Anda di halaman 1dari 72

HARMONISASI UU CIPTA KERJA NO.

11/2020, PP NO. 26/2021 TENTANG


PENYELENGGARAAN BIDANG PERTANIAN

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
UU OMNIBUS/OMNIBUS LAW
UU Cipta Kerja

Satu Undang- Undang (UU) yang merevisi sejumlah UU sekaligus.


Tujuan: Merampingkan dan menyederhanakan berbagai regulasi agar lebih tepat sasaran.

OMNIBUS LAW Berpotensi meningkatkan investasi

Membuat biaya supply chain industri manufaktur


nasional lebih produktif dan kompetitif.

Sejumlah negara telah menerapkan omnibus law, seperti Kanada, Amerika Serikat, dan Irlandia. Irlandia
bahkan menerbitkan UU omnibus yang merevisi lebih dari 3.000 UU.

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
PASAL UU PERKEBUNAN TERDAMPAK UU CIPTA KERJA

Terdapat 33 Pasal dari 118 Pasal dalam UU No. 39 Tahun 2014 ttg Perkebunan
yang terkena dampak UU No. 11 Tahun 2020 ttg Cipta Kerja dengan penjelasan:
 Mengubah konsepsi kegiatan usaha yang semula berbasis izin usaha
(license approach) menjadi penerapan standar dan berbasis resiko (risk
based approach/RBA) sehingga Mengubah kalimat/norma Izin Usaha
Perkebunan menjadi Perizinan Berusaha.
 Pasal-Pasal yang dihapus sejatinya tidak dihilangkan, namun norma
pengaturannya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah, karena sifatnya
yang sangat teknis dan dinamis sehingga dapat lebih aplikatif dalam
pelaksanaannya.
 Penataan Perizinan diatur oleh Pemerintah Pusat yg selanjutnya dalam
praktek di lapangan kewenangan tersebut dapat dilimpahkan kepada
Pemerintah Daerah.

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
PASAL UU PERKEBUNAN TERDAMPAK UU CIPTA KERJA

 Menghapus ketentuan persyaratan investasi dan pengaturan


terkait penanaman modal dalam UU Perkebunan dan cukup
diatur dalam UU Penanaman Modal.

 Mengubah norma batas waktu pengusahaan kebun, fasilitasi


pembangunan kebun masyarakat sekitar, kewajiban
membangun kebun untuk komoditas perkebunan tertentu.

 Menghapus pengenaan sanksi pidana bagi kegiatan


pelanggaran administratif

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
16 AMANAT UU CK UNTUK SUBSEKTOR PERKEBUNAN

No. Pasal Tentang PP No. Pasal Tentang PP


1. 14 (3) Penetapan luas maksimum dan minimum 26/2021 11. 74 (3) Kewajiban pengolahan perkebunan tertentu yang 26/2021
penggunaan lahan untuk Usaha Perkebunan. berbahan baku impor untuk membangun kebun.
2. 18 (2) Sanksi administratif bagi Perusahaan Perkebunan 26/2021
12. 75 (2) Sanksi administratif bagi Perusahaan yang mengimpor 26/2021
yang melebihi batas maksimum atau batas
bahan baku tertentu tapi tidak membangun kebun.
minimum.
3. 24 (4) standar mutu dan persyaratan teknis minimal 5/2021 13. 93 (6) Penghimpunan dana dan badan pengelola dana 24/2015
pemasukan benih dari luar negeri. perkebunan
Syarat-syarat dan tata cara pelepasan atau 14. 96 (3) Pembinaan Usaha Perkebunan dilakukan oleh 26/2021
4. 30 (4) 5/2021
peluncuran benih tanaman perkebunan. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai
Persyaratan minimum sarana dan prasarana kewenangan.
5. 35 (2) 5/2021 Pembinaan teknis
pengendalian OPT. 15. 97 (3) 26/2021
6. 42 (2) Perizinan Berusaha subsektor Perkebunan. 5/2021
16. 99 (5) Persyaratan dan tata cara pengawasan 26/2021
7. 47 (2) Sanksi administratif bagi Perusahaan Perkebunan 5/2021
yang tidak memiliki Perizinan Berusaha.
8. 60 (3) Sanksi administratif bagi Perusahaan yang tidak 26/2021
melakukan fasilitasi pembangunan kebun
masyarakat.
9. 67 (2) Kewajiban memelihara kelestarian fungsi 26/2021
lingkungan hidup.
10. 70 (2) Sanksi administratif bagi Perusahaan yang tidak 5/2021
membangun sarana dan prasarana di dalam
kawasan kebun.

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
PERATURAN PEMERINTAH NO. 26 TAHUN
2021 TENTANG
PENYELENGGARAAN BIDANG PERTANIAN

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
PP NO. 26 TAHUN 2021 TTG PENYELENGGARAAN BIDANG PERTANIAN

Diundangkan tanggal 2 Februari 2021


Lembaran Negara RI Tahun 2021 Nomor 36
Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 6638

Terdiri dari 10 Bab dan 237 Pasal

BAB I  Ketentuan Umum


BAB II  Subsektor Perkebunan
BAB III  Permohonan Hak Perlindungan Varietas Tanaman
BAB IV  Subsektor Tanaman Pangan
BAB V  Subsektor Hortikultura
BAB VI  Subsektor Peternakan dan Kesehatan Hewan
BAB VII  Sistem Informasi
BAB VIII  Ketentuan Lain-Lain
BAB IX  Ketentuan Peralihan
BAB X  Ketentuan Penutup

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
Luas Maksimum dan Minimum Usaha Perkebunan
Pasal 2 dan Pasal 3
Penetapan luas maksimum dan minimum penggunaan lahan untuk
usaha perkebunan harus mempertimbangkan jenis tanaman dan/atau
ketersediaan lahan yang sesuai secara agroklimat.

Luas maksimum yang wajib dipenuhi oleh Perusahaan Perkebunan:

 Kelapa sawit 100.000 ha


 Kelapa  35.000 ha
 Karet  23.000 ha
 Kakao  13.000 ha
 Kopi  13.000 ha
 Tebu  125.000 ha
 Teh  14.000 ha
 Tembakau  5.000 ha
Batasan luas maksimum berlaku untuk satu Perusahaan Perkebunan secara nasional.

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
Luas Maksimum dan Minimum Usaha Perkebunan
Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6 dan Pasal 234
Perusahaan Perkebunan yang melanggar ketentuan
Luas minimum yang wajib dipenuhi oleh Perusahaan Luas maksimum atau minimum dikenai sanksi administratif
Perkebunan: berupa:
 Kelapa sawit 6.000 ha a. peringatan tertulis;
 Tebu 2.000 ha b. denda; dan/atau
 Teh  600 ha c. pencabutan Perizinan Berusaha Perkebunan.
Penetapan batasan luas minimum didasarkan pada skala
ekonomis Usaha Perkebunan.
Batasan luas minimum dipenuhi dari lahan milik
Perusahaan Perkebunan.

Perusahaan Perkebunan yang tidak dapat memenuhi


batasan luas minimum dapat melakukan kemitraan.

Dalam melakukan kemitraan, Perusahaan Perkebunan


harus memiliki lahan minimum 2O o/o dari luas lahan
yang diusahakan sendiri.

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
Luas Maksimum dan Minimum Usaha Perkebunan

1. Pengaturan luas maksimum atau minimum penggunaan lahan usaha perkebunan


bagi komoditas selain yang disebutkan di atas mengikuti peraturan perundang-
undangan yang telah ada contoh Permen ATR/BPN No. 17 Tahun 2019 ttg Izin
Lokasi (Pasal 6).
2. Luas minimum yang wajib dipenuhi perusahaan perkebunan kelapa sawit = 6.000
ha. Minimal berasal dari lahan milik perusahaan perkebunan (6.000 x 20 % =
1.200) sisanya (4.800) dipenuhi dari kemitraan.
3. Perusahaan perkebunan yang telah ada sebelum PP ini diundangkan, tapi
melakukan usaha yang melebihi luasan maksimum atau kurang dari luasan
minimum dikecualikan dari ketentuan PP ini (Pasal 234).

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat
Pasal 12 dan Pasal 14

 Perusahaan Perkebunan yang mendapatkan perizinan Berusaha untuk budi daya yang seluruh atau sebagian
lahannya berasal dari:
a. area penggunaan lain yang berada di luar HGU;dan/atau
b. area yang berasal dari pelepasan kawasan hutan,
wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar, seluas 2O o/o dari luas lahan tersebut.

 Fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) tahun sejak lahan
untuk Usaha Perkebunan diberikan HGU.

Fasilitasi pembangunan kebun diberikan kepada masyarakat sekitar yang


tergabung dalam kelembagaan pekebun berbasis komoditas Perkebunan
(kelompok tani, gabungan kelompok tani, lemhaga ekonomi petani
dan/atau koperasi).

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat
Pasal 16, Pasal 23 dan Pasal 25
Ketentuan lebih lanjut mengenai pola dan
Fasilitasi pembangunan kebun masyarakat dapat dilakukan
bentuk fasilitasi pembangunan kebun serta
melalui:
tahapan fasilitasr pembangunan kebun
a. pola kredit;
masyarakat sekitar diatur dengan Peraturan
b. pola bagi hasil;
Menteri. (Permentan 18 tahun 2021 Fasilitasi
c. bentuk pendanaan lain yang disepakati para pihak;dan/atau
Pembangunan Kebun Masyarakat Sekitar
d. bentuk kemitraan lainnya
diundangkan 18 Mei 2021)

Perusahaan Perkebunan yang tidak memenuhi ketentuan mengenai kewajiban memfasilitasi pembangunan
kebun masyarakat sekitar, seluas 2O%o sesuai dengan jangka waktu tertentu dan/atau pelaporan fasilitasi
pembangunan kebun masyarakat sekitar dikenai sanksi administratif berupa:
a. denda;
b. penghentian sementara dari kegiatan Usaha Perkebunan; dan/atau
c. pencabutan Perizinan Berusaha Perkebunan.

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat
Permentan 18/2021

Pasal 7
(1) Bentuk kemitraan lainnya dilakukan pada kegiatan usaha produktif Perkebunan.
(2) Kegiatan usaha produktif Perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. subsistem hulu;
b. subsistem kegiatan budi daya;
c. subsistem hilir;
d. subsistem penunjang;
e. fasilitasi kegiatan peremajaan Tanaman Perkebunan Masyarakat sekitar; dan/atau
f. bentuk kegiatan lainnya.
(3) Kegiatan usaha produktif Perkebunan diberikan pembiayaan minimal setara dengan nilai optimum produksi Kebun
di lahan seluas 20% (dua puluh persen) dari total areal Kebun yang diusahakan oleh Perusahaan Perkebunan.
(4) Nilai optimum produksi Kebun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan hasil produksi netto rata rata
kebun dalam 1 (satu) tahun yang ditetapkan secara berkala oleh Direktur Jenderal.

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat
Permentan 18/2021

Peralihan Pasal 43
Perusahaan Perkebunan yang telah melakukan Usaha Perkebunan pada saat berlakunya Peraturan Menteri ini,
belum memenuhi kewajiban Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat sekitar, wajib memenuhi kewajiban tersebut
berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98/PERMENTAN/OT.140/9/2013 tentang Pedoman Perizinan Perkebunan.

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
PERATURAN PEMERINTAH NO. 5 TAHUN
2021 TENTANG
PENYELENGGARAAN PERIZINAN
BERUSAHA BERBASIS RESIKO

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
PP 5/2021 tentang PENYELENGGARAAN PERIZINAN BERUSAHA BERBASIS RISIKO

• Norma perizinan dan pengawasan


Batang • Norma pelaksanaan sistem OSS
Tubuh • Ketentuan Sektor Usaha termasuk kewenangan dan sanksi

KBLI TINGKAT RISIKO PERIZINAN BERUSAHA

RENDAH NIB
MENENGAH RENDAH NIB DAN SERTIFIKAT
1513 STANDAR
KBLI
(18 MENENGAH TINGGI NIB DAN SERTIFIKAT
K/L) STANDAR
Lampiran
TINGGI IZIN

• Persyaratan dan kewajiban perizinan berusaha setiap kbli

PERMEN
• Standar usaha setiap kbli serta standar Batang tubuh dan lampiran dibuat standar
produk/jasa/proses template untuk semua K/L

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
SUBSTANSI PP 5/2021 Tentang
PELAKSANAAN PERIZINAN BERUSAHA BERBASIS
RISIKO

BATANG TUBUH LAMPIRAN

• Bab I : Ketentuan Umum


• Bab II : Kebijakan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
• Bab III : Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Perizinan 1. Tabel Perizinan Berusaha berdasarkan tingkat
Berusaha Berbasis Risiko dan Tata Cara Pengawasan risiko per-sektor dan Tabel Perizinan Berusaha
Sektor untuk menunjang kegiatan usaha serta KBLI
• Bab IV : Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Dan
Pengawasan Melalui Layanan Sistem Terintegrasi terkaitnya.
Secara Elektronik 2. Tabel Persyaratan dan/ atau Kewajiban
• Bab V : Tata Cara Pengawasan Perizinan Berusaha,
• Bab VI : Evaluasi dan Pengembangan Kebijakan Perizinan
Berusaha Berbasis Risiko
3. Mekanisme Pelaksanaan Analisis Risiko
• Bab VII : Pendanaan Kegiatan Usaha
• Bab VIII : Penyelesaian Permasalahan Dan Hambatan 4. Template Lampiran Peraturan Menteri/Kepala
Perizinan Berusaha Lembaga untuk standar usaha dan standar
• Bab IX : Sanksi
• Bab X : Ketentuan Lain-Lain produk/proses/jasa per sektor
• Bab XI : Ketentuan Peralihan
• Bab XII : Ketentuan Penutup

Direktorat Jenderal Perkebunan


Kementerian Pertanian 17 http://ditjenbun.pertanian.go.id
STANDAR USAHA
STANDAR USAHA – UUCK pasal 9 ayat 4/5 :
– Standar yang wajib diimplementasi pelaku usaha pada saat melakukan kegiatan usaha
– Penerapan Standar Usaha terutama pada kegiatan usaha dengan risiko MR dan MT, jika diperlukan penerapan standar usaha dapat
pula dilakukan untuk usaha dengan tingkat risiko T,
– untuk memastikan proses produksi atau penyelenggaraan layanan jasa dilakukan dengan baik untuk menghindarkan terjadinya
risiko

PERALIHAN
semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelayanan Perizinan Berusaha dinyatakan masih tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini atau tidak diatur secara khusus dalam
Peraturan Pemerintah ini.

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:


a. peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah ini wajib ditetapkan paling lama 2 (dua) bulan sejak Peraturan Pemerintah ini
diundangkan; dan
b. pelaksanaan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko melalui Sistem OSS mulai berlaku efektif 4 (empat) bulan sejak Peraturan
Pemerintah ini diundangkan.

Direktorat Jenderal Perkebunan 18 http://ditjenbun.pertanian.go.id


Kementerian Pertanian
01262 Perkebunan Buah Kelapa Sawit (Budi Daya)

PERSYARATAN PERIZINAN BERUSAHA


Umum
Rencana kerja pembangunan kebun termasuk rencana fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar.

Khusus Usaha
1)Memiliki SDM, sarpras dan sistem untuk melakukan pengendalian OPT;
2)Memiliki SDM, Sarpras dan sistem untuk melakukan pembukaan lahan tanpa bakar serta pengendalian kebakaran;
3)Persetujuan masyarakat hukum adat untuk lahan yang digunakan seluruhnya atau sebagian berada di atas tanah hak
ulayat;
4)Kesepakatan antara perusahaan perkebunan dengan masyarakat sekitar tentang aktivitas usaha perkebunan
mencakup batas-batas wilayah kerja perusahaan perkebunan;
5)Kesanggupan memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar dilengkapi dengan rencana kerja dan rencana
pembiayaan;
6)Kesanggupan melaksanakan kemitraan dengan pekebun, karyawan dan masyarakat sekitar perkebunan.

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
01262 Perkebunan Buah Kelapa Sawit (Budi Daya)

KEWAJIBAN PERIZINAN BERUSAHA

1) Penerapan Pembukaan teknologi tanpa bakar dan mengelola sumber daya alam secara
lestari.
2) Penerapan teknik budi daya yang baik dan benar.
3) Penerapan sistem pengendalian OPT.
4) Penerapan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan
(UPL) sesuai peraturan perundang-undangan.
5) Menyampaikan peta digital lokasi perizinan berusaha skala 1:100.000 atau 1:50.000 sesuai
peraturan perundang-undangan.
6) Pengusahaan lahan paling lambat 2 (dua) tahun setelah pemberian status hak atas tanah

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
01262 Perkebunan Buah Kelapa Sawit (Budi Daya)

KEWAJIBAN PERIZINAN BERUSAHA

7) Fasilitasi bangunan kebun masyarakat sekitar dilaksanakan dalam jangka waktu paling
lambat 3 (tiga) tahun sejak hak guna usaha diberikan.
8) Kemitraan dengan pekebun, karyawan dan masyarakat sekitar.
9) Menjaga kelestarian fungsi lingkungan dan keragaman sumber daya genetik serta
mencegah terjangkitnya OPT dan .
10)Pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan sesuai peraturan perundang-
undangan.
11)Menyampaikan laporan kegiatan usaha secara periodik.

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
10431 Industri Minyak Mentah Kelapa Sawit (CPO)

PERSYARATAN PERIZINAN BERUSAHA


Terintegrasi dengan kebun kelapa sawit (KBLI 01262)

KEWAJIBAN PERIZINAN BERUSAHA

1) Penerapan Analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), atau upaya


pengelolaan lingkungan (UKL) dan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UPL) sesuai
peraturan perundangan
2) Pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan, dan
3) Menyampaikan laporan kegiatan usaha secara periodik (1 tahun)

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2021
TENTANG STANDAR KEGIATAN USAHA DAN STANDAR PRODUK PADA PENYELENGGARAAN PERIZINAN BERUSAHA
BERBASIS RISIKO SEKTOR PERTANIAN

Pasal 1
(1) Menteri menetapkan standar kegiatan usaha dan standar produk pada penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis
risiko untuk sektor pertanian sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dariPeraturan Menteri ini.
(2) Standarkegiatan usaha dan standar produk sebagaimana dimaksud padaayat(1)terdiri atas subsektor:
a. Perkebunan;
b. Tanaman Pangan;
c. Hortikultura;
d. Peternakan dan Kesehatan Hewan;
e. Ketahanan Pangan; dan
f. Sarana Pertanian.

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
Pasal 2
Perizinan berusaha berbasis risiko sektor pertaniansebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dilaksanakan melalui Sistem
Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik.

Pasal 3
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, semua Peraturan Menteri yang mengatur standar kegiatan usaha dan
standar produk dalam penyelenggaraan perizinan berusaha sektor Pertanian dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.

Pasal 4
Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 mulai dilaksanakan sejak
proses perizinan berusaha dilakukan secara keseluruhan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun
2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
STANDAR USAHA BUDIDAYA KELAPA SAWIT
KBLI : (01262) Perkebunan Buah Kelapa Sawit

1. Ruang Lingkup
Kelompok ini mencakup usaha perkebunan mulai dari kegiatan pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan dan
pemanenan tanaman buah kelapa sawit.
2. Istilah dan Definisi
a. Tanaman Belum Menghasilkan yang selanjutnya disebut TBM adalah tanaman sejak mulai ditanam sampai saat panen
pada umur 36-48 bulan;
b. Tanaman Menghasilkan yang selanjutnya disebut TM adalah tanaman yang dipelihara sejak berumur lebih dari 36 bulan
yang telah berbunga dan berbuah;
c. Tandan Buah Segar yang selanjutnya disebut TBS adalah buah kelapa sawit yang masih ada dipohon maupun yang sudah
dipanen, masih lengkap dengan tandannya
d. Brondolan adalah biji kelapa sawit yang terlepas dari tandan buah;
e. Etiolasi adalah tanaman kelapa sawit yang tumbuh tidak normal dengan ciri utama pertumbuhan meninggi sebagai
akibat kurangnya sinar matahari;

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
f. Lahan Gambut adalah kawasan gambut yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya perkebunan kelapa
sawit;
3. Penggolongan Usaha
Penggolongan Usaha Budidaya Kelapa Sawit didasarkan atas luasan Usaha, yaitu
a. Usaha Perkebunan Kelapa Sawit < 25 ha.
b. Usaha Perkebunan ≥ 25 ha.
4. Persyaratan Umum Usaha
a. Usaha Perkebunan < 25 ha (-)
b. Usaha Perkebunan ≥ 25 ha (Rencana kerja pembangunan kebun termasuk rencana fasilitasi pembangunan kebun
masyarakat sekitar)
5. Persyaratan Khusus
a. Usaha Perkebunan < 25 ha (-)
b. Usaha Perkebunan ≥ 25 Ha
1) Memiliki sumber daya manusia, sarana, prasarana dan sistem untuk melakukan pengendalian Organisme Pengganggu
Tumbuhan (OPT);
2) Memiliki sumber daya manusia, sarana, prasarana dan sistem untuk melakukan pembukaan lahan tanpa bakar serta
pengendalian kebakaran;

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
3) Persetujuan masyarakat hukum adat, untuk lahan yang digunakan seluruhnya atau sebagian berada di atas tanah hak
ulayat;
4) Kesepakatan antara perusahaan perkebunan dengan masyarakat sekitar tentang aktivitas usaha perkebunan mencakup
batas-batas wilayah kerja perusahaan perkebunan;
5) Kesanggupan memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar dilengkapi dengan rencana kerja dan rencana
pembiayaan;
6) Kesanggupan melaksanakan kemitraan dengan pekebun, karyawan dan masyarakat sekitar perkebunan.
6. Sarana
a. Usaha Perkebunan < 25 ha (-)
b. Usaha Perkebunan ≥ 25 Ha
1) Sarana Pengendalian OPT terpadu
a) Alat Identifikasi OPT
Peralatan standar untuk identifikasi OPT sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ditetapkan.
b) Sarana Pemantauan/drone yang dapat berfungsi untuk memantau perkembangan OPT dan kebakaran.

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
c) Alat Pengendalian OPT
(1) Alat Eradikasi:
(a) Alat Pertanian Kecil
(b) Chain-saw/Gergaji Mesin
(2) Alat Mobilisasi Pengendalian OPT:
(a) Mobil Pick Up/ truk
(b) Traktor Roda 4/Roda 2
(3) Alat aplikator Pengendalian OPT (untuk setiap luasan ≤ 6.000 ha): Knapsack min 30 Unit; Mist Blower min 12 unit;
Power Sprayer min 3 unit; Fogger min 3 unit; dan mesin bor min 5 unit.
d) Alat penghancur/pemusnah limbah B3
e) Alat Pelindung Diri (APD) sesuai SOP yang ditetapkan

2) Sarana pengendalian kebakaran


Sarana pengendalian kebakaran meliputi:
a) Sarana pemantauan titik panas meliputi perangkat komputer yang terhubung dengan jaringan internet dan menara
pemantau api.

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
b) Sarana pengendalian Karlabun meliputi peralatan, pengolah data, dan komunikasi, transportasi serta alat pendukung
lainnya:
(1) peralatan pemadaman;
(a) perlengkapan pribadi
(b) perlengkapan regu
(c) peralatan tangan
(d) pompa air serta kelengkapannya
(2) pengolahan data dan komunikasi; komputer, jaringan internet, GPS (Global Position System), Radio Genggam atau HT
(Handy Talky), dan megaphone.
(3) sarana transportasi : pengangkut personil, pengangkut peralatan, dan sarana patroli.
(4) alat pendukung lainnya : mobil pemadam kebakaran, dan/atau helikopter

3) Fasilitas minimal yang harus dimiliki dalam usaha budidaya Kelapa Sawit meliputi:
a) Fasilitas kesehatan minimal untuk penanganan pertama :
(1) Unit P3K; (2) Poliklinik ; (3) Ambulance
b) Fasilitas penerangan (listrik): Genset dan instalasi listrik
c) Fasilitas Hunian dan air bersih

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
7. Struktur organisasi SDM dan SDM
a. Usaha Perkebunan < 25 ha (-)
b. Usaha Perkebunan ≥ 25 Ha
1) Manager kebun;
2) Adminitrasi kebun;
3) Asisten kebun;
4) Pengawas dan pelaksana pemeliharaan (pemupukan dan penyemprotan);
5) Pengawas dan pelaksana panen;
6) Pengawas dan pelaksana perawatan jalan dan jembatan;
7) Pencatat hasil panen.
8. Pelayanan
a. Usaha Perkebunan < 25 ha (-)
b. Usaha Perkebunan ≥ 25 ha
1) Standar pembukaan lahan tanpa bakar dan pengelolaan sumber daya alam secara lestari untuk tanaman Kelapa Sawit.
a) Pembukaan lahan tanpa bakar dapat dilakukan secara manual dan mekanis.

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
b) Kegiatan pembukaan Lahan Perkebunan tanpa membakar meliputi:
(1) merencanakan penanaman;
(2) mengimas dan/atau menumbangkan pohon;
(3) merencek dan merumpukan kayu;
(4) membuat rintisan dan membagi petak kebun
(5) membuat jalan dan parit;
(6) membuat teras;
(7) membuat pancang jalur tanam/pancang kepala; dan
(8) membersihkan jalur tanam

2) Standar budi daya tanaman Kelapa Sawit yang baik.


a) Lahan yang digunakan harus terbebas dari kawasan hutan;
b) Pembukaan dan pengolahan lahan dilakukan dengan cara tanpa membakar;
c) Pada lahan bergelombang/berbukit dilakukan kegiatan konservasi tanah dengan cara:
(1) Fisik dengan pembuatan terasan, pembuatan parit drainase
(2) Biologis dengan penanaman kacangan penutup tanah (LCC)

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
d) Pada lahan gambut perlu dibuat kanal pembuangan untuk mengatur tinggi permukaan air tanah. Saluran drainase terdiri
dari saluran primer, sekunder dan tersier.
e) Bahan tanaman yang digunakan adalah tanaman unggul bersertifikat dan berlabel;
f) Penanaman kelapa sawit dilakukan dengan pola segitiga sama sisi;
g) Penanaman yang terlalu rapat akan berdampak pada masalah pertumbuhan meninggi (etiolasi) tanaman kelapa sawit
dan persaingan dalam penyerapan unsur hara, berkurangnya intensitas cahaya matahari yang masuk ke tanaman sehingga
akan mempengaruhi fotosintesis;
h) Lubang tanam dibuat sebulan sebelumnya untuk mengurangi kemasaman tanah. Pembuatan lubang tanam ada dua cara
yaitu mekanis dan manual;
i) Pemeliharaan tanaman belum menghasilkan meliputi: konsolidasi tanaman, penyisipan tanaman, pemeliharaan piringan
pohon, pemeliharaan penutup tanah, pemupukan, tunas pasir, pengendalian hama dan penyakit, persiapan sarana panen,
serta pemeliharaan jalan dan parit drainase;
j) Pemeliharaan pada tanaman menghasilkan (TM) meliputi pengendalian gulma, penunasan pelepah, pengendalian hama
danpenyakit, pengawetan tanah dan air, pemupukan, serta pemeliharaan jalan;
k) Pestisida yang digunakan untuk pengendalian gulma dan OPT menggunakan pestisida yang terdaftar di Kementerian
Pertanian;
l) pupuk yang digunakan harus memenuhi spesifikasi sesuai dengan Standar Nasional Indonesia;
m) Panen dilakukan terhadap TBS yang telah memenuhi kriteria matang panen sebagai berikut:

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
n) Tandan bekas pemotongan berbentuk V, sehingga tidak ada tangkai tandan terbawa ke pabrik;
o) Tandan sebaiknya terhindar dari pelukaan pada saat pemotongan, pengangkutan ke TPH dan ke truk;
p) Brondolan yang ada di piringan pohon dan ketiak pelepah dikutip dan diangkut ke TPH dengan menggunakan karung
bekas pupuk;
3) Standar pengendalian OPT tanaman Kelapa Sawit .
a) Deteksi OPT dilakukan secara rutin;
b) Sensus dilakukan apabila dideteksi terjadi serangan OPT ;
c) Pengendalian dilakukan berdasarkan hasil sensus OPT. Pengendalian dilakukan secara mekanis, biologis atau khemis;
d) Pestisida yang digunakan untuk pengendalian OPT harus terdaftar di Kementerian Pertanian;
9. Persyaratan Produk/Proses/Jasa
a. Usaha Perkebunan < 25 ha (-)
b. Usaha Perkebunan ≥ 25 ha

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
10. Sistem Manajemen Usaha
a. Prasarana Pengendalian OPT minimum yang harus dimiliki :
1) Laboratorium untuk OPT disertai dengan peralatan standar untuk identifikasi OPT sesuai dengan Standar Operasional
Prosedur (SOP) yang ditetapkan dan Sumber Daya Manusia yang kompeten sesuai dengan bidangnya.
2) Laboratorium Hayati untuk komoditas (pengembangan predator dan parasitoid)
3) Rumah kaca/bangunan isolasi untuk mengidentifikasi Hama/Penyakit.
4) Gudang pupuk, pestisida dan Alat Perlindungan Diri (APD) untuk pengendalian OPT.
5) Gudang Peralatan/Mesin Pengendalian OPT.
b. Prasarana pengendalian kebakaan meliputi:
1) Menara pemantau api tersedia setiap 500 ha, dengan ketinggian 3 meter di atas pucuk daun tanaman saat tanaman
mencapai usia maksimal. Menara api dilengkapi dengan peta kerja, teropong, kompas, sarana komunikasi, alat penentu
jarak, kalender, jam dinding, dan alat tulis.
2) Embung atau tempat penampungan air dengan luasan 500 ha (lima ratus hektare) kebun dengan ukuran paling kecil
20 x 20 x 2 meter (dua puluh kali dua puluh kali dua meter). Jika dalam kondisi tertentu tidak dibentuk embung,
misalnya pada lahan gambut maka dapat dilakukan sistem kanalisasi
Catatan : Menara api dan embung untuk luasan minimal 500 Ha.

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
c. Sistem pengendalian kebakaran lahan perkebunan
Sumber Daya Manusia
1) Regu pemadam kebakaran paling sedikit terdiri atas regu Inti dan pendukung yang merupakan karyawan Perusahaan
Perkebunan yang ditugaskan dan dilatih untuk pengendalian kebakaran Lahan Perkebunan, dan regu Perbantuan yang
merupakan Pekebun dan/atau masyarakat yang bermitra dengan Perusahaan Perkebunan
2) Jumlah regu inti terdiri atas:
a) 1 (satu) regu, berjumlah 15 (lima belas) orang untuk luas kebun kurang dari 1.000 (seribu) hektare;
b) 2 (dua) regu, berjumlah 30 (tiga puluh) orang untuk luas kebun antara 1.000 (seribu) sampai dengan 5.000 (lima ribu)
hektare;
c) 3 (tiga) regu, berjumlah 45 (empat puluh lima) orang untuk luas kebun antara 5.001 (lima ribu satu) sampai dengan
10.000 (sepuluh ribu) hektare; atau
d) 4 (empat) regu, berjumlah 60 (enam puluh) orang untuk luas kebun antara 10.001 (sepuluh ribu satu) sampai dengan
20.000 (dua puluh ribu) hektare.

Jangka waktu pemenuhan kewajiban

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
11. Penilaian kesesuaian dan pengawasan
a. Usaha Perkebunan < 25 ha (-)
b. Usaha Perkebunan ≥ 25 ha
Tabel penilaian kesesuaian
2) Pengawasan
Pengawasan terhadap usaha budi daya tanaman Kelapa Sawit dilaksanakan oleh Menteri Pertanian, gubernur,
bupati/walikota, sesuai kewenangan masing-masing berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengawasan terdiri dari:
a) Pengawasan Rutin;
Pengawasan rutin mencakup laporan Pelaku Usaha dan inspeksi lapangan berupa:
1) Evaluasi Kinerja
Dilakukan paling kurang 6 (enam) bulan sekali melalui pemeriksaan lapangan berdasarkan laporan perkembangan usaha
perkebunan.
Dalam pelaksanaanya evaluasi kinerja oleh Menteri Pertanian dilakukan oleh Direktur Jenderal Perkebunan, gubernur oleh
dinas provinsi yang menangani perkebunan dan bupati/walikota oleh dinas kabupaten/kota yang menangani perkebunan.
Hasil evaluasi kinerja disampaikan kepada perusahaan perkebunan sebagai bahan evaluasi dan perbaikan usaha
perkebunan.

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
2) Penilaian Usaha Perkebunan
Penilaian usaha perkebunan dilakukan pada tahap pembangunan kebun dan pada tahap operasinal.
Penilaian pada tahap pembangunan dilakukan setiap 1 (satu) tahun sekali sedangkan penilaian pada tahap operasional
dilakukan setiap 3 (tiga) tahun sekali. Penilaian usaha perkebunan dilakukan oleh pemberi perizinan berusaha melalui
Petugas Bersertifikat yang berada di dinas kabupaten/kota, provinsi maupun Pusat sesuai kewenangan.
Hasil penilaian untuk tahap pembangunan kebun berupa kelas A, B, C, D atau E.
Hasil penilaian untuk tahap operasional berupa kelas I, II, III, IV atau V.
Perusahaan Perkebunan yang mendapat kelas D atau E untuk tahap pembangunan kebun atau kelas IV atau V untuk tahap
operasional, wajib melakukan perbaikan yang disampaikan oleh pemberi perizinan berusaha sesuai kewenangan.
Perusahaan perkebunan yang tidak melakukan perbaikan terhadap hasil penilaian usaha perkebunan diberikan sanksi
sesuai peraturan perundang-undangan.

b) Pengawasan Insidental.
Pengawasan insidental dilakukan terhadap pelaporan oleh pekebun, masyarakat atau lembaga lain karena adanya dugaan
pelanggaran terhadap kewajiban perusahaan perkebunan. Apabila berdasarkan pengawasan insidental ditemukan kondisi
pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan, maka hasil perbaikan disampaikan kepada perusahaan
perkebunan untuk dapat ditindaklanjuti. Perusahaan perkebunan yang tidak melakukan perbaikan terhadap hasil
pengawasan insidental diberikan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
STANDAR USAHA INDUSTRI MINYAK MENTAH KELAPA SAWIT (CRUDE PALM OIL)
KBLI : (10431) INDUSTRI MINYAK MENTAH KELAPA SAWIT (CRUDE PALM OIL)

1. Ruang Lingkup
Kelompok ini mencakup usaha pengolahan kelapa sawit menjadi minyak mentah (crude palm oil/CPO)
yang masih perlu diolah lebih lanjut dan biasanya produk ini dipakai oleh industri lain.
2. Istilah dan Definisi
-
3. Penggolongan Usaha
Bagi Industri CPO dengan kapasitas 30 ton TBS/jam atau lebih yang terintegrasi dengan kebun kelapa sawit dengan luasan
6.000 ha atau lebih.
4. Persyaratan Umum Usaha
-
5. Persyaratan Khusus
Usaha Terintegrasi dengan kebun kelapa sawit (KBLI 01262)

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
6. Sarana
a. Sarana mesin pengolah tandan buah segar (TBS) (tempat penerimaan TBS, Lori untuk membawa buah, tempat
pencucian buah, mesin pengempa, alat pemisah minyak dengan ampas, tangki perebusan, tangki penyimpanan minyak
mentah/CPO)
b. Sarana pengendalian kebakaran di pabrik (alat pemantau kebakaran/sirine, pengeras suara, tabung pemadam kebakaran,
hydrant/sumber air, membuat jalur evakuasi, terhubung dengan kantor pemadam kebakaran setempat)
c. Fasilitas kesehatan, keamanan dan keselamatan kerja di pabrik (mempunyai poliklinik/tenaga medis, menggunakan alat
keselamatan kerja seperti helm, penutup telinga, sarung tangan, sepatu boot)
7. Struktur organisasi SDM dan SDM
Struktur Organisasi Sumber Daya Manusia antara lain:
a. Manajer pengolahan
b. Administrasi pengolahan
c. Pengawas dan pelaksana pengolahan
d. Pengawas dan pelaksana penanganan limbah
e. Pencatat hasil pengolahan

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
8. Pelayanan
a. Standar operasional pengolahan TBS menjadi CPO
b. Standar pengolahan Limbah
c. Standar Keselamatan, Keamanan Kerja
9 Persyaratan Produk/Proses/Jasa
-
10. Sistem Manajemen Usaha
Jangka Waktu Pemenuhan Kewajiban
(1) Penerapan Amdal atau UKL/UPL sesuai peraturan perundang-undangan
(Pada saat industri sudah beroperasi)
(2) Pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan sesuai peraturan perundang-undangan
(Setiap 1 (satu) tahun sekali)
(3) Penyampaian laporan pelaksanaan usaha secara periodik
(Setiap 6 (enam) bulan sekali)

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
11. Penilaian kesesuaian dan pengawasan
(a) Penilaian Kesesuaian
Persyaratan
Terintegrasi dengan kebun kelapa sawit (KBLI 01262)
(b) Pengawasan
1) Menteri, gubernur, bupati/wali kota sesuai kewenangan melakukan pengawasan terhadap Pelaku Usaha Perkebunan
secara berkala dan insidentil.
2) Pengawasan dilakukan dalam bentuk Penilaian Usaha Perkebunan paling kurang 3 (tiga) tahun sekali atau sewaktu-
waktu.
3) Menteri, gubernur, bupati/wali kota dalam melakukan Penilaian Usaha Perkebunan dibantu oleh Tim Penilai Usaha
Perkebunan.
4) Penilaian Usaha Perkebunan memadukan keterkaitan berbagai subsistem dimulai dari penyediaan prasarana dan sarana
produksi, produksi, pengolahan dan pemasaran hasil, serta jasa penunjang lainnya.
5) Hasil Penilaian Usaha Perkebunan dalam bentuk laporan yang ditandatangani oleh perusahaan dan Tim Penilai Usaha
Perkebunan.
6) Evaluasi kinerja perusahaan perkebunan dilakukan oleh gubernur atau bupati/walikota setiap (1) satu tahun sekali
melalui pemeriksaan lapangan berdasarkan laporan perkembangan usaha perkebunan, dan ditembuskan kepada Menteri

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
7) Pengawasan terhadap pelaksanaan usaha perkebunan dilakukan oleh Direktur Jenderal berdasarkan evaluasi kinerja
perusahaan perkebunan.
8) Pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban perusahaan setelah pemberlakuan izin efektif dilakukan oleh Direktur
Jenderal.
9) Pengawasan insidental dilakukan terhadap pelaporan oleh masyarakat atau lembaga independen karena adanya dugaan
pelanggaran terhadap kewajiban perusahaan perkebunan.
10) Apabila berdasarkan pengawasan insidental ditemukan kondisi pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan
perkebunan, maka hasil perbaikan disampaikan kepada perusahaan perkebunan untuk dapat ditindaklanjuti.
11) Perusahaan perkebunan yang tidak melakukan perbaikan terhadap hasil pengawasan insidental diberikan sanksi sesuai
peraturan perundang-undangan. (insidential, PUP terhadap kewajiban perusahaan untuk sertifikasi ISPO)
12) Pengawasan insidental dilakukan terhadap perusahaan perkebunan yang belum memiliki kelas kebun sebagai
persyaratan sertifikasi ISPO.
13) Bilamana pemerintah daerah tidak mempunyai anggaran biaya PUP dapat dibiayai oleh Perusahaan dengan standar
biaya Kementerian Keuangan.

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
PERMENTAN 98/2013 DAN;
PERMENTAN 45/2019

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
PERMENTAN 98/2013

• Permentan No.98/Permentan/OT.140/9/13 tentang Pedoman


Perizinan Usaha Perkebunan (ditetapkan tanggal 30 September
2013 dan diundangkan tanggal 2 Oktober 2013)
• Permentan No. 29/Permentan/KB.410/5/2016 ttg Perubahan
Peraturan atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor
98/Permentan/OT.140/9/2013 tentang Pedoman Perizinan
Usaha Perkebunan (ditetapkan tanggal 31 Mei 2016 dan
diundangkan pada tanggal 6 Juni 2016)
• Permentan No. 21/Permentan/KB.410/6/2017 ttg Perubahan
Kedua Atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor
98/Permentan/OT.140/9/2013 tentang Pedoman Perizinan
Usaha Perkebunan (ditetapkan tanggal 2 Juni 2017 dan
diundangkan tanggal 7 Juni 2017)

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
Perizinan Usaha Perkebunan

 Peraturan ini dimaksudkan sebagai dasar hukum dalam pemberian pelayanan


perizinan dan pelaksanaan kegiatan Usaha Perkebunan dengan Tujuan untuk
memberikan perlindungan, pemberdayaan Pelaku Usaha Perkebunan secara
berkeadilan dan memberikan kepastian dalam Usaha Perkebunan
 Jenis usaha perkebunan terdiri atas usaha budidaya tanaman perkebunan dan
usaha industri pengolahan hasil perkebunan.
 Badan hukum asing/perorangan warga negara asing yang melakukan usaha
perkebunan wajib bekerjasama dengan pelaku usaha perkebunan dalam negeri
dengan membentuk badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
KRITERIA PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN

Izin Usaha Perkebunan

Badan hukum (BH) Asing/perorangan Izin Usaha


Izin Usaha WNA harus bekerjasama dengan pelaku
Perkebunan Untuk Perkebunan Untuk
ush bun dalam negeri deng membentuk
Budidaya (IUP-B) BH Ind dan berkedudukan di ind. Pengolahan (IUP-P)

≥ 25 Ha < 25 Ha s/d kapasitas < Kapasitas


IUP-B STD-B Minimal Minimal
Kpd persh (surat IUP-P STD-P (surat
tanda kpd tanda
daftar Perusahaan daftar
budidaya) pengolahan)

IZIN USAHA PERKEBUNAN (IUP)


TERINTEGRASI
≥ Sawit 1000 ha, Teh 240 ha, Tebu 2.000 ha

46
SYARAT PERMOHONAN IUP (Pasal 21, 22, 23)
Permohonan secara tertulis dilengkapi persyaratan:
 Akte pendirian perusahaan dan  Pertimbangan teknis ketersediaan  Pernyataan kesanggupan memiliki
perubahannya yang terakhir; lahan dari instansi Kehutanan sarana, prasarana dan sistem untuk
 Nomor Pokok Wajib Pajak; (apabila areal berasal dari kawasan melakukan pengendalian OPT;
 Surat keterangan domisili; hutan);  Pernyataan kesanggupan memiliki
 Rekomendasi kesesuaian dengan  Jaminan pasokan bahan baku yang sarana, prasarana dan sistem untuk
RTRW kabupaten/kota dari diketahui oleh bupati/walikota; melakukan pembukaan lahan tanpa
bupati/walikota untuk IUP yang  Rencana kerja pembangunan pembakaran serta pengendalian
diterbitkan oleh gubernur; kebun dan unit pengolahan hasil kebakaran;
 Rekomendasi kesesuaian dengan perkebunan;  Pernyataan kesediaan dan rencana
rencana makro pembangunan  Izin Lingkungan dari gubernur atau kerja pembangunan kebun untuk
perkebunan provinsi dari gubernur bupati/walikota sesuai masyarakat; dan
untuk IUP yang diterbitkan oleh kewenangannya;  Pernyataan kesediaan dan rencana
bupati/walikota;  Pernyataan perusahaan belum kerja kemitraan.
 Izin lokasi dari bupati/walikota yang menguasai lahan melebihi batas
dilengkapi dengan peta calon lokasi luas maksimum;
dengan skala 1: 100.000 atau
1:50.000;
KEWAJIBAN PEMEGANG IZIN USAHA PERKEBUNAN
Perusahaan Perkebunan yang telah memiliki IUP-B, IUP-P, IUP sesuai Peraturan ini wajib:
 memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat bersamaan dengan pembangunan kebun
perusahaan dan pembangunan kebun masyarakat diselesaikan paling lama dalam waktu 3
(tiga) tahun.
 melakukan kemitraan dengan Pekebun, karyawan dan masyarakat sekitar;
 melaporkan perkembangan Usaha Perkebunan kepada pemberi izin secara berkala setiap
6 bulan sekali dengan tembusan kepada Menteri Pertanian melalui Direktur Jenderal
Perkebunan;
 menyelesaikan proses perolehan hak atas tanah sesuai peraturan perundang-undangan di
bidang pertanahan;dan
 merealisasikan pembangunan kebun dan/atau unit pengolahan sesuai dengan studi
kelayakan, baku teknis, dan peraturan perundang-undangan.
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN TERHADAP PEMBERI IZIN
 Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan perizinan usaha perkebunan dilakukan
oleh gubernur dan bupati/walikota sesuai kewenangan.
 Pembinaan dan pengawasan dilakukan oleh gubernur atau bupati/walikota dalam bentuk
evaluasi kinerja perusahaan perkebunan dan penilaian usaha perkebunan.
 Evaluasi kinerja Perusahaan Perkebunan dilakukan paling kurang 6 (enam) bulan sekali
melalui pemeriksaan lapangan berdasarkan laporan perkembangan usaha perkebunan
 Pembinaan dan pengawasan dilakukan Direktur Jenderal paling sedikit 1 (satu) tahun sekali
49
terhadap pemberian izin dan pelaksanaan usaha perkebunan.
 Updating data dan informasi dilakukan per semester sesuai format yang telah disepakati
mencakup data Izin Lokasi, Izin Usaha Perkebunan, data pelepasan kawasan dan HGU.
SANKSI ADMINISTRASI (PERMENTAN NO 98/2013)

 Perusahaan terbukti memberikan pernyataan status perusahaan sebagai usaha mandiri atau
bagian dari kelompok (group) perusahaan belum menguasai lahan melebihi batas paling luas yg
tdk benar, IUP-B atau IUP dicabut tanpa peringatan dan hak atas tanah diusulkan utuk
dibatalkan.
 Perusahaan yang tidak melaporkan pengalihan kepemilikan perusahaan, dikenai sanksi
peringatan tertulis 3 kali dengan tenggang waktu 4 bulan, apabila tidak diindahkan IUP-B, IUP
dicabut dan hak atas tanah diusulkan utk dibatalkan.
50
 Perusahaan yang tidak menyampaikan peta digital lokasi IUPB atau IUP, memfasilitasi
pembangunan kebun masyarakat, melakukan kemitraan, melaporkan perubahan kepemilikan
dan kepengurusan, dikenai sanksi peringatan tertulis 3 kali masing-masing dlm tenggang waktu
2 bln. Apbl tdk diindahkan IUP-B, IUP-P atau IUP dicabut dan hak atas tanah diusulkan utk
dibatalkan.
PERALIHAN

(1) Izin Usaha Perkebunan (IUP), Surat Pendaftaran Usaha Perkebunan (SPUP), Izin Tetap Usaha
Budidaya Perkebunan (ITUBP), atau Izin Tetap Usaha Industri Perkebunan (ITUIP), yang diterbitkan
sebelum peraturan ini diundangkan dinyatakan tetap berlaku.

(2) Dalam hal terjadi pemekaran wilayah, izin usaha perkebunan yang telah diterbitkan,
dinyatakan tetap berlaku dan pembinaan selanjutnya dilakukan oleh kabupaten/kota yang
merupakan lokasi kebun berada.
51
(3) Apabila pemekaran wilayah mengakibatkan lokasi kebun berada pada lintas kabupaten, maka
pembinaan selanjutnya dilakukan oleh provinsi.

(4) Izin usaha yang telah diterbitkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal dalam rangka
penanaman modal sebelum diundangkannya Peraturan ini dinyatakan tetap berlaku.
PERMENTAN NO. 29/2016
PERUBAHAN PERATURAN ATAS
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR
98/PERMENTAN/OT.140/9/2013
TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA
PERKEBUNAN

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
• Ketentuan Pasal 1 angka 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Unit Pengolahan Hasil Perkebunan selanjutnya disebut Usaha Industri
Pengolahan Hasil Perkebunan adalah serangkaian kegiatan penanganan dan
pemrosesan yang dilakukan terhadap hasil tanaman perkebunan yang
ditujukan untuk mencapai nilai tambah yang lebih tinggi dan memperpanjang
daya simpan.

• Menghapus Pasal 13,14 dan 49


• Pasal 13 dihapus.
1) Dalam hal suatu wilayah perkebunan swadaya masyarakat belum ada Usaha Industri
Pengolahan Hasil Perkebunan dan lahan untuk penyediaan paling rendah 20 % (dua
puluh perseratus) bahan baku dari kebun sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 tidak tersedia, dapat didirikan Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan oleh
Perusahaan Perkebunan.
2) Perusahaan Perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki IUP-P.
3) Untuk mendapatkan IUP-P sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Perusahaan
Perkebunan harus memiliki pernyataan ketidaktersediaan lahan dari dinas yang
membidangi perkebunan setempat dan melakukan kerjasama dengan koperasi
pekebun pada wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
• Pasal 14 dihapus.
• Pasal 14 Perusahaan industri pengolahan kelapa sawit yang melakukan kerjasama dengan koperasi pekebun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3), wajib melakukan penjualan saham kepada koperasi
pekebun setempat paling rendah 5% pada tahun ke-5 dan secara bertahap menjadi paling rendah 30% pada
tahun ke-15.

• Pasal 49 dihapus.
1) Perusahaan Perkebunan yang memperoleh IUP-P, tidak melakukan penjualan saham kepada koperasi
pekebun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dikenai sanksi peringatan tertulis 3 (tiga) kali dalam
tenggang waktu 4 (empat) bulan untuk melakukan penjualan saham kepada koperasi pekebun.
2) Dalam hal peringatan ke-3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi, IUP-P dicabut dan hak atas
tanah diusulkan kepada instansi yang berwenang untuk dibatalkan..
PERMENTAN NO. 21/2017
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN
MENTERI PERTANIAN NOMOR
98/PERMENTAN/OT.140/9/2013
TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA
PERKEBUNAN

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
Pasal I
• Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor
98/Permentan/OT.140/9/2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha
Perkebunan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1180)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor
29/Permentan/KB.410/5/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Pertanian Nomor 98/Permentan/ OT.140/9/2013 tentang Pedoman Perizinan
Usaha Perkebunan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 826)
diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 11 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 11
(1) Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan untuk mendapatkan IUP-P
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, harus memenuhi sekurang-
kurangnya 20% (dua puluh perseratus) dari keseluruhan bahan baku yang
dibutuhkan berasal dari kebun yang diusahakan sendiri dan kekurangannya
wajib dipenuhi melalui kemitraan pengolahan berkelanjutan.
(2) Ketentuan mengenai penghitungan bahan baku yang dibutuhkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri yang
dimandatkan kepada Direktur Jenderal Perkebunan.
2. Di antara Pasal 11 dan Pasal 12 disisipkan 5 (lima) pasal, yakni Pasal
11A, Pasal 11B, Pasal 11C, Pasal 11D, dan Pasal 11E sehingga berbunyi
sebagai berikut:

Pasal 11A

(1) Kebun yang diusahakan sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat
(1) dapat diperoleh dari hak milik atas tanah Pekebun, hak guna usaha,
dan/atau hak pakai.
(2) Kebun yang diusahakan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
tercantum dalam IUP-P.
Pasal 11B

(1) Kebun yang diperoleh dari hak milik atas tanah Pekebun sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11A ayat (1) dapat dilakukan dengan sewa atau
sesuai dengan kesepakatan antara Pekebun dan perusahaan industri
pengolahan hasil Perkebunan.
(2) Kebun yang diperoleh dari hak guna usaha dan/atau hak pakai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A ayat (1) dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 11C

(1) Kebun yang diusahakan sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11


harus dilakukan kegiatan usaha budidaya tanaman perkebunan sendiri oleh
perusahaan industri pengolahan hasil Perkebunan.
(2) Kegiatan usaha budidaya tanaman perkebunan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan serangkaian kegiatan pratanam, penanaman,
pemeliharaan tanaman, pemanenan, dan sortasi.
(3) Dalam hal kebun yang diusahakan sendiri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 telah terbangun, perusahaan industri pengolahan hasil
Perkebunan melanjutkan pemeliharaan tanaman sesuai dengan baku
teknis.
Pasal 11D

(1) Kebun yang diusahakan sendiri yang diperoleh dari hak milik atas tanah
Pekebun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11B ayat (1) dilakukan untuk
jangka waktu paling singkat 15 (lima belas) tahun dan dibuat perjanjian
tertulis dengan bermaterai cukup.
(2) Dalam hal perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir dan
tidak diperpanjang, IUP-P perusahaan industri pengolahan hasil
Perkebunan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 11E

Kemitraan pengolahan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11


ayat (1) berasal dari kebun masyarakat dan/atau Perusahaan Perkebunan lain
yang belum melakukan ikatan kemitraan dengan Usaha Industri Pengolahan
Hasil Perkebunan.
3. Ketentuan Pasal 12 diubah, sehingga berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 12
(1) Kemitraan pengolahan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11E dilakukan
untuk menjamin ketersediaan bahan baku, terbentuknya harga pasar yang wajar, dan
terwujudnya peningkatan nilai tambah secara berkelanjutan bagi Pekebun.
(2) Kemitraan pengolahan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk
jangka waktu paling singkat 10 (sepuluh) tahun dalam bentuk perjanjian tertulis dan
bermaterai cukup sesuai format tercantum dalam Lampiran IV Peraturan Menteri Pertanian
Nomor 98/Permentan/OT.140/9/ 2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan.
(3) Isi perjanjian kemitraan pengolahan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat ditinjau kembali paling singkat setiap 2 (dua) tahun sesuai dengan kesepakatan.
4. Ketentuan Pasal 48 diubah, sehingga
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 48
(1) Dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya IUP-P, perusahaan industri pengolahan hasil
Perkebunan harus telah mengusahakan kebun sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
(2) Dalam hal Perusahaan Perkebunan yang memiliki IUP-P atau IUP melakukan kemitraan dalam
pemenuhan kebutuhan bahan baku yang mengakibatkan terganggunya kemitraan yang telah ada
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11E, dikenakan sanksi peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali
dalam tenggang waktu 4 (empat) bulan untuk melakukan perbaikan.
(3) Perusahan industri pengolahan hasil Perkebunan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali dalam tenggang waktu 4
(empat) bulan untuk mengusahakan kebun sendiri.
(4) Apabila peringatan ke-3 (ketiga) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi, IUP-P atau
IUP dicabut dan hak atas tanah diusulkan kepada instansi yang berwenang atau pemilik untuk
dibatalkan.
PERMENTAN NO. 45/2019
PELAYANAN PERIZINAN BERUSAHA
TERINTEGRASI SECARA ELEKTRONIK DI
BIDANG PERTANIAN

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS (Online Single Submission)
untuk dan atas nama Menteri, pimpinan Lembaga, gubernur, atau bupati/walikota
kepada Pelaku Usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi.

Pendaftaran NIB
melalui OSS

Tim Teknis lingkup Izin Usaha


Eselon 1 O
Kementerian S
Pemenuhan Komitmen
Pertanian / Dinas S
terkait
kepada Pusat
PVTPP/DPMPTSP Izin Komersial/
Operasional
Notifikasi persetujuan/penolakan

Direktorat Jenderal Perkebunan


Kementerian Pertanian http://ditjenbun.pertanian.go.id
Pasal 22
1. Izin Usaha Perkebunan diberikan untuk:
a. Usaha budidaya tanaman perkebunan
b. Usaha industri pengolahan hasil perkebunan
c. Usaha perkebunan yang terintegrasi antara budidaya dengan industri pengolahan
hasil perkebunan
2. Izin usaha perkebunan huruf a sampai c dalam hal lahan usaha perkebunan berada
pada wilayah lintas provinsi
3. Permohonan izin usaha perkebunan pada ayat (1) dilakukan oleh perusahaan
perkebunan

Direktorat Jenderal Perkebunan


Kementerian Pertanian http://ditjenbun.pertanian.go.id
Pasal 23
1. Pemenuhan komitmen untuk Usaha Perkebunan terdiri dari:
a. Rencana kerja pembangunan kebun perusahaan serta fasilitasi pembangunan
kebun masyarakat sekitar dan/atau unit industri pengolahan hasil perkebunan
b. Pernyataan dari pemohon bahwa telah mendapat persetujuan masyarakat
hokum adat, untuk lahan yang digunakan seluruhnya atau sebagian berada di
atas tanah hak ulayat
2. Dalam hal system OSS tidak dapat menyediakan data Perizinan Prasarana, selain
memenuhi Komitmen pada ayat (1), Pelaku Usaha harus memenuhi Komitmen
berupa izin lokasi dan izin lingkungan

Direktorat Jenderal Perkebunan


Kementerian Pertanian http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kewajiban Pemegang Izin Usaha Perkebunan
Perusahaan perkebunan memiliki kewajiban:
1. Memasok bahan baku yang diusahakan sendiri paling sedikit 20% dari kebutuhan total bahan baku
untuk usaha industry pengolahan hasil perkebunan
2. Mengusahakan lahan perkebunan paling sedikit 30% dari luas hak atas tanah , paling lambat 3
tahun setelah pemberian status hak atas tanah
3. Mengusahakan seluruh luas hak atas tanah yang secara teknis dapat ditanami tanaman
perkebunan, paling lambat 6 tahun setelah pemberian status hak atas tanah
4. Memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar paling rendah seluas 20% dari total luas areal
kebun yang diusahakan, paling lambat 3 tahun sejak HGU diberikan
5. Melakukan kemitraan dengan pekebun, karyawan dan masyarakat sekitar
6. Melaporkan perkembangan usaha perkebunan secara berkala setiap 6 bulan dan data profil
perusahaan perkebunan serta perubahannya kepada Menteri melalui SIPERIBUN

Direktorat Jenderal Perkebunan


Kementerian Pertanian http://ditjenbun.pertanian.go.id
lanjutan

7. Menjamin kelangsungan usaha pokok, menjaga kelestarian fungsi lingkungan dan keragaman
sumber daya genetic serta mencegah berjangkitnya OPT, dalam hal melakukan diversifikasi usaha
8. Melaksanakan tanggung jawab social dan lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan

Direktorat Jenderal Perkebunan atau Dinas Teknis melakukan pemeriksaan pemenuhan


kewajiban tersebut melalui mekanisme pengawasan (post-audit) dan penilaian usaha
perkebunan

Direktorat Jenderal Perkebunan


Kementerian Pertanian http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian

Terima Kasih

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian

Anda mungkin juga menyukai