAN saing, dan pangsa pasar;
PERKEBUNAN MENINGKATKAN Pemenuhan kebutuhan
konsumsi serta bahan baku
industri dalam negeri;
pelindungan kepada Pelaku
Usaha Perkebunan dan
masyarakat;
sumber daya Perkebunan
secara optimal, bertanggung
jawab, dan lestari; dan
pemanfaatan jasa
Perkebunan
14
Memberikan arah,
pedoman, dan alat
PERENCANAAN pengendali
MAKSUD
PERKEBUNAN pencapaian tujuan
penyelenggaraan
Perkebunan
15
Pemerintah Pusat menetapkan batasan luas maksimum dan luas
minimum penggunaan lahan untuk Usaha Perkebunan, dengan
mempertimbangkan (Pasal 14):
⁻ jenis tanaman;
⁻ ketersediaan lahan yang sesuai secara agroklimat;
⁻ modal;
⁻ kapasitas pabrik;
⁻ tingkat kepadatan penduduk;
⁻ pola pengembangan usaha;
⁻ kondisi geografis;
⁻ perkembangan teknologi; dan
⁻ pemanfaatan lahan berdasarkan fungsi ruang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang tata
ruang
16
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan
kewenangannya berkewajiban melindungi, memperkaya,
memanfaatkan, mengembangkan, dan melestarikan sumber daya
genetik Tanaman Perkebunan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan (Pasal 19).
Pemerintah Pusat menetapkan jenis benih Tanaman Perkebunan
yang pengeluaran dari dan/atau pemasukannya ke dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia memerlukan izin (Pasal 24).
Pengeluaran benih dari dan/atau pemasukannya ke dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib mendapatkan izin
Menteri.
Pemasukan benih dari luar negeri harus memenuhi standar mutu
atau persyaratan teknis minimal.
Ketentuan lebih lanjut mengenai standar mutu atau persyaratan
teknis minimal diatur dalam Peraturan Pemerintah.
17
Setiap Orang yang membuka dan mengolah lahan dalam luasan
tertentu untuk keperluan budi daya Tanaman Perkebunan wajib
mengikuti tata cara yang dapat mencegah timbulnya kerusakan
lingkungan hidup (Pasal 32).
Setiap Orang yang menggunakan media tumbuh Tanaman
Perkebunan untuk keperluan budi daya Tanaman Perkebunan
wajib mengikuti tata cara yang dapat mencegah timbulnya
pencemaran lingkungan hidup.
Dalam rangka pengendalian organisme pengganggu tumbuhan,
setiap Pelaku Usaha Perkebunan berkewajiban memiliki standar
minimum sarana dan prasarana pengendalian organisme
pengganggu Tanaman Perkebunan. Ketentuan mengenai standar
minimum sarana dan prasarana diatur dengan Peraturan Menteri
(Pasal 35).
18
Pembangunan perkebunan kelapa sawit merupakan
pembangunan lintas sektor, sehingga harus tunduk dan
patuh pada seluruh ketentuan/perundangan seluruh instansi
terkait yang berlaku, tidak hanya dibidang
pertanian/perkebunan saja.
37
38
19
Tujuan ditetapkannya ISPO :
39
TERIMA KASIH
20