BAB
TINJAUAN
II KONSEPTUAL
DAN KEBIJAKAN
2.1. DEFINISI
Beberapa definisi yang digunakan sebagai landasan konseptual dalam pelaksanaan pekerjaan ini
adalah sebagaimana tercantum dalam Permentan No. 18/Permentan/RC.040/4/20181 berikut ini.
1. Kawasan Pertanian adalah gabungan dari sentra-sentra pertanian yang memenuhi batas
minimal skala ekonomi pengusahaan dan efektivitas manajemen pembangunan wilayah secara
berkelanjutan serta terkait secara fungsional dalam hal potensi sumber daya alam, kondisi sosial
budaya, faktor produksi dan keberadaan infrastruktur penunjang.
2. Korporasi Petani adalah Kelembagaan Ekonomi Petani berbadan hukum berbentuk koperasi atau
badan hukum lain dengan sebagian besar kepemilikan modal dimiliki oleh petani.
3. Kawasan Pertanian Berbasis Korporasi Petani adalah Kawasan Pertanian yang dikembangkan
dengan strategi memberdayakan dan mengkorporasikan petani.
4. Masterplan adalah dokumen rencangan pengembangan kawasan pertanian di tingkat provinsi
yang disusun secara teknokratik, bertahap dan berkelanjutan sesuai potensi, daya dukung dan
daya tampung sumberdaya, sosial ekonomi dan tata ruang wilayah.
5. Action Plan adalah dokumen rencana operasional pengembangan kawasan pertanian di tingkat
Kabupaten/Kota yang merupakan penjabaran rinci dari Masterplan untuk mengarahkan
implementasi pengembangan dan pembinaan kawasan pertanian di tingkat Kabupaten/Kota.
1
Permentan No. 18/Permentan/RC.040/4/2018 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian Berbasis Korporasi Petani
Kawasan Tanaman Pangan juga mencakup berbagai aspek teknis lainnya yang bersifat spesifik
komoditas. Kriteria khusus untuk kawasan komoditas padi, jagung, kedelai, dan ubi kayu, yaitu:
1. Memperhatikan Atlas Peta Potensi Pengembangan Kawasan Padi, Jagung, Kedelai dan Ubi Kayu
Nasional Skala 1:250.000 dan/atau Atlas Peta Potensi Pengembangan Kawasan Padi, Jagung,
Kedelai, dan Ubi Kayu Kabupaten Skala 1:50.000;
2. Memprioritaskan lahan yang telah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan;
3. Memperhatikan luasan untuk mencapai skala ekonomi di 1 (satu) kawasan kabupaten/kota, yaitu:
untuk padi, jagung dan ubi kayu minimal 5.000 ha, dan untuk kedelai minimal 2.000 ha;
4. Memperhatikan luasan gabungan lintas kabupaten/kota untuk mencapai skala ekonomi, yaitu:
a. Untuk kawasan padi, jagung, dan ubi kayu dapat berbentuk gabungan 2 (dua) kabupaten/kota
dengan luas gabungan minimal 5.000 ha dan luas minimal per kabupaten/kota 2.500 ha;
b. Untuk kawasan padi, jagung, dan ubi kayu dapat berbentuk gabungan 3 (tiga) kabupaten/kota
dengan luas gabungan minimal 6.000 ha dan luas minimal per kabupaten/kota 2.000 ha; dan
c. Untuk kawasan kedelai dapat berbentuk gabungan 2 (dua) kabupaten/kota dengan luas
gabungan minimal 4.000 ha dan luas minimal per kabupaten/kota 2.000 ha.
2
) Pengembangan Kawasan Peternakan. Disampaikan pada Roundtable Pengembangan Kawasan Peternakan, Bandung 6 Maret 2014
1. Untuk efisiensi dan efektivitas pelayanan teknis dan ekonomis. Pelayanan teknis (IB, Keswan,
Pakan, Bibit) dan pelayanan ekonomis (pasar, RPH, perkreditan dan permodalan) yang terbatas
dana, sarana dan tenaga menjadi lebih terfokus untuk satu kawasan;
2. Cluster memungkinkan pemasaran hasil lebih ekonomis/pelayanan pasar. Untuk pelayanan
pemasaran hasil dapat menjadi lebih ekonomis karena dengan cluster memungkinkan terjadinya
pemasaran hasil bersama;
3. Pengembangan Kawasan diarahkan kepada peningkatan Investasi. Dengan pengembangan
kawasan dapat dikembangkan investasi yang menarik bagi semua pihak karena sudah tersedia
ternak dan pelayanan‐pelayanan yang bersifat teknis dan ekonomis; serta
4. Pengembangan Kawasan diarahkan sebagai pusat pertumbuhan komoditas. Pengembangan
kawasan pada akhirnya dapat diarahkan menjadi sentra‐sentra produksi utama suatu komoditas
yang mengarah kepada keunggulan komparativ suatu wilayah (one Village one product).
1. Dalam satu kawasan peternakan sapi potong satu rumah tangga peternak memiliki 2 sampai 3 ekor sapi potong. Satu
cluster terdiri dari Gapoktan sehingga satu cluster mencakup 300 ekor. Batas Minima Usaha : Kerbau : 2 ekor, Ayam
Buras : 30 ekor, Domba/Kambing : 6 ekor, Babi : 3 ekor, Itik : 15 ekor
2. Jumlah ternak ini sudah dianggap memenuhi syarat minimal untuk disebut sebagai skala ekonomi sehingga memerlukan
layanan teknis yaitu layanan perbibitan, budidaya, pakan, layanan kesehatan hewan dan layanan kesehatan masyarakat
veteriner
3. Selain itu, satu clusternya masih diperlukan layanan bersifat ekonomi dan kelembagaan yaitu layanan infrastruktur terpadu
yang mencakup pengolahan dan pemasaran, layanan permodalan, layanan transprortasi yaitu untuk pengangkutan
ternak dan jalan usaha tani serta layanan pendampingan (kelembagaan).
4. Bentuk-bentuk layanan ekonomis ini dapat menangani beberapa cluster dalam satu kawasan
5. Apabila cluster atau kawasan sapi potong sudah terbentuk maka akan berjalan secara alami atau dibentuk jaringan
pemasaran kedaerah konsumen yaitu konsumen, hotel, restoran, katering dan industri
13. Jarak ke Industri Pengolahan Susu (IPS). Diperlukan dalam penentuan Pusat Pertumbuhan
Ternak (PPT) sapi perah yang pemasarannya sangat tergantung konsumen, lembaga, dan IPS;
serta
14. Proporsi Penduduk Non-Muslim. Faktor agama diperlukan dalam penentuan PPT babi.
Sumber : Lampiran Permentan No. 18/Permentan/RC.040/4/2018 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian
Berbasis Korporasi
1. Tanaman pangan antara lain padi, jagung, kedelai, dan ubi kayu;
2. Hortikultura antara lain aneka cabai, bawang merah, bawang putih, jeruk, pisang, manggis,
mangga, dan durian.
3. Perkebunan antara lain tebu, kopi, teh, kakao, jambu mete, cengkeh, pala, lada, kelapa sawit,
karet, dan kelapa; serta
4. Peternakan antara lain sapi potong, sapi perah, kerbau, kambing, domba, itik, ayam buras, dan
babi.
Pada Diktum ketiga diputuskan bahwa Lokasi Kawasan Pertanian Nasional dikembangkan melalui
penguatan aspek: (1) Perencanaan program, kegiatan, dan anggaran; (2) Pelaksanaan; (3)
Pemantauan; dan (4) Evaluasi dan pelaporan, sesuai dengan Pedoman Pengembangan Kawasan
Pertanian Berbasis Korporasi Petani dan Petunjuk Teknis.
Pada Diktum kelima diputuskan bahwa Direktur Jenderal yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang
tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan setiap tahun menetapkan lokasi prioritas
kawasan pertanian berbasis korporasi petani. Pada Diktum keenam diputuskan bahwa Penetapan
lokasi prioritas kawasan pertanian berbasis korporasi petani dilakukan dengan mempertimbangkan
usulan dari bupati/wali kota melalui gubernur. Pada Diktum ketujuh diputuskan bahwa Lokasi prioritas
kawasan pertanian berbasis korporasi petani menjadi acuan dalam merencanakan keterpaduan
program, kegiatan, dan anggaran.
Pada Diktum kedelapan diputuskan bahwa Direktur Jenderal yang mempunyai tugas dan fungsi di
bidang tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan serta prasarana dan sarana pertanian
mengalokasikan sebagian besar anggaran belanja barang non operasional pada Lokasi Kawasan
Pertanian Nasional. Pada Diktum kesembilan diputuskan bahwa Dalam hal untuk pengembangan
dan perluasan kawasan pertanian serta pengembangan komoditas sesuai dengan potensi wilayah,
Direktur Jenderal yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan, peternakan serta prasarana dan sarana pertanian dapat mengalokasikan anggaran di
luar Lokasi Kawasan Pertanian Nasional.
Dalam Lampiran Keputusan Menteri Pertanian No. 472/Kpts/RC.040/6/2018 tentang Lokasi Kawasan
Pertanian Nasional, telah diputuskan Lokasi Kawasan Pertanian untuk masing-masing komoditas
prioritas tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan. Berdasarkan Lampiran
Kepmentan tersebut, lokasi Kawasan Pertanian di Provinsi Sulawesi Selatan dan/atau Kabupaten
Pinrang dipaparkan di bawah ini.
Struktur ruang meliputi Pusat-pusat Kegiatan, Sistem Jaringan Prasarana Utama, dan Sistem
Jaringan Prasarana Lainnya. Pusat-pusat Kegiatan Provinsi yang meliputi wilayah Kabupaten
Pinrang adalah Pusat Kegiatan Lokal (PKL), yaitu Kawasan Perkotaan Pinrang yang meliputi
sebagian wilayah Kecamatan Watang Sawitto, sebagian wilayah Kecamatan Paleteang, dan sebagian
wilayah Kecamatan Tiroang. Pusat-pusat Kegiatan Kabupaten meliputi Pusat Pelayanan Kawasan
(PPK) dan Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL). Terdapat 6 PPK dan 8 PPL di Kabupaten Pinrang
(Tabel 2.4.1).
I. Pusat-pusat kegiatan
1. Pusat Kegiatan Lokal Kawasan Perkotaan Pinrang yang meliputi sebagian wilayah Kec. Watang
(PKL) Sawitto, Paleteang, dan Tiroang
Sistem jaringan prasarana utama di Kabupaten Pinrang meliputi : Sistem Jaringan Transportasi Darat,
Sistem Jaringan Transportasi Laut, dan Sistem Jaringan Transportasi Udara (Tabel 2.4.2).
1. Sistem Jaringan Transportasi Darat meliputi Sistem Jaringan Jalan dan Sistem Jaringan
Perkeretaapian. Sitem Jaringan Jalan meliputi jaringan jalan arteri primer, kolektor primer, dan
local, sedangka Sistem Lalulintas dan Angkutan Jalan meliputi Trayek Angkutan dan Terminal.
Sistem Jaringan Perkeretaapian meliputi Jaringan Jalur Kereta Api, Stasiun Kereata Api, dan
Fasilitas Operasi Kereta Api.
2. Sistem Jaringan Transportasi Laut meliputi Tatanan Kepelabuhanan dan Alur Pelayaran. Tatanan
Kepelabuhanan mencakup Pelabuhan Pengumpul, Pelabuhan Pengumpan, dan Terminal
Khusus, sedangkan Alur Pelayaran mencakup Alur Pelayaran nasional dan Alur Pelayaran Lokal.
3. Sistem Jaringan Transportasi Udara mencakup Tatanan Kebandarudaraan dan Ruang Udara
Untuk Penerbangan.
Tabel 2.4.2. Sistem Jaringan Prasarana pada Struktur Ruang Utama Kabupaten Pinrang
Sistem jaringan prasarana lainnya di Kabupaten Pinrang meliputi : (1) Sistem Jaringan Energi; (2)
Sistem Jaringan Telekomunikasi; (3) Sistem Jaringan Sumberdaya Air; dan (4) Sistem Jaringan
Prasarana Pengelolaan Lingkungan (Tabel 2.4.3).
1. Sistem Jaringan Energi mencakup Sistem Jaringan Pembangkit Tenaga Listrik, seperti PLTA
Bakaru, PLTD Suppa, PLTMH Sawitto, dll., serta Sistem Jaringan Transmisi Tenaga Listrik,
seperti SUTT dan Gardu Induk.
2. Sistem Jaringan Telekomunikasi mencakup Jaringan Teresterial, dan Jaringan Satelit, termasuk
jaringan bergerak seluler berupa menara BTS telekomunikasi, dll.
3. Sistem Jaringan Sumberdaya Air mencakup Sumber Air yang meliputi air permukaan, bending,
bendungan, embung, sumber air permukaan lainnya, dan Cekungan Air Tanah, serta Prasaranan
Sumberdaya Air yang meliputi Sistem Jaringan Irigasi, baik Daerah Irigasi yang menjadi
kewenangan pusat, provinsi maupun kabupaten, serta Sistem Pengendalian Banjir.
4. Sistem Jaringan Prasarana Pengelolaan Lingkungan mencakup Sistem Pengelolaan
Persampahan (TPS, TPST, dan TPA), SPAM (Jaringan perpipaan dan non perpipaan), Sistem
Jaringan Drainase (primer, sekunder dan tersier), Sistem Jaringan Limbah yang meliputi Sistem
Pembuangan Air Limbah Setempat dan Sistem Pembuangan Air Limbah Terpusat, serta Jalur
Evakuasi Bencana (Jalur Evakuasi dan Ruang Evakuasi).
Tabel 2.4.3. Sistem Jaringan Prasarana Lain pada Struktur Ruang Kabupaten Pinrang
Komponen struktur ruang yang sangat erat kaitannya dengan pengembangan Kawasan Pertanian
adalah Sistem Jaringan Sumberdaya Air, khususnya Sumber Air berupa air permukaan yang
bersumber dari Wilayah Sungai, Bendung, Bendungan, Embunga, dan Sumber Air Permukaan
Lainnya, serta Prasarana Sumberdaya Air Berupa Sistem Jaringan Irigasi, serta Sistem Pengendalian
Banjir.
Sumber Air di Kabupaten Pinrang, antara lain adalah : (1) Air permukaan yang bersumber dari WS
Saddang sebagai wilayah sungai lintas provinsi yang meliputi DAS Kariango, DAS Rappang, dan DAS
Karajae; (2) Bendung, yaitu Bendung Benteng dan Bendung Pasolengan di Kec. Duampanua,
Bendung Padang Lolo dan Bendung Taccipi di Kec. Patampanua dan Bendung Kalosi di Kec.
Lembang; (3) Bendungan yaitu Bendungan Bakaru di Kec. Lembang; (4) Embung, yaitu Embung
Watangpulu di Kec. Suppa, dan Embung Watang Kasa I dan Embung Watang Kasa II di Kec. Batu
Lappa, Embung Binanga Karaeng I dan Embung Binanga Karaeng II di Kec. Lembang, dan Embung
Malimpung di Kecamatan Patampanua; dan (5) Sumber air permukaan lainnya berupa mata air yang
meliputi mata air Pakeng, mata air Taddokkong, dan mata air Tuppu di Kec. Lembang, mata air
Rajang, dan mata air Massewae di Kec. Duampanua, dan mata air Tapporang di Kec. Batulappa.
Sistem jaringan irigasi meliputi jaringan irigasi primer, jaringan irigasi sekunder, dan jaringan irigasi
tersier yang melayani Daerah Irigasi (DI) di wilayah Kabupaten Pinrang, yang terdiri atas : (1) Daerah
Irigasi kewenangan Pemerintah yaitu DI Saddang dengan luas pelayanan 42.931 hektar; (2) Daerah
Irigasi kewenangan Provinsi yaitu rencana pengembangan Bendung DI Taccipi dengan luas
pelayanan 1.568 hektar di sebagian wilayah Kec. Patampanua; dan (3) Daerah Irigasi kewenangan
Pemerintah Kabupaten terdiri dari 87 DI meliputi total luas pelayanan 9.557 hektar terdapat di
sebagian wilayah Kec. Lembang, Duampanua, Patampanua, Batulappa, dan Mattiro Bulu. Daerah
Irigasi kewenangan Pemerintah Kabupaten Pinrang dapat dilihat pada Tabel 2.4.4.
Pola ruang terdiri dari Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya. Kawasan Lindung mencakup : (1)
Kawasan yang Memberikan Perlindungan Terhadapa Kawasan di Bawahnya meliputi Kawasan Hutan
Lindung, dan Kawasan Resapan Air; (2) Kawasan Perlindungan Setempat meliputi Kawasan
Sempadan Pantai, Kawasan Sempadan Sungai, Kawasan Sekitar Danau/Waduk, dan RTH Kawasan
Perkotaan; (3) Kawasan Rawan Bencana Alam meliputi Kawasan Rawan Banjir, Kawasan Rawan
Gelombang Pasang, dan Kawasan Rawan Tanah Longsor; (4) Kawasan Lindung Geologi meliputi
Kawasan Rawan Gempa, Tsunami, Abrasi, Imbuhan Air, dan Kawasan Sekitar Mata Air; serta (5)
Kawasan Lindung Lainnya meliputi Kawasan Perlindungan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(WP3K) (Tabel 2.4.5).
Di lain pihak, Kawasan Budidaya pada pola ruang Kabupaten Pinrang mencakup : (1) Kawasan
Peruntukan Hutan Produksi; (2) Kawasan Peruntukan Hutan Rakyat; (3) Kawasan Peruntukan
Pertanian yang meliput Kawasan Peruntukan Pertanian Tanaman Pangan, Hortikultura, Perkebunan,
dan Peternakan; (4) Kawasan Peruntukan Perikanan yang meliputi Kawasan Peruntukan Perikanan
Tangkap, Budidaya Perikanan, Pengolahan Ikan dan Pelabuhan Pendaratan Ikan; (5) Kawasan
Peruntukan Wilayah Pertambangan Minerba dan Migas; (6) Kawasan Peruntukan Industri; (7)
Kawasan Peruntukan Pariwisata (Pariwisata Budaya, Alam dan Buatan); (8) Kawasan Peruntukan
Permukiman (Perkotaan dan Perdesaan); serta (9) Kawasan Peruntukan Lainnya yaitu Kawasan
Peruntukan Hankam, dan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (Tabel 2.4.6).
c. Kawasan peruntukan Kawasan peruntukan perkebunan dengan luas 24.417 Ha, terdiri dari :
perkebunan a. Kawasan peruntukan perkebunan kakao dan kelapa ditetapkan di sebagian wilayah
Kec. Mattiro Bulu, Paleteang, Tiroang, Patampanua, Duampanua, Batulappa, dan
Lembang;
b. Kawasan peruntukan perkebunan kopi ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Lembang,
dan Batulappa;
c. Kawasan peruntukan perkebunan jambu mete ditetapkan di sebagian wilayah Kec.
Mattiro Bulu, Lembang, Patampanua, Suppa, Duampanua, dan Batulappa; dan
d. Kawasan peruntukan perkebunan kelapa sawit ditetapkan di sebagian wilayah Kec.
Duampanua, Tiroang, Batulappa, Duampanua, dan Lembang.
d. Kawasan peruntukan a. Kawasan peruntukan pengembangan ternak besar ditetapkan di sebagian wilayah
peternakan Kec. Suppa, Mattiro Sompe, Lanrisang, Mattiro Bulu, Patampanua, Cempa,
Duampanua, Batulappa, dan Lembang; dan
b. Kawasan peruntukan pengembangan ternak unggas ditetapkan di sebagian wilayah
Kec. Suppa, Mattiro Sompe, Lanrisang, Mattiro Bulu, Watang Sawitto, Paleteang,
Tiroang, Patampanua, Cempa, Duampanua, Batulappa, dan Lembang.
4. Kawasan Peruntukan Perikanan
a. Kawasan Peruntukan Ditetapkan pada wilayah perairan Selat Makassar yang meliputi kawasan pesisir dan laut
perikanan tangkap Kec. Suppa, Lanrisang, Mattiro Sompe, Cempa, Duampanua, dan Lembang.
b. Kawasan Peruntukan a. Kawasan budidaya perikanan air laut komoditas rumput laut ditetapkan di sebagian
budidaya perikanan wilayah Kec. Suppa, Lanrisang, Mattiro Sompe, Cempa, Duampanua, dan Lembang;
b. Kawasan budidaya perikanan air payau komoditas udang dan bandeng ditetapkan di
sebagian wilayah Kec. Suppa, Lanrisang, Mattiro Sompe, Cempa, Duampanua, dan
Lembang; dan
c. Kawasan budidaya perikanan air tawar ditetapkan di sebagian wilayah Kec.
Patampanua, Paleteang, Cempa, Patampanua, Mattiro Bulu, dan Duampanua.
c. Kawasan pengolahan Kawasan pengolahan ikan ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Suppa, Lanrisang, Mattiro
ikan Sompe, Cempa, Duampanua, dan Lembang.
d. Kawasan Pelabuhan Kawasan Pelabuhan Pendaratan Ikan ditetapkan akan dikembangkan di Kec. Suppa,
Pendaratan Ikan Mattiro Sompe, dan Lembang.
5. Kawasan peruntukan wilayah pertambangan
a. Kawasan Peruntukan a. WUP mineral bukan logam berupa belerang ditetapkan di sebagian wilayah Desa
Pertambangan Sulili Kec. Paleteang;
Minerba b. WUP batuan terdiri atas:
a) Batu gamping, ditetapkan di sebagian wilayah Kel. Tellumpanua Kec. Suppa;
b) Pasir kuarsa, ditetapkan di sebagian wilayah Desa Malimpung Kec. Patampanua
dan Kec. Tiroang;
c) Andesit, ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Suppa;
d) Urukan tanah setempat ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Suppa dan
Duampanua; dan
e) Kerikil berpasir alami, ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Duampanua, dan
Paleteang.
b. Kawasan Peruntukan Bagian dari kawasan pertambangan migas bumi Blok Enrekang yang berada di wilayah
Pertambangan Migas Kab. Pinrang ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Patampanua, Duampanua, Lembang
dan Batulappa
6. Kawasan Peruntukan Industri
a. Kawasan peruntukan Merupakan kawasan industri manufaktur, ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Suppa, dan
Industri Besar Mattiro Sompe.
b. Kawasan peruntukan a. Kawasan peruntukan industri pengolahan komoditas hasil hutan dan pertanian
Industri Sedang ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Suppa dengan luasan 100 Ha; dan
b. Kawasan peruntukan industri logam, mesin, dan tekstil ditetapkan di sebagian
wilayah Kec. Mattiro Bulu dengan luasan 385 Ha.
c. Kawasan peruntukan Merupakan kawasan aglomerasi industry rumah tangga, ditetapkan di sebagian wilayah
Industri Rumah Kec. Suppa, Mattiro Sompe, Lanrisang, Mattiro Bulu, Watang Sawitto, Paleteang, Tiroang,
Tangga Patampanua, Cempa, Duampanua, Batulappa, dan Lembang.
Komponen pola ruang yang sangat terkait dengan pengembangan kawasan pertanian adalah
Kawasan Peruntukan Pertanian, yang mencakup :
1. Kawasan Peruntukan Pertanian Tanaman Pangan
Kawasan Peruntukan Pertanian Tanaman Pangan di Kabupaten Pinrang mencakup :
a. Lahan basah dengan luas 44.861 Ha ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Suppa, Mattiro
Sompe, Lanrisang, Mattiro Bulu, Watang Sawitto, Paleteang, Tiroang, Patampanua, Cempa,
Duampanua, Batulappa, dan Lembang; serta
b. Lahan kering dengan luas 30.914 Ha ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Suppa, Mattiro
Sompe, Lanrisang Mattiro Bulu, Watang Sawitto, Paleteang, Tiroang, Patampanua, Cempa,
Duampanua, Batulappa, dan Lembang.
Kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan
berkelanjutan, dengan luas 44.861 Ha.
2. Kawasan Peruntukan Pertanian Holtikultura
Kawasan peruntukan pertanian holtikultura komoditas sayur-sayuran dengan luas 30.914 Ha
ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Suppa, Mattiro Sompe, Lanrisang, Mattiro Bulu, Paleteang,
Tiroang, Patampanua, Cempa, Duampanua, dan Batulappa.
Tabel 2.4.7. Kawasan Strategis Nasional dan Kawasan Strategis Provinsi yang Berada
dan/atau Mencakup Wilayah Kabupaten Pinrang
1. KSN yang mencakup wilayah Kabupaten Pinrang adalah KSN dengan sudut pandang
kepentingan ekonomi, yaitu KAPET Pare-pare;
2. KSP yang mencakup wilayah Kabupaten Pinrang adalah KSP dengan sudut kepentingan
ekonomi, yaitu :
a. Kawasan lahan pangan berkelanjutan komoditas beras dan jagung yang mencakup wilayah
Kabupaten Pinrang ditetapkan di sebagian wilayah Kec. Suppa, Mattiro Sompe, Lanrisang,
Mattiro Bulu, Watang Sawitto, Paleteang, Tiroang, Patampanua, Cempa, Duampanua,
Batulappa, dan Lembang.
b. Kawasan pengembangan budidaya alternatif komoditas perkebunan unggulan kopi robusta,
kakao, dan jambu mete yang mencakup wilayah Kabupaten Pinrang ditetapkan di sebagian
wilayah Kec. Mattiro Bulu, Paleteang, Tiroang, Suppa, Patampanua, Duampanua, Batulappa,
dan Lembang.
3. KSP yang berada dan/atau mencakup wilayah Kabupaten Pinrang adalah KSP dengan sudut
kepentingan pemberdayaan sumberdaya alam dan teknologi tinggi, yaitu :
a. Kawasan penambangan Migas Blok Enrekang yang mencakup Kabupaten Pinrang itetapkan
di sebagian wilayah Kec. Duampanua, Batulappa, Lembang dan Patampanua; dan
b. Kawasan PLTA yang berada di wilayah Kabupaten Pinrang, yaitu : PLTA Bakaru di Kec.
Lembang.
4. KSP yang berada di wilayah Kabupaten Pinrang adalah KSP dengan sudut pandang kepentingan
fungsi dan dayadukung lingkungan hidup merupakan kawasan hutan lindung yang ditetapkan di
sebagian wilayah Kec. Patampanua, Duampanua, Batulappa, dan Lembang.
Kawasan Strategis Kabupaten (KSP) Pinrang mencakup : KSP dengan sudut kepentingan ekonomi;
KSP dengan sudut kepentingan social budaya; KSP dengan sudut kepentingan lingkungan hidup
(Tabel 2.4.8).
1. KSP dengan sudut kepentingan ekonomi, meliputi :
a. Kawasan Perkotaan Pinrang sebagai pusat pemerintahan, pusat pelayanan kesehatan, pusat
pelayanan pendidikan, dan pusat perdagangan dan jasa ditetapkan di sebagian wilayah Kec.
Watang Sawitto, Paleteang, dan Tiroang
b. Kawasan Agropolitan, yang meliputi :
1) Kawasan Agropolitan Bakaru, berbasis agrobisnis komoditas pertanian tanaman pangan,
komoditas pertanian hortikultura dan komoditas perkebunan ditetapkan di Kec. Lembang;
2) Kawasan Agropolitan Sipatuo, Malimpung, dan Padang Loang (SIPUNDANG), berbasis
agrobisnis komoditas perkebunan yang ditunjang oleh komoditas perikanan dan
peternakan ditetapkan di Kec. Patampanua;
3) Kawasan Agropolitan Watang Pulu, Alitta, dan Makkawaru (WALIMA), berbasis
agrobisnis komoditas peternakan ditetapkan di Kec. Mattiro Bulu;
4) Kawasan Agropolitan Batulappa, berbasis agrobisnis komoditas pertanian tanaman
pangan dan peternakan ditetapkan di Kec. Batulappa;
5) Kawasan Agropolitan Tiroang, berbasis agrobisnis komoditas pertanian ditetapkan di Kec.
Tiroang;
6) Kawasan Agropolitan Paleteang, berbasis agrobisnis komoditas pertanian ditetapkan di
Kec. Paleteang;
7) Kawasan Agropolitan Cempa, berbasis agrobisnis komoditas pertanian dan komoditas
peternakan ditetapkan di Kec. Cempa; dan
8) Kawasan Agropolitan Sawitto, berbasis agrobisnis komoditas pertanian dan komoditas
peternakan ditetapkan di Kec. Watang Sawitto.
c. Kawasan Minapolitan, yang meliputi :
1) Kawasan Minapolitan Paria, Data Bittoeng, dan Maroneng (PADABIMA), berbasis
agrobisnis budidaya komoditas perikanan ditetapkan di Kec. Duampanua yang ditunjang
oleh TPI Kajuangin;