Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA AKSI

PENGEMBANGAN KAWASAN PANGAN DAN GIZI KABUPATEN PINRANG


ANTARA

BAB
TINJAUAN
II KONSEPTUAL
DAN KEBIJAKAN

2.1. DEFINISI
Beberapa definisi yang digunakan sebagai landasan konseptual dalam pelaksanaan pekerjaan ini
adalah sebagaimana tercantum dalam Permentan No. 18/Permentan/RC.040/4/20181 berikut ini.

1. Kawasan Pertanian adalah gabungan dari sentra-sentra pertanian yang memenuhi batas
minimal skala ekonomi pengusahaan dan efektivitas manajemen pembangunan wilayah secara
berkelanjutan serta terkait secara fungsional dalam hal potensi sumber daya alam, kondisi sosial
budaya, faktor produksi dan keberadaan infrastruktur penunjang.
2. Korporasi Petani adalah Kelembagaan Ekonomi Petani berbadan hukum berbentuk koperasi atau
badan hukum lain dengan sebagian besar kepemilikan modal dimiliki oleh petani.
3. Kawasan Pertanian Berbasis Korporasi Petani adalah Kawasan Pertanian yang dikembangkan
dengan strategi memberdayakan dan mengkorporasikan petani.
4. Masterplan adalah dokumen rencangan pengembangan kawasan pertanian di tingkat provinsi
yang disusun secara teknokratik, bertahap dan berkelanjutan sesuai potensi, daya dukung dan
daya tampung sumberdaya, sosial ekonomi dan tata ruang wilayah.
5. Action Plan adalah dokumen rencana operasional pengembangan kawasan pertanian di tingkat
Kabupaten/Kota yang merupakan penjabaran rinci dari Masterplan untuk mengarahkan
implementasi pengembangan dan pembinaan kawasan pertanian di tingkat Kabupaten/Kota.

2.2. KAWASAN PERTANIAN


Dalam rangka efektivitas manajemen pembangunan pertanian, Kawasan Pertanian dibagi menurut
kelompok yang mencerminkan basis komoditas utama yang dikembangkan, yaitu: (a) Kawasan
Tanaman Pangan; (b) Kawasan Hortikultura; (c) Kawasan Perkebunan; dan (d) Kawasan Peternakan.

2.2.1. Kawasan Tanaman Pangan

Menurut Permentan No. 18/Permentan/RC.040/4/2018 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan


Pertanian Berbasis Korporasi Petani bahwa Kawasan Tanaman Pangan dapat berupa kawasan
eksisting atau calon lokasi baru yang lokasinya dapat berupa satu hamparan atau hamparan parsial
yang terhubung dengan aksesibilitas jaringan infrastruktur dan kelembagaan secara memadai.
Kriteria khusus Kawasan Tanaman Pangan ditentukan oleh total luas agregat kawasan untuk masing-
masing komoditas unggulan tanaman pangan. Di samping aspek luas agregat, kriteria khusus

1
Permentan No. 18/Permentan/RC.040/4/2018 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian Berbasis Korporasi Petani

BAPPEDA KABUPATEN PINRANG, 2019 BAB II | 1


LAPORAN PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA AKSI
PENGEMBANGAN KAWASAN PANGAN DAN GIZI KABUPATEN PINRANG
ANTARA

Kawasan Tanaman Pangan juga mencakup berbagai aspek teknis lainnya yang bersifat spesifik
komoditas. Kriteria khusus untuk kawasan komoditas padi, jagung, kedelai, dan ubi kayu, yaitu:
1. Memperhatikan Atlas Peta Potensi Pengembangan Kawasan Padi, Jagung, Kedelai dan Ubi Kayu
Nasional Skala 1:250.000 dan/atau Atlas Peta Potensi Pengembangan Kawasan Padi, Jagung,
Kedelai, dan Ubi Kayu Kabupaten Skala 1:50.000;
2. Memprioritaskan lahan yang telah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan;
3. Memperhatikan luasan untuk mencapai skala ekonomi di 1 (satu) kawasan kabupaten/kota, yaitu:
untuk padi, jagung dan ubi kayu minimal 5.000 ha, dan untuk kedelai minimal 2.000 ha;
4. Memperhatikan luasan gabungan lintas kabupaten/kota untuk mencapai skala ekonomi, yaitu:
a. Untuk kawasan padi, jagung, dan ubi kayu dapat berbentuk gabungan 2 (dua) kabupaten/kota
dengan luas gabungan minimal 5.000 ha dan luas minimal per kabupaten/kota 2.500 ha;
b. Untuk kawasan padi, jagung, dan ubi kayu dapat berbentuk gabungan 3 (tiga) kabupaten/kota
dengan luas gabungan minimal 6.000 ha dan luas minimal per kabupaten/kota 2.000 ha; dan
c. Untuk kawasan kedelai dapat berbentuk gabungan 2 (dua) kabupaten/kota dengan luas
gabungan minimal 4.000 ha dan luas minimal per kabupaten/kota 2.000 ha.

Sumber : Lampiran Permentan No. 18/Permentan/RC.040/4/2018 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan


Pertanian Berbasis Korporasi Petani

Gambar 2.2.1. Ilustrasi Kawasan Tanaman Padi

2.2.2. Kawasan Hortikultura

Menurut Permentan No. 18/Permentan/RC.040/4/2018 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan


Pertanian Berbasis Korporasi Petani bahwa Lokasi Kawasan Hortikultura dapat berupa satu
hamparan dan/atau hamparan parsial dari sentra-sentra di dalam satu kawasan yang terhubung
dengan aksesibilitas infrastruktur dan jaringan kelembagaan secara memadai. Kawasan Hortikultura
dapat meliputi gabungan dari sentra-sentra yang secara historis telah eksis (sentra utama) dan sentra
yang baru berkembang atau sentra yang baru tumbuh (sentra penyangga).

BAPPEDA KABUPATEN PINRANG, 2019 BAB II | 2


LAPORAN PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA AKSI
PENGEMBANGAN KAWASAN PANGAN DAN GIZI KABUPATEN PINRANG
ANTARA

Sumber : Lampiran Permentan No. 18/Permentan/RC.040/4/2018 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan


Pertanian Berbasis Korporasi Petani

Gambar 2.2.2. Ilustrasi Kawasan Hortikultura

Kriteria sentra utama dan sentra penyangga, yaitu:


1. Sentra utama
a. Sentra yang secara historis telah eksis;
b. produksinya melebihi kebutuhan lokal (surplus), sehingga dapat berperan terhadap pasokan
nasional; dan
c. sistem agribisnis relatif sudah berkembang, baik pada aspek budidaya maupun pemasaran.
2. Sentra penyangga
a. sentra baru yang memiliki potensi untuk dikembangkan, terutama pada saat off season;
b. produksinya melebihi kebutuhan lokal (surplus) yang berperan terhadap pasokan dalam
provinsi/kabupaten/kota atau kebutuhan regional; dan
c. sistem agribisnis sudah berkembang, terutama pada aspek budidaya
Kriteria khusus Kawasan Hortikultura mencakup berbagai aspek teknis yang bersifat spesifik
komoditas, baik untuk tanaman buah, sayuran, tanaman obat maupun tanaman hias. Kriteria khusus
Kawasan Hortikultura berdasarkan komoditas, yaitu sebagai berikut:
1. Kriteria Khusus Kawasan Aneka Cabai
a. Lokasi berdekatan dengan potensi sumber air (alami atau buatan);
b. Mendukung dalam pengaturan pola produksi nasional; dan
c. Memiliki infrastruktur yang mendukung aksesibilitas pasar.
2. Kriteria Khusus Kawasan Bawang Merah/Bawang Putih
a. Lokasi berdekatan dengan potensi sumber air (alami atau buatan);
b. Mendukung dalam pengaturan pola produksi nasional;
c. Memiliki infrastruktur yang mendukung aksesibilitas pasar;
d. Memiliki wilayah dengan tanah alluvial, andosol, organik, mediteran, atau latosol; dan
e. Masyarakat petani telah terbiasa atau pernah membudidayakan.

BAPPEDA KABUPATEN PINRANG, 2019 BAB II | 3


LAPORAN PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA AKSI
PENGEMBANGAN KAWASAN PANGAN DAN GIZI KABUPATEN PINRANG
ANTARA

3. Kriteria Khusus Kawasan Jeruk


a. Memiliki potensi sumber air (alami atau buatan);
b. Diutamakan wilayah dengan tanah grumusol/kaya kalsium dan amplitude suhu ≥ 100C;
c. Memiliki potensi jaringan distribusi yang baik;
d. Diutamakan lahan datar atau sedikit berbukit;
e. Berpotensi membentuk hamparan hingga ≥ 25 Ha; dan
f. Diutamakan bukan daerah endemis CVPD.

2.2.3. Kawasan Perkebunan


Menurut Permentan No. 18/Permentan/RC.040/4/2018 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan
Pertanian Berbasis Korporasi Petani bahwa Lokasi Kawasan Perkebunan dapat berupa kawasan
yang secara historis telah eksis maupun lokasi baru yang sesuai tipologi agroekosistem dan
persyaratan budidaya bagi masing-masing jenis komoditas. Kriteria khusus Kawasan Perkebunan
mencakup berbagai aspek teknis yang bersifat spesifik komoditas, baik untuk tanaman tahunan,
tanaman semusim, serta tanaman rempah dan penyegar.

Sumber : Lampiran Permentan No. 18/Permentan/RC.040/4/2018 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan


Pertanian Berbasis Korporasi Petani

Gambar 2.2.3. Ilustrasi Kawasan Perkebunan

Kriteria khusus Kawasan Perkebunan, yaitu sebagai berikut:


1. Pengusahaan perkebunan dilakukan dalam bentuk usaha perkebunan rakyat dan/atau usaha
perkebunan besar dengan pendekatan skala ekonomi;

BAPPEDA KABUPATEN PINRANG, 2019 BAB II | 4


LAPORAN PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA AKSI
PENGEMBANGAN KAWASAN PANGAN DAN GIZI KABUPATEN PINRANG
ANTARA

2. Pengusahaan perkebunan besar dilakukan melalui kerjasama kemitraan dengan usaha


perkebunan rakyat secara berkelanjutan, baik melalui pola perusahaan inti–plasma, kerja sama
kemitraan perkebunan rakyat-perusahaan mitra, kerjasama pengolahan hasil dan/atau bentuk-
bentuk kerjasama lainnya; serta

3. Arah pengembangan usaha perkebunan dilaksanakan dalam bingkai prinsip-prinsip


pembangunan berkelanjutan, diantaranya: kelapa sawit dengan penerapan sistem Indonesian
Sustainable Palm Oil (ISPO), kakao dengan penerapan sustainable cocoa dan prinsip-prinsip
pembanguna

2.2.4. Kawasan Peternakan

Menurut Permentan No. 18/Permentan/RC.040/4/2018 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan


Pertanian Berbasis Korporasi Petani bahwa Lokasi Kawasan Peternakan dapat berupa satu
hamparan dan atau hamparan parsial yang terhubung secara fungsional melalui aksesibilitas jaringan
infrastruktur dan kelembagaan. Kawasan peternakan harus didukung dengan ketersediaan lahan
pengembalaan dan/atau ketersediaan hijaun pakan ternak, serta dapat dikembangkan dengan pola
integrase ternak-perkebunan, ternak-tanaman pangan, dan atau ternak-hortikultura.
Menurut Ditjen Peternakan (2014) 2 , reorientasi pembangunan peternakan dan kesehatan hewan
semula alokasi dana pada wilayah yang tersebar menjadi terfokus dan berskala ekonomi,
berdasarkan kawasan, dan berorientasi bisnis/industri, dengan pendekatan dilakukan dengan
multiyears sesuai tahapan. Berkelanjutan, yaitu sustainable secara ekonomi, social dan ekologi,
terpadu secara horizontal (institusi : terpadu lintas K/L, bisnis : integrasi-polikultur, dll.), serta terpadu
secara vertical (institusi : terpadu pusat-daerah, bisnis: terpadu hulu-hilir, dll.). Pendekatan
pembangunan peternakan dan kesehatan hewan difokuskan pada empat pendekatan, yaitu :
1. Pendekatan pembangunan kawasan (termasuk data spasial, seperti agroekosistem (dataran
tinggi, sedang, rendah, dll.), dan data tabular, seperti sumberdaya, sosek dan kelembagaan);
2. Pendekatan kesisteman (hulu- onfarm- hilir, penunjang);
3. pendekatan kelembagaan; dan
4. Pendekatan pemberdayaan masyarakat.
Berdasarkan ke empat pendekatan tersebut, maka pembangunan peternakan berbasis kawasan
menjadi salah satu faktor penting di dalam pembangunan peternakan.
Urgensi pengembangan kawasan peternakan adalah (Ditjen Peternakan, 2014) :
1. Menghindari tumpang tindih antar kegiatan dan eksternalitas negatif, serta meningkatkan
efektifitas dan efisiensi pelayanan jasa penunjang;
2. Menjamin keberlanjutan kegiatan pra-produksi, proses produksi, pasca produksi dalam system
agribisnis;
3. Memudahkan keterkaitan antar komoditas;
4. Terhimpunnya SDM yang terampil dalam suatu kawasan memudahkan dalam pembinaan dan
peningkatan keterampilannya; serta
5. Memudahkan dalam monitoring, pengawasan dan publikasi.
Arah kebijakan pengembangan kawasan peternakan adalah (Ditjen Peternakan, 2014):

2
) Pengembangan Kawasan Peternakan. Disampaikan pada Roundtable Pengembangan Kawasan Peternakan, Bandung 6 Maret 2014

BAPPEDA KABUPATEN PINRANG, 2019 BAB II | 5


LAPORAN PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA AKSI
PENGEMBANGAN KAWASAN PANGAN DAN GIZI KABUPATEN PINRANG
ANTARA

1. Untuk efisiensi dan efektivitas pelayanan teknis dan ekonomis. Pelayanan teknis (IB, Keswan,
Pakan, Bibit) dan pelayanan ekonomis (pasar, RPH, perkreditan dan permodalan) yang terbatas
dana, sarana dan tenaga menjadi lebih terfokus untuk satu kawasan;
2. Cluster memungkinkan pemasaran hasil lebih ekonomis/pelayanan pasar. Untuk pelayanan
pemasaran hasil dapat menjadi lebih ekonomis karena dengan cluster memungkinkan terjadinya
pemasaran hasil bersama;
3. Pengembangan Kawasan diarahkan kepada peningkatan Investasi. Dengan pengembangan
kawasan dapat dikembangkan investasi yang menarik bagi semua pihak karena sudah tersedia
ternak dan pelayanan‐pelayanan yang bersifat teknis dan ekonomis; serta
4. Pengembangan Kawasan diarahkan sebagai pusat pertumbuhan komoditas. Pengembangan
kawasan pada akhirnya dapat diarahkan menjadi sentra‐sentra produksi utama suatu komoditas
yang mengarah kepada keunggulan komparativ suatu wilayah (one Village one product).

Sumber : Ditjen Peternakan, 2014


Gambar 2.2.4. Model Pengembangan Cluster

1. Dalam satu kawasan peternakan sapi potong satu rumah tangga peternak memiliki 2 sampai 3 ekor sapi potong. Satu
cluster terdiri dari Gapoktan sehingga satu cluster mencakup 300 ekor. Batas Minima Usaha : Kerbau : 2 ekor, Ayam
Buras : 30 ekor, Domba/Kambing : 6 ekor, Babi : 3 ekor, Itik : 15 ekor

2. Jumlah ternak ini sudah dianggap memenuhi syarat minimal untuk disebut sebagai skala ekonomi sehingga memerlukan
layanan teknis yaitu layanan perbibitan, budidaya, pakan, layanan kesehatan hewan dan layanan kesehatan masyarakat
veteriner

3. Selain itu, satu clusternya masih diperlukan layanan bersifat ekonomi dan kelembagaan yaitu layanan infrastruktur terpadu
yang mencakup pengolahan dan pemasaran, layanan permodalan, layanan transprortasi yaitu untuk pengangkutan
ternak dan jalan usaha tani serta layanan pendampingan (kelembagaan).

4. Bentuk-bentuk layanan ekonomis ini dapat menangani beberapa cluster dalam satu kawasan

5. Apabila cluster atau kawasan sapi potong sudah terbentuk maka akan berjalan secara alami atau dibentuk jaringan
pemasaran kedaerah konsumen yaitu konsumen, hotel, restoran, katering dan industri

BAPPEDA KABUPATEN PINRANG, 2019 BAB II | 6


LAPORAN PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA AKSI
PENGEMBANGAN KAWASAN PANGAN DAN GIZI KABUPATEN PINRANG
ANTARA

Kriteria kawasan peternakan adalah (Ditjen Peternakan, 2014):


1. Tingkat perkembangan kawasan. Kriteria ini menggambarkan tingkat kemajuan kawasan
(kabupaten) berdasarkan tingkat kemajuan baku kecamatan/desa (Swadaya, Swakarya dan
Swasembada);
2. Tipe kawasan. Menggambarkan kedekatan profil Kecamatan/Desa tersebut dengan komoditas
peternakan;
3. Potensi Dasar Kawasan. Potensi dasar ditentukan berdasarkan tiga faktor: (i) faktor penduduk, (ii)
faktor alam, dan (iii) faktor letak kawasan;
4. Jumlah Fasilitas Layanan Peternakan. Ditentukan berdasarkan ketersediaan fasilitas layanan
yang diperlukan dalam pengembangan peternakan dan kesehatan hewan : (i) layanan pembinaan
penyuluhan (PPL dan BPP); (ii) layanan keswan; (iii) layanan pemasaran ternak/KUD; (iv)
Layanan pengadaan sarana produksi; (v) layanan Litbang; (vi) layanan lain (RPH, holding groud,
Tempat penampungan unggas (Tpnu) , dll);
5. Nisbah Lahan Pangan Terhadap Populasi Penduduk. Kriteria ini menggambarkan ketersediaan
lahan pangan di masa yang akan datang dan dukungannya terhadap pengembangan peternakan;
6. Kapasitas Kampung Ternak. Unsur ini diperlukan dalam penentuan pusat pertumbuhan ternak
ruminansia yang sangat tergantung pada ketersediaan hijauan makanan ternak (ruminansia);
7. Indeks Konsentrasi Ternak Indeks konsentrasi Ternak mengambarkan kepadatan populasi ternak
komparatif antar kabupaten. Indeks ini juga dapat mengambarkan kecocokan wilayah kabupaten
pada jenis ternak tertentu;
8. Jarak ke pusat SWP (wilayah Pengembangan). Jarak kawasan terhadap pusat wilayah
pengembangan menjadi indikator kedekatan suatu kawasan terhadap berbagai fasilitas
pembangunan dan peluangya untuk memanfaatkan fasilitas-fasilitas yang ada;
9. Pengetahuan Peternak. Diperlukan dalam penentuan Pusat Pertumbuhan Ternak (PPT): sapi
potong, sapi perah, kerbau, dan kado yang relatif memerlukan ketrampilan. Klasifikasi
pengetahuan peternak didasarkan pada keberadaan kelompok (pemula, lanjut, madya, utama);
10. Ketersediaan Listrik. Ketersedian listrik diperlukan dalam penentuan PPT ayam buras/Ras;
11. Tingkat Kemajuan Koperasi. Kriteria ini khususnya diperlukan dalam penentuan PPT Sapi Perah;
12. Kemudahan Transportasi. Unsur kriteria ini khususnya diperlukan dalam penentuan PPT babi;

BAPPEDA KABUPATEN PINRANG, 2019 BAB II | 7


LAPORAN PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA AKSI
PENGEMBANGAN KAWASAN PANGAN DAN GIZI KABUPATEN PINRANG
ANTARA

13. Jarak ke Industri Pengolahan Susu (IPS). Diperlukan dalam penentuan Pusat Pertumbuhan
Ternak (PPT) sapi perah yang pemasarannya sangat tergantung konsumen, lembaga, dan IPS;
serta
14. Proporsi Penduduk Non-Muslim. Faktor agama diperlukan dalam penentuan PPT babi.

Sumber : Lampiran Permentan No. 18/Permentan/RC.040/4/2018 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian
Berbasis Korporasi

Gambar 2.2.5. Ilustrasi Kawasan Peternakan

2.3. KEBIJAKAN KAWASAN PERTANIAN NASIONAL


Kebijakan Kawasan Pertanian Nasional telah dijabarkan dalam Keputusan Menteri Pertanian No.
472/Kpts/RC.040/6/2018 tentang Lokasi Kawasan Pertanian Nasional. Pada Diktum Kedua
diputuskan bahwa Lokasi Kawasan Pertanian Nasional dikembangkan untuk komoditas prioritas
nasional tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan. Pada Diktum ketiga diputuskan
bahwa : Lokasi Kawasan Pertanian Nasional untuk komoditas prioritas:

1. Tanaman pangan antara lain padi, jagung, kedelai, dan ubi kayu;
2. Hortikultura antara lain aneka cabai, bawang merah, bawang putih, jeruk, pisang, manggis,
mangga, dan durian.
3. Perkebunan antara lain tebu, kopi, teh, kakao, jambu mete, cengkeh, pala, lada, kelapa sawit,
karet, dan kelapa; serta
4. Peternakan antara lain sapi potong, sapi perah, kerbau, kambing, domba, itik, ayam buras, dan
babi.
Pada Diktum ketiga diputuskan bahwa Lokasi Kawasan Pertanian Nasional dikembangkan melalui
penguatan aspek: (1) Perencanaan program, kegiatan, dan anggaran; (2) Pelaksanaan; (3)
Pemantauan; dan (4) Evaluasi dan pelaporan, sesuai dengan Pedoman Pengembangan Kawasan
Pertanian Berbasis Korporasi Petani dan Petunjuk Teknis.

BAPPEDA KABUPATEN PINRANG, 2019 BAB II | 8


LAPORAN PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA AKSI
PENGEMBANGAN KAWASAN PANGAN DAN GIZI KABUPATEN PINRANG
ANTARA

Pada Diktum kelima diputuskan bahwa Direktur Jenderal yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang
tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan setiap tahun menetapkan lokasi prioritas
kawasan pertanian berbasis korporasi petani. Pada Diktum keenam diputuskan bahwa Penetapan
lokasi prioritas kawasan pertanian berbasis korporasi petani dilakukan dengan mempertimbangkan
usulan dari bupati/wali kota melalui gubernur. Pada Diktum ketujuh diputuskan bahwa Lokasi prioritas
kawasan pertanian berbasis korporasi petani menjadi acuan dalam merencanakan keterpaduan
program, kegiatan, dan anggaran.

Pada Diktum kedelapan diputuskan bahwa Direktur Jenderal yang mempunyai tugas dan fungsi di
bidang tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan serta prasarana dan sarana pertanian
mengalokasikan sebagian besar anggaran belanja barang non operasional pada Lokasi Kawasan
Pertanian Nasional. Pada Diktum kesembilan diputuskan bahwa Dalam hal untuk pengembangan
dan perluasan kawasan pertanian serta pengembangan komoditas sesuai dengan potensi wilayah,
Direktur Jenderal yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan, peternakan serta prasarana dan sarana pertanian dapat mengalokasikan anggaran di
luar Lokasi Kawasan Pertanian Nasional.
Dalam Lampiran Keputusan Menteri Pertanian No. 472/Kpts/RC.040/6/2018 tentang Lokasi Kawasan
Pertanian Nasional, telah diputuskan Lokasi Kawasan Pertanian untuk masing-masing komoditas
prioritas tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan. Berdasarkan Lampiran
Kepmentan tersebut, lokasi Kawasan Pertanian di Provinsi Sulawesi Selatan dan/atau Kabupaten
Pinrang dipaparkan di bawah ini.

2.3.1. Kebijakan Kawasan Tanaman Pangan


Komoditas tanaman pangan yang menjadi prioritas Nasional sebanyak empat komoditas, yaitu padi,
jagung, kedelai dan ubi kayu. Lokasi Kawasan Tanaman Pangan Nasional untuk Provinsi Sulawesi
Selatan adalah sebagai berikut
Tabel 2.3.1. Lokasi Kawasan Tanaman Pangan Nasional di Provinsi Sulawesi Selatan

No. Komoditas Prioritas Kawasan Kabupaten/Kota


1. Padi 1 Barru, Maros dan Pangkep
2 Bone, Soppeng dan Wajo
3 Gowa dan Takalar
4 Bulukumba
5 Luwu, Luwu Timur dan Luwu Utara
6 Pinrang dan Sidrap
7 Sinjai
2. Jagung 1 Luwu Utara, Luwu Timur, Luwu dan Kota Palopo
2 Bantaeng, Bulukumba dan Jeneponto
3 Bone
3. Kedelai 1 Bone
4. Ubi Kayu 1 Gowa dan Jeneponto

Sumber : Lampiran Kepmentan No. 472/Kpts/RC.040/6/2018

2.3.2. Kebijakan Kawasan Hortikultura


Komoditas hortikultura yang menjadi prioritas Nasional sebanyak delapan komoditas, yaitu aneka
cabai, bawang merah, bawang putih, jeruk, pisang, manggis, mangga, dan durian. Lokasi Kawasan
Hortikultura Nasional untuk Provinsi Sulawesi Selatan adalah sebagai berikut

BAPPEDA KABUPATEN PINRANG, 2019 BAB II | 9


LAPORAN PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA AKSI
PENGEMBANGAN KAWASAN PANGAN DAN GIZI KABUPATEN PINRANG
ANTARA

Tabel 2.3.2. Lokasi Kawasan Hortikultura Nasional di Provinsi Sulawesi Selatan


No. Komoditas Prioritas Kawasan Kabupaten/Kota
1. Cabai 1 Pinrang
2 Gowa, Maros, Sinjai, Bulukumba, Bantaeng, Jeneponto dan Takalar
3 Wajo, Bone dan Soppeng
4 Luwu Utara
5 Enrekang dan Kota Palopo
2. Bawang Merah 1 Pinrang, Enrekang dan Kota Palopo
2 Gowa, Bone, Maros, Jeneponto, Takalar, Sinjai, Bantaeng dan Soppeng
3. Bawang Putih 1 Pinrang, Enrekang dan Barru
2 Gowa, Bone, Jeneponto, Sinjai, Bantaeng dan Pangkep
4. Jeruk 1 Kepulauan Selayar
5. Pisang 1 Bone
6. Mangga 1 Bantaeng, Takalar dan Jeneponto
7. Manggis 1 Polman Sulbar, Tana Toraja dan Bantaeng
8. Durian 1 Kota Palopo, Luwu Utara dan Soppeng
Sumber : Lampiran Kepmentan No. 472/Kpts/RC.040/6/2018

2.3.3. Kebijakan Kawasan Perkebunan


Komoditas perkebunan yang menjadi prioritas Nasional sebanyak 11 komoditas, yaitu tebu, kopi, teh,
kakao, jambu mete, cengkeh, pala, lada, kelapa sawit, karet, dan kelapa. Lokasi Kawasan
Perkebunan Nasional untuk Provinsi Sulawesi Selatan adalah sebagai berikut.

Tabel 2.3.3. Lokasi Kawasan Perkebunan Nasional di Provinsi Sulawesi Selatan

No. Komoditas Prioritas Kawasan Kabupaten/Kota


1. Tebu 1 Gowa, Takalar dan Jeneponto
2 Bone, Wajo dan Soppeng
2. Kopi 1 Sinjai
2 Bantaeng
3 Jeneponto
4 Enrekang
5 Tana Toraja dan Toraja Utara
3. Teh - -
4. Kakao 1 Bone, Soppeng dan Wajo
2 Luwu Timur, Luwu Utara dan Luwu
3 Bulukumba
5. Jambu Mete - -
6. Lada 1 Sinjai
2 Luwu Timur
3 Enrekang
4 Bone
5 Luwu Utara
6 Luwu
7 Wajo
8 Bulukumba
7. Cengkeh 1 Luwu dan Luwu Utara
2 Sinjai, Bulukumba dan Bantaeng
3 Wajo dan Bone
8. Pala 1 Selayar
2 Bone, Soppeng dan Wajo
3 Luwu

BAPPEDA KABUPATEN PINRANG, 2019 BAB II | 10


LAPORAN PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA AKSI
PENGEMBANGAN KAWASAN PANGAN DAN GIZI KABUPATEN PINRANG
ANTARA

No. Komoditas Prioritas Kawasan Kabupaten/Kota


9. Kelapa Sawit - -
10. Karet - -
11. Kelapa - -
Sumber : Lampiran Kepmentan No. 472/Kpts/RC.040/6/2018

2.3.1. Kebijakan Kawasan Peternakan


Komoditas peternakan yang menjadi prioritas Nasional sebanyak delapan komoditas, yaitu sapi
potong, sapi perah, kerbau, kambing, domba, itik, ayam buras, dan babi. Lokasi Kawasan
Peternakan Nasional untuk Provinsi Sulawesi Selatan adalah sebagai berikut

Tabel 2.3.4. Lokasi Kawasan Peternakan Nasional di Provinsi Sulawesi Selatan

No. Komoditas Prioritas Kawasan Kabupaten/Kota


1. Sapi Potong 1 Bulukumba dan Sinjai
2 Gowa
3 Bone
4 Pengkep dan Barru
5 Sidrap dan Wajo
6 Pinrang
7 Maros
2. Sapi Perah 1 Enrekang
3. Itik - -
4. Ayam Buras 1 Bantaeng
5. Babi - -
6. Domba - -
7. Kambing - -
8. Kerbau 1 Tana Toraja dan Toraja Utara
Sumber : Kepmentan No. 472/Kpts/RC.040/6/2018

2.4. TINJAUAN KEBIJAKAN PENATAAN RUANG

2.4.1. Rencana Struktur Ruang

Struktur ruang meliputi Pusat-pusat Kegiatan, Sistem Jaringan Prasarana Utama, dan Sistem
Jaringan Prasarana Lainnya. Pusat-pusat Kegiatan Provinsi yang meliputi wilayah Kabupaten
Pinrang adalah Pusat Kegiatan Lokal (PKL), yaitu Kawasan Perkotaan Pinrang yang meliputi
sebagian wilayah Kecamatan Watang Sawitto, sebagian wilayah Kecamatan Paleteang, dan sebagian
wilayah Kecamatan Tiroang. Pusat-pusat Kegiatan Kabupaten meliputi Pusat Pelayanan Kawasan
(PPK) dan Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL). Terdapat 6 PPK dan 8 PPL di Kabupaten Pinrang
(Tabel 2.4.1).

Tabel 2.4.1. Pusat-Pusat Kegiatan pada Struktur Ruang Kabupaten Pinrang

No. Struktur Ruang Keterangan

I. Pusat-pusat kegiatan

1. Pusat Kegiatan Lokal Kawasan Perkotaan Pinrang yang meliputi sebagian wilayah Kec. Watang
(PKL) Sawitto, Paleteang, dan Tiroang

BAPPEDA KABUPATEN PINRANG, 2019 BAB II | 11


LAPORAN PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA AKSI
PENGEMBANGAN KAWASAN PANGAN DAN GIZI KABUPATEN PINRANG
ANTARA

No. Struktur Ruang Keterangan

2. a. Kawasan Perkotaan Watang Suppa di Kec. Suppa;


b. Kawasan Perkotaan Teppo di Kec. Patampanua;
Pusat Pelayanan c. Kawasan Perkotaan Alitta di Kec. Mattiro Bulu;
Kawasan (PPK) d. Kawasan Perkotaan Lampa Pekkabata di Kec. Duampanua;
e. Kawasan Perkotaan Kassa di Kec. Batulappapa; dan
f. Kawasan Perkotaan Taddokkong di Kec. Lembang
3. a. Pusat permukiman perdesaan Lero di Kec. Suppa;
b. Pusat Permukiman perdesaan Langnga di Kec. Mattiro Sompe;
c. Pusat Permukiman perdesaanWaetuoe di Kec. Lanrisang;
Pusat Pelayanan d. Pusat Permukiman perdesaan Tadang Palie di Kec. Cempa;
Lingkungan (PPL) e. Pusat Permukiman perdesaan Bungi di Kec. Duampanua;
f. Pusat Permukiman perdesaan Lembang Mesakada di Kec. Lembang;
g. Pusat permukiman perdesaan Sali-Sali di Kec. Lembang; dan
h. Pusat permukiman perdesaan Basseang di Kec. Lembang.
Sumber : RTRW Kabupaten Pinrang (Dikompilasi)

Sistem jaringan prasarana utama di Kabupaten Pinrang meliputi : Sistem Jaringan Transportasi Darat,
Sistem Jaringan Transportasi Laut, dan Sistem Jaringan Transportasi Udara (Tabel 2.4.2).
1. Sistem Jaringan Transportasi Darat meliputi Sistem Jaringan Jalan dan Sistem Jaringan
Perkeretaapian. Sitem Jaringan Jalan meliputi jaringan jalan arteri primer, kolektor primer, dan
local, sedangka Sistem Lalulintas dan Angkutan Jalan meliputi Trayek Angkutan dan Terminal.
Sistem Jaringan Perkeretaapian meliputi Jaringan Jalur Kereta Api, Stasiun Kereata Api, dan
Fasilitas Operasi Kereta Api.
2. Sistem Jaringan Transportasi Laut meliputi Tatanan Kepelabuhanan dan Alur Pelayaran. Tatanan
Kepelabuhanan mencakup Pelabuhan Pengumpul, Pelabuhan Pengumpan, dan Terminal
Khusus, sedangkan Alur Pelayaran mencakup Alur Pelayaran nasional dan Alur Pelayaran Lokal.
3. Sistem Jaringan Transportasi Udara mencakup Tatanan Kebandarudaraan dan Ruang Udara
Untuk Penerbangan.

Tabel 2.4.2. Sistem Jaringan Prasarana pada Struktur Ruang Utama Kabupaten Pinrang

No. Struktur Ruang Keterangan


II. Sistem jaringan prasarana utama
1. Sistem jaringan transportasi darat
a. Sistem jaringan jalan
1) Jaringan jalan
a. Ruas Batas Provinsi Sulawesi Barat – Batas Kota Pinrang sepanjang
43,554 kilometer;
b. Ruas jalan Sultan Hasanuddin sepanjang 0, kilometer;
Jaringan jalan
a) c. Ruas jalan Ahmad Yani sepanjang 2,804 kilometer;
arteri primer
d. Ruas Batas Kota Pinrang – Batas Kota Parepare sepanjang 20,154
kilometer; dan
e. Ruas jalan Jenderal Sudirman sepanjang 2,912 kilometer.
b) Jaringan jalan kolektor primer
a. Ruas Pinrang –Rappang sepanjang 19,68 kilometer;
b. Ruas jalan Pincara – Malimpung – Malaga Batas Kabupaten Enrekang
(1) JJKP-K2
sepanjang 22,50 kilometer; dan
c. Ruas jalan Tuppu – Bakaru sepanjang 20,00 kilometer.

BAPPEDA KABUPATEN PINRANG, 2019 BAB II | 12


LAPORAN PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA AKSI
PENGEMBANGAN KAWASAN PANGAN DAN GIZI KABUPATEN PINRANG
ANTARA

No. Struktur Ruang Keterangan


(2) JJKP-K4 Lampiran Tabel II.2 RTRW Kab. Pinrang
Jaringan jalan Lampiran Tabel II.2 RTRW Kab. Pinrang
c)
lokal
2) Lalu lintas dan angkutan jalan
a. Trayek angkutan barang , terdiri atas: (1) Trayek angkutan barang dalam
provinsi yang melayani pergerakan moda angkutan barang antara
Kabupaten Pinrang dengan Kabupaten/Kota lainnya dalam wilayah
Provinsi Sulawesi Selatan; dan (2) Trayek angkutan barang antar provinsi
yang melayani pergerakan moda angkutan barang antara Kabupaten
Pinrang dengan Kabupaten/Kota lainnya dalam wilayah Pulau Sulawesi.
b. Trayek angkutan penumpang antar kota antar provinsi (AKAP) yang
melayani pergerakan moda angkutan umum penumpang antara
Trayek
a) Kabupaten Pinrang dengan Kabupaten/Kota lainnya dalam wilayah Pulau
angkutan
Sulawesi;
c. Trayek angkutan penumpang antar kota dalam provinsi (AKDP) yang
melayani pergerakan moda angkutan umum penumpang antara
Kabupaten Pinrang dengan Kabupaten/Kota lainnya dalam wilayah
Provinsi Sulawesi Selatan; dan
d. Trayek angkutan penumpang perdesaan yang melayani pergerakan moda
angkutan umum penumpang antara Kawasan Perkotaan Pinrang dengan
PPK dalam wilayah Kabupaten Pinrang
a. Terminal penumpang tipe C di Kec. Paleteang;
b. Rencana pembangunan terminal penumpang tipe C, terdiri dari:
1) Terminal Suppa di Kecamatan Suppa;
2) Terminal Jampue di Kecamatan Lanrisang;
3) Terminal Langnga di Kecamatan Mattiro Sompe;
4) Terminal Alitta di Kecamatan Mattiro Bulu;
b) Terminal
5) Terminal Tiroang di Kecamatan Tiroang;
6) Terminal Teppo di Kecamatan Patampanua;
7) Terminal Cempa di Kecamatan Cempa;
8) Terminal Kassa di Kecamatan Batulappa;
9) Terminal Pekkabata di Kecamatan Duampanua; dan
10) Terminal Taddokkong di Kecamatan Lembang.
b. Sistem jaringan perkeretaapian
Merupakan jaringan jalur kereta api umum antarkota Lintas Barat Pulau
Jaringan jalur Sulawesi Bagian Barat yang menghubungkan Provinsi Sulawesi Tengah –
1)
kereta api Provinsi Sulawesi Barat – Parepare – Pinrang – Pangkajene – Pinrang –
Makassar – Sungguminasa – Takalar – Bulukumba – Watampone – Parepare
Ditetapkan dalam rangka memberikan pelayanan kepada pengguna
2) Stasiun kereta api transportasi kereta api melalui persambungan pelayanan dengan moda
transportasi lain
Fasilitas operasi Diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
3)
kereta api
2. Sistem jaringan transportasi laut
a. Tatanan kepelabuhanan
Pelabuhan Pelabuhan Kajuanging di Kec. Lembang
1)
pengumpul
a. Pelabuhan Marabombang di Kec. Suppa;
Pelabuhan
2) b. Pelabuhan Ujung Lero di Kec. Suppa; dan
pengumpan
c. Pelabuhan Langnga di Kec. Mattiro Sompe.

BAPPEDA KABUPATEN PINRANG, 2019 BAB II | 13


LAPORAN PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA AKSI
PENGEMBANGAN KAWASAN PANGAN DAN GIZI KABUPATEN PINRANG
ANTARA

No. Struktur Ruang Keterangan


Terminal Khusus PLTD Suppa di Kec. Suppa yang diatur sesuai dengan
3) Terminal khusus
ketentuan PPU.
a. Alur pelayaran nasional yang menghubungkan pelabuhan Kajuanging dan
pelabuhan nasional lainnya; dan
b. Alur pelayaran b. Alur pelayaran lokal yang menghubungkan pelabuhan pengumpan di
Kabupaten Pinrang dan pelabuhan lainnya di wilayah Provinsi Sulawesi
Selatan.
3. Sistem jaringan transportasi udara
Tatanan Bandar Udara Malimpung di Kecamatan Patampanua yang berfungsi sebagai
a.
kebandarudaraan bandar udara pengumpul
a. Ruang udara yang dipergunakan langsung untuk kegiatan bandar udara;
Ruang udara untuk b. Ruang udara di sekitar bandar udara yang dipergunakan untuk operasi
b.
penerbangan penerbangan; dan
c. Ruang udara yang ditetapkan sebagai jalur penerbangan.

Sumber : RTRW Kabupaten Pinrang (Dikompilasi)

Sistem jaringan prasarana lainnya di Kabupaten Pinrang meliputi : (1) Sistem Jaringan Energi; (2)
Sistem Jaringan Telekomunikasi; (3) Sistem Jaringan Sumberdaya Air; dan (4) Sistem Jaringan
Prasarana Pengelolaan Lingkungan (Tabel 2.4.3).
1. Sistem Jaringan Energi mencakup Sistem Jaringan Pembangkit Tenaga Listrik, seperti PLTA
Bakaru, PLTD Suppa, PLTMH Sawitto, dll., serta Sistem Jaringan Transmisi Tenaga Listrik,
seperti SUTT dan Gardu Induk.
2. Sistem Jaringan Telekomunikasi mencakup Jaringan Teresterial, dan Jaringan Satelit, termasuk
jaringan bergerak seluler berupa menara BTS telekomunikasi, dll.
3. Sistem Jaringan Sumberdaya Air mencakup Sumber Air yang meliputi air permukaan, bending,
bendungan, embung, sumber air permukaan lainnya, dan Cekungan Air Tanah, serta Prasaranan
Sumberdaya Air yang meliputi Sistem Jaringan Irigasi, baik Daerah Irigasi yang menjadi
kewenangan pusat, provinsi maupun kabupaten, serta Sistem Pengendalian Banjir.
4. Sistem Jaringan Prasarana Pengelolaan Lingkungan mencakup Sistem Pengelolaan
Persampahan (TPS, TPST, dan TPA), SPAM (Jaringan perpipaan dan non perpipaan), Sistem
Jaringan Drainase (primer, sekunder dan tersier), Sistem Jaringan Limbah yang meliputi Sistem
Pembuangan Air Limbah Setempat dan Sistem Pembuangan Air Limbah Terpusat, serta Jalur
Evakuasi Bencana (Jalur Evakuasi dan Ruang Evakuasi).

Tabel 2.4.3. Sistem Jaringan Prasarana Lain pada Struktur Ruang Kabupaten Pinrang

No. Struktur Ruang Keterangan


III. Sistem jaringan prasarana lainnya
1. Sistem jaringan energi
a. PLTA Bakaru di Kec. Lembang dengan kapasitas 126 MW;
b. PLTD Suppa di Kec. Suppa dengan kapasitas 62 MW;
c. Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Sawitto di Kec. Patampanua dengan
kapasitas 1,5 MW;
d. Pengembangan energy listrik dengan memanfaatkan energi terbarukan untuk
Pembangkit tenaga
a. mendukung ketersediaan energi listrik pada daerah-daerah terpencil dan terisolir di
listrik
Kabupaten Pinrang terdiri atas :
1) Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya Terpusat di Kec.
Lembang, Batulappa, dan Duampanua; dan
2) Rencana pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi dengan
kapasitas 25 (dua puluh lima) Mwe.

BAPPEDA KABUPATEN PINRANG, 2019 BAB II | 14


LAPORAN PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA AKSI
PENGEMBANGAN KAWASAN PANGAN DAN GIZI KABUPATEN PINRANG
ANTARA

No. Struktur Ruang Keterangan


a. SUTT kapasitas 150 KV yang menghubungkan GI Bakaru – GI Tuppu - GI Pinrang, GI
Jaringan transmisi Pinrang - GI Parepare, dan GI Parepare – GI Suppa; dan
b.
tenaga listrik b. Gardu Induk (GI) Bakaru dengan kapasitas 20 MVA terdapat di Kec. Lembang dan GI
Pinrang dengan kapasitas 20 MVA di Kec. Watang Sawitto.
2. Sistem jaringan telekomunikasi
a. Jaringan teresterial a. Jaringan terestrial ditetapkan sesuai dengan ketentuan PPU.
b. Jaringan satelit yang meliputi satelit dan transponden diselenggarakan melalui
pelayanan stasiun bumi ditetapkan sesuai dengan ketentuan PPU.
c. Selain jaringan terestrial dan satelit, sistem jaringan telekomunikasi juga meliputi
b. Jaringan satelit jaringan bergerak seluler berupa menara Base Transceiver Station telekomunikasi
yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan PPU.
d. Sistem jaringan telekomunikasi dilayani oleh Sentral Telepon Otomat (STO) Pinrang di
Kec. Watang Sawitto dengan kapasitas 3.576 satuan sambungan telepon.
3. Sistem jaringan sumber daya air
a. Air permukaan yang bersumber dari WS Saddang sebagai wilayah sungai lintas
provinsi yang meliputi DAS Kariango, DAS Rappang, dan DAS Karajae;
b. Bendung, yaitu Bendung Benteng dan Bendung Pasolengan di Kec. Duampanua,
Bendung Padang Lolo dan Bendung Taccipi di Kec. Patampanua dan Bendung Kalosi
di Kec. Lembang;
c. Bendungan yaitu Bendungan Bakaru di Kec. Lembang;
d. Embung, yaitu Embung Watangpulu di Kec. Suppa, dan Embung Watang Kasa I dan
Embung Watang Kasa II di Kec. Batu Lappa, Embung Binanga Karaeng I dan Embung
a. Sumber air Binanga Karaeng II di Kec. Lembang, dan Embung Malimpung di Kecamatan
Patampanua;
e. Sumber air permukaan lainnya berupa mata air yang meliputi mata air Pakeng, mata
air Taddokkong, dan mata air Tuppu di Kec. Lembang, mata air Rajang, dan mata air
Massewae di Kec. Duampanua, dan mata air Tapporang di Kec. Batulappa; dan
f. Cekungan Air Tanah (CAT) yang meliputi : Cekungan Air Tanah (CAT) lintas
kabupaten, yaitu CAT Sidenreng Rappang yang melintasi Kec. Watang Sawitto,
Paleteang, Tiroang, Mattiro Bulu, Suppa, Lanrisang, Cempa, Patampanua, dan
Duampanua.
b. Prasarana sumber daya air
Sistem jaringan irigasi meliputi jaringan irigasi primer, jaringan irigasi sekunder, dan
jaringan irigasi tersier yang melayani DI di wilayah Kabupaten Pinrang. DI, terdiri atas :
a. Daerah Irigasi (DI) kewenangan Pemerintah yaitu DI Saddang dengan luas pelayanan
42.931 hektar;
Sistem jaringan b. Daerah Irigasi (DI) kewenangan Provinsi yaitu rencana pengembangan Bendung DI
1)
irigasi Taccipi dengan luas pelayanan 1.568 hektar di sebagian wilayah Kec. Patampanua;
dan
c. Daerah Irigasi (DI) kewenangan Pemerintah Kabupaten terdiri dari 87 DI meliputi total
luas pelayanan 9.557 hektar terdapat di sebagian wilayah Kec. Lembang, Duampanua,
Patampanua, Batulappa, dan Mattiro Bulu.
Sistem
2) pengendalian Melakukan pengendalian terhadap luapan air Sungai Saddang dan Sungai Kariango.
banjir
4. Sistem prasarana pengelolaan lingkungan
a. Sistem pengelolaan persampahan terdiri atas tempat penampungan sementara (TPS),
tempat pengolahan sampah terpadu (TPST), dan tempat pemrosesan akhir (TPA)
sampah.
Sistem pengelolaan b. Lokasi TPS meliputi TPS sampah organic dan TPS sampah an organic direncanakan
a.
persampahan pada unit lingkungan permukiman dan di kawasan perkotaan PKL, PPK dan PPL yang
dikembangkan dengan sistem transfer depo.
c. Lokasi TPST dan TPA ditetapkan di Desa Malimpung, Kec. Patampanua dengan
luasan 5,3 hektar.
b. Sistem penyediaan air minum (SPAM)
a. Unit air baku yang bersumber dari : (1) Sungai, yaitu Sungai Saddang dan Sungai
Kariango; dan (2) Mata air, yaitu mata air Pakeng di Kec. Lembang, dan mata air
Rajang di Kec. Duampanua.
b. Unit produksi air minum meliputi : (1) SPAM Zona I, meliputi Kec. Watang Sawitto,
Paleteang, Patampanua, Tiroang, Cempa dan Batulappa mengambil air baku dari
Jaringan
1) Bendung Benteng; (2) SPAM Zona II, meliputi Kec. Suppa, Lanrisang, Mattiro Bulu,
perpipaan
Mattiro Sompe mengambil air baku dari Sungai Kariango; dan (3) SPAM Zona
III,meliputi Kec. Lembang dan Duampanua mengambil air baku dari mata air Pakeng
dan/atau mata air Rajang.
c. Unit distribusi air minum ditetapkan di seluruh kecamatan.
d. Unit Pelayanan, dan Unit Pengelolaan.

BAPPEDA KABUPATEN PINRANG, 2019 BAB II | 15


LAPORAN PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA AKSI
PENGEMBANGAN KAWASAN PANGAN DAN GIZI KABUPATEN PINRANG
ANTARA

No. Struktur Ruang Keterangan


a. Meliputi sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak penampungan air hujan, terminal
air, mobil tangki air, instalasi air kemasan, atau bangunan perlindungan mata air diatur
Bukan jaringan
2) sesuai dengan ketentuan PPU.
perpipaan
b. Penyediaan air baku untuk kebutuhan air minum dapat juga diupayakan melalui
rekayasa pengolahan air baku.
a. Sistem saluran drainase primer dikembangkan melalui saluran pembuangan utama
meliputi Sungai Saddang, dan Sungai Kariango yang melayani kawasan perkotaan di
Kabupaten Pinrang.
Sistem jaringan b. Sistem saluran drainase sekunder dikembangkan tersendiri pada kawasan industri,
c.
drainase kawasan perdagangan, kawasan perkantoran, dan kawasan pariwisata yang
terhubung ke saluran primer, sehingga tidak menganggu saluran drainase
permukiman.
c. Sistem saluran drainase tersier dikembangkan pada kawasan permukiman.
d. Sistem jaringan air limbah
Sistem pembua- Dilakukan secara individual melalui pengolahan dan pembuangan air limbah setempat serta
1) ngan air limbah dikembangkan pada kawasan yang belum memiliki sistem pembuangan air limbah terpusat.
setempat
a. Dilakukan secara kolektif melalui jaringan pengumpulan air limbah, pengolahan, serta
pembuangan air limbah secara terpusat, terutama pada kawasan industri, kawasan
rumah sakit, dan kawasan permukiman padat;
b. Mencakup Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) beserta jaringan air limbah;
c. Dilaksanakan dengan memperhatikan aspek teknis, lingkungan, dan sosial-budaya
Sistem masyarakat setempat, serta dilengkapi dengan zona penyangga.
2) pembuangan air
d. Meliputi :
limbah terpusat
1) Sistem pembuangan air limbah terpusat RSUD Lasinrang di Kec. Watang Sawitto;
2) Sistem pembuangan air limbah terpusat kawasan industri Suppa dan Mattiro Bulu
di Kec. Suppa dan Kec. Mattiro Bulu; dan
3) Sistem pembuangan air limbah terpusat kawasan perkotaan Pinrang di sebagian
wilayah Kec. Paleteang, Tiroang, dan Watang Sawitto.
Jalur evakuasi
e.
bencana
a. Ruas jalan Lero Minralo – Tana Mili, ruas jalan Sabangparu – Ladea – Tonrognge dan
ruas jalan Ujung Lero – Tana Mili di Kec. Suppa;
b. Ruas jalan Jampue – Paladang – Polewali – Tonrongnge di Kec. Lanrisang;
c. Ruas jalan Langnga – Patobong – Cappakala di Kec. Mattiro Sompe;
1) Jalur Evakuasi d. Ruas jalan Wakka – Akkajang – Cempa Pasar di Kec. Cempa;
e. Ruas jalan Kajuanging – Tuppu dan ruas jalan Pajalele – Teppo – Cenrana di Kec.
Lembang; dan
f. Ruas jalan Paria – Pekkabata, ruas jalan Serang - Kappe – Data, dan ruas jalan
Maroneng - Bungi – Rajang di Kec. Duampanua.
a. Pos Angkatan Laut dan SD 230 Majjakka B di Kec. Suppa;
b. Lapangan Sepak Bola Cappakala di Kec. Mattiro Sompe;
c. Kantor Camat Cempa di Kec. Cempa;
2) Ruang Evakuasi
d. Lapangan Sepakbola Pekkabata, dan lapangan sepak bola Rajang di Kec.
Duampanua; dan
e. SD 141 Tuppu dan Lapangan Terbuka Cenrana di Kec. Lembang.
Sumber : RTRW Kabupaten Pinrang (Dikompilasi)

Komponen struktur ruang yang sangat erat kaitannya dengan pengembangan Kawasan Pertanian
adalah Sistem Jaringan Sumberdaya Air, khususnya Sumber Air berupa air permukaan yang
bersumber dari Wilayah Sungai, Bendung, Bendungan, Embunga, dan Sumber Air Permukaan
Lainnya, serta Prasarana Sumberdaya Air Berupa Sistem Jaringan Irigasi, serta Sistem Pengendalian
Banjir.

Sumber Air di Kabupaten Pinrang, antara lain adalah : (1) Air permukaan yang bersumber dari WS
Saddang sebagai wilayah sungai lintas provinsi yang meliputi DAS Kariango, DAS Rappang, dan DAS
Karajae; (2) Bendung, yaitu Bendung Benteng dan Bendung Pasolengan di Kec. Duampanua,
Bendung Padang Lolo dan Bendung Taccipi di Kec. Patampanua dan Bendung Kalosi di Kec.
Lembang; (3) Bendungan yaitu Bendungan Bakaru di Kec. Lembang; (4) Embung, yaitu Embung
Watangpulu di Kec. Suppa, dan Embung Watang Kasa I dan Embung Watang Kasa II di Kec. Batu
Lappa, Embung Binanga Karaeng I dan Embung Binanga Karaeng II di Kec. Lembang, dan Embung

BAPPEDA KABUPATEN PINRANG, 2019 BAB II | 16


LAPORAN PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA AKSI
PENGEMBANGAN KAWASAN PANGAN DAN GIZI KABUPATEN PINRANG
ANTARA

Malimpung di Kecamatan Patampanua; dan (5) Sumber air permukaan lainnya berupa mata air yang
meliputi mata air Pakeng, mata air Taddokkong, dan mata air Tuppu di Kec. Lembang, mata air
Rajang, dan mata air Massewae di Kec. Duampanua, dan mata air Tapporang di Kec. Batulappa.

Sistem jaringan irigasi meliputi jaringan irigasi primer, jaringan irigasi sekunder, dan jaringan irigasi
tersier yang melayani Daerah Irigasi (DI) di wilayah Kabupaten Pinrang, yang terdiri atas : (1) Daerah
Irigasi kewenangan Pemerintah yaitu DI Saddang dengan luas pelayanan 42.931 hektar; (2) Daerah
Irigasi kewenangan Provinsi yaitu rencana pengembangan Bendung DI Taccipi dengan luas
pelayanan 1.568 hektar di sebagian wilayah Kec. Patampanua; dan (3) Daerah Irigasi kewenangan
Pemerintah Kabupaten terdiri dari 87 DI meliputi total luas pelayanan 9.557 hektar terdapat di
sebagian wilayah Kec. Lembang, Duampanua, Patampanua, Batulappa, dan Mattiro Bulu. Daerah
Irigasi kewenangan Pemerintah Kabupaten Pinrang dapat dilihat pada Tabel 2.4.4.

Tabel 2.4.4. Daerah Irigasi yang Menjadi Kewenangan Kabupaten Pinrang

Daerah Irigasi Daerah Irigasi


I. WILAYAH KECAMATAN LEMBANG
1. DI Kalosi dengan luas cakupan 1005 Ha; 21. DI Salo Marewe dengan luas cakupan 32 Ha;
2. DI Rantoni dengan luas cakupan 200 Ha; 22. DI Batu Karipu dengan luas cakupan 125 Ha;
3. DI Lamba Lumama I dengan luas cakupan 208 Ha; 23. DI Tunan dengan luas cakupan 32 Ha;
4. DI Lamba Lumama II dengan luas cakupan 193 Ha; 24. DI Letta I dengan luas cakupan 221 Ha;
5. DI Rumbia dengan luas cakupan 91 Ha; 25. DI Gorotong dengan luas cakupan 60 Ha;
6. DI Karawa dengan luas cakupan 46 Ha; 26. DI Soloang dengan luas cakupan 144 Ha;
7. DI Pajalele dengan luas cakupan 200 Ha; 27. DI Balaleong dengan luas cakupan 47 Ha;
8. DI Lajorro dengan luas cakupan 80 Ha; 28. DI Galung Bulo dengan luas cakupan 41 Ha;
9. DI Rantoni II dengan luas cakupan 186 Ha; 29. DI Atolamba dengan luas cakupan 46 Ha;
10. DI Rantoni dengan luas cakupan 200 Ha; 30. DI Tubo dengan luas cakupan 48 Ha;
11. DI Batu Malando dengan luas cakupan 35 Ha; 31. DI Salawing dengan luas cakupan 67 Ha;
12. DI Kayu kayu dengan luas cakupan 91 Ha; 32. DI Kalamanuk dengan luas cakupan 53 Ha;
13. DI Kandoka dengan luas cakupan 65 Ha; 33. DI Bau dengan luas cakupan 40 Ha;
14. DI Batulosso dengan luas cakupan 60 Ha; 34. DI Kunali dengan luas cakupan 51 Ha;
15. DI Rajang Balla dengan luas cakupan 40 Ha; 35. DI Tappang dengan luas cakupan 46 Ha;
16. DI Massoping dengan luas cakupan 475 Ha; 36. DI Kariango dengan luas cakupan 30 Ha;
17. DI Boddi dengan luas cakupan 46 Ha; 37. DI Letta II dengan luas cakupan 161 Ha;
18. DI Salu Todding dengan luas cakupan 81 Ha; 38. DI Suluti dengan luas cakupan 68 Ha;
19. DI Massuangga dengan luas cakupan 29 Ha; 39. DI Salusan dengan luas cakupan 27 Ha;
20. DI Pasereangin dengan luas cakupan 90 Ha; 40. DI Londe dengan luas cakupan 35 Ha;
II. WILAYAH KECAMATAN DUAMPANUA
1. DI Pasolengan dengan luas cakupan 475 Ha; 10. DI Palonga dengan luas cakupan 150 Ha;
2. DI Kaballangan Toa dengan luas cakupan 182 Ha; 11. DI Parapa dengan luas cakupan 25 Ha;
3. DI Lamorro dengan luas cakupan 35 Ha; 12. DI Barompong dengan luas cakupan 75 Ha;
4. DI Dajang dengan luas cakupan 25 Ha; 13. DI Pulompi dengan luas cakupan 100 Ha;
5. DI Sokang Toa dengan luas cakupan 88 Ha; 14. DI Massila dengan luas cakupan 90 Ha;
6. DI Rumpia dengan luas cakupan 35 Ha; 15. DI Lalang Nyarang dengan luas cakupan 30 Ha;
7. DI Balanganra dengan luas cakupan 69 Ha; 16. DI Salo Dewata dengan luas cakupan 130 Ha;
8. DI Bakung dengan luas cakupan 11 Ha; 17. DI Maung dengan luas cakupan 40 Ha;
9. DI Cempa II dengan luas cakupan 243 Ha; 18. DI Sanja dengan luas cakupan 65 Ha.
III. WILAYAH KECAMATAN MATTIROBULU
1. DI Labuange dengan luas cakupan 150 Ha; 5. DI Lempong Aloe dengan luas cakupan 85 Ha;
2. DI Lingga-lingga dengan luas cakupan 145 Ha; 6. DI Lataccipi dengan luas cakupan 48 Ha;
3. DI Salompang dengan luas cakupan 75 Ha; 7. DI Lajojjorang dengan luas cakupan 36 Ha;
4. DI Polo Salo (like) dengan luas cakupan 65 Ha;
IV. WILAYAH KECAMATAN BATULAPPA
1. DI Bamba Bakka dengan luas cakupan 188 Ha; 9. DI Kau - kau dengan luas cakupan 60 Ha;
2. DI Padang Loang dengan luas cakupan 100 Ha; 10. DI Padang dengan luas cakupan 60 Ha;
3. DI Bilajeng Kassa dengan luas cakupan 150 Ha; 11. DI Labuang Nyarang dengan luas cakupan 85 Ha;
4. DI Lamurang dengan luas cakupan 102 Ha; 12. DI Kaluku Mattedong dengan luas cakupan 66 Ha;
5. DI Takkalasi dengan luas cakupan 116 Ha; 13. DI Loka, Batulappa dengan luas cakupan 30 Ha;

BAPPEDA KABUPATEN PINRANG, 2019 BAB II | 17


LAPORAN PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA AKSI
PENGEMBANGAN KAWASAN PANGAN DAN GIZI KABUPATEN PINRANG
ANTARA

Daerah Irigasi Daerah Irigasi


6. DI Salumajeng dengan luas cakupan 150 Ha; 14. DI Paleleng dengan luas cakupan 50 Ha;
7. DI Borrong dengan luas cakupan 115 Ha; 15. DI Bila dengan luas cakupan 62 Ha;
8. DI Pandameang dengan luas cakupan 41 Ha;
V. WILAYAH KECAMATAN LEMBANG
1. DI Taccipi dengan luas cakupan 568 Ha; 5. DI Maridi dengan luas cakupan 100 Ha;
2. DI Paodadi dengan luas cakupan 119 Ha; 6. DI Pummaliling dengan luas cakupan 60 Ha;
3. DI Banga dengan luas cakupan 200 Ha; 7. DI Jampu dengan luas cakupan 350 Ha;
4. DI Lita lita dengan luas cakupan 65 Ha; 8. DI Sinri Mata dengan luas cakupan 60 Ha;
Sumber : RTRW Kabupaten Pinrang (Dikompilasi)

2.4.2. Rencana Pola Ruang

Pola ruang terdiri dari Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya. Kawasan Lindung mencakup : (1)
Kawasan yang Memberikan Perlindungan Terhadapa Kawasan di Bawahnya meliputi Kawasan Hutan
Lindung, dan Kawasan Resapan Air; (2) Kawasan Perlindungan Setempat meliputi Kawasan
Sempadan Pantai, Kawasan Sempadan Sungai, Kawasan Sekitar Danau/Waduk, dan RTH Kawasan
Perkotaan; (3) Kawasan Rawan Bencana Alam meliputi Kawasan Rawan Banjir, Kawasan Rawan
Gelombang Pasang, dan Kawasan Rawan Tanah Longsor; (4) Kawasan Lindung Geologi meliputi
Kawasan Rawan Gempa, Tsunami, Abrasi, Imbuhan Air, dan Kawasan Sekitar Mata Air; serta (5)
Kawasan Lindung Lainnya meliputi Kawasan Perlindungan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(WP3K) (Tabel 2.4.5).

Tabel 2.4.5. Kawasan Lindung pada Pola Ruang Kabupaten Pinrang


No. Pola Ruang Keterangan
I. Kawasan Lindung
1. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya
Kawasan. Hutang Luas 45.168 Ha ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Patampanua, Duampanua, Batulappa,
a.
Lindung dan Lembang.
Kawasan Resapan Ditetapkan di kawasan sekitar hutan lindung dan kawasan sekitar daerah aliran sungai di
b.
Air sebagian wilayah Kec. Patampanua, Duampanua, Batulappa, dan Lembang.
2 Kawasan perlindungan setempat
Ditetapkan di Sungai Kariango, dan Sungai Saddang dengan ketentuan: (1) ≥10m dari tepi
palung sungai di Kawasan Perkotaan, tidak bertanggul, kedalaman ≤ 3m; (2) ≥15m dari tepi
Kawasan palung sungai di Kawasan Perkotaan, tidak bertanggul, kedalaman >3m s.d. 20m; (3) ≥100m
a.
sempadan sungai dari tepi palung sungai di luar Kawasan Perkotaan dan tidak bertanggul; (4) ≥5m dari tepi luar
kaki tanggul di luar Kawasan Perkotaan dan tidak bertanggul; (5) ≥3 dari tepi luar kaki tanggul
di Kawasan Perkotaan dan bertanggul.
Ditetapkan di sepanjang pesisir pantai sepanjang 101 kilometer di Kec. Suppa, Lanrisang,
Kawasan Mattiro Sompe, Duampanua, dan Lembang, dengan ketentuan : (1) ≥ 100 meter dari titik
b.
Sempadan Pantai pasang air laut tertinggi; atau (2) Sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik
pantainya curam atau terjal dengan jarak proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai
Kawasan sekitar Ditetapkan di Bendungan Benteng Kec. Patampanua dengan ketentuan paling sedikit berjarak
c.
danau/waduk 50 m dari tepi muka air tertinggi.
RTH Kawasan RTH publik ≥20% dan RTH privat ≥10% dari luas kawasan perkotaan ( PKL dan PPK)
d.
Perkotaan
3. Kawasan rawan bencana alam
Ditetapkan di kawasan DAS Saddang yang meliputi sebagian wilayah Kec. Duampanua
Kawasan rawan
a. (5.465 Ha), Suppa (359 Ha), Cempa (658 Ha), Mattiro Sompe (1.741 Ha), dan Lembang (97
banjir
Ha)
Kawasan rawan Ditetapkan di sepanjang wilayah pesisir yang meliputi sebagian wilayah Kec. Suppa,
b.
gelombang pasang Lanrisang, Mattiro Sompe, Duampanua, dan Lembang.

BAPPEDA KABUPATEN PINRANG, 2019 BAB II | 18


LAPORAN PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA AKSI
PENGEMBANGAN KAWASAN PANGAN DAN GIZI KABUPATEN PINRANG
ANTARA

No. Pola Ruang Keterangan


Kawasan rawan Ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Lembang, Batu Lappa, dan Duampanua.
c.
tanah longsor
4. Kawasan lindung geologi
Kawasan rawan Ditetapkan di sepanjang wilayah pesisir yang meliputi sebagian wilayah Kec. Suppa,
a.
gempa bumi Lanrisang, Mattiro Sompe, Duampanua, dan Lembang.
Kawasan rawan Ditetapkan di sepanjang wilayah pesisir yang meliputi sebagian wilayah Kec. Suppa,
b.
tsunami Lanrisang, Mattiro Sompe, Duampanua, dan Lembang.
Kawasan rawan Ditetapkan di sepanjang wilayah pesisir yang meliputi sebagian wilayah Kec. Suppa,
c.
abrasi Lanrisang, Mattiro Sompe, Duampanua, dan Lembang.
Kawasan imbuhan Ditetapkan di sekeliling mata air sebagian wilayah Kec. Watang Sawitto, Paleteang, Tiroang,
d.
air tanah Mattiro Bulu, Suppa, Lanrisang, Cempa, Patampanua, dan Duampanua.
Kawasan sekitar Ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Batu Lappa, Duampanua dan Lembang dengan
e.
mata air ketentuan paling sedikit berjarak 200 meter dari pusat mata air
5. Kawasan lindung lainnya
a. Kawasan konservasi dan perlindungan ekosistem pesisir berupa kawasan hutan pantai
berhutan bakau ditetapkan di sebagian wilayah Kec Suppa, Lanrisang, Mattiro Sompe,
Kawasan
Cempa, Duampanua, dan Lembang; dan
a. Perlindungan
b. Kawasan konservasi perairan laut berupa kawasan konservasi terumbu karang
WP3K
ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Suppa, Lanrisang, Mattiro Sompe, Cempa,
Duampanua, dan Lembang.

Sumber : RTRW Kabupaten Pinrang (Dikompilasi)

Di lain pihak, Kawasan Budidaya pada pola ruang Kabupaten Pinrang mencakup : (1) Kawasan
Peruntukan Hutan Produksi; (2) Kawasan Peruntukan Hutan Rakyat; (3) Kawasan Peruntukan
Pertanian yang meliput Kawasan Peruntukan Pertanian Tanaman Pangan, Hortikultura, Perkebunan,
dan Peternakan; (4) Kawasan Peruntukan Perikanan yang meliputi Kawasan Peruntukan Perikanan
Tangkap, Budidaya Perikanan, Pengolahan Ikan dan Pelabuhan Pendaratan Ikan; (5) Kawasan
Peruntukan Wilayah Pertambangan Minerba dan Migas; (6) Kawasan Peruntukan Industri; (7)
Kawasan Peruntukan Pariwisata (Pariwisata Budaya, Alam dan Buatan); (8) Kawasan Peruntukan
Permukiman (Perkotaan dan Perdesaan); serta (9) Kawasan Peruntukan Lainnya yaitu Kawasan
Peruntukan Hankam, dan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (Tabel 2.4.6).

Tabel 2.4.6. Kawasan Budidaya pada Pola Ruang Kabupaten Pinrang

No. Pola Ruang Keterangan

II. Kawasan Budidaya


Kawasan Peruntukan Merupakan kawasan hutan produksi terbatas dengan luas 26.437 Ha ditetapkan di
1. Hutan Produksi sebagian wilayah Kec. Suppa (1.129 Ha), Mattiro Bulu (1.324 Ha), Batulappa (2.121 Ha),
Lembang (16.289 Ha).
Kawasan Peruntukan Luas 800 Ha ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Patampanua, Duampanua, Batulappa,
2.
Hutan Rakyat dan Lembang.
3. Kawasan Peruntukan Pertanian
a. Kawasan peruntukan a. Lahan basah dengan luas 44.861 Ha ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Suppa,
pertanian tanaman Mattiro Sompe, Lanrisang, Mattiro Bulu, Watang Sawitto, Paleteang, Tiroang,
pangan Patampanua, Cempa, Duampanua, Batulappa, dan Lembang; serta
b. Lahan kering dengan luas 30.914 Ha ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Suppa,
Mattiro Sompe, Lanrisang Mattiro Bulu, Watang Sawitto, Paleteang, Tiroang,
Patampanua, Cempa, Duampanua, Batulappa, dan Lembang.
c. Kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan ditetapkan sebagai lahan pertanian
pangan berkelanjutan, dengan luas 44.861 Ha
b. Kawasan peruntukan Kawasan peruntukan pertanian holtikultura komoditas sayur-sayuran dengan luas 30.914
pertanian holtikultura Ha ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Suppa, Mattiro Sompe, Lanrisang, Mattiro Bulu,
Paleteang, Tiroang, Patampanua, Cempa, Duampanua, dan Batulappa.

BAPPEDA KABUPATEN PINRANG, 2019 BAB II | 19


LAPORAN PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA AKSI
PENGEMBANGAN KAWASAN PANGAN DAN GIZI KABUPATEN PINRANG
ANTARA

No. Pola Ruang Keterangan

c. Kawasan peruntukan Kawasan peruntukan perkebunan dengan luas 24.417 Ha, terdiri dari :
perkebunan a. Kawasan peruntukan perkebunan kakao dan kelapa ditetapkan di sebagian wilayah
Kec. Mattiro Bulu, Paleteang, Tiroang, Patampanua, Duampanua, Batulappa, dan
Lembang;
b. Kawasan peruntukan perkebunan kopi ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Lembang,
dan Batulappa;
c. Kawasan peruntukan perkebunan jambu mete ditetapkan di sebagian wilayah Kec.
Mattiro Bulu, Lembang, Patampanua, Suppa, Duampanua, dan Batulappa; dan
d. Kawasan peruntukan perkebunan kelapa sawit ditetapkan di sebagian wilayah Kec.
Duampanua, Tiroang, Batulappa, Duampanua, dan Lembang.
d. Kawasan peruntukan a. Kawasan peruntukan pengembangan ternak besar ditetapkan di sebagian wilayah
peternakan Kec. Suppa, Mattiro Sompe, Lanrisang, Mattiro Bulu, Patampanua, Cempa,
Duampanua, Batulappa, dan Lembang; dan
b. Kawasan peruntukan pengembangan ternak unggas ditetapkan di sebagian wilayah
Kec. Suppa, Mattiro Sompe, Lanrisang, Mattiro Bulu, Watang Sawitto, Paleteang,
Tiroang, Patampanua, Cempa, Duampanua, Batulappa, dan Lembang.
4. Kawasan Peruntukan Perikanan
a. Kawasan Peruntukan Ditetapkan pada wilayah perairan Selat Makassar yang meliputi kawasan pesisir dan laut
perikanan tangkap Kec. Suppa, Lanrisang, Mattiro Sompe, Cempa, Duampanua, dan Lembang.
b. Kawasan Peruntukan a. Kawasan budidaya perikanan air laut komoditas rumput laut ditetapkan di sebagian
budidaya perikanan wilayah Kec. Suppa, Lanrisang, Mattiro Sompe, Cempa, Duampanua, dan Lembang;
b. Kawasan budidaya perikanan air payau komoditas udang dan bandeng ditetapkan di
sebagian wilayah Kec. Suppa, Lanrisang, Mattiro Sompe, Cempa, Duampanua, dan
Lembang; dan
c. Kawasan budidaya perikanan air tawar ditetapkan di sebagian wilayah Kec.
Patampanua, Paleteang, Cempa, Patampanua, Mattiro Bulu, dan Duampanua.
c. Kawasan pengolahan Kawasan pengolahan ikan ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Suppa, Lanrisang, Mattiro
ikan Sompe, Cempa, Duampanua, dan Lembang.
d. Kawasan Pelabuhan Kawasan Pelabuhan Pendaratan Ikan ditetapkan akan dikembangkan di Kec. Suppa,
Pendaratan Ikan Mattiro Sompe, dan Lembang.
5. Kawasan peruntukan wilayah pertambangan
a. Kawasan Peruntukan a. WUP mineral bukan logam berupa belerang ditetapkan di sebagian wilayah Desa
Pertambangan Sulili Kec. Paleteang;
Minerba b. WUP batuan terdiri atas:
a) Batu gamping, ditetapkan di sebagian wilayah Kel. Tellumpanua Kec. Suppa;
b) Pasir kuarsa, ditetapkan di sebagian wilayah Desa Malimpung Kec. Patampanua
dan Kec. Tiroang;
c) Andesit, ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Suppa;
d) Urukan tanah setempat ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Suppa dan
Duampanua; dan
e) Kerikil berpasir alami, ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Duampanua, dan
Paleteang.
b. Kawasan Peruntukan Bagian dari kawasan pertambangan migas bumi Blok Enrekang yang berada di wilayah
Pertambangan Migas Kab. Pinrang ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Patampanua, Duampanua, Lembang
dan Batulappa
6. Kawasan Peruntukan Industri
a. Kawasan peruntukan Merupakan kawasan industri manufaktur, ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Suppa, dan
Industri Besar Mattiro Sompe.
b. Kawasan peruntukan a. Kawasan peruntukan industri pengolahan komoditas hasil hutan dan pertanian
Industri Sedang ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Suppa dengan luasan 100 Ha; dan
b. Kawasan peruntukan industri logam, mesin, dan tekstil ditetapkan di sebagian
wilayah Kec. Mattiro Bulu dengan luasan 385 Ha.
c. Kawasan peruntukan Merupakan kawasan aglomerasi industry rumah tangga, ditetapkan di sebagian wilayah
Industri Rumah Kec. Suppa, Mattiro Sompe, Lanrisang, Mattiro Bulu, Watang Sawitto, Paleteang, Tiroang,
Tangga Patampanua, Cempa, Duampanua, Batulappa, dan Lembang.

BAPPEDA KABUPATEN PINRANG, 2019 BAB II | 20


LAPORAN PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA AKSI
PENGEMBANGAN KAWASAN PANGAN DAN GIZI KABUPATEN PINRANG
ANTARA

No. Pola Ruang Keterangan

7. Kawasan Peruntukan Pariwisata


a. Kawasan Peruntukan a. Makam Tuan Fakki di Desa Fakkie Kec. Tiroang;
Pariwisata Budaya b. Makam Pallipa Putee di Desa Samaenre Kec. Mattiro Sompe;
c. Wisata Religi Dusun Tanreassona, Desa Padakkalawa, Saoraja Alitta di Desa
Pananrang, dan Sumur Bidadari Desa Alitta di Kec. Mattiro Bulu;
d. Masjid Tua Tondo Bunga Desa Letta, dan Benteng Paremba Desa Benteng Paremba
di Kec. Lembang;
e. Makam Raja – raja Kaballangan Desa Kaballangan, dan Makam Tosalamae di Desa
Massewae di Kecamatan Duampanua;
f. Masjid Tua At Taqwa Jampue dan Saoraja Datu Lanrisang di Kec. Lanrisang;
g. Saoraja Datu Lanrisang di Kecamatan Lanrisang;
h. Pengrajin Sarung Sutra Mandar, Masjid Tua Ujung Lero Desa Lero, Istana Datu
Suppa dan Makam Besse Kajuara Kel. Watang Suppa di Kec. Suppa;
i. Makam Lasinrang di Kel. Laleng Bata, Makam Petta Malae di Kel. Temmasarangnge,
Arajang Sawitto dan Pusara Benteng Sawitto dan Makam Addatuang Sawitto Matinro
Langkara’na Kec. Paleteang; dan
j. Saoraja Desa Liang Garessi, Monumen Lasinrang, Istana Addatuang Sawitto Kel.
Sawitto dan Kompleks Makam Raja-raja Sawitto di Kec. Watang Sawitto.
b. Kawasan Peruntukan a. Sungai Lue dan Sumber Air Panas Rajang Balla Desa Benteng Paremba,
Pariwisata Alam Permandian Air Panas Lemo Susu, Air Terjun Karawa, Kali Jodoh, Permandian Batu
Pandan Kelurahan Betteng, Permandian Balaloang Permai Desa Pakeng, Goa Paniki
Desa Binanga Karaeng, dan Pantai Kajuanging dan Pantai Kanipang Desa
Sabbangparu di Kec. Lembang;
b. Goa Batu Lappa Desa Batu Lappa Kec. Batulappa;
c. Bukit Tirasa Kelurahan Lampa, Air Terjun Lamoro Desa Massewae, Permandian
Pasandorang Desa Kaballangang, dan Pantai Kappe dan Pantai Maroneng di Kel.
Data Kec. Duampanua;
d. Bulu Paleteang di Kelurahan Temmassaarangnge, dan Permandian Air Panas Sulili
Kel. Mamminasae Kec. Paleteang;
e. Batu Moppangnge Desa Malimpung Kec. Patampanua;
f. Pantai Ammani Desa Mattirotasi, dan Pantai Ujung Tape Kel. Pallameang Kec.
Mattiro Sompe;
g. Pantai Wakka Desa Tadangpalie Kec. Cempa;
h. Pantai Wiring Tasi Desa Wiring Tasi, Pantai Ujung Lero Desa Lero, Pantai Ujung
Labuang Desa Ujung Labuang, Pantai Sinar Bahari Sabbang Paru Desa Tasiwalie
Pantai Bonging Ponging Desa Lotang Salo, Pantai Pelabuhan Marabombang, dan
Pulau Kamarrang Kec. Suppa; dan
i. Pantai Wae Tuwoe Desa Wae Tuwoe Kec. Lanrisang.
c. Kawasan Peruntukan a. Danau Buatan PLTA Bakaru di Desa Ulusaddang Kec. Lembang;
Pariwisata Buatan b. Bendungan Benteng di Kel. Benteng dan rumah makan terapung di Desa Malimpung
Kec. Patampanua; dan
c. Tempat pengasapan ikan, tempat pembuatan perahu tradisional, perkebunan kelapa
dalam dan pelabuhan nelayan di Desa Lero Kec. Suppa.
8. Kawasan Peruntukan Permukiman
a. Kawasan Peruntukan a. Kawasan Perkotaan Pinrang yang meliputi sebagian wilayah Kec. Watang Sawitto,
Permukiman Paleteang, dan Tiroang;
Perkotaan b. Kawasan Perkotaan Watang Suppa di Kec. Suppa;
c. Kawasan Perkotaan Teppo di Kec. Patampanua;
d. Kawasan Perkotaan Baru Alitta di Kec. Mattiro Bulu;
e. Kawasan Perkotaan Lampa Pekkabata di Kec. Duampanua;
f. Kawasan Perkotaan Kassa di Kec. Batulappapa; dan
g. g. Kawasan Perkotaan Taddokkong di Kec. Lembang.
b. Kawasan Peruntukan a. Kawasan permukiman di pusat kegiatan PPL di sebagian wilayah Kec. Suppa, Mattiro
Permukiman Sompe, Cempa, Lanrisang, Duampanua, dan Lembang; serta
Perdesaan b. Kawasan permukiman transmigrasi di Kec. Duampanua.
9. Kawasan Peruntukan Lainnya
a. Kawasan Peruntukan a. Kawasan Perkantoran KODIM 1404 Pinrang di Kec. Paleteang;
Hankam Negara b. Kantor KORAMIL di Kec. Suppa, Mattiro Bulu, Mattiro Sompe, Paleteang,

BAPPEDA KABUPATEN PINRANG, 2019 BAB II | 21


LAPORAN PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA AKSI
PENGEMBANGAN KAWASAN PANGAN DAN GIZI KABUPATEN PINRANG
ANTARA

No. Pola Ruang Keterangan


Patampanua, Duampanua, dan Lembang;
c. Kawasan Perkantoran POLRES Pinrang di Kec. Watang Sawitto;
d. Kantor POLSEK di Kec. Suppa, Mattiro Bulu, Lanrisang, Mattiro Sompe, Watang
Sawitto, Tiroang, Paleteang, Cempa, Patampanua, Duampanua, dan Lembang;
e. Kawasan Batalyon 721 Makkasau Kompi Markas Benteng dan Kompi Bantuan Ambo
Alle di Kec. Patampanua;
f. Kawasan Direktorat POLAIRUD POLDA SUSSELBAR di Karaballo Kec. Suppa;
g. Kawasan Pos Angkatan Laut di Tanamilie Kec. Suppa; dan
h. Kawasan Komando Satuan Angkatan Udara (KOPSAU) II TNI AU di Malimpung Kec.
Patampanua.
b. Kawasan Merupakan kawasan udara sekitar Bandar Udara Pengumpul Malimpung di Kec.
Keselamatan Patampanua berupa ruang udara bagi keselamatan pergerakan pesawat yang mengikuti
Operasional standar ruang KKOP yang sudah ditetapkan di Bandar Udara Pengumpul Malimpung yang
Penerbangan berada pada wilayah Kabupaten Pinrang.

Sumber : RTRW Kabupaten Pinrang (Dikompilasi)

Komponen pola ruang yang sangat terkait dengan pengembangan kawasan pertanian adalah
Kawasan Peruntukan Pertanian, yang mencakup :
1. Kawasan Peruntukan Pertanian Tanaman Pangan
Kawasan Peruntukan Pertanian Tanaman Pangan di Kabupaten Pinrang mencakup :

a. Lahan basah dengan luas 44.861 Ha ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Suppa, Mattiro
Sompe, Lanrisang, Mattiro Bulu, Watang Sawitto, Paleteang, Tiroang, Patampanua, Cempa,
Duampanua, Batulappa, dan Lembang; serta

b. Lahan kering dengan luas 30.914 Ha ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Suppa, Mattiro
Sompe, Lanrisang Mattiro Bulu, Watang Sawitto, Paleteang, Tiroang, Patampanua, Cempa,
Duampanua, Batulappa, dan Lembang.
Kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan
berkelanjutan, dengan luas 44.861 Ha.
2. Kawasan Peruntukan Pertanian Holtikultura
Kawasan peruntukan pertanian holtikultura komoditas sayur-sayuran dengan luas 30.914 Ha
ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Suppa, Mattiro Sompe, Lanrisang, Mattiro Bulu, Paleteang,
Tiroang, Patampanua, Cempa, Duampanua, dan Batulappa.

3. Kawasan Peruntukan Perkebunan


Kawasan peruntukan perkebunan dengan luas 24.417 Ha, terdiri dari :
a. Kawasan peruntukan perkebunan kakao dan kelapa ditetapkan di sebagian wilayah Kec.
Mattiro Bulu, Paleteang, Tiroang, Patampanua, Duampanua, Batulappa, dan Lembang;
b. Kawasan peruntukan perkebunan kopi ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Lembang, dan
Batulappa;
c. Kawasan peruntukan perkebunan jambu mete ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Mattiro
Bulu, Lembang, Patampanua, Suppa, Duampanua, dan Batulappa; dan
d. Kawasan peruntukan perkebunan kelapa sawit ditetapkan di sebagian wilayah Kec.
Duampanua, Tiroang, Batulappa, Duampanua, dan Lembang.
4. Kawasan Peruntukan Peternakan
Kawasan Peruntukan Peternakan terdiri dari :

BAPPEDA KABUPATEN PINRANG, 2019 BAB II | 22


LAPORAN PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA AKSI
PENGEMBANGAN KAWASAN PANGAN DAN GIZI KABUPATEN PINRANG
ANTARA

a. Kawasan peruntukan pengembangan ternak besar ditetapkan di sebagian wilayah Kec.


Suppa, Mattiro Sompe, Lanrisang, Mattiro Bulu, Patampanua, Cempa, Duampanua,
Batulappa, dan Lembang; dan
b. Kawasan peruntukan pengembangan ternak unggas ditetapkan di sebagian wilayah Kec.
Suppa, Mattiro Sompe, Lanrisang, Mattiro Bulu, Watang Sawitto, Paleteang, Tiroang,
Patampanua, Cempa, Duampanua, Batulappa, dan Lembang.

2.4.3. Kawasan Strategis


Kawasan Strategis yang berada dan/atau mencakup wilayah Kabupaten Pinrang meliputi Kawasan
Strategis Nasional (KSN), Kawasan Strategis Provinsi (KSP), dan Kawasan Strategis Kabupaten
(KAK). KSN dan KSP yang berada dan/atau mencakup wilayah Kabupaten Pinrang adalah sebagai
barikut (Tabel 2.4.7).

Tabel 2.4.7. Kawasan Strategis Nasional dan Kawasan Strategis Provinsi yang Berada
dan/atau Mencakup Wilayah Kabupaten Pinrang

No. Kawasan Strategis Keterangan


I. Kawasan Strategis Nasional (KSN)
Merupakan kawasan strategis nasional dengan sudut kepentingan
1. KAPET Pare-Pare
ekonomi yang berada di Kabupaten Pinrang
II. Kawasan Strategis Provinsi (KSP)
1. KSP dengan sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi
Kawasan lahan pangan Ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Suppa, Mattiro Sompe, Lanrisang,
a. berkelanjutan komoditas beras dan Mattiro Bulu, Watang Sawitto, Paleteang, Tiroang, Patampanua, Cempa,
jagung Duampanua, Batulappa, dan Lembang
Kawasan pengembangan budidaya Ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Mattiro Bulu, Paleteang, Tiroang,
alternatif komoditas perkebunan Suppa, Patampanua, Duampanua, Batulappa, dan Lembang
b.
unggulan kopi robusta, kakao, dan
jambu mete
Kawasan pengembangan budidaya Ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Suppa, Lanrisang, Mattiro Sompe,
c.
udang Cempa, Duampanua, dan Lembang.
2. KSP dengan sudut kepentingan pendayagunaan sumberdaya alam dan teknologi tinggi
Kawasan penambangan Migas Blok Ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Duampanua, Batulappa, Lembang
a.
Enrekang dan Patampanua
b. Kawasan PLTA PLTA Bakaru di Kec. Lembang
3. KSP dengan sudut kepentingan fungsi Merupakan kawasan hutan lindung ditetapkan di sebagian wilayah Kec.
dan daya dukung lingkungan hidup Patampanua, Duampanua, Batulappa, dan Lembang.
Sumber : RTRW Kabupaten Pinrang (Dikompilasi)

1. KSN yang mencakup wilayah Kabupaten Pinrang adalah KSN dengan sudut pandang
kepentingan ekonomi, yaitu KAPET Pare-pare;

2. KSP yang mencakup wilayah Kabupaten Pinrang adalah KSP dengan sudut kepentingan
ekonomi, yaitu :

a. Kawasan lahan pangan berkelanjutan komoditas beras dan jagung yang mencakup wilayah
Kabupaten Pinrang ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Suppa, Mattiro Sompe, Lanrisang,
Mattiro Bulu, Watang Sawitto, Paleteang, Tiroang, Patampanua, Cempa, Duampanua,
Batulappa, dan Lembang.
b. Kawasan pengembangan budidaya alternatif komoditas perkebunan unggulan kopi robusta,
kakao, dan jambu mete yang mencakup wilayah Kabupaten Pinrang ditetapkan di sebagian
wilayah Kec. Mattiro Bulu, Paleteang, Tiroang, Suppa, Patampanua, Duampanua, Batulappa,
dan Lembang.

BAPPEDA KABUPATEN PINRANG, 2019 BAB II | 23


LAPORAN PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA AKSI
PENGEMBANGAN KAWASAN PANGAN DAN GIZI KABUPATEN PINRANG
ANTARA

c. Kawasan pengembangan budidaya udang yang mencakup wilayah Kabupaten Pinrang


ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Suppa, Lanrisang, Mattiro Sompe, Cempa, Duampanua,
dan Lembang.

3. KSP yang berada dan/atau mencakup wilayah Kabupaten Pinrang adalah KSP dengan sudut
kepentingan pemberdayaan sumberdaya alam dan teknologi tinggi, yaitu :

a. Kawasan penambangan Migas Blok Enrekang yang mencakup Kabupaten Pinrang itetapkan
di sebagian wilayah Kec. Duampanua, Batulappa, Lembang dan Patampanua; dan
b. Kawasan PLTA yang berada di wilayah Kabupaten Pinrang, yaitu : PLTA Bakaru di Kec.
Lembang.
4. KSP yang berada di wilayah Kabupaten Pinrang adalah KSP dengan sudut pandang kepentingan
fungsi dan dayadukung lingkungan hidup merupakan kawasan hutan lindung yang ditetapkan di
sebagian wilayah Kec. Patampanua, Duampanua, Batulappa, dan Lembang.
Kawasan Strategis Kabupaten (KSP) Pinrang mencakup : KSP dengan sudut kepentingan ekonomi;
KSP dengan sudut kepentingan social budaya; KSP dengan sudut kepentingan lingkungan hidup
(Tabel 2.4.8).
1. KSP dengan sudut kepentingan ekonomi, meliputi :
a. Kawasan Perkotaan Pinrang sebagai pusat pemerintahan, pusat pelayanan kesehatan, pusat
pelayanan pendidikan, dan pusat perdagangan dan jasa ditetapkan di sebagian wilayah Kec.
Watang Sawitto, Paleteang, dan Tiroang
b. Kawasan Agropolitan, yang meliputi :
1) Kawasan Agropolitan Bakaru, berbasis agrobisnis komoditas pertanian tanaman pangan,
komoditas pertanian hortikultura dan komoditas perkebunan ditetapkan di Kec. Lembang;
2) Kawasan Agropolitan Sipatuo, Malimpung, dan Padang Loang (SIPUNDANG), berbasis
agrobisnis komoditas perkebunan yang ditunjang oleh komoditas perikanan dan
peternakan ditetapkan di Kec. Patampanua;
3) Kawasan Agropolitan Watang Pulu, Alitta, dan Makkawaru (WALIMA), berbasis
agrobisnis komoditas peternakan ditetapkan di Kec. Mattiro Bulu;
4) Kawasan Agropolitan Batulappa, berbasis agrobisnis komoditas pertanian tanaman
pangan dan peternakan ditetapkan di Kec. Batulappa;
5) Kawasan Agropolitan Tiroang, berbasis agrobisnis komoditas pertanian ditetapkan di Kec.
Tiroang;
6) Kawasan Agropolitan Paleteang, berbasis agrobisnis komoditas pertanian ditetapkan di
Kec. Paleteang;
7) Kawasan Agropolitan Cempa, berbasis agrobisnis komoditas pertanian dan komoditas
peternakan ditetapkan di Kec. Cempa; dan
8) Kawasan Agropolitan Sawitto, berbasis agrobisnis komoditas pertanian dan komoditas
peternakan ditetapkan di Kec. Watang Sawitto.
c. Kawasan Minapolitan, yang meliputi :
1) Kawasan Minapolitan Paria, Data Bittoeng, dan Maroneng (PADABIMA), berbasis
agrobisnis budidaya komoditas perikanan ditetapkan di Kec. Duampanua yang ditunjang
oleh TPI Kajuangin;

BAPPEDA KABUPATEN PINRANG, 2019 BAB II | 24


LAPORAN PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA AKSI
PENGEMBANGAN KAWASAN PANGAN DAN GIZI KABUPATEN PINRANG
ANTARA

2) Kawasan Minapolitan Wiringtasi, berbasis agrobisnis budidaya komoditas perikanan


ditetapkan di Kec. Suppa yang ditunjang oleh TPI Pelabuhan Ujung Lero; dan
3) Kawasan Minapolitan Mattiro Sompe, Lanrisang dan Cempa (MALACE), berbasis
agrobisnis budidaya komoditas perikanan ditetapkan di Kec. Mattiro Sompe, Lanrisang
dan Cempa yang ditunjang oleh TPI Pelabuhan Langnga.
d. Kawasan Pariwisata Alam Lembang, ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Lembang;
e. Kawasan Pariwisata Alam Permandian Air Panas Sulili, ditetapkan di sebagian wilayah Kec.
Paleteang;
f. Kawasan Industri, ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Suppa dan Mattiro Bulu; dan
g. Kawasan rencana Kota Terpadu Mandiri (KTM) Buttusawe, ditetapkan di sebagian wilayah
Kec. Duampanua.
2. KSP dengan sudut kepentingan social budaya, meliputi :
a. Kawasan Istana Addatuang Sawitto, ditetapkan di Kec. Watang Sawitto;
b. Kawasan Monumen dan Makam Lasinrang, ditetapkan di Kec.Paleteang; dan
c. Kawasan Makam Tuan Fakki, ditetapkan di Kec. Tiroang.
3. KSP dengan sudut kepentingan pendayagunaan sumberdaya alam, meliputi : Kawasan
Bendungan Benteng yang ditetapkan di Kec. Patampanua; dan
4. KSP dengan sudut kepentingan fungsi dayadukung lingkungan hidup, meliputi :
a. Kawasan jalur hijau hutan mangrove pesisir pantai Kab. Pinrang, ditetepkan di sebagian
wilayah Kec. Suppa, Lanrisang, Mattiro Sompe, Cempa, Duampanua, dan Lembang;
b. Kawasan Hutan Kota Bulu Paleteang, ditetepkan di sebagian wilayah Kec. Paleteang; dan
c. Kawasan rawan banjir, ditetepkan di sebagian wilayah Kec. Suppa, Mattiro Sompe, Cempa,
Duampanua, dan Lembang.

Tabel 2.4.8. Kawasan Strategis Kabupaten Pinrang


No. Kawasan Strategis Keterangan
III. Kawasan Strategis Kabupaten (KSK)
1. KSK dengan sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi
a. Kawasan perkotaan Pinrang Sebagai pusat pemerintahan, pusat pelayanan kesehatan, pusat
pelayanan pendidikan, dan pusat perdagangan dan jasa ditetapkan
di sebagian wilayah Kec. Watang Sawitto, Paleteang, dan Tiroang
b. Kawasan Agropolitan
1) Kawasan Agropolitan Bakaru Berbasis agrobisnis komoditas pertanian tanaman pangan,
komoditas pertanian hortikultura dan komoditas perkebunan
ditetapkan di Kec. Lembang
2) Kawasan Agropolitan Sipatuo, Berbasis agrobisnis komoditas perkebunan yang ditunjang oleh
Malimpung, dan Padang Loang komoditas perikanan dan peternakan ditetapkan di Kec.
(SIPUNDANG) Patampanua
3) Kawasan Agropolitan Watang Pulu, Berbasis agrobisnis komoditas peternakan ditetapkan di Kec. Mattiro
Alitta, dan Makkawaru (WALIMA) Bulu;
4) Kawasan Agropolitan Batulappa Berbasis agrobisnis komoditas pertanian tanaman pangan dan
peternakan ditetapkan di Kec. Batulappa;
5) Kawasan Agropolitan Tiroang Berbasis agrobisnis komoditas pertanian ditetapkan di Kec. Tiroang
6) Kawasan Agropolitan Paleteang Berbasis agrobisnis komoditas pertanian ditetapkan di Kec.
Paleteang
7) Kawasan Agropolitan Cempa Berbasis agrobisnis komoditas pertanian dan komoditas peternakan
ditetapkan di Kec. Cempa
8) Kawasan Agropolitan Sawitto Berbasis agrobisnis komoditas pertanian dan komoditas peternakan
ditetapkan di Kec. Watang Sawitto.

BAPPEDA KABUPATEN PINRANG, 2019 BAB II | 25


LAPORAN PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA AKSI
PENGEMBANGAN KAWASAN PANGAN DAN GIZI KABUPATEN PINRANG
ANTARA

No. Kawasan Strategis Keterangan


c. Kawasan Minapolitan
1) KM Paria, Data Bittoeng, dan Maroneng Berbasis agrobisnis budidaya komoditas perikanan ditetapkan di
(PADABIMA) Kec. Duampanua yang ditunjang oleh TPI Kajuangin
2) KM Wiringtasi Berbasis agrobisnis budidaya komoditas perikanan ditetapkan di
Kec. Suppa yang ditunjang oleh TPI Pelabuhan Ujung Lero
3) KM Mattiro Sompe, Lanrisang dan Berbasis agrobisnis budidaya komoditas perikanan ditetapkan di
Cempa (MALACE) Kec. Mattiro Sompe, Lanrisang dan Cempa yang ditunjang oleh TPI
Pelabuhan Langnga
d. Kawasan Pariwisata Alam Lembang Ditetapkan di Kec. Lembang
e. Kawasan Pariwisata Alam Permandian Air Ditetapkan di Kec. Paleteang
Panas Sulili
f. Kawasan Industri Ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Suppa dan Mattiro Bulu
g. Kawasan rencana Kota Terpadu Mandiri Di Kec. Duampanua.
(KTM) Buttusawe
2. KSK dengan sudut kepentingan sosial budaya
a. Kawasan Istana Addatuang Sawitto Di Kecamatan Watang Sawitto
b. Kawasan Monumen dan Makam Lasinrang Di Kecamatan Paleteang
c. Kawasan Makam Tuan Fakki Di Kecamatan Tiroang.
3. KSK dengan sudut kepentingan pendayagunaan sumberdaya alam dan teknologi tinggi
a. Kawasan Bendungan Benteng Di Kecamatan Patampanua
4. KSK dengan sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup
a. Kawasan jalur hijau hutan mangrove pesisir Di sebagian wilayah Kec. Suppa, Lanrisang, Mattiro Sompe, Cempa,
pantai Kab. Pinrang Duampanua, dan Lembang
b. Kawasan Hutan Kota Bulu Paleteang Di Kec. Paleteang
c. Di sebagian wilayah Kec. Suppa, Mattiro Sompe, Cempa,
Kawasan rawan banjir
Duampanua, dan Lembang.
Sumber : RTRW Kabupaten Pinrang (Dikompilasi)

BAPPEDA KABUPATEN PINRANG, 2019 BAB II | 26

Anda mungkin juga menyukai