Anda di halaman 1dari 38

NASKAH AKADEMIK NASKAH AKADEMIK

PENYUSUNAN RTR KAWASAN STRATEGIS SERANG UTARA TERPADU


PENYUSUNAN RTR KAWASAN STRATEGIS SERANG UTARA TERPADU
DI PROVINSI BANTEN
DI PROVINSI BANTEN

BAB - 2
KAJIAN TEORITIS DAN
EMPIRIK

2.1 KAJIAN TEORITIS


2.1.1 Konsep Pengembangan Wilayah
Secara konseptual pengertian pengembangan wilayah dapat dirumuskan sebagai
rangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai
sumber daya, merekatkan dan menyeimbangkan pembangunan nasional dan kesatuan
wilayah nasional, meningkatkan keserasian antar kawasan, keterpaduan antar sektor
pembangunan melalui proses penataan ruang dalam rangka pencapaian tujuan
pembangunan yang berkelanjutan dalam wadah NKRI.
Konsep pengembangan wilayah Kawasan Serang Utara Terpadu sesuai amanat dalam
Rencana tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Banten 2010-2030 diarahkan sebagai
kawasan industri, kawasan minapolitan, kawasan agropolitan, dan kawasan wisata.
A. Konsep Pengembangan Industri
Kebijakan pengembangan kegiatan industri ini dimaksudkan untuk memantapkan
fungsi kawasan pada masa akan datang sebagai kawasan tumbuh cepat dan
penciptaan iklim investasi. Konsep pergudangan difokuskan pada kegiatan yang
mendukung industri, perikanan dan kelautan. Pembangunan gudang disesuaikan

Halaman | 2-1
NASKAH AKADEMIK
PENYUSUNAN RTR KAWASAN STRATEGIS SERANG UTARA TERPADU
DI PROVINSI BANTEN

dengan karakteristik fisik yang ada dan dalam lingkungan pergudangan konsep
RTH tetap di laksanakan sebagai elemen penunjang.
B. Konsep Pengembangan Minapolitan
Pengembangan Kawasan Minapolitan merupakan alternatif solusi pembangunan
wilayah perdesaan, dalam hal ini adalah kawasan perairan/pesisir (tangkap) dan
kawasan budidaya (kolam). Kegiatannya difokuskan pada sistem dan usaha
perikanan (minabisnis) sehingga mampu mendorong kegiatan perikanan di wilayah
sekitarnya.
Pengembangan Kawasan Minapolitan turut diwujudkan oleh Direktorat
Pengembangan Permukiman, Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum di
sejumlah wilayah di Indonesia. Dengan pengembangan Kawasan Minapolitan
diharapkan dapat mewujudkan pembangunan berkelanjutan melalui peningkatan
produksi perikanan tangkap maupun budidaya sehingga mampu mening katkan
pendapatan dan kesejahteraan masyarakatnya.
Konsep dasar pengembangan Kawasan Minapolitan adalah upaya menciptakan
pembangunan inter-regional berimbang, khususnya dengan meningkatkan
keterkaitan pembangunan kota-desa (rural-urban linkage) yaitu pengembangan
kawasan perdesaan yang terintegrasi di dalam sistem perkotaan secara fungsional
dan spasial. Pengembangan ekonomi masyarakat lokal/perdesaan sangat penting,
dengan diupayakan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lokal melalui
pengembangan ekonomi komunitas, investasi social capital dan human capital,
investasi di bidang prasarana dan sumberdaya alam (natural capital).
Pengembangan kawasan Minapolitan dilakukan dengan disertai upaya peningkatan
capacity building di tingkat masyarakat maupun di tingkat pemerintahan agar
menjamin manfaat utama dapat dinikmati masyarakat lokal.
Dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Minapolitan
masuk dalam kategori Agropolitan dijelaskan bahwa Kawasan
Agropolitan/Minapolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat
kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian/perikanan dan
pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan
fungsional dan hirarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis.
Dijelaskan pula pada pasal 26 bahwa rencana tata ruang kawasan perdesaan
merupakan bagian dari rencana tata ruang wilayah kabupaten yang dapat disusun
sebagai instrumen pemanfaatan ruang untuk mengoptimalkan kegiatan
pertanian/perikanan, yang dapat berbentuk kawasan agropolitan/Minapolitan.

Halaman | 2-2
NASKAH AKADEMIK
PENYUSUNAN RTR KAWASAN STRATEGIS SERANG UTARA TERPADU
DI PROVINSI BANTEN

Gambar 2-1 Mekanisme Penyelenggaraan Minapolitan

Minapolitan terdiri dari kata mina dan kata politan (polis). Mina berarti perikanan
dan politan berarti kota, sehingga Minapolitan dapat diartikan sebagai kota
perikanan atau kota di daerah lahan perikanan atau perikanan di daerah kota.
Secara definitif Minapolitan adalah kota perikanan yang tumbuh dan berkembang
karena berjalannya sistem dan usaha perikanan serta mampu melayani dan
mendorong kegiatan pembangunan perikanan di wilayah sekitarnya, dengan ciri
utama kegiatan perikanan dan pengolahan hasil perikanan.
Minapolitan bertujuan untuk: (a) meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat
skala mikro dan kecil, (b) meningkatkan jumlah dan kualitas usaha skala menengah
ke atas sehingga berdaya saing tinggi, dan (c) meningkatkan sektor kelautan dan
perikanan menjadi penggerak ekonomi regional dan nasional.

Halaman | 2-3
NASKAH AKADEMIK
PENYUSUNAN RTR KAWASAN STRATEGIS SERANG UTARA TERPADU
DI PROVINSI BANTEN

Gambar 2-2 Konsep Pohon Ikan (Minapolitan)

C. Konsep Pengembangan Agropolitan


Konsep pengembangan agropolitan di Kawasan Serang Utara Terpadu diantaranya
sebagai berikut:
1. Penetapan Pusat Agropolitan di Pontang dengan fasilitas sebagai berikut:
 Pusat perdagangan dan transportasi pertanian (agricultural tradel transport
center);
 Penyedia jasa pendukung pertanian (agricultural support services);
 Pasar konsumen produk non-pertanian (non agricultural consumers market);
 Pusat industri pertanian (agro-based industry);

Halaman | 2-4
NASKAH AKADEMIK
PENYUSUNAN RTR KAWASAN STRATEGIS SERANG UTARA TERPADU
DI PROVINSI BANTEN

 Penyedia pekerjaan non pertanian (non-agricultural employment); dan


 Pusat agropolitan dan hinterlannya terkait dengan sistem permukiman
nasional, propinsi, dan kabupaten (RTRW Propinsi/ Kabupaten).
2. Penetapan Unit-unit Kawasan Pengembangan dengan fasilitas sebagai berikut:
 Pusat produksi pertanian (agricultural production);
 Intensifikasi pertanian (agricultural intensification);
 Pusat pendapatan perdesaan dan permintaan untuk barang-barang dan jasa
non pertanian (rural income and demand for non-agricultural goods and
services); dan
 Produksi tanaman siap jual dan diversifikasi pertanian (cash crop production
and agricultural diversification).
3. Penetapan Sektor Unggulan Orientasi Ekspor:
 Merupakan sektor unggulan yang sudah berkembang dan didukung oleh
sektor hilirnya;
 Kegiatan agribisnis yang banyak melibatkan pelaku dan masyarakat yang
paling besar (sesuai dengan kearifan lokal); dan
 Mempunyai skala ekonomi yang memungkinkan untulk dikembangkan
dengan orientasi ekspor.
4. Dukungan Sistem Infrastruktur
Dukungan infrastruktur yang membentuk struktur ruang yang mendukung
pengembangan kawasan agropolitan diantaranya: jaringan jalan, irigasi,
sumber-sumber air, dan jaringan utilitas (listrik dan telekomunikasi).
5. Dukungan Sistem Kelembagaan
 Dukungan kelembagaan pengelola pengembangan kawasan agropolitan
yang merupakan bagian dari Pemerintah Daerah dengan fasilitasi
Pemerintah Pusat; dan
 Pengembangan sistem kelembagaan insentif dan disinsentif pengembangan
kawasan agropolitan.
Melalui keterkaitan tersebut, pusat agropolitan dan kawasan perdesaan
berinteraksi satu sama lain secara menguntungkan. Dengan adanya pola
interaksi ini diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah (value added)
produksi kawasan agropolitan sehingga pembangunan perdesaan dapat dipacu
dan migrasi desa-kota yang terjadi dapat dikendalikan.

Halaman | 2-5
NASKAH AKADEMIK
PENYUSUNAN RTR KAWASAN STRATEGIS SERANG UTARA TERPADU
DI PROVINSI BANTEN

D. Konsep Pengembangan Wisata


Berdasarkan Undang-undang Nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya,
Kawasan Banten Lama merupakan kawasan cagar budaya dimana terdapat
berabagai lokasi yang mengandung atau diduga mengandung benda cagar budaya
termasuk lingkungan yang diperlukan bagi pengamanannya. Sehingga konsep cagar
atau perlindungan merupakan skenario yang tepat untuk menjaga kelestarian
cagar budaya yang ada, kemudian tindakan melestarikan Benda Cagar Budaya
(BCB) bersejarah, juga diimbangi dengan langkah meningkatkan vitalitas ekonomi
Benda Cagar Budaya (BCB). Adapun arahan revitalisasi ekonomi yang dimaksud
adalah menciptakan pengarahan (guidelines) agar tercapai uniformalitas
penampilan, seperti uniformalitas bentuk atap, ketinggian atap (skylines), skala
Benda Cagar Budaya (BCB), jumlah lantai, bahan dan warna eksterior, yang
semuanya dijadikan acuan pelestarian dan pembangunan fisik dalam kawasan
bersejarah.
Adapun hal ini didukung oleh hasil metode analisis bottom up planning dimana
diperoleh melalui peran instansi-instansi pemerintah dalam penataan fisik
lingkungan kawasan wisata berdasarkan perolehan data inventarisir
kegiatan/program/proyek yang sudah dilaksanakan sebagai upaya mendukung
pengembangan pariwisata di Kawasan Cagar Budaya Banten Lama beberapa tahun
terakhir, secara garis besar upaya revitalisasi yang dilakukan pada komponen fisik
kawasan antara lain, yaitu:
1. Wujud konstruksi bangunan utuh;
2. Wujud utuh infrastruktur kota lama;
3. Bangunan situs-situs kepurbakalaan (Dead Monument);
4. Bangunan situs-situs kepurbakalaan (Living Monument);
5. Wujud infrastrukutur pendukung kawasan;
6. Ruang terbuka hijau;
7. Sirkulasi kendaraan dan orang (pejalan kaki);
8. Sosialisasi kegiatan rencana tata ruang; dan
9. Komponen tata informasi.
Adapun konsep pengembangan revitalisasi fisik Kawasan Banten Lama dan
Pelabuhan Karangantu berdasarkan metode analisis bottom up planning secara
garis besar terbagi menjadi 2 (dua) Konsep yaitu:
1. Konsep Rekonstruksi Kawasan Banten Lama, berdasarkan pemahaman
Kawasan Banten Lama sebagai suatu situs cagar budaya dan sebagai artefak

Halaman | 2-6
NASKAH AKADEMIK
PENYUSUNAN RTR KAWASAN STRATEGIS SERANG UTARA TERPADU
DI PROVINSI BANTEN

kota lama yang terstruktur dan lengkap, maka konsep pengembangan


revitalisasi Kawasan Banten Lama terdiri dari:
 Rekostruksi wujud konstruksi bangunan utuh, karena Kawasan Banten
Lama merupakan peninggalan Kota Islam yang mempunyai infrastruktur
perkotaan yang cukup lengkap. Sehingga upaya menghadirkan kembali
visualisasi Kota Surosowan Kuno sesuai Blueprint Kota Surosowan
merupakan komponen penting revitalisasi;
 Rekonstruksi wujud utuh infrastruktur kota lama, berupa kanal-kanal air
sebagai salah satu arena wisata sesuai Blueprint Kota Surosowan;
 Rekonstruksi bangunan situs-situs kepurbakalaan (Dead Monument),
meliputi Bangunan Keraton Surosowan, Keraton Kaibon, Mesjid Lama
Pecinan Tinggi, Benteng Speelwijck dan pangindelan-pangindelan;
 Melakukan tindakan perlindungan dan pelestarian bangunan situs-situs
kepurbakalaan (Living Monument), meliputi Mesjid Agung Banten, Vihara
Avalokitesvara dan Makam.
2. Konsep Rehabilitasi Komponen Fisik Kawasan Banten Lama, berdasarkan
potensi dan masalah komponen lingkungan fisik kawasan, maka konsep
revitalisasi Kawasan Banten Lama dan Karangantu diarahkan pada
optimalisasi komponen fisik eksisting dan berbagai upaya pengendalian dan
pengawasan terdiri dari:

 Menetukan konsep struktur penggunaan lahan Kawasan Banten Lama dan


Karangantu;

 Menentukan arahan pola pemanfaatan ruang Kawasan Banten Lama


dengan fungsi utama pengaturan, perlindungan, pengawasan dan
pengendalian kawasan cagar budaya dan arahan pola pemanfaatan ruang
Kawasan Karangantu dengan fungsi utama pengembangan destinasi
wisata dengan wisata pelabuhan dan peningkatan kualitas pelabuhan
serta peningkatan TPI (Tempat Pelelangan Ikan);

 Menetukan arahan tata bangunan;

 Menetukan arahan ruang terbuka hijau;

 Menetukan arahan sirkulasi dan parkir;

 Menetukan arahan jalur pergerakan pedestrian;

 Menetukan arahan pendukung aktivitas;

 Menetukan arahan preservasi dan konservasi; dan

 Menetukan arahan tata informasi.

Halaman | 2-7
NASKAH AKADEMIK
PENYUSUNAN RTR KAWASAN STRATEGIS SERANG UTARA TERPADU
DI PROVINSI BANTEN

Menetukan arahan pengendalian dan pengawasan, meliputi aspek perizinan, aspek


insentif dan disinsentif serta aspek sanksi sesuai undang-undang penataan ruang
No.26 Tahun 2007.

2.1.2 Konsep Penataan Ruang


Dalam rangka mewujudkan konsep pengemabngan wilayah yang didalamnya memuat
tujuan dan sasaran yang bersifat kewilayahan di Indonesia, maka ditempuh melalui
penyelenggaraan penataan ruang yang terdiri dari 4 proses utama, yakni:
1. Pengaturan, upaya pembentukan landasan hukum bagi Pemerintah, Pemerintah
Daerah dan masyarakat dalam penataan ruang;
2. Pembinaan, upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang yang
diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat;
3. Pelaksanaaan, upaya pencapaian tujuan pepnataan ruang melalui pelaksanaan
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan
ruang;
4. Pengawasan, upaya agara penyelenggaraan penataan ruang dapat diwujudkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dengan demikian, selain merupakan proses untuk mewujudkan tujuan-tujuan
pembangunan penataan ruang sekaligus juga merupakan produk yang memiliki
landasan hukum untuk mewujudkan tujuan pengembangan wilayah.
Di Indonesia, penataan ruang telah ditetapkan melalui Undang-undang Nomor 26
Tahun 2007 yang kemudian diikuti dengan penetapan berbagai Peraturan Pemerintah
untuk operasionalisasinya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007,
khususnya pasal 3, termuat tujuan penataan ruang, yakni mewujudkan ruang wilayah
nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan wawasan
nusantara dan ketahanan nasional.
Sedangkan sasaran penataan ruang adalah:
1. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
2. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya
buatan dengan memperhatikan suber daya manusia;
3. Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap
lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

Halaman | 2-8
NASKAH AKADEMIK
PENYUSUNAN RTR KAWASAN STRATEGIS SERANG UTARA TERPADU
DI PROVINSI BANTEN

Sesuai dengan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,


perencanaan tata ruang sebagai bagian pelaksanaan penataan ruang dilakukan untuk
menghasilkan:

Gambar 2-3 Keterkaitan Rencana Umum Tata Ruang dan Rencana Rinci Tata Ruang

1. Rencana umum tata ruang, secara hierarki terdiri dari RTRWN, RTRWP, dan
RTRW Kabupaten/Kota.
2. Rencana rinci tata ruang, yang terdiri atas RTR Pulau/kepulauan dan RTR Kawasan
Strategis Nasional, RTR Kawasan Strategis Provinsi dan RDTR Kabupaten/Kota
dan RTR Kawasan Strategis Kabupaten/Kota.
Rencana umum tata ruang belum dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang karena mencakup wilayah
perencanaan wilayah perencanaan yang luas dan skala peta dalam rencana
memerlukan perincian sebelum dioperasionalkan. Rencana detail tata ruang dapat
dijadikan dasar penysuuann peraturan zonasi.

Halaman | 2-9
NASKAH AKADEMIK
PENYUSUNAN RTR KAWASAN STRATEGIS SERANG UTARA TERPADU
DI PROVINSI BANTEN

2.1.3 Konsep Pembangunan Kota Berkelanjutan


Konsep pembangunan berkelanjutan diperkenalkan sebagai hasil dari debat antara
pendukung pembangunan dan pendukung pengelolaan lingkungan. Pembangunan
berkelanjutan harus dilihat sebagai interaksi antara tiga sistem: sistem biologi dan
sumberdaya, sistem ekonomi dan sistem sosial. Pembahasan mengenai konsep dan
pendekatan, kesepakatan dan agenda pembangunan berkelanjutan, baik pada tingkat
global, regional, negara, provinsi dan kota/kabupaten terus berlangsung sejak
pencanangan awal dalam Konferensi PBB tentang Manusia dan Lingkungan di
Stockholm pada tahun 1972. Di Indonesia, kesepakatan dan agenda pembangunan
berkelanjutan yang dibahas dalam berbagai pertemuan internasional telah mewarnai
proses penyusunan kebijakan, rencana dan program yang dilakukan Pemerintah
dalam empat dekade terakhir. Konsep pembangunan berkelanjutan menjadi rujukan
dalam perencanaan pembangunan mulai tingkat nasional sampai tingkat daerah.
Pembangunan berkelanjutan adalah suatu cara pandang mengenai kegiatan yang
dilakukan secara sistematis dan terencana dalam kerangka peningkatan
kesejahteraan, kualitas kehidupan dan lingkungan umat manusia tanpa mengurangi
akses dan kesempatan kepada generasi yang akan datang untuk menikmati dan
memanfaatkannya (Budimanta, 2005) Aspek sosial, maksudnya pembangunan yang
berdimensi pada manusia dalam hal interaksi, interelasi dan interpendensi.
Faktor lingkungan (ekologi) yang diperlukan untuk mendukung pembangunan yang
berkelanjutan ialah terpeliharanya proses ekologi yang esensial, tersedianya sumber
daya yang cukup, dan lingkungan sosial-budaya dan ekonomi yang sesuai (Otto, 2006)
Pembangunan berkelanjutan terdiri dari tiga tiang utama yakni ekonomi, sosial, dan
lingkungan yang saling bergantung dan memperkuat. Ketiga aspek tersebut tidak bisa
dipisahkan satu sama lain, karena ketiganya menimbulkan hubungan sebab-akibat.
Hubungan ekonomi dan sosial diharapkan dapat menciptakan hubungan yang adil
(equitable). Hubungan antara ekonomi dan lingkungan diharapkan dapat terus
berjalan (viable). Sedangkan hubungan antara sosial dan lingkungan bertujuan agar
dapat terus bertahan (bearable). Ketiga aspek yaitu aspek ekonomi, sosial, dan
lingkungan akan menciptakan kondisi berkelanjutan (sustainable).
Berdasarkan Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pernatian
dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan
dan istribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosla dan kegiatan ekonomi. Hal
ini menunjukan bahwa kota dibandingkan desa memiliki kelebihan dalam hal
kemampuan finansial dan ekonomi, kualitas manusia dan modal sosial. Kota sebagai
pusat kegiatan perekonomian memiliki sumber pendapatan yang lebih dan dapat
disalurkan untuk investasi di bidang pengelolaan lingkungan.

Halaman | 2-10
NASKAH AKADEMIK
PENYUSUNAN RTR KAWASAN STRATEGIS SERANG UTARA TERPADU
DI PROVINSI BANTEN

Kota memiliki karakter yang berbeda dengan desa dan masing-masing kota memiliki
ciri lingkungan yang spesifik sesuai fungsi dan perannya dalam sistem perkotaan yang
tercermin pada kegiatan yang berlangsung di kota tersebut. Kegiatan yang
berlangsung kota akan mempengaruhi kebutuhan sumberdaya alam seperti air, lahan,
makanan dan lainnya. Sumber alam lain yaitu ruang, waktu, keanekaragaman hayati.
Ruang memisahkan makhluk hidup dengan sumber bahan makanan yang dibutuhkan,
jauh dekatnya jarak sumber makanan akan berpengaruh terhadap perkembangan
populasi. Waktu sebagai sumber alam tidak merupakan besaran yang berdiri sendiri.
Hewan mamalia di padang pasir, pada musim kering apabila persediaan air habis
dilingkungannya, maka harus berpindah ke lokasi yang ada sumber airnya.
Keanekaragaman juga merupakan sumberdaya alam. Semakin beragam jenis makanan
suatu spesies semakin kurang bahayanya apabila menghadapi perubahan lingkungan
yang dapat memusnahkan sumber makanannya. Sebaliknya suatu spesies yang hanya
tergantung satu jenis makanan akan mudah terancam bahaya kelaparan
Pembangunan kota yang berkelanjutan menurut Salim [1997] adalah suatu proses
dinamis yang berlangsung secara terus-menerus, merupakan respon terhadap
tekanan peruahan ekonomi, lingkungan, dan sosial. Proses dan kebijakannya tidak
sama pada setiap kota, tergantung pada kota-kotanya. Salah satu tantangan terbesar
konsep tersebut saat ini adalah menciptakan keberlanjutan, termasuk didalamnya
keberlanjutan sistem politik dan kelembagaan sampai pada strategi, program, dan
kebijakan sehingga pembangunan kota yang berkelanjutan dapat terwujud.
Menurut Budihardjo, E dan Sudjarto, DJ [2009], kota berkelanjutan didefinisikan
sebagai kota yang dalam pengembangannya mampu memenuhi kebutuhan
masyarakatnya masa kini, mampu berkompetisi dalam ekonomi global dengan
mempertahankan keserasian lingkungan vitalitas sosial, budaya, politik, dan
pertahanan keamanannya tanpa mengabaikan atau mengurangi kemampuan generasi
mendatang dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Menurut Research Triangle
Institute, 1996 dalam Budihardjo, 2009 dalam mewujudkan kota berkelanjutan
diperlukan beberapa prinsip dasar yang dikenal dengan Panca E yaitu Environment
(Ecology), Economy (Employment), Equity, Engagement dan Energy.
Seiring berkembangnya konsep kota berkelanjutan, berkembang pula konsep- konsep
yang mendukung implementasi konsep keberlanjutan itu sendiri diantaranya adalah
Green City, Self-Sufficient City, Zero-Waste City, Green Transportation, Eco2City dan
Resilient City. Pada dasarnya keenam konsep tersebut memiliki keterkaitan satu sama
lain dan saling melengkapi.
a. Green City
Saat ini, lebih dari setengah populasi dunia tinggal dan berkegiatan di kawasan
perkotaan. Pertumbuhan sebuah kota merupakan hal yang tidak terelakkan.
Pertumbuhan kota akan menumbuhkan perekonomian masyarakat dan

Halaman | 2-11
NASKAH AKADEMIK
PENYUSUNAN RTR KAWASAN STRATEGIS SERANG UTARA TERPADU
DI PROVINSI BANTEN

meningkatkan standar kehidupan masyarakat kota, namun di sisi lain,


pertumbuhan ini juga akan menyebabkan dampak lingkungan yang signifikan.
Dalam sebuah publikasi Asian Development Bank bertajuk Green Cities (S. Chander,
2012), menyatakan bahwa kota-kota dunia menyumbang 70% emisi
karbondioksida dari keseluruhan emisi dunia yang menyebabkan perubahan iklim.
Oleh karena itu, muncul konsep Green City, dimana terdapat keseimbangan antara
pertumbuhan ekonomi, konservasi lingkungan dan kesetaraan sosial.
Green City mewujudkan suatu kondisi kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat
untuk dihuni penduduknya dengan mengoptimalkan potensi sosial ekonomi
masyarakat melalui pemberdayaan forum masyarakat, didukung oleh sektor terkait
dan selaras dengan perencanaan kota. Jika konsep Green City dapat dijalankan,
maka di masa depan lingkungan kota yang sehat akan tercapai namun produktivitas
dan lingkungan kompetitif dalam kota tetap terjaga. Dengan kata lain, kota hijau
harus menyeimbangkan pertumbuhan dan pengembangan aspek lingkungan, sosial,
budaya, ekonomi dan politik yang ada di dalam kota.
Pada tahun 2009, The Economist Intelligence Unit mengadakan riset mengenai
Indeks Kota Hijau Eropa (European Green City Index). Indeks ini mengukur
kelangsungan lingkungan kota kota Eropa saat ini serta melakukan penilaian
terhadap komitmen kota-kota tersebut dalam mengurangi dampak lingkungan dari
visi dan tujuan kota. Indeks ini menilai kota dalam delapan kategori yaitu emisi
CO2, energi, bangunan, transportasi, penyediaan air, pengolahan sampah dan
penggunaan lahan, kualitas udara dan pemerintahan yang sadar lingkungan. Dalam
riset tersebut ditemukan bahwa ada tiga hal yang harus diterapkan untuk
melaksanakan konsep Green City yaitu:
1. Meningkatkan pemerintahan yang peka terhadap lingkungan (environmental
governance) untuk memastikan perkembangan yang terjadi sesuai dengan
standar minimal yang ditetapkan;
2. Menggunakan teknologi tinggi yang dapat menurunkan kerusakan lingkungan;
dan
3. Memotivasi masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan kota
yang berkelanjutan (Economist Intelligence Unit, 2009).
Green World City, salah satu organisasi yang bergerak dalam pengembangan kota
berkelanjutan khususnya dalam pengembangan kebijakan kota, menyatakan:
Terdapat 10 (sepuluh) komponen yang harus terintegrasi untuk membangun kota
hijau yaitu pemanfaatan lahan yang berkelanjutan, bangunan ramah lingkungan,
energi terbarukan dan efisiensi energi, udara bersih, pengelolaan air bersih,
pengelolaan sampah, sanitasi dan kesehatan, kebijakan terkait lingkungan,

Halaman | 2-12
NASKAH AKADEMIK
PENYUSUNAN RTR KAWASAN STRATEGIS SERANG UTARA TERPADU
DI PROVINSI BANTEN

transportasi ramah lingkungan dan pengembangan ekonomi berbasis lingkungan


(Green World Cities, 2015).
Pengembangan konsep kota hijau memerlukan perencanaan yang matang dari
segala aspek. Aspek lingkungan mendapatkan perhatian yang sama dengan aspek-
aspek lainnya. Dalam pengembangan konsep Green City, semua aktifitas perkotaan
diharapkan dapat meminimalisasikan pengeluaran emisi karbon ke udara dan
mempertimbangkan keberlangsungan lingkungan hidup. Sejalan dengan publikasi
Green World City, Asian Development Bank mengeluarkan sebuah publikasi bertajuk
Green City. Dalam publikasi tersebut dijelaskan bahwa Green City ada 6 tipe
investasi yang harus disediakan untuk mencapai tujuan kota hijau dan memastikan
kelangsungan lingkungan kota dalam jangka panjang yaitu, sistem transportasi
rendah karbon, sektor industri ramah lingkungan, bangunan dengan pemakaian
energi yang efisien, penghijauan dalam kota, infrastuktur yang ramah lingkungan
dan tahan lama serta sistem intelijen yang berteknologi tinggi (Michael Lindfield and
Florian Steinberg, 2012).
b. Self-sufficient City
Self-s6ufficient city merupakan sebuah konsep dimana sebuah kota dapat memenuhi
kebutuhan masyarakatnya dengan menggunakan sumber daya yang dimilikinya
sendiri. Prinsip ini sangat terkai dengan ketahanan pangan dan penyediaan
kebutuhan energi baik yang digunakan langsung di permukiman masyarakat
maupun yang digunakan oleh perkantoran maupun alat transportasi umum
(www.dac.dk diambil pada tanggal 30 Maret 2015). Pengembangan self-sufficient
city akan sangat bergantung dengan teknologi yang tinggi dan relatif mahal.
Dengan prinsip ini, kegiatan kota diharapkan dapat mengurangi emisi karbon
dengan mengurangi jarak tempuh yang digunakan pengiriman bahan makanan atau
kebutuhan sehari-hari lainnya serta dengan teknologi energi yang lebih ramah
lingkungan.
Prinsip ini dimulai dari unit terkecil sebuah kota yaitu Green building yang
didefinisikan oleh GGGC (Governor’s Green Governor Council) sebagai bangunan yang
konstruksi dan masa operasinya menjamin kelestarian lingkungan dengan tetap
merepresentasikan penggunaan paling efisien dari tanah, air, energi, dan sumber
daya. Sedangkan oleh Karolides didefinisikan sebagai pendekatan yang memiliki
pendekatan holistik, mulai dari memprogram, merencanakan, mendesain, dan
merekonstruksi bangunan dan tapak. Termasuk didalamnya adalah
menghubungkan isu seperti perubahan iklim, atau penggunaan material, dan
mengoptimalkan aspek-aspek tersebut supaya tidak merugikan lingkungan. Solusi
optimumnya adalah meniru secara efektif sistem dan kondisi alam mulai dari tahap
pra-pembangunan hingga pembangunan selesai. Kunci untuk mencapai tujuan dari
desain green building meliputi:

Halaman | 2-13
NASKAH AKADEMIK
PENYUSUNAN RTR KAWASAN STRATEGIS SERANG UTARA TERPADU
DI PROVINSI BANTEN

1. Mengurangi demand akan energi dan penggunaannya;


2. Mengimprove kualitas udara dan lingkungan;
3. Mengoptimalkan biaya operasi dan pemeliharaan dan memperpanjang masa
kerja bangunan;
4. Meminimalkan konsumsi air;
5. Menggunakan sumber daya dan bahan baku secara efisien;
6. Meminimalkan dampak pembangunan terhadap ekologi; dan
7. Mengelola dan meminimalkan sampah dan limbah selama masa konstruksi.
c. Zero-Waste City
Konsep Zero-Waste City merupakan konsep dimana setiap sampah dan sisa yang
dikeluarkan atas aktivitas manusia dapat diolah kembali untuk menjadi sesuatu hal
yang berguna. Penerapan konsep ini memerlukan teknologi tinggi yang dapat
mengubah sampah menjadi suatu hal yang sangat berguna seperti energi
kelistrikan tanpa menghasilkan sampah atau limbah lainnya. Secara singkat, zero
waste city merupakan suatu kota yang melakukan 100% recycle and recovery dari
seluruh sumber daya material sampah dan limbah (Zaman, 2011). Berdasarkan
studi yang dilakukan oleh Zaman (2011), terdapat 5 aspek utama yang paling
penting dalam mentransformasi suatu kota menjadi zero waste city, yaitu terjangkau
dari konteks ekonomi-sosial, dapat di-manage dari konteks sosio-politik, dapat
diterapkan dari konteks politik-teknologi, efektif dan efisien dari konteks ekonomi-
teknologi, dan keseluruhannya harus memberikan dampak baik untuk kelestarian
lingkungan.
d. Green Transportation
Sistem transportasi yang ada saat ini bertumpu pada keberadaan bahan bakar fosil
dengan tingkat emisi yang cukup tinggi. Sistem transportasi yang ramah lingkungan
dapat menjadi satu alat untuk membangun kota yang berkelanjutan dengan
pengintegrasian infrastruktur transportasi kota dan parameter tata guna lahan
seperti skala kegiatan, intensitas pemanfaatan lahan, tipe pengembangan lahan
sehingga dapat mengurangi emisi karbon yang dihasilkan sektor transportasi.
(Michael Lindfield and Florian Steinberg, 2012).
Dalam penerapan green transportation, pembuat kebijakan harus memperhatikan
4 langkah yaitu menghubungkan dan mengintegrasikan perencanaan dan
implementasi, pembangunan jalan arteri dan kolektor dikembangkan pada area
pembangunan. menyusun desain dan panduan yang konsisten dengan kebutuhan
dan tujuan penduduk, temasuk penduduk berpendapatan rendah serta
menyediakan angkutan umum massal yang efisien dan ramah lingkungan. Alternatif
lain adalah memberdayakan bersepeda dan berjalan kaki sebagai moda utama

Halaman | 2-14
NASKAH AKADEMIK
PENYUSUNAN RTR KAWASAN STRATEGIS SERANG UTARA TERPADU
DI PROVINSI BANTEN

dalam berpindah. Contoh eksisting dapat dilihat di Kopenhagen, bahwa dengan


moda berjalan kaki dan bersepeda dan mengurangi ketergantungan pada mobil
pribadi telah membuat perbedaan besar dalam membuat Kopenhagen menjadi
kota yang jauh lebih berkelanjutan daripada 20 tahun yang lalu.
Pengembangan konsep Green Transportation sangat berkaitan dengan tata guna
lahan yang berkelanjutan (sustainable land use) dapat dicapai dengan didukung oleh
penyusunan kebijakan tata guna lahan yang baik, penyusunan dokumen rencana
yang ramah lingkungan, penyediaan ruang terbuka hijau dan konservasi
keanekaragaman hayati
e. Eco2 City
Konsep Eco2 City merupakan konsep yang mensinergiskan hubungan antara
ecological city dan economic city. Eco2 city telah terbukti di beberapa negara baik
maju maupun berkembang dapat meningkatkan keefisiensian sumber daya untuk
kepentingan ekonomi sekaligus mengurangi tingkat polusi dan limbah. Dengan
menerapkan konsep eco2 city, mereka telah mengimprove kualitas hidup
masyarakatnya, meningkatkan daya saing dan daya tahan ekonomi, memperkuat
kapasitas fiskal, dan memberikan manfaat bagi kaum miskin perkotaan (World
Bank, 2012). Kota-kota dengan konsep tersebut lebih tahan terhadap
ketidakstabilan ekonomi dan lebih menarik untuk investasi dan bisnis.
Eco2 city merupakan pendekatan untuk pembangunan kota yang berkelanjutan,
dengan berlandaskan terhadap 4 prinsip, yaitu:
1. A city based approach, yang memungkinkan pemerintah lokal untuk memimpin
proses pembangunan dengan memperhatikan kapasitas ekologi daerah mereka.
2. An expanded platform for collaborative design and decision making, yang berfungsi
untuk mengkoordinasikan dan mensinergiskan tindakan para stakeholder kunci
dalam kegiatan pembangunan.
3. A one-system approach, yang mengintegrasikan dan menselaraskan kegiatan
perencanaan, desain, dan manajemen sistem perkotaan.
4. An investment framework that values sustainibility and resiliency, dengan
mempertimbangkan analisis siklus hidup dan nilai dari semua aset modal
(manufaktur, alam, manusia, sosial) dan melakukan penilaian resiko dalam setiap
pengambilan keputusan.
f. Resilient City
Konsep resilient city muncul dalam menghadapi isu perubahan iklim dimana sebuah
kota mampu menghindari atau bangkit kembali dari kejadian yang merugikan atau
bencana besar yang terbentuk dari interaksi antara kerentanan dengan kapasitas
adaptif (Grosvenor, tanpa tahun). Kemampuan suatu kota untuk mendukung

Halaman | 2-15
NASKAH AKADEMIK
PENYUSUNAN RTR KAWASAN STRATEGIS SERANG UTARA TERPADU
DI PROVINSI BANTEN

kegiatan manusia dengan menghadapi berbagai ancaman seperti perubahan iklim,


pertumbuhan populasi, dan globalisasi sangat ditentukan oleh ketahanan
(resilience) kota tersebut. Ketahanan suatu kota akan meningkat saat mereka
memiliki kapasitas adaptif yang meningkat, dan menurun saat mereka semakin
rentan. Menurut ICLEI (International Council for Local Environmental Initiatives),
resilient city adalah suatu kota yang mendukung pembangunan sistem ketahanan
yang lebih besar untuk suatu kota, baik dalam kelembagaan, infrastruktur,
ekonomi, dan sosial.
Terdapat beberapa jenis kerentanan yang disebutkan oleh Grovernor, yaitu rentan
terhadap iklim, lingkungan, sumber daya, infrastruktur, dan komunitas. Resilient
city harus mampu untuk mengurangi tingkat kerentanan terhadap 5 hal tersebut,
dan merespon secara dinamis terhadap perubahan sosial, ekonomi, dan lingkungan
untuk meningkatkan keberlanjutan jangka panjang. Sedangkan kapasitas adaktif
memiliki lima kunci utama, yaitu pemerintahan, institusi, teknologi, sistem
perencanaan, dan struktur perekonomian. Kelima hal tersebut merupakan kunci
yang harus di-improve untuk meningkatkan performa dari resilient city.
Berdasarkan sustainability.about.com, terdapat 11 prinsip dari desain resilient city,
yaitu sebagai berikut.
1. Lingkungan resilient city perlu untuk meningkatkan kepadatan dan keragaman
dari penggunaan lahan, pengguna, jenis bangunan, dan ruang terbuka;
2. Lingkungan resilient city harus memprioritaskan berjalan kaki sebagai moda
utama perjalanan, yang juga dapat menciptakan kualitas hidup individu yang
baik;
3. Lingkungan resilient city membangun jalan yang berorientasi pada system
transit;
4. Lingkungan resilient city memfokuskan konservasi energi dan sumber daya,
meningkatkan dan menciptakan ruang yang kuat dan bersemangat, yang
merupakan komponen signifikan dari struktur lingkungan dan identitas
komunitas;
5. Lingkungan yang diciptakan harus menyediakan kebutuhan sehari-hari dengan
jarak maksimal 500 meter;
6. Lingkungan resilient city mengkonservasi dan meningkatkan kelestarian alam
dan me-manage dampak dari perubahan iklim;
7. Lingkungan resilient city harus meningkatkan keefektifan dan keefisienan serta
keamanan dari sistem dan proses industri, yang mencakup manufaktur,
transportasi, komunikasi, dan konstruksi infrastruktur, serta mengurangi
dampaknya terhadap lingkungan;

Halaman | 2-16
NASKAH AKADEMIK
PENYUSUNAN RTR KAWASAN STRATEGIS SERANG UTARA TERPADU
DI PROVINSI BANTEN

8. Resilient city memiliki sumber daya dan bahan baku yang mereka butuhkan
dalam radius yang dekat, yaitu 200 kilometer.
9. Pembangunan resilient city membutuhkan partisipasi aktif dari seluruh anggota
komunitas.
10. Resilient city merencanakan dan mendesain suatu kota yang daya tahannya
sepadan dengan tekanan lingkungan, sosial, dan ekonomi yang meningkat
terkait dengan dampak perubahan iklim dan kelangkaan minyak.
11. Resilient city membangun tipe bangunan dan bentuk kota yang merudiksi biaya
pelayanan dan dampak terhadap lingkungan.

2.1.4 Konsep Pengembangan Wilayah Pesisir Berkelanjutan (Sustainable Coastal


Zone Development)
Banyak peradaban berasal dan berkembang di wilayah perbatasan antara daratan dan
perairan seperti wilayah pesisir dan wilayah delta. Biasanya daerah batas antara
daratan dan perairan menjadi tempat yang memiliki daya tarik untuk bermukim.
bekerja, berwisata dan rekreasi, transportasi, sumberdaya air dan suplai makanan.
Selain tu, wilayah tersebut menarik untuk pengembangan kawasan alam yang bernilai
tinggi karena berada pada wilayah transisi dari kering ke basah, tempat
mengumpulnya kalsium dan mineral, perbedaan iklim mikro dan ketinggian sehingga
wilayah ini sangat kaya dengan keragaman spesies.
Berdasarkan data pada awal abad 21, lebih dari 80 persen pusat-pusat pertumbuhan
dunia berlokasi di wilayah perkotaan pesisir dengan kepadatan penduduk tinggi serta
tantangan dan peluang yang sangat besar untuk menciptakan nilai tambah. Belanda
adalah contoh yang baik sebagai negara yang terletak dibawah permukaan laut dan
mampu memanfaatkan peluang dan tantangan untuk membangun ekonomi
negaranya. Belanda membutuhkan ruang untuk bermukim, bekerja, rekreasi dan
transportasi, namun pada saat bersamaan perlu memberikan perlindungan terhadap
lansekap dan lingkungan alam wilayah pesisir dan delta yang terus mengalami
perkembangan. Hal ini menimbulkan terjadinya konflik kebutuhan ruang dengan
ketersediaan ruang yang sangat terbatas.
Secara prinsip ada tiga solusi untuk mengatasi terbatasnya ruang yang tersedia yaitu:
a. Membuat penggunaan ruang yang lebih baik dan efisien, misalnya mulai
memanfaatkan ruang udara dan bawah tanah serta mendaur ulang penggunanan
ruang untuk berbagai fungsi;
b. Menggunakan ruang di wilayah hinterland yang ada; dan
c. Pilihan memanfaatkan wilayah laut dan daratan secara terintegrasi.

Halaman | 2-17
NASKAH AKADEMIK
PENYUSUNAN RTR KAWASAN STRATEGIS SERANG UTARA TERPADU
DI PROVINSI BANTEN

Pilihan menggunakan wilayah laut sebagai daratan merupakan kemungkinan yang


unik untuk pemanfaatan beragam fungsi. Pengembangan wilayah pesisir
berkelanjutan adalah instrumen penting untuk memberikan jawaban terhadap
kelangkaan ruang dan pada saat bersamaan memberikan peluang untuk meningkatkan
sumber daya air yang meningkat. Seiring dengan semakin meningkatnya ancaman
bencana akibat dampak perubahan iklim dimana kenaikan muka air laut dan kejadian
iklim estrem terus meningkat, pendekatan ini merupakan salah satu instrument
penting untuk meningkatkan ketahanan dan keamanan sosial-ekonomi wilayah.
Pilihan pemanfaataan ruang laut sebagai wilayah daratan dikembangkan berdasarkan
dua prinsip utama yaitu: kebijakan pengelolaan wilayah pesisir terpadu (integrated
coastal policy) dan membangun dengan memperhatikan alam (building with nature).
Kebijakan pengelolaan pesisir terpadu melihat berbagai masalah yang terjadi dari
berbagai dimensi dan keterkaitannya dengan sistem yang lebih luas. Pendekatan
terpadu dan berkelanjutan dilakukan dalam rangka memperkuat ketahanan ekonomi,
sosial dan lingkungan wilayah pesisir yang memiliki beragam fungsi seperti: keamanan,
lingkungan, alam, lansekap, sumberdaya air, energi, pertanian, perikanan,
pertambahanan, konstruksi, infrastuktur, transportasi, pendidikan, penelitian,
kesehatan dan lain-lain.
Prinsip membangun dengan memperhatikan alam semaksimal mungkin diterapkan
terutama dalam pembangunan pada kawasan baru hasil reklamasi pantai. Prinsip ini
pada dasarnya memadukan antara reklamasi lahan di laut dan pengelolaan air di
wilayah daratan, dengan memanfaatkan material dan memperhatikan interaksi alam
dan nilai yang dikandungnya serta geo-morfologi dan geo-hidrologi pantai dan wilayah
laut.

2.1.5 Konsep Pengembangan Waterfront City


Terdapat beberapa definisi dari para ahli mengenai waterfront. Giovinazzi (2008)
dalam studinya mengenai Waterfront Planning mendefinisikan urban waterfront sebagai
tempat yang padat dengan karakter beragam dimana sumber daya, peluang, aspirasi,
dan ambisi dari kota tersebut ditransformasikan menjadi visi, strategi, proyek, yang
dapat menciptakan bentuk baru dari suatu kota dan menciptakan lansekap baru yang
membuat suatu kota semakin komunikatif dan kompetitif. Sedangkan Shaziman
(dalam Timur, 2013) mengidentifikasi waterfront city sebagai batas fisik dari air di
area perkotaan, dimana badan air tersebut dapat berupa sungai, danau, laut, atau
kanal.
Wrenn (dalam Nissa, 2007) mendefinisikan waterfront city sebagai "interface between
land and water". Interface tersebut mengandung pengertian adanya kegiatan aktif yang
memanfaatkan pertemuan antara daratan dan perairan. Kegiatan inilah yang

Halaman | 2-18
NASKAH AKADEMIK
PENYUSUNAN RTR KAWASAN STRATEGIS SERANG UTARA TERPADU
DI PROVINSI BANTEN

membedakan waterfront city dengan kawasan pesisir biasa yang dibiarkan pasif tanpa
kegiatan utama.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa waterfront city
adalah suatu area perkotaan yang berbatasan dengan air atau yang memiliki kontak
fisik dan visual dengan air laut, sungai, danau dan badan air lainnya, yang dibangun
dengan tujuan untuk memunculkan sifat lain dari perkotaan yang berbeda dengan
kota non pesisir. Konsep ini lahir pada mulanya lahir karena pemikiran bahwa kota-
kota di pesisir mengalami tekanan yang berat sehingga rentan terjadinya pencemaran
dan kekumuhan.
Tema merupakan hal terpenting dalam proses pengembangan waterfront city. Dengan
tema, suatu pembangunan daerah tepian air akan mempunyai kekhasan yang spesifik
yang akan membedakan waterfront city dengan lokasi lainnya. Tema tersebut akan
mampu mengontrol analisis kebutuhan ruang di masa depan serta material yang
dipergunakan. Pengembangan fungsi waterfront city dengan tema tertentu telah
dilakukan di berbagai negara maju dan berkembang, seperti kawasan bisnis di London,
Inggris, kawasan hunian di Port Grimoud, Perancis, dan kawasan komersil dan
pariwisata di Venice, Italia.
Dalam perancangan kawasan tepian air, terdapat dua aspek penting yang mendasari
keputusan-keputusan serta solusi rancangan yang dihasilkan. Kedua aspek tersebut
adalah faktor geografis serta konteks perkotaan (Wren, 1983 dan Toree, 1989 dalam
Tangkuman, 2011).
a. Faktor geografis merupakan hal-hal yang menyangkut geografis kawasan dan
akan menentukan jenis serta pola penggunaannya. Yang termasuk faktor
geografis adalah:
 Kondisi perairan, yaitu jenis (laut, sungai, dst), dimensi dan konfigurasi, pasang-
surut, serta kualitas airnya;
 Kondisi lahan, ukuran, konfigurasi, daya dukung tanah, serta kepemilikannya;
dan
 Iklim, yaitu menyangkut jenis musim, temperatur, angin, serta curah hujan.
b. Konteks perkotaan merupakan faktor-faktor yang akan memberikan identitas
bagi kota yang bersangkutan serta menentukan hubungan antara kawasan
waterfront yang dikembangkan dengan bagian kota yang terkait. Termasuk dalam
aspek ini adalah:
 Pemakai, baik yang tinggal, bekerja atau hanya berwisata di kawasan
waterfront.

Halaman | 2-19
NASKAH AKADEMIK
PENYUSUNAN RTR KAWASAN STRATEGIS SERANG UTARA TERPADU
DI PROVINSI BANTEN

 Khasanah sejarah dan budaya, yaitu situs atau bangunan bersejarah yang perlu
ditentukan arah pengembangannya (misalnya restorasi, renovasi atau
penggunaan adaptif) serta bagian tradisi yang perlu dilestarikan.
 Pencapaian dan sirkulasi, yaitu akses dari dan menuju tapak serta pengaturan
sirkulasi didalamnya.
 Karakter visual, yaitu hal-hal yang akan memberi ciri yang membedakan satu
kawasan waterfront dengan lainnya. Ciri ini dapat dibentuk dengan material,
vegetasi, atau kegiatan yang khas.
Berdasarkan hasil Global Conference on the Urban Future, dihasilkan 10 prinsip untuk
membangun waterfront city yang sustainable, yaitu sebagai berikut.
a. Pembangunan harus senantiasa mengamankan kualitas air dan lingkungan.
b. Waterfront yang dibangun tetap terintegrasi dengan sistem perkotaan eksisting.
c. Karakter dari waterfront city harus memperhatikan sejarah kawasan.
d. Pembangunan kawasan mixed use harus diprioritaskan dalam waterfront city.
e. Kawasan waterfront city harus menyediakan akses untuk publik.
f. Sistem public private partnership untuk mempercepat proses pembangunan untuk
meningkatkan keefektifan.
g. Partisipasi publik merupakan elemen dari keberlanjutan waterfront city sehingga
partisipasi publik yang aktif diperlukan dalam pembangunan dan pengelolaan
waterfront city.
h. Waterfront city merupakan proyek jangka panjang yang akan melibatkan lebih dari
satu generasi dengan karakter yang berbeda, sehingga pembangunannya harus
selalu dinamis terhadap perubahan karakter tersebut.
i. Revitalisasi akan terus berlanjut selama pembangunan dalam jangka waktu yang
panjang, rencana yang dibuat harus fleksibel.
j. Waterfront city merupakan proyek yang sangat kompleks dan melibatkan berbagai
ahli dari berbagai disiplin sehingga diperlukan kerjasama dari berbagai
stakeholders.

2.1.6 Pendekatan Penyusunan Rencana Pola Ruang


Pendekatan penyusunan pola ruang menggunakan empat konsep dasar, yaitu konsep
neighborhood unit, transit-oriented development (TOD), urban sustainability, dan sense of
place.
a. Neighborhood Unit

Halaman | 2-20
NASKAH AKADEMIK
PENYUSUNAN RTR KAWASAN STRATEGIS SERANG UTARA TERPADU
DI PROVINSI BANTEN

Konsep pengembangan pola ruang neighborhood unit, merupakan konsep di mana


semua pergerakan aktivitas penduduknya diharapkan dapat dilakukan dalam
skala lingkungan yang kecil sehingga dapat mengurangi pergerakan yang masif.
Konsep ini tepat untuk diterapkan pada zona perumahan. Ciri-ciri dari
neighborhood unit ini antara lain:
1. Social integrity, yaitu terbentuknya integritas sosial antar penduduk, yaitu
adanya kebersamaan, rasa tempat, identity, unity, sense of belonging;
2. Sharing system, merupakan dasar dari kesatuan (unity);
3. Tempat tinggal bersama (common residences);
4. Penggunaan pelayanan bersama;
5. Perhatian terhadap kejadian di lingkungan dan mau membela kepentingan
bersama;
6. Pelayanan lingkungan yang dioperasikan sendiri (self operated neighborhood
services), misalnya sampah, siskamling, dll. Catatan: (NU untuk desentralisasi
pelayanan + pengurangan transport);
7. Bertetangga, berkembang dalam waktu yang lama dengan bersosialisasi
melalui tukar, pinjam, bantu, tukar info, persahabatan;
8. Pemerintahan, skala lingkungan RT/RW; dan
9. Swasembada (self-containment), minimum pelayanan sehari-hari dalam jarak
dekat.
Pada konsep ini, pengembangan jaringan jalan mengikuti fungsi kegiatan,
contohnya kegiatan primer akan dilayani oleh jalan primer baik arteri maupun
kolektor, begitu pula dengan kegiatan sekunder akan dilayani oleh jalan sekunder,
dan seterusnya.
b. Transit-Oriented Development (TOD)
Jacobson (2009) dalam bukunya American TODs, Good Practices for Urban Design
in Transit-Oriented Development Projects menjabarkan prinsip-prinsip yang perlu
diperhatikan dalam pengembangan kawasan berkonsep Transit Oriented
Development. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1. Mampu menyadari dan memfasilitasi perencanaan pengembangan suatu
kawasan agar memperoleh hasil maksimal dalam waktu dan tahapan berkala;
2. Melibatkan partisipasi dan kerjasama berbagai pihak terkait, termasuk
masyarakat setempat sebagai faktor koreksi dan pelengkap perencanaan
pengembangan;

Halaman | 2-21
NASKAH AKADEMIK
PENYUSUNAN RTR KAWASAN STRATEGIS SERANG UTARA TERPADU
DI PROVINSI BANTEN

3. Memprogram ruang agar dapat digunakan untuk kegiatan yang tepat pada
saat yang tepat, dengan optimalisasi waktu penggunaan;
4. Menjaga citra penampilan kawasan sebagai fasilitas umum dengan
melakukan perawatan secara berkala;
5. Mempertimbangkan skala manusia sebagai penyesuaian dengan kebiasaan
pengguna sebagai pokok dalam penciptaan ruang yang baik;
6. Menarik orang-orang yang bergerak dengan perantara ruang publik sebagai
ruang pengumpul melalui fasilitas transportasi;
7. Mengutamakan faktor keselamatan sebagai fundamental bagi keberhasilan
ruang publik, termasuk tempat transit dengan keragaman penggunanya;
8. Mengoptimalkan variasi dan kompleksitas fungsi lahan dan jenis kegiatan
yang terjadi sehingga memberikan perasaan positif bagi penggunanya dan
memperkuat karakter suatu tempat;
9. Membuat hubungan antar ruang kota yang terintegrasi dengan baik dan
saling mendukung antara tempat transit dengan kawasan;
10. Menghidupkan kembali jalur-jalur pejalan kaki dengan fasilitas pejalan kaki
senyaman mungkin, tersinergi dengan rencana perkotaan;
11. Mengintegrasikan fungsi-fungsi kawasan transit dan fasilitas transit dengan
pola perencanaan kota agar saling bersinergi; dan
12. Memperhatikan pergerakan kendaraan pribadi dan areal parkir demi
mendukung fungsi kawasan transit secara optimal.
Di sisi lain, Calthrope (1994) juga menjabarkan beberapa prinsip pengembangan
kawasan berbasiskan transit, yaitu:
1. Pengorganisasian pertumbuhan berskala regional agar menjadi lingkungan
kompak yang berorientasi transit;
2. Penyediaan keragaman fungsi, kepadatan, dan variasi tipe hunian;
3. Penciptaan ruang-ruang publik sebagai fokus dari orientasi bangunan dan
aktivitas lingkungan;
4. Penciptaan jaringan jalan ramah pejalan kaki yang memiliki aksesibilitas
tinggi dan luas ke berbagai sudut;
5. Penempatan fasilitas komersial, perumahan, perkantoran, parkir, dan fasilitas
publik lain dalam jangkauan jarak berjalan kaki dari perhentian transit;
6. Perlindungan habitat dan ruang-ruang terbuka alami; dan
7. Mendorong terciptanya infiltrasi dan peremajaan daerah di sekitar koridor
transit dan lingkungannya.

Halaman | 2-22
NASKAH AKADEMIK
PENYUSUNAN RTR KAWASAN STRATEGIS SERANG UTARA TERPADU
DI PROVINSI BANTEN

Agar konsep Transit Oriented Development (TOD) berjalan, orientasi kepada


pemakai atau populasi yang dilayani penting untuk diperhatikan. Besaran
kepadatan populasi menurut Calthorpe (The New Urbanism, 1993) adalah kurang
lebih 2000 rumah; 93.000 m2 ruang komersial ruang terbuka, sekolah, dan
fasilitas umum terletak dalam jangkauan 350 meter berjalan kaki dari stasiun atau
terminal dan pusat komersial atau kira-kira meliputi 48 Hektar. Diperkirakan
kepadatan minimal tiap titik transit 160 jiwa/hektar atau 10-15 unit per 0.4
Hektar (Calthorpe, 1993 dan Katz, 1994).
Ukuran dari TOD ditentukan melalui radius rata-ratanya. Radius rata-rata 600
meter diperlukan untuk membentuk suatu jarak nyaman bagi pejalan kaki (10
menit berjalan). Kawasan TOD harus diletakkan berdekatan dengan jalan yang
memiliki rute bus terbesar ke berbagai tujuan. Cukupnya aksesibilitas kendaraan
sangat diperlukan untuk memudahkan akomodasi penghuni menuju lokasi
perhentian transit.
Populasi TOD tidak hanya dilayani oleh titik transit, melainkan dalam arti lebih
luas dengan pelayanan jaringan sehingga dapat bekerja di bagian lain tanpa ada
kendala waktu perjalanan. Waktu perjalanan maksimal adalah 1 jam perjalanan
dengan selang waktu di bawah 5 menit yang menjadi ketentuan minimal
pelayanan TOD. Struktur utama TOD adalah penataan kawasan menggunakan
pola radial dengan node yang merupakan pusat lingkungan yang difokuskan pada
fungsi campuran dengan pusat komersial, fungsi publik, dan perhentian transit
sebagai pusat orientasi. Dengan pola radial, jarak dan waktu tempuh menuju
pusat akan menjadi lebih singkat. Area yang mengelilingi TOD disebut sebagai
secondary area yang merupakan daerah dengan tingkat kepadatan
rendah.Transit Oriented Development memiliki beberapa konsep:
1. Urban Transit Oriented Development: TOD dengan konsep ini dilokasikan di
dekat jaringan transportasi kota tingkat pertama, umumnya berupa kereta
atau jalur bus ekspres. Urban TOD berlokasi pada jaringan jalan yang
tersibuk dari suatu jaringan lalu lintas, sehingga dikembangkan dengan
intensitas komersial yang tinggi dengan kepadatan hunian sedang. Konsep
TOD ini cocok dengan daerah yang bersifat pembangkit lingkungan kerja
(job-generating).TOD menyediakan akses langsung untuk tiap penumpang
pada jalur transportasi utama tanpa perlu berganti kendaraan dengan radius
sekitar 1.25-2.5 km dari stasiun.
2. Neighborhood Transit Oriented Development: Berlokasi sekitar jaringan transit
kota tingkat lingkungan, yaitu jalur bus lokal dengan jangkauan tempuh
transit 200 meter (tidak lebih 10 menit). Lingkungan yang dilayani oleh
neighborhood TOD ini adalah lingkungan yang mempunyai daerah pemukiman
berkepadatan sedang/rendah yang dilengkapi oleh toko-toko yang

Halaman | 2-23
NASKAH AKADEMIK
PENYUSUNAN RTR KAWASAN STRATEGIS SERANG UTARA TERPADU
DI PROVINSI BANTEN

berorientasi pada pasar lokal berupa yang dilengkapi fungsi retail, hiburan,
area umum, rekreasi dan pelayanan berskala lingkungan
Dalam pengembangannya, kawasan yang menggunakan konsep Transit Oriented
Development harus memiliki beberapa struktur dan fungsi guna lahan yang
menjadi area pengembangan dalam mendukung fasilitas transit, yaitu:
1. Fungsi publik. Fungsi publik diperlukan untuk melayani penduduk/residen
dan para pekerja di kawasan TOD dan daerah-daerah sekitarnya. Tempat
parkir, plasa, zona hijau, gedung-gedung publik, dan pelayanan publik dapat
digunakan untuk mengisi kebutuhan tersebut. Parkir umum dan plasa kecil
harus disediakan dalam memenuhi kebutuhan penduduk. Lokasinya berada
dalam jarak terdekat dengan titik transit dengan jangkauan 5 menit berjalan
kaki.
2. Pusat area komersial. Inti perniagaan di pusat setiap TOD adalah hal esensial
karena memungkinkan sebagian besar penduduk dan pekerja berjalan atau
mengendarai sepeda bagi banyak barang-barang dan pelayanan dasar.
Pengguna transit memilih pergi ke toko akan pergi pada sekian mil yang lebih
singkat serta dapat menghindari menggunakan jalan arterial untuk
perjalanan lokal. Area komersial inti juga menyediakan destination (tempat
tujuan) mixed use yang membuat pengguna transit menggunakan perhentian
transit bila dikombinasikan dengan peluang-peluang retail, pelayanan/jasa,
perkantoran, mall, dan tempat pertemuan. Pusat area komersial ini juga
dialokasikan dalam jangkauan 5 menit berjalan kaki.
3. Area permukiman. Berada pada jarak perjalanan pejalan kaki dari area pusat
komersial dan titik transit. Kepadatan area permukiman harus sejalan dengan
variasi tipe permukiman, termasuk single family housing, town house,
condominium, dan apartment.
4. Area sekunder. Berdekatan dengan TOD, berjarak lebih dari 1 mil dari pusat
area komersial. Jaringan area sekunder harus menyediakan beberapa akses
langsung dan jalur sepeda menuju titik transit dan area komersial dengan
seminimal mungkin terbelah oleh jalan arteri. Area ini memiliki densitas yang
lebih rendah dari fungsi single family housing, sekolah umum, taman
komunitas, fungsi pembangkit perkantoran dengan intensitas rendah, dan
parkir.
5. Fungsi-fungsi lain yang secara ekstensif bergantung pada kendaraan
bermotor, truk, atau intensitas perkantoran yang sangat rendah yang berada
di luar kawasan TOD dan area sekunder
Titik transit dilihat sebagai awalan maupun akhiran dalam pergerakan.
Pengaturan letak fasilitas transit menjadi faktor penting karena titik transit

Halaman | 2-24
NASKAH AKADEMIK
PENYUSUNAN RTR KAWASAN STRATEGIS SERANG UTARA TERPADU
DI PROVINSI BANTEN

berperan sebagai titik temu dari berbagai jenis angkutan yang erat kaitannya
dengan penataan distribusi kegiatan yang ada dalam kawasan yang memiliki
peruntukkan campuran, agar tercapai keseimbangan sirkulasi dan intensitas yang
merata baik untuk sirkulasi kendaraan maupun pejalan kaki (Barnett, 1982).
Dikaitkan dengan sistem tautan, titik transit merupakan daerah tujuan sebagai
titik awal pergerakan kawasan. Yang perlu diperhatikan dalam penataan adalah:
1. Lokasi jalur transit. Memiliki potensi untuk ditingkatkan kepadatannya
sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan suatu wilayah. Pada jalur tersebut
harus disediakan lahan yang memadai untuk TOD yang dapat melayani akses
ke jalur tersebut. Sebaiknya berada pada jalur transit moda transportasi atau
rute kendaraan umum dengan waktu transit (frekuensi perjalanan) 10 menit.
2. Lokasi perhentian transit. Lokasi perhentian transit terletak pada jalur transit
utama yang direncanakan atau pada lokasi yang dilewati feeder bus dalam
jarak 10 menit dari halte ke jalan utama. Jaringan jalan utama yang dilewati
oleh sistem transit cepat lainnya seperti kereta api ekspress, bus ekspress
dengan tenggang waktu pelayanan antara 15 menit dari setiap
pemberangkatannya. Harus tersedia ROW yang resmi dari masing-masing
jenis alat transportasi dengan tujuan memastikan waktu pemberangkatan dan
jalur transit yang bebas hambatan.
3. Fasilitas perhentian transit. Berupa tempat untuk transit yang berfungsi
mengakomodasi pelayanan naik turunnya penumpang, kedatangan dan
keberangkatan moda, tempat tejadinya transfer penumpang dari satu moda ke
moda lainnya, serta tempat pertemuan intermoda (angkot, kendaraan pribadi,
ojek, becak, pejalan kaki). Kebutuhan kawasan permukiman di sekitarnya
dilayani oleh fasilitas pada skala pelayanan stasiun seperti fungsi sirkulasi dan
parkir, fasilitas umum, serta fasilitas sosial. Perhentian transit harus
menyediakan halte untuk pedestrian, fasilitas untuk penumpang, dan fasilitas
yang diperlukan oleh pengantar jemput.
4. Akses menuju perhentian transit. Jalan-jalan menuju ke perhentian transit
harus direncanakan agar fasilitas pedestrian yang menyebrangi jalan menuju
perhentian transit menjadi aman dan nyaman. Area parkir dan area turunnya
penumpang dari mobil dan bus berdekatan dengan stasiun dan pedestrian.
Dalam merencanakan jaringan jalan, aksesibilitas ke perhentian transit harus
menjadi prioritas utama untuk meningkatkan kuantitas masyarakat yang
memakai fasilitas transit. Penempatan persimpangan jalan dan tanda-tanda
harus mudah dikenali untuk mempercepat akses ke perhentian transit.
5. Jalan dan sistem sirkulasi. Lebar jalan, kecepatan kendaraan dan banyaknya
jalur jalan harus diminimkan dengan tetap memikirkan faktor keselamatan.
Jalannya didesain dengan kecepatan 15 mil/jam atau lebih kurang 37 km/jam.

Halaman | 2-25
NASKAH AKADEMIK
PENYUSUNAN RTR KAWASAN STRATEGIS SERANG UTARA TERPADU
DI PROVINSI BANTEN

Lebar jalur yang direkomendasikan adalah sekitar 24m yang terdiri dari jalan
mobil, pedestrian, dan jalur sepeda dengan penghijauan. Mempersempit lebar
jalan akan memperlambat arus kendaraan sehingga diharapkan pengemudi
akan lebih berhati-hati dan tingkat kecelakaan dapat ditekan seminim
mungkin. Pemakaian lahan untuk jalan yang lebih minim akan membantu lebih
tersedianya lahan untuk landscaping, jalan sepeda, dan parkir di jalan
c. Urban Sustainability
Konteks sustainability atau berkelanjutan pada suatu kota merupakan arah yang
diupayakan untuk menyokong kebutuhan manusia dan mendorong pemenuhan
kebutuhan secara kontinu pada level yang lebih baik, dimana lingkungan binaan
mendukung pengembangan personal dan lingkungan (Hill, 1992). Selain itu,
pemahaman lain akan keberlanjutan adalah sebuah evolusi lingkungan, ekonomi
dan sosial yang kontinu. Perkotaan dalam pembangunan yang berkelanjutan
merupakan hal yang signifikan karena kota merupakan satu-satunya tempat
dimana penduduk, modal, dan sumber daya berada dalam sinergi yang dinamis.
Terkait dengannya, integrasi dan keseimbangan kebijakan merupakan hal krusial
yang membutuhkan dukungan dari penduduknya (Mega, 2008).
Konsep kota berkelanjutan memiliki prinsip-prinsip tertentu yang dapat digunakan
untuk melihat pembangunan kota yang menunjukkan ciri-ciri keberlanjutan.
Terkait dengan bentuk kota, kota yang kompak (compact city) di negara-negara
maju dianggap sebagai suatu ciri kota yang berkelanjutan yang ditunjukkan dengan
intensifikasi aktivitas di pusat kota, pembangunan dengan penambahan pada
struktur yang telah ada, kombinasi fungsi-fungsi setiap bagian wilayah kota,
penyediaan dan penyebaran fasilitas, dan pembangunan dengan kepadatan tinggi.
Oleh sebab itu, urban compactness dapat dijadikan salah satu indikator
keberlanjutan kota. Selain itu, urban compactness ini tidak lepas dari hubungannya
terhadap transportasi.
Menurut Mountain Association for Community Economic Development (MACED), isu
sustainabilitas terbatas pada tiga aspek, yaitu:
1. Ekonomi - ketahanan ekonomi suatu kota dalam menghadapi permasalahan
ekonomi masa kini dan masa depan, dimana manajemen kota harus
menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat dan melakukan pembiayaan
keberlangsungan kotanya menggunakan pendapatan dari kotanya sendiri.
2. Ekologi - perlunya melestarikan aset-aset alam untuk dapat dirasakan
manfaatnya secara menerus.
3. Ekuitas - perlunya ketersediaan kesempatan yang memadai bagi berbagai
elemen masyarakat untuk berpartisipasi mengembangkan kotanya, baik dari
kesempatan berekonomi, ataupun membuat kebijakan sosial.

Halaman | 2-26
NASKAH AKADEMIK
PENYUSUNAN RTR KAWASAN STRATEGIS SERANG UTARA TERPADU
DI PROVINSI BANTEN

Dari aspek tersebut maka dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai


pengembangan kawasan yang berkelanjutan, maka sebuah kawasan harus
meminimalisasi penggunaan sumber daya tak terbarukan, pengarahan penggunaan
pada sumber daya yang dapat diperbaharui dan sumber daya buatan manusia dan
memperhatikan keberlanjutan kualitas lingkungan dengan memperhatikan
penyerapan limbah lokal dan global.
Prinsip berkelanjutan adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan masa kini tanpa
mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan
mereka sendiri (United Nations World Commission on Environment and Development,
1987) terutama relasi antara aspek lingkungan, aspek sosial dan aspek ekonomi
dalam kerangka pembangunan perkotaan. Ditambahkan oleh Hallmarks of a
Sustainable City (CABE 2009) kota yang merespon perubahan iklim dapat
membantu menyelesaikan permasalahan sosial dan ekonomi, seperti kelangkaan
bahan bakar, kepadatan lalu lintas, dan membawa kualitas hidup yang lebih baik.
Secara lebih detail, manfaat perkotaan yang berkelanjutan dapat dilihat
1. Segi Lingkungan Perkotaan yang berkelanjutan dapat memfasilitasi kehidupan
masyarakatnya dengan lingkungan yang sehat, sehingga tingkat kematian dapat
dikurangi, dan produktivitas penduduk meningkat, menjaga ketersediaannya
ruang terbuka publik, mengurangi pemanasan global, memudahkan akses
penduduk kota, mampu mendaur ulang energi kota dan memfasilitasi dengan
baik penduduknya.
2. Segi Ekonomi Perkotaan yang berkelanjutan mampu menyediakan berbagai
kesempatan bagi para pencari kerja, serta mampu menjadi landmark sebuah
negara, sehingga menarik wisatawan asing untuk berinvestasi di kota ini.
3. Sisi Sosial Perkotaan yang berkelanjutan mampu mewadahi masyarakat
merumuskan kebijakan baru dengan pemerintah untuk memajukan kotanya,
sehingga dapat menjaga stabilitas sosial, selain itu mampu memenuhi kebutuhan
dasar masyarakatnya, sehingga memperkecil kesenjangan sosial.
d. Sense of Place
Place (tempat) adalah Space (ruang) yang memiliki ciri khas tersendiri. Perbedaan
antara keduanya menurut Roger Trancik (1986) adalah, keberadaan space muncul
dari adanya determinasi fisik, dan sebuah space menjadi sebuah place jika terdapat
makna dari lingkungan yang berasal dari budaya daerahnya. Makna tempat
tersebut muncul dari benda konkret (bahan, rupa, tekstur, warna) maupun benda
abstrak, yaitu asosiasi kultural dan regional yang dilakukan oleh manusia di
tempatnya. Place mengandung lokalitas kawasan tersebut. Faktor pembentuk
place terbagi menjadi dua, yakni man-made (buatan) dan natural (alami), atau bisa
juga disebut lansekap dan pemukiman.

Halaman | 2-27
NASKAH AKADEMIK
PENYUSUNAN RTR KAWASAN STRATEGIS SERANG UTARA TERPADU
DI PROVINSI BANTEN

Makna tempat (sense of place) merupakan kekuatan non fisik yang mampu
membentuk kesan dalam sebuah tempat (Garnham,1985). Makna tempat tersebut
dapat timbul oleh atribut-atribut sebagai berikut:
1. Aspek lingkungan alamiah dan buatan seperti bentuk lahan dan topografi,
vegetasi, iklim dan air;
2. Ekspresi budaya (misal benteng, istana, masjid), wujud-wujud akibat sejarah
sosial dan tempat sebagai artefak budaya; dan
3. Pengalaman sensoris, utamanya visual yang dihasilkan oleh interaksi budaya
dengan bentang alam eksisting.
Aspek lokal menjadi sesuatu yang sangat menonjol, apalagi jika mengandung
keunikan yang tidak ada duanya di tempat lain. Place dapat berbentuk apa saja,
antara lain berupa jalan (street), plaza (square), taman (park), pinggiran sungai
(riverfront), jalan setapak (foothpath), trotoar (pedestrian). Karena ruang-ruang ini
dimiliki oleh komunitas yang lebih luas, maka dinamakan Public Place atau ruang
publik. Konsep place memberikan penekanan pada pentingnya sense of belonging
atau rasa kepemilikan yang memunculkan ikatan emosional antara manusia
terhadap tempat tersebut. Inilah kemudian yang memunculkan adanya sense of
identity atau sense of belonging terhadap kawasan. Menurut Crang, (1998) place
menghadirkan pengalaman orang-orang pada masa lalu yang berlangsung terus-
menerus sepanjang waktu. Rasa kepemilikan terhadap suatu tempat kemudian
diekspresikan dalam bentuk perbedaan fisik atau keunikan yang hadir saat
memasuki area tertentu.
Sense of place yang diimplementasikan pada sebuah tempat akan menghadirkan
kenyamanan, menjawab kebutuhan sosial serta terdapatnya arsitektur yang
menarik. Menghadirkan sense of place pada suatu kawasan tidak cukup dengan
menghadirkan karakter fisik pada kawasan tersebut, namun juga memperhatikan
apakah lingkungan sekitar memiliki keunikan dan identitas yang khas, sesuatu yang
merekatkan kita (manusia) dengan tempat sehingga muncul perasaan seolah kita
sedang berada di rumah. Berikut adalah faktor yang turut berperan dalam
menciptakan sense of place, antara lain:
1. Keistimewaan fisik dan tampilan, seperti struktur dan keindahan penampilan
bangunan serta lingkungan.
2. Aktifitas dan fungsi lokal yang unik, menyangkut pula bagaimana interaksi
antara manusia dan tempat, bangunan dan lingkungan, juga budaya
masyarakat.
3. Makna atau simbolisme, yang menyangkut banyak aspek dan sangat kompleks,
seperti wujud bangunan atau lingkungan yang muncul karena interaksinya
dengan masyarakat atau karena aspek fungsional.

Halaman | 2-28
NASKAH AKADEMIK
PENYUSUNAN RTR KAWASAN STRATEGIS SERANG UTARA TERPADU
DI PROVINSI BANTEN

Sedangkan komponen yang bersifat fisik yang harus diperhatikan untuk


membentuk sebuah place menurut Davies (2000), adalah:
1. Context, posisi dalam hirarki pergerakan akan menentukan seberapa intensif
ruang akan digunakan.
2. Kegiatan yang membatasi ruang, tata guna lahan di sekitarnya, luas tiap
plotnya dan tanda-tanda kehidupan diantara batas-batas bangunan akan
mempengaruhi bagaimana daya tarik ruang tersebut. Batasan di tepi seringkali
merupakan tempat yang paling populer di dalam ruang publik.
3. Kegiatan di dalam ruang yang dapat ditampung oleh suatu ruang sepanjang
waktu di sepanjang tahun.
4. Iklim mikro, orang menginginkan tempat yang nyaman dari aliran angin dan
memiliki prospek kenyamanan dari sinar matahari dengan perlindungan untuk
cuaca terpanas.
5. Skala yang disesuaikan dengan fungsi ruang tersebut.
6. Proporsi, tingkat ketahanan ruang tersebut akan menentukan seberapa baik
ruang bisa didefinisikan. Sense of place akan hilang jika tingkat ketahanan ruang
berkurang.
7. Objek dalam ruang, pohon, perubahan ketinggian, dan public art menghadirkan
place di sekitar tempat-tempat berkumpul bagi orang banyak.
Pada implementasi perancangan, pada dasarnya prinsip perancangan kawasan
yang berbasis pada sense of place adalah bagaimana mengelola potensi kawasan,
baik fisik, sosial, kesejarahan, hingga kultural, menjadi padu dengan karakter dan
identitas kawasan tersebut. Prinsip perancangan kawasan berbasis pada sense of
place akan menggiring terbentuknya kawasan yang unik dan menarik untuk
menjadi destinasi. Secara umum, prinsip perancangan kawasan berdasarkan
konsep place seperti yang ditunjukkan oleh gambar berikut:

Halaman | 2-29
NASKAH AKADEMIK
PENYUSUNAN RTR KAWASAN STRATEGIS SERANG UTARA TERPADU
DI PROVINSI BANTEN

Gambar 2-4 Prinsip Perancangan berdasarkan Konsep Place Sumber: Project for Public
Places, 2003

Prinsip perancangan dapat diuraikan sebagai berikut:


1. Menemukan karakter utama yang menjadi inti kawasan. Karakter dapat
dibentuk dari kehidupan sosial, ekonomi, potensi alam hingga artefak-artefak
fisik yang dimiliki oleh kawasan tersebut. Karakter hendaknya merupakan
sesuatu yang khusus dan benar-benar menjadi pembeda antara kawasan
tersebut dengan tempat lainnya. Hal ini tidak hanya berlaku pada kawasan
lama/bersejarah, tetapi juga kawasan dengan pengembangan baru. Dalam
tahap ini, tim perencana/perancang menggali sedalam-dalamnya potensi lokal
yang dimiliki oleh suatu tempat melalui kegiatan observasi.
2. Memikirkan bagaimana ruang-ruang urban yang diinginkan atau yang akan
terbentuk nantinya. Ruang-ruang urban yang ada pada suatu tempat
menjelaskan bagaimana karakter dari tempat tersebut, yaitu apakah ruang
tersebut lebih berorientasi komersial ataukah privat, ataukah ditujukan
khusus untuk golongan tersebut. Orientasi ruang-ruang urban muncul dari visi
yang dirumuskan oleh tim perencana. Dengan menemukan orientasi tersebut,
akan dapat direncanakan kemudian jenis dan tingkat aktifitas serta hal-hal lain
yang dapat menunjang tumbuhnya aktifitas tersebut.
3. Mendefinisikan ruang urban melalui rancangan blok dan sempadan bangunan.
Tujuan dari mendefinisikan ruang ini adalah untuk membentuk visual
enclosure yang baik pada ruang urban.

Halaman | 2-30
NASKAH AKADEMIK
PENYUSUNAN RTR KAWASAN STRATEGIS SERANG UTARA TERPADU
DI PROVINSI BANTEN

4. Menciptakankan kekontrasan dan keberagaman fungsi maupun visual.


Kekontrasan pada suatu lingkungan membuat suatu tempat menjadi lebih
dikenali. Keberagaman dan kekontrasan suatu tempat yang ditata dengan baik
akan memperjelas “titik awal”, “titik akhir”, di mana kekontrasan tersebut akan
menjadi penekanan (emphasis) pada titik-titik yang dianggap khusus.
5. Pemandangan (view) dan vista. View dan vista berperan dalam menciptakan
kesan bagi pengguna (manusia) melalui pengalaman visual. Contohnya adalah,
koridor yang sempit dan tinggi akan mengundang rasa penasaran atau bahkan
rasa enggan untuk masuk karena takut.
6. Jalan dan parkir. Struktur jalan sangat menentukan bagaimana aktifitas
kawasan akan berlangsung. Pemilahan sirkulasi kendaraan dengan manusia
serta penempatan lokasi parkir yang tepat akan membantu terciptanya jalur
pejalan kaki yang nyaman, aman serta kondusif.
7. Menciptakan lansekap baru yang menarik. Lansekap merupakan elemen
penting untuk menciptakan lingkungan yang menarik. Elemen lunak dari
tanaman akan membantu dalam menciptakan visual enclosure, kontinuitas dan
berperan dalam menjaga iklim mikro lingkungan. Sedangkan hardscape berupa
perkerasan jalan maupun pejalan kaki akan berperan dalam membentuk
karakter lingkungan serta kaitan suatu tempat dengan tempat lain di kawasan
tersebut secara visual.
Aspek-aspek utama dalam menciptakan sebuah place dalam perancangan dijelaskan
dalam tabel berikut.
Tabel 2-1 Aspek Perancangan Konsep Sense of Place
No Aspek Perancangan Indikator
1 Fungsi dan Aktivitas  Orientasi kegiatan.
 Kegiatan yang menarik dan menciptakan area destinasi.
 Keberagaman fungsi dan aktifitas (mixed use development).
2 Aksesibilitas dan Tautan  Aksesibilitas yang baik dan terhubung dengan lingkungan
sekitar, misal: walkways, bicycleways, riverwalk, dll.
 Mudah dan menyenangkan untuk berjalan.
 Terhubung dengan transit moda.
 Kawasan terbuka secara visual.
 Ruang terbuka dalam kawasan terintegrasi satu sama lain,
sehingga muncul kontinuitas yang baik.
 Memiliki sistem tata informasi yang efektif.
3 Kenyamanan  Jalur pedestrian ternaungi oleh vegetasi maupun naungan
buatan sebagai peneduh dan penurun suhu mikro di kawasan.
 Jalur pedestrian yang menerus tidak terpotong oleh
kendaraan
 Tersedia fasilitas penerangan yang memadai.
 Tersedia perabot jalan dan tata informasi yang tertata baik
dan fungsional.
 Area parkir yang tersembunyi dari pandangan publik dan
tidak menempati area yang bernilai tinggi.
 Jalur sirkulasi jelas dan tidak membingungkan pengunjung

Halaman | 2-31
NASKAH AKADEMIK
PENYUSUNAN RTR KAWASAN STRATEGIS SERANG UTARA TERPADU
DI PROVINSI BANTEN

 Memiliki ruang terbuka publik (misal: taman, plaza, kebun


bunga, dll)
 Memiliki beragam elemen bentang alam (landscape).
4 Sociability  Mengundang, interaktif, keramahtamahan, membanggakan,
dan keberagamaan
 Ruang terbuka dapat digunakan sebagai sarana untuk
bertemu, berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain.
5 Karakter, Identitas dan citra  Menggunakan potensi lokal sebagai penguat identitas
kawasan
 Adanya aktivitas komersial yang partisipatif
 Memiliki identitas arsitektur
 Ruang publik dan ruang privat terdefinisi dengan jelas
6 Adaptability  Ruang terbuka publik dapat berubah fungsi dengan mudah
7 Pelayanan (service)  Tersedia ruang parkir yang memadai sehingga tidak
terbentuk kantong-kantong parkir ilegal.
 Tersedia fasilitas kendaraan umum dan fasilitas transportasi
lainnya, seperti halte, jaringan jalan yang baik dan sebagainya.
 Sarana infrastruktur tersedia dengan memadai.
8 Daya tarik  Adanya manajemen acara-acara festival, special event, dan
street entertainment, untuk menghibur para pengunjung.
 Adanya landmark, public art maupun magnet kawasan berupa
anchor tenant

2.1 KAJIAN ASAS


Menurut Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, dalam membentuk peraturan perundang-undangan termasuk
Perda, harus berdasarkan pada asas-asas pembentukan yang baik yang sejalan dengan
pendapat meliputi kejelasan tujuan, kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat,
kesesuaian antara jenis, hirarki dan materi muatan; dapat dilaksanakan, kedayagunaan
dan kehasilgunaan, kejelasan rumusan dan keterbukaan. Selain itu, materi muatan
Peraturan Perundang-undangan diantaranya harus mencerminkan asas:
a. Asas Pengayoman Yang dimaksud asas pengayoman adalah bahwa setiap materi
muatan peraturan perundang-undangan harus berfungsi memberikan pelindungan
untuk menciptakan ketentraman masyarakat. Pembentukan Perda tentang
Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Serang Utara Terpadu adalah sebagai
pedoman teknis pembangunan Kawasan Strategis Serang Utara Terpadu supaya
sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang dan peraturan pelaksanaannya.
b. Asas Kemanusiaan Yang dimaksud asas kemanusiaan adalah bahwa setiap materi
muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan pelindungan dan
penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara
dan penduduk Indonesia secara proporsional. Hal ini sesuai dengan UU 26/2007

Halaman | 2-32
NASKAH AKADEMIK
PENYUSUNAN RTR KAWASAN STRATEGIS SERANG UTARA TERPADU
DI PROVINSI BANTEN

pasal 7 ayat 1 yang menyatakan bahwa negara menyelenggarakan penataan ruang


sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat.
c. Asas Kebangsaan Yang dimaksud asas kebangsaan adalah bahwa setiap materi
muatan peraturan erundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak
bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Pembentukan Perda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan
Strategis Serang Utara Terpadu merupakan amanat UU 26/2007 pasal 1 ayat 5
bahwa penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Adapun Perda tentang
Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Serang Utara Terpadu merupakan
tahapan dari perencanaan tata ruang, yang pada UU 26/2007 pasal 1 ayat 13
dijelaskan bahwa perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan
struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana
tata ruang. Dengan demikian diharapkan pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang yang dilakukan terhadap Kawasan Strategis Serang Utara
Terpadu dapat mengacu dengan perencanaan tata ruang yang dilakukan.
d. Asas Kekeluargaan yang dimaksud dengan asas kekeluargaan adalah bahwa setiap
materi muatan peraturan perundangundangan harus mencerminkan musyawarah
untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan. Musyawarah
mengenai pembangunan Kawasan Strategis Serang Utara Terpadu telah dilakukan
melalui Focus Group Discussion dan sosialisasi terhadap masyarakat dan
pemerintah daerah.
e. Asas Kenusantaraan Yang dimaksud asas kenusantaraan adalah bahwa setiap
materi muatan peraturan perundang-undangan senantiasa memperhatikan
kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan peraturan perundang-
undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional
yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
f. Asas Bhinneka Tunggal Ika Yang dimaksud asas bhineka tunggal ika adalah bahwa
materi muatan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan keragaman
penduduk, agama, suku an golongan, kondisi khusus daerah serta budaya dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal ini dilakukan dengan
menganalisis karakteristik sosial budaya dan ekonomi dari masyarakat sebagai
pertimbangan arahan pembangunan dari Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis
Serang Utara Terpadu.
g. Asas Keadilan Yang dimaksud asas keadilan adalah bahwa setiap materi muatan
peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara
proporsional bagi setiap warga Negara.

Halaman | 2-33
NASKAH AKADEMIK
PENYUSUNAN RTR KAWASAN STRATEGIS SERANG UTARA TERPADU
DI PROVINSI BANTEN

h. Asas Kesamaan Kedudukan Dalam Hukum dan Pemerintahan Yang dimaksud


dengan asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan adalah bahwa
setiap materi muatan peraturan perundangundangan tidak boleh memuat hal yang
bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras,
golongan, gender, atau status sosial.
i. Asas Ketertiban dan Kepastian Hukum Yang dimaksud dengan asas ketertiban dan
kepastian hukum adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-
undangan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan
kepastian. Hal ini akan dituangkan dalam Perda tentang Rencana Tata Ruang
Kawasan Strategis Serang Utara Terpadu pada bagian peraturan zonasi, perizinan,
insentif, dan disinsentif.
j. Asas Keseimbangan, Keserasian, dan Keselarasan Yang dimaksud dengan asas
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan adalah bahwa setiap materi muatan
peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian,
dan keselarasan, antara kepentingan individu, masyarakat dan kepentingan
bangsa dan Negara.
Dalam pembentukan Perda tentang Penataan Ruang Kawasan Strategis Provinsi
Serang Utara Terpadu juga harus menganut asas-asas penataan ruang yang tercantum
dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Asas
pelaksanaan penyelenggaraan penataan ruang meliputi:
a. Keserasian yaitu bahwa setiap orang memikul kewajiban dan tanggung jawab
terhadap generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi.
Kewajiban dan tanggung jawab itu ditunjukkan melalui upaya pelestarian daya
dukung dan daya lterna ekosistem dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup,
yang diwujud dengan memfasilitasi identifikasi opsi-opsi pembangunan/upaya
perlindungan dan pengelolaan lingkungan dengan alternatif rancangan/usulan
yang lebih baik.
b. Keberlanjutan, merupakan adanya kesinambungan antara kebijakan yang akan
diambil dengan kebijakan sebelumnya baik itu dalam aspek perencanaan,
penyelenggaraan ataupun pemanfaatan sumber daya sosial penggunaan lahan.
Terkait dengan pengembangan Kawasan Strategis Provinsi (KSP) Banten Lama,
perencanaan dan implementasi harus direncanakan sebaik mungkin untuk
peningkatan layanan sosial dan budaya di Kota dan Kabupaten Serang secara
berkelanjutan. Sehingga keberadaan kawasan Banten Lama Kota dan Kabupaten
Serang harus merupakan kelanjutan bahkan peningkatan dari kebijakan demand
manajemen yang sebelumnya telah diambil dan bukan malah sebaliknya.
c. Keserasian dan keseimbangan adalah bahwa pemanfaatan lingkungan hidup harus
memperhatikan berbagai aspek seperti kepentingan ekonomi, sosial, budaya, dan
perlindungan serta pelestarian ekosistem. Dalam hal ini penyelenggaraan-nya

Halaman | 2-34
NASKAH AKADEMIK
PENYUSUNAN RTR KAWASAN STRATEGIS SERANG UTARA TERPADU
DI PROVINSI BANTEN

senantiasa dijiwai atau dipandu oleh nilai-nilai keseimbangan, keadilan dan


kesetaraan berdasarkan kepentingan sosial ekonomi dan kepentingan lingkungan
hidup, baik untuk kepentingan jangka pendek maupun jangka panjang, dan
menyeimbangkan kepentingan pembangunan pusat dan daerah.
d. Manfaat adalah bahwa segala usaha dan/atau kegiatan pembangunan yang
dilaksanakan disesuaikan dengan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup
untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan harkat manusia selaras dengan
lingkungannya.
e. Keterpaduan adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
dilakukan dengan memadukan berbagai unsur atau menyinergikan berbagai
komponen terkait. Dalam hal ini dapat diwujudkan dalam bentuk:
1. Memastikan bahwa penerapan, pengembangan dan perlindungan kawasan
cagar budaya dan situs purbakala sudah relevan untuk tercapainya
pembangunan berkelanjutan;
2. Memuat saling keterkaitan antara penggunaan lahan di kawasan Banten Lama
dan masyarakat disekitanya yang bersifat sektor y dan yang bersifat non-
monetery;
3. Memuat saling keterkaitan antara aspek biofisik, sektor, dan ekonomi untuk
setiap pemanfaatan ruang; dan
4. Terkait secara hierarkis dengan kebijakan di sektor tertentu dan wilayah
(lintas batas) termasuk dengan sektor keuangan.
k. Kehati-hatian adalah bahwa setiap usaha atau kegiatan harus disusun berdasarkan
perencanaan yang matang sehingga dapat dilakukan antisipasi atau upaya untuk
mencegah dan mengurangi kerusakan lingkungan. Upaya ini dilakukan mulai dari
tahap perencanaan yaitu tentang pemilihan lokasi karena terkait dengan penataan
ruang, pemilihan kegiatan atau usaha, pemilihan teknologi, proses produksi atau
pelaksanaannya.
l. Pencemaran membayar adalah bahwa setiap penanggung jawab yang usaha
dan/atau kegiatannya menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup wajib menanggung biaya pemulihan lingkungan. Dalam konteks transportasi
adalah pengguna membayar.
m. Partisipatif, adalah bahwa setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan
aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung. Azas
ini dapat diwujudkan sebagai berikut:

Halaman | 2-35
NASKAH AKADEMIK
PENYUSUNAN RTR KAWASAN STRATEGIS SERANG UTARA TERPADU
DI PROVINSI BANTEN

1. Memperhatikan dan mempertimbangkan kepentingan semua pihak yang


berkepentingan, masyarakat yang potensial terkena dampak, dan instansi
pemerintah disepanjang proses pengambilan keputusan;
2. Terdokumentasi secara eksplisit segala masukan dan pertimbangan yang
mengemuka di dalam proses penetapan, perencanaan dan implementasi
pembangunan kawasan; dan
3. Memiliki kejelasan informasi yang mudah dipahami, serta menjamin akses yang
memadai untuk semua informasi serta fasilitas kawasan yang dibutuhkan.
n. Tata Kelola Pemerintahan yang baik, adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup dijiwai oleh prinsip partisipasi, transparansi, akuntabilitas,
efisiensi, dan keadilan.
o. Otonomi, adalah bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah
dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
p. Sementara itu, Kawasan Serang Utara Terpadu dikatakan telah cukup berhasil
manakala penerapannya dapat merubah pola sikap dan pola berpikir dalam
menentukan suatu keputusan yang condong kepada upaya pelayanan masyarakat,
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang baik guna menunjang
tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan. Selain itu, efektifitas penerapan
Kawasan Serang Utara Terpadu juga dipengaruhi oleh keberadaan dan efektifitas
penerapan instrumen lainnya.

2.2 KAJIAN TERHADAP PRAKTEK PENYELENGGARAAN,


KONDISI, DAN PERMASALAHAN
Provinsi Banten telah berkembang begitu pesat terutama Kawasan Serang Utara
Terpadu yang merupakan kawasan strategis provinsi yang terdapat kawasan pesisir
serta kawasan perbatasan yang memiliki kegiatan utama industri, minapolitan,
agropolitan, dan wisata sehingga di beberapa bagian wilayahnya terjadi perubahan
dan atau pergeseran pemanfaatan ruang. Kebutuhan terhadap perencanaan wilayah
Provinsi Banten yang up to date, semakin meningkat karena tidak terlepas dan
semakin besarnya tantangan pertumbuhan penduduk, kebutuhan prasarana dan
sarana, sumber daya alam, sumber daya manusia, dan lain sebagainya.
Bila permasalahan ini tidak dapat dipecahkan dalam perencanaan tata ruang, maka
akan mengakibatkan kesemrawutan pembangunan baik fisik dan nonfisik, seperti
pembangunan kawasan industri, permukiman perkotaan dan perdesaan, alih fungsi
lahan dan yang lainnya. Kemacetan, dimana saat ini sudah mulai terlihat dan terasa

Halaman | 2-36
NASKAH AKADEMIK
PENYUSUNAN RTR KAWASAN STRATEGIS SERANG UTARA TERPADU
DI PROVINSI BANTEN

akan semakin meningkatnya jumlah kendaraan yang melintas, polusi udara yang
semakin tinggi dari kawasan pabrik yang berdekatan dengan kawasan perumahan dan
lain sebagainya.
Keterbatasan kemampuan pengelolaan pembangunan dan penataan ruang wilayah
provinsi tersebut, memerlukan upaya lebih dari seluruh pemangku kepentingan.
Pemerintah daerah selaku regulator dan fasilitator dalam pembangunan wilayahnya
untuk dan bertujuan kepada kesejahteraan masyarakat berkewajiban untuk
menyusun sebuah pembangunan dan perencanaan yang baik dan implementatif
sehingga permasalahan dan tantangan tersebut minimal dapat dieliminasi atau di
kurangi.
Dalam konteks perencanaan wilayah/kota yang efektif, guna menghindari
permasalahan tersebut diatas, maka akan terjadi beberapa hal antara lain (Soegijoko,
1994):
a. Perkembangan wilayah provinsi secara acak yang pada gilirannya menimbulkan
kesemrawutan;
b. Penyediaan fasilitas pelayanan dan infrastruktur yang mahal dan tidak efisien;
dan
c. Spekulasi tanah yang dapat mengakibatkan pelipatgandaan biaya pembangunan.

2.3 KAJIAN TERHADAP IMPLIKASI PENERAPAN PERDA


RENCANA TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS
PROVINSI SERANG UTARA TERPADU
RTR Kawasan Strategis Provinsi Serang Utara Terpadu yang disusun oleh Pemerintah
Provinsi Banten harus berkualitas dan dapat langsung diaplikasikan dalam operasional
pemanfaatan dan pengendaliaan pemanfaatan ruang.
Yang melatar belakangi penyusunan RTR Kawasan Strategis Provinsi Serang Utara
Terpadu adalah sebagai berikut:
a. Terdapat 4 (empat) sektor kegiatan utama di Kawasan Serang Utara Terpadu
diantaranya adalah industri, minapolitan, agropolitan, dan pariwisata;
b. Terdapat Kawasan Industri (KI) yang termasuk ke dalam Kawasan Strategis
Nasional (KSN) yaitu PT. Wilmar;
c. Terdapat Kawasan Peruntukan Industri (KPI) Tanara yang termasuk ke dalam
kawasan strategis provinsi;
d. Terdapat indikasi pencemaran lingkungan akibat limbah pabrik di pesisir dan
perairan Bojonegara;

Halaman | 2-37
NASKAH AKADEMIK
PENYUSUNAN RTR KAWASAN STRATEGIS SERANG UTARA TERPADU
DI PROVINSI BANTEN

e. Adanya rencana industri KS4 yang berada di Bojonegara berdasarkan arahan


industri Krakatau Steel;
f. Adanya rencana frase kereta api dari Merak ke Bandar udara;
g. Terdapat rencana pelebaran jalan tahap III hingga Pelabuhan Merak serta adanya
konsep jalan tol/exit tol yang masuk ke PT. Wilmar sebagai KSN;
h. Terdapat Pelabuhan Karangantu yang berfungsi sebagai pelabuhan nusantara
untuk mendukung kegiatan di Kawasan Serang Utara Terpadu;
i. Kawasan Serang Utara Terpadu berpotensi terjadinya tsunami, banjir, dan
gunung merapi;
j. Adanya lahan peruntukkan LP2B yang berada di Kecamatan Kasemen;
k. Adanya lahan konservasi di Pulau Pamujaan Besar dan Pulau Tunda;
l. Terdapat fungsi lain di Kecamatan Pontang dan Kecamatan Tirtayasa selain
sebagai pendukung sektor perikanan dan perikanan tetapi juga dimanfaatkan
sebagai kawasan mangrove untuk wilayah pesisirnya;
m. Terdapat kawasan wisata Banten Lama yang berfungsi pula sebagai kawasan
social budaya dan cagar budaya
n. Terdapat pengembangan usaha minapolitan di Kecamatan Ponatang.

Tujuan penataan ruang Kawasan Strategis Provinsi Serang Utara Terpadu adalah
Mewujudkan Kawasan Strategis Serang Utara sebagai Pusat Kegiatan Industri,
Perikanan, Pertanian, dan Pariwisata yang memperhatikan Keseimbangan Antar
Bagian Kawasan yang Berkelanjutan.
Hal ini berarti, RTR Kawasan Strategis Provinsi Serang Utara Terpadu sebagai tolak
ukur dalam mencapai suatu perencanaan yang telah ditetapkan dalam RTRW Provinsi
Banten yang lebih makro.
Pemerintah daerah sendiri akan mudah mengendalikan pembangunan wilayahnya
termasuk pengalokasian pembiayaan, karena akan efisien dan lebih efektif arah
perencanaan pembangunannya.
Upaya pelaksanaan perencanaan penataan ruang yang bijaksana adalah kunci dalam
pelaksanaan tata ruang agar tidak merusak lingkungan hidup, dalam konteks
penguasaan negara atas dasar sumber daya alam.

Halaman | 2-38

Anda mungkin juga menyukai