Anda di halaman 1dari 13

Kepmentan No. 786/Kpts/KB.

120/10/96 Ttg Perizinan Usaha Perkebunan

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN


NOMOR.786/Kpts/KB.120/10/96

TENTANG

PERIZINAN USAHAPERKEBUNAN
MENTERI PERTANIAN,

Menimbang :
a. bahwa dengan suratKeputusanMenteri Pertanian Nomor 229/Kpts/KB.550/4/1991 '
jo Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 753/Kpts/KB.550/12/1992. talah
ditetapkan pengembangan perkebunan besar dan tatacara persetujuan prinsip usaha
perkebunan;
b. bahwa guna lebih mendorong pertumbuhan dan pengembangan usaha
perkebunan perlu menciptakan iklim usaha dibidang perkebunan yang lebih baik;
c. bahwa untuk menciptakan iklim usaha yang lebih baik tersebut dipandang perlu
meninjau kemhali surat keputusan tersebut di atas dan menetapkan ketentuan
mengenai perizinan usaha perkebunan;

Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 5 tahun 1974
2. Undang-undang Nomor 5 tahun 1984;
3. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1975;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 1986;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1995;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1995;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1995;
10. Peraturan Pemerintah Nomar 40 Tahun 1996;
11. Keputusuan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1974;
12. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1984 jo Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 1993;
13. Keputusan presiden Republik Indonesia Nomor 96/M tahun 1993 ;
14. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1995;
15. Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan Menteri Dalam Negeri Nomor
429/Kpts/Org/7/1976;// 9 Tahun 1976.
16. Keputusan Menteri Peertanian Nomor 342/Kpts/OT.210/5/1988;
17. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 96/Kpts/0T.210/2/1994;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN TENTANG PERIZINAN USAHA


PERKEBUNAN.

BAB I

1
Kepmentan No. 786/Kpts/KB.120/10/96 Ttg Perizinan Usaha Perkebunan

KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :
a. Usaha Perkebunan adalah kegiatan untuk melakukan usaha Budidaya dan atau usaha
Industri Perkebunan;
b. Usaha Budidaya Perkebunan adalah usaha tanaman perkebunan yang meliputi
kegiatan penanaman, dan perubahan jenis tanaman.
c. Usaha Industri Perkebunan adalah usaha industri pengolahan hasil perkebunan yang
pengaturan, pembinaan dan pengemban pengembangannya menjadi wewenang
Menteri Pertanian sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
d. Idustri Perkebunan Rakyat adalah usaha industri pengolahan hasil parkebunan yang
diusahakan oleh tenaga keluarga sendiri.
e. Perkebunan Besar adalah usaha budidaya perkebunan yang diusahakan oleh
perusahaan perkebunan dan dilakukan di atas lahan Hak Guna Usaha dengan luas
areal minimal 25 hektar.
f. Perkebunan Rakyat adalah usaha budidaya perkebunan yang diusahakan oleh
perorangan diatas tanah, hak milik atau Hak Guna Usaha dengan luas areal kurang
dari 25.hektar.
g. Persetujuan Prinsip Usaha Budidaya Perkebunan adalah persetujuan tertulis yang
dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Perkebunan yang memberikan hak kepada
pemegangnya untuk melakukan persiapan fisik kebun, penyelesaian hak atas tanah,
mesin/peralatan pertanian,tenaga kerja dan administrasi lainnya yang mendukung
pembangunan budidaya.
h. Persetujuan Prinsip Usaha Industri Perkebunan adalah persetujuan tertulis yang
dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Perkebunan yang memberikan hak kepada
pemegangnya untuk melakukan persiapan fisik industri, mesin/peralatan industri,
tenaga kerja dan administrasi lairnya yang mendukung pembangunan usaha industri.
i. Izin Usaha Perkebunan adalah izin tertulis yang dikeluarkan oleh Menteri Pertanian
atau pejabat yang ditunjuknya untuk memberikan hak kepada pemegangnya untuk
melakukan usaha perkebunan yang berdiri dari Usaha budidaya Perkebunan dan
Usaha Industri Perkebunan.
j. Izin Usaha Budidaya Perkebunan adalah izin tertulis yang 1 dikeluarkan oleh Menteri
Pertanian atau pejabat yang ditunjuk untuk memherikan hak kepada pemegangnya
melakukan Usaha Budidaya Perkebunan.
k. Izin Usaha Industri Perkebunan adalah izin tertulis yang dikeluarkan oleh Menteri
Pertanian atau pejabaat yang ditunjuku untuk memberikan hak kepada
pemegangnya melakukan Usaha Industri Perkebunan.
l. Izin Perubahan Jenis Tanaman adalah izin tertulis yang dikeluarkan oleh Menteri
Pertanian atau pejabat yang ditunjuk untuk memberikan hak kepada pemegangnya
melakukan perubahan jenis tanaman perkebunan.
m. Izin Perluasan Usaha Industri Perkebunan adalah izin tertulis yang dikeluarkan oleh
Menteri Pertanian atau pejabat yang ditunjuk untuk memberikan hak kepada
pemegangnya melakukan penambahan kapasitas produksi.

Pasal 2
Ruang lingkup pengaturan usaha perkebunan meliputi :
a. Usaha Budidaya Perkebunan;
b. Usaha Industri Perkebunan.

Pasal 3
(1) Usaha Budidaya Perkebunan dibedakan:
a. Usaha Perkebunan Besar;
b. Usaha Perkebunan Rakyat.
(2) Usaha Perkebunan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dibedakan :
a. Usaha yang dilakukan diatas tanah hak milik;

2
Kepmentan No. 786/Kpts/KB.120/10/96 Ttg Perizinan Usaha Perkebunan

b. Usaha yang dilakukan diatas tanah hak guna usaha dengan luas areal kurang dari
25 ha.
(3) Usaha Industri Perkebunan terdiri dari:
a. Industri Gula Pasir dari Tebu ;
b. Industri Ekstraksi Kelapa Sawit;
c. Industri Teh Hitam dan Teh Hijau;
d. Industri Lateks;
e. Industri Pengupasan dan Pengeringan Kopi ;
f. Industri Pangupasan dan Pengeringan Kakao;
g. Industri Pengupasan dan Pengeringan Lada;
h. Industri Pengupasan Kapas;
i. Industri Perkebunan lainnya yang bertujuan untuk memperpanjang daya simpan.

BAB II
PERIZINAN
Pasal 4
(1) Usaha Perkebunan dapat dilakukan oleh perorangan Warga Negara
Republik Indonesia atau Badan Hukum Indonesia yang berbentuk Koperasi, Badan
Usaha Milik Negara termasuk Badan Usaha Milik Daerah, dan Perusahaan Swasta.
(2) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat l,Usaha Perkebunan
dapat pula dilakukan oleh Perseroan Terbatas yang dibentuk menurut hukum
Indonesia,berkedudukan di Indonesia oleh Warga Negara dan atau Badan Hukum
Asing dan modalnya dimiliki secara patungan antara modal asing dengan modal
warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia maupun secara langsung
dimiliki oleh Warga Negara Asing dan atau Badan Hukum Asing.
(3) Dalam hal usaha perkebunan dilakukan dalam bentuk patungan, maka
sekurang-kurangnya 5 % (lima perseratus) dari seluruh modal yang disetor pada
waktu pendiriannya harus dimiliki oleh Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum
Indonesia.
(4) Dalam hal Usaha Perkebunan dilakukan Sepenuhnya oleh badan Hukum
Asing atau Warga Negara Asing dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas)
tahun sejak berproduksi komersial, menjual sebagian sahamnya kepada Warga
Neqara Indonesia dan ataau badan Hukum Indonesia melalui pemilikan langsung
atau melalui Pasar Modal dalam negeri.
(5) Pelaksanaan pengalihan sebagian sahamnya sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3) harus dilaporkan kepada Menteri Pertanian c.q Direktur Jenderal
Perkebunan.
(6) Untuk Melakukan Usaha Perkebunan, wajib memiliki Izin Usaha Perkebnan.

Pasal 5
(1) Izin Usaha Perkebunan dibedakan .
a. Izin Usaha Budidaya Perkebunan;
b. Izin Usaha Industri Perkebunan.
(2) Izin Usaha Budidaya Perkebunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a
terdiri dari .
a. Izin Tetap;
b. Izin Perubahan Jenis Tanaman.
(3) Izin Usaha Industri Perkebunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b terdiri
dari .
a. Izin Tetap;
b. Izin Perluasan.

Pasal 6
(1) Izin Usaha Perkebunan, diberikan oleh Manteri Pertanian,dan berlaku selama
perusahaan masih melakukan kegiatannya.

3
Kepmentan No. 786/Kpts/KB.120/10/96 Ttg Perizinan Usaha Perkebunan

(2) Dalam pelaksanaannya Menteri Pertanian melimpahkan wewenang pemherian Izin


Usaha Perkebunan kepada:
a. Direktur Jenderal Perkebunan, untuk usaha budidaya perkebunan dengan luas
areal lebih dari 200 hektar, dan Usaha Industri Perkebunan.
b. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I c.q Kepala Dinas Perkebunan Dati I untuk usaha
budidaya perkebunan dengan luas areal antara 25 hektar sampai dengan 200
hektar .

BAB III
SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN

Bagian Pertama
Usaha Budidaya Perkebunan
Pasa1 7
(1) Untuk memperoleh Izin Usaha Budidaya Perkebunan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (1) huruf a diperlukan Persetujuan Prinsip Usaha BudicJaya Perkebunan.
(2) Persetujuan Prinsip Usaha Budidaya Perkebunan diberikan kepada Perusahaan
Perkebunan, baik yang menggunakan fasilitas PMA atau PMDN untuk melakukan
kegiatan persiapan pembangunan kebun dengan memperhatikan kebijaksanaan
teknis yang telah digariskan, kelestarian lingkungan dan sumberdaya alam.

Pasal 8
Untuk memperoleh Persetujuan Prinsip Usaha Budidaya Perkebunan pemohon wajib
menyampaikan surat permohonan dilengkapi dengan Persyaratan :
a. Surat pengarahan lahan dari Bupati Kepala Daerah Tingkat II setempat;
b. Rencana kerja usaha budidaya perkebunan;
c. Akte Pendirian Perusahaan termasuk Perubahannya;
d. Rekomendasi/dukungan dari Gubernur Kepala Daerah Tingkat I c.g Kepala Dinas
Perkebunan Dati II setempat berdasarkan hasil prasurvey calon lokasi;
e. Peta Calon Lokasi dengan skala 1:100.000.

Pasal 9
(1) Permohonan Persetujuan Prinsip Usaha Budidaya Perkebunan diajukan kepada
Direktur Jenderal Perkebunan atau Gubernur Kepala Daerah Tingkat I c.q Kepala
Dinas Perkebunan Dati I setempat sesuai dengan kewenangan pemberian izin
berdasarkan ketentuan dalam Pasal 6 ayat (2), dengan menggunakan Formulir Model
PPUB-1 dilampiri persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
(2) Setelah Menerima permohonan Parsetujuan PrinsiP Usaha udidaya Perkebunan,
Direktur Jenderal perkebunan atau Gubernur Kepala Daerah Tingkat I c.q Kepala
Dinas Perkebunan Dati I selambat-lambatnya dalam waktu 15 (lima belas) hari kerja
telah selesai meneliti kelengkapan persyaratan, dan apabila terdapat salah satu
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasa1 8 belum dipenuhi, wajib
diberitahukan kepada pemahon.
(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Direktur Jenderal
Perkebunan atau Gubernur Kepala Daerah Tingkat I c.q Kepala Dinas Perkebunan Dati
I tidak memberitahukan kepada pemohon. maka permohonan Persetujuan Prinsip
Usaha Budidaya Perkebunan dianggap telah memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan.
(4) Setelah permohonan Persetujuan Prinsip Usaha budidaya Perkebunan diterima secara
lengkap yang dibuktikan dengan tanda terima, selambat-lambatnya dalam jangka
waktu 15 (lima belas) hari kerja Direktur Jenderal Perkebunan atau Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I c.q Kepala Dinas Perkebunan Dati I telah mamberikan Persetujuan
Prinsip Usaha Budidaya Perkebunan dengan menggunakan Formulir Model PPUB-2
atau menolak dengan menggunakan formulir Mode1 PPUB-3 yang disertai dengan
alasan penolakan.

4
Kepmentan No. 786/Kpts/KB.120/10/96 Ttg Perizinan Usaha Perkebunan

(5) Persatujuan Prinsip Usaha Budidaya Perkebunan berlaku dalam jangka waktu 1 (satu)
tahun, dan atas permintaan pemohon dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing
selama 1 (satu) tahun dengan menggunakan Formulir Model PPUB-4.
(6) Dalam hal persetujuan prinsip Usaha Budidaya perkebunan perlu diperpanjang,
syarat yang harus di penuhi:
a. Laporan Kemajuan Pelaksanaan Kegiatan dengan menggunakan Formulir Model
PPUB-5;
b. Alasan perpanjangan;
c. Rekomendasi/dukungan dari Kepala Dinas Perkebunan Dati I atau kepala dinas
perkebunan Dati II setempat berdasarkan hasil pemeriksaan di lapangan yang di
tuangkan dalam bentuk Berita Acara dengan menggunakan Formulir Model PPUB-
6.
(7) Pemberian Perpanjangan Persetujuan Prinsip Usaha Budidaya Perkebunan diberikan
oleh Direktur Jenderal Perkebunan atau Gubernur Kepala Daerah Tingkat I c.q Kepala
Dinas Perkebunan Dati I dengan menggunakan Formulir model PPUB-7.
(8) Perusahaan Perkebunan yang telah memperoeh Persetujuan Prinsip Usaha Budidaya
perkebunan, wajib menyampaikan laporan kemajuan peaksanaan kegiatan setiap 6
(enam) bulan kepada pejabat sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (2) dengan
menggunakan formulir Model PPUB-5.

Pasal l0
(1) Persetujuan Prinsip Usaha Perkebunan berakhir dengan sendirinya apabila:
d. masa berlaku dari perpanjangan ke II telah berakhir
e. izin lokasi dicabut oleh Pemerintah Daerah.
(2) Dalam hal perpanjangan ke II telah berakhir, Persetujuan Prinsip Usaha Perkebunan
dapat dipertimbangkan untuk diterbitkan kembali melalui pembaharuan setelah surat
permohonan dari perusahaan diterima dengan dilengkapi persyaratan sebagi berikut:
a. Laporan Kegiatan Pembangunan di Lapangan;
b. Laporan Hambatan/kendala yang timbul;
c. Studi kelayakan Usaha budidaya perkebunan;
d. Lokasi dimaksud tidak mengalami perubahan.
(3) Pembaharuan Persetujuan Prinsip Usaha Perkebunan sebagaimana dimaksud daam
ayat (2) diterbitkan dengan menggunakan formulir Model PPUB-8 apabia setelah
dilakukan penelitian lapangan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan menunjukan
kesungguhan dan pemohon untuk melakukan usaha budidaya perkebunan yang
dituangkan dalam Berita Acara denga menggunakan Formulir Model PPUB-9
(4) Pembaharuan Persetujuan Prinsip sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya
dapat diperpanjang 1 (satu) kali dengan jangka waktu 1 (satu) tahun.

Pasal 11
(1) Perusahaan Perkebunan yang telah memiliki keputusan Hak Guna Usaha dan telah
melaksanakan penanaman dapat mengajukan permohonan Izin Tetap Usaha
Budidaya Perkebunan.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diterima, di tunda atau di
tolak

Pasal 12
Untuk memperoleh Izin Tetap Usaha Budidaya Perkebunan pemohon wajib
menyampaikan surat permohonan dilengkapi dengan persyaratan :
a. Persetujuan Prinsip Usaha Budidaya Perkebuanan;
b. Keputusah Pemberian Hak Guna Usaha;
c. Laporan Kemajuan Pelaksanaan Kegiatan denga Menggunakan Formulir PPUB-5;
d. Kondisi kebun telah memenuhi persyaratan teknis;
e. Telah melaksanakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Upaya
Pengelolaan Lingkunga (UKL) dan Upaya Pemantuan Lingkungan (UPL)

5
Kepmentan No. 786/Kpts/KB.120/10/96 Ttg Perizinan Usaha Perkebunan

f. Studi Kelayakan Usaha Budidaya Perkebunan untuk izin yang dikeluarkan oleh
Menteri Pertanian c.q Direktur Jenderal Perkebunan;
g. Rekomendasi/dukungan dari Kepala Dinas Perkebunan Dati I atau Kepala Dinas
Perkebunan Dati II, yang dibuat berdasarkan hasil penelitian lapangan.
h. Lokasi HaK Guna Usaha dan jenis tanaman yang diusahakan harus sesuai dengan
yang tercantum dalam Persetujuan Prinsip Usaha Perkebunan.

Pasal 13
(1) Untuk memperoleh rekomendasi/ dukungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
butir 9, perusahaan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Perkebunan Dati
I/ Kepala Dinas Perkebunan Dati II setempat, dan selambat-lambatnya 15 (lima belas)
hari kerja sejak diterimanya surat permohonan, kepala Dinas Perkebunan Dati I/
Kepala Dinas Perkebunan Dati II seteempat setelah mengadakan penelitian ke lokasi
yang hasilnya dituangkan dalam Berita Acara Penelitian Usaha Budidaya Perkebunan
dengan menggunakan Formulir Model PPUB-10 dan selambat-lambatnya dalam
waktu 10 (sepuluh) hari kerja setelah ditandatangani, Kepala Dinas Perkebunan Dati
I/ Dati II menyampaikan laporan kepada Direktur Jenderal Perkebunan atau Gubernur
c.q Kepala Dinas Perkebunan Dati I setempat.
(2) Dalam hal penelitian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dilakukan oleh
Kepala Dinas Perkebunan Dati I atau Kepala Dinas Perkebunan Dati II setempat pada
waktu yang ditentukan , pemohon yang bersangkutan dapat melaporkan kepada
Direktur Jenderal Perkebunan atau Gubernur Kepala Daerah Tingkat I setempat
dengan tembusan Kepala Dinas Perkebunan Dati I atau Kepala Dinas Perkebunan Dati
II setempaat.

Pasal 14
(1) Permohonan Izin Tetap Usaha Budidaya Perkebunan diajukan kepada Direktur
Jenderal Perkebunan atau Gubernur Kepala Daerah Tingkat I c.q Kepala Dinas
Perkebunan Dati I dengan menggunakan ormulir Model PPUB-11 yang dilampir
dengan syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, dengan tembusan kepada
Kepala Dinas Perkebunan Dati I atau Kepala Dinas Perkebunan Dati II setempat.
(2) Dalam jangka waktu 20 (dua puluh) hari kerja setelah permohonan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) serta laporan dimaksud dalam Pasal !3 ayat (2) diterima
Direktur Jenderal Perkebunan atau Gubernur Kepala Daerah Tingkat I c.q Kepala
Dinas Perkebunan Dati I setempat menerbitkan Izin Tetap Usaha Budidaya
Perkebunan dalam bentuk Keputusan sebagaimana tercantum dalam formulir Model
PPUB-12,atau menunda /menolak pemberian Izin Tetap Usaha Budidaya Perkebunan
dengan menggunakan Formulir Model PPUB-3.

Pasal 15
(1) Penundaan pemberian Izin Tetap Usaha Budidaya Pekebunan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 ayat (2) dilakukan apabila pemohon belum melengkapi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.
(2) Terhadap penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pemohon yang
bersangkutan diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan.
(3) Apabila pemohon sudah melengkapi persyaratan seagaimana dimaksud dalam ayat
(1), maka Izin Tetap Usaha Budidaya Perkebunan diberikan/ditolak menurut
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2).

Pasal 16
(1) Penolakan pemerian Izin Tetap Usaha Budidaya Perkebunan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 ayat (2) dilakukan apabila permohonan tidak memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.
(2) Terhadap penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), perusahaan perkebunan
selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak menerima surat penolakan yang

6
Kepmentan No. 786/Kpts/KB.120/10/96 Ttg Perizinan Usaha Perkebunan

dibuktikan dengan tanda terima, dapat mengajukan permohonan banding kepada


Menteri Pertanian dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Perkebunan atau
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I c.q Kepala Dinas Perkebunan Dati I.
(3) Selambat-lambatnya 30 (Tiga puluh hari kerja sejak menerima surat permohonan
banding, Menteri Pertanian memberi jawaban tertulis dengan tembusan kepada
Direktur Jenderal Perkebunan atau Gubernur Kepala Daerah Tingkat I c.q Kepala
Dinas Perkebunan Dati I.
(4) Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak menerima surat
permohonan banding, Menteri Pertanian tidak memberi jawaban tertulis, maka
permohonan banding dianggap diterima
(5) Dalam permohonan banding diterima oleh menteri Pertanian, selambat-lamatnya 20
(dua puluh) hari kerja sejak menerima tembusan persetujuan banding, Direktur
Jenderal Perkebunan atau Gubernur Kepala Daerah Tingkat I c.q kepala dinas
perkebunan Dati I wajib menerbitkan Izin Tetap Usaha Budidaya Perkebunan dalam
Keputusan.

Pasal 17
(1) Perusahaan Perkebunan yang telah memiliki Izin Tetap Usaha Budidaya Perkebunan
dapat melakukan peruahan jenis tanaman.
(2) Perubahan jenis tanaman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan
setelah memperoleh izin.

Pasal 18
Untuk memperoleh Izin peruahan jenis Tanaman pemohon wajib menyampaikan surat
permohonan dilengkapi dengan persyaratan :
a. Studi kelayakan ;
b. Menyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Upaya Pengelolaan
Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL);
c. Rekomendasi/Dukungan dari kepala dinas perkebunan Dati I atau Dinas Kepala
Perkebunan Dati II.
d. Lahan dan agroklimat sesuai dengan persyaratan teknis untuk jenis tanaman yang
diajukan sebagai pengganti;
e. Jenis Tanaman yang diajukan sebagai pengganti sesuai dengan rencana
pengembangan di Wilayah daerah setempat;
f. Menggunakan sarana dan atau cara yang tidak menggangu kesehatan dan atau tidak
mengancam keselamatan manusia, atau tidak menimbulkan gangguan dan
kerusakan sumber daya alam dan atau lingkungan hidup.

Pasal 19
(1) (1) Permohonan Izin Perubahan Jenis Tanaman diajukan kepada Direktur Jenderaal
Perkeunan atau Gubernur Kepala Daerah Tingkat I c.q Kepala Dinas Perkebunan Dati I
dengan menggunakan formulir Model PPUB-14 dan dilampiri persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 dengan tembusan kepada Kepala Dinas
Perkebunan Dati I atau Kepala Dinas Perkebunan Dati II setempat.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diterima, ditunda atau
ditolak.
(3) Dalam jangka waktu 20 (dua puluh) hari kerja setelah permohonan perubahan jenis
tanaman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Diterrima Direktur Jenderal
Perkebunan atau Gubernur Kepala Daerah Tingkat I c.q Kepala Dinas Perkebunan Dati
I seteempaat menerbitkan Izin Perubahan Jenis Tanaman Dalam Bentuk Keputusan
sebagaimana tercantum dalam formulir Model PPUB-15,atau menunda/menolok
pemberiann izin Perubahan Jenis Tanaman dengan menggunakan formulir Model
PPUB-16.

Pasal 20

7
Kepmentan No. 786/Kpts/KB.120/10/96 Ttg Perizinan Usaha Perkebunan

(1) Penundaan Pemberian Izin Perubahan Jenis Tanaman sebagamana dimaksud dalam
pasal 19 ayat (3) dilakakan apabila pemohon belum melengkapi persyaraatan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 18.
(2) Terhadap Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pemohon diberi
kesempatan untuk melengkapi persyratan .
(3) Apabila pemohon sudaah melengkapi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), Maka Izin Perubahan Jenis Tanaman diberikan /ditolak menurut ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (3).

Pasal 21
Penolakan pemberian Izin Perubahan Jenis tanaman Sebagaimana Dimaksud dalam pasal
19 ayat (3) dilakukan apabila permohonan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud pada pasal 18.

Bagian Kedua
Usaha Industri Perkebunan
Pasal 22
(1) Untuk memperoleh Izin Usaha Industri Perkebunan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (1) butir b diperlukan Perssetujuan Prinsip Usaha Industri Perkebunan.
(2) Persetujuan Prinsip Usaha Industri Perkebunan diberikan kepada perusahaan
perkebunan untuk dapat melakukan kegiatan persiapan pembangunan industri
sampai dengan produksi percobaan, dengan memperhatikan kelestarian lingkungan.

Pasal 23
Untuk memperoleh Persetujuan Prinsip Usaha Industri Perkebunan pemohon wajib
menyampaikan surat permohonan dilengkapi dengan persyaratan :
a. Akte Pendirian Perusahaan termasuk perubahannya ;
b. Menyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Upaya Pengeloaan
Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL);
c. Analisis Kelayakan Usaha;
d. Rencana Kerja Usaha Industri Perkebunan;
e. Rekomendasi/dukungan dari Gubernur Kepala Daerah Propinsi DATI I c.q kepala Dinas
Perkebunan DATI I setempat;
f. Mimiliki kebun sendiri sebagai sumber bahan baku;
g. Apabila bahan baku tidak didukung sepenuhnya oleh kebun sendiri atau tidak
memiliki kebun maka dapat bekerja sama melalui kemitraan dengan kelompok tani
dengan di ketahui Pemda setempat atau dengan Perusahaan Perkebunan lain yang
dituangkan dalam perjanjiaj didepan Notaris.

Pasal 24
(1) Permohonan Persetujuan Prinsip Usaha Industri Perkebunan diajukan kepada Direktur
Jenderal Perkebunan dengan menggunakan Formullir Model PPUI-1 yang di lampiri
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 23
(2) Setelah menerima permohonan Persetujuan Prinsip Usaha Industri Perkebunan,
Direktur Jenderal Perkebunan selambat-lambatnya dalam waktu 15 (lima belas) hari
kerja setelah selesai meneliti kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 23 belum dipenuhi wajib diberitahukan kepada pemohon.
(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Direktur Jenderal
Perkebunan tidak memberitahukan kepada pemohon, maka permohonan Persetujuan
Prinsip Usaha Industri Perkebunan dianggap telah memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan.
(4) Setelah permohonan Persetujuan Prinsip Usaha Industri Perkebunan diterima secara
lengkap yang dibuktikan dengan tanda terima, selambat-lambatnya dalam jangka
waktu 15 (lima belas) hari kerja, Direktur Jenderal Perkebunan telah memberikan
Persetujuan Prinsip Usaha Industri Perkebunan dengan menggunakan Formulir Model

8
Kepmentan No. 786/Kpts/KB.120/10/96 Ttg Perizinan Usaha Perkebunan

PPUI-2, atau menolak dengan menggunakan formulir Model PPUI-3 yang disertai
alasan penolakan.
(5) Persetujuan prinsip Usaha Industri Perkebunan berlaku sampai dengan mulai
berproduksi secara komersial dan paling lama 2 (dua) tahun.
(6) Setelah memperoleh persetujuan prinsip usaha Industri Perkebunan, Perusahaan
Industri Perkebunan yang bersangkutan wajib menyampaikan laporan Kemajuan
Pelaksanaan kegiatan setiap 6 (enam) bulan kepada Direktur Jenderal Perkebunan
dengan menggunakan Formulir Model PPUI-4

Pasal 25
Perusahaan Idustri Perkebunan yang telah memiliki Persetujuan Prinsip Usaha Industri
Perkebunan dan telah mulai berproduksi secara komersial dapat mengajukan Izin tetap
Usaha Industri Perkebunan.

Pasal 26
Untuk memperoleh Izin tetap Usaha Industri Perkebunan pemohon wajib menyampaikan
surat permohonan dilengkapi dengan persyaratan:
a. Melaksakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Upaya Pengelolaan
Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL);
b. Mimiliki Izin Gangguan/HO;
c. Mimiliki Izin Mendirikan Bangunan dan atau Hak Guna Bangunan;
d. Studi Kelayakan Usaha Industri Perkebunan;
e. Laporan Kesiapan Berproduksi Secara Komersial;
f. Rekomendas/dukungan dari Kepala Dinas Perkebunan DATI I;
g. Lokasi Pabrik sesuai dengan yang tercantum dalam Persetujuan Persetujuan Prinsip
Usaha Industri Perkebunan;
h. Jenis Industri, Kapasitas Pabrik dan atau Komoditi yang dihasilkan sesuai dengan
yang tercantum dalam persetujuan Persetujuan Prinsip Usaha Industri Perkebunan
Persetujuan Prinsip Usaha Industri Perkebunan;
i. Jenis dan sumber bahan baku sesuai dengan yang tercantum dalam persetujuan
Prinsip Usaha Industri Perkebunan.

Pasal 27
(1) Untuk memperoleh rekomendasi/dukungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 26,
perusahaan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Perkebunan DATI I
setempat danselambat-lambatnya 15(lima belas) hari kerja sejak diterimanya
permohonan, Kepala Dinas Perkebunan DATI I setempat telah mengadakan penelitian
ke lokasi yang hasilnya dituangkan dalam Berita Acara Penelitian Usah Industri
Perkebunan dengan menggunakan Formulir Model PPUI-5 danselambat-lambatnya
dalam waktyu 10 (sepuluh) hari kerja setelah ditanda tangani, Kepala Dinas
Perkebunan DATI I menyampaiakan Laporan ke Direktur Jenderal Perkebunan.
(2) Dalam hal penelitian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dilakukan oleh
Kepala Dinas Perkebunan Dati I setempat pada waktu yang ditentukan, pemohon
yang bersangkutan dapat melaporkan kepada Direktur Jenderal Perkebunan dengan
tembusan Kepala Dinas Perkebunan Dati I setempat.

Pasal 28
(1) Permohonan Izin Tetap Usaha Industri Perkebunan diajukan kepada Direktur Jenderal
Perkebunan yang dilampiri dengan syarat sebagaimana dimaksud dalamPasal 26,
dengan menggunakan Formulir Model PPUI-6 dengan tembusaan Kepala Dinas
Perkebunan Dati I setempat.
(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diterima, ditunda atau
ditolak.
(3) Dalam Jangka waktu 20 (dua puluh) hari kerja setelah permohonan sebagaimana
dimaksuddalamayat (1) diterima serta laporan sebagaimana dimaksud dalam pasal

9
Kepmentan No. 786/Kpts/KB.120/10/96 Ttg Perizinan Usaha Perkebunan

27 ayat (1), Direktur Jenderal Perkebunan wajib meneritkan izin Tetap Usaha Industri
Perkebunan dalam bentuk keputusan sebagaimana tercantum dalam formulir Model
PPUI-7, atau menunda/menolak Pemberian Izin Tetap Usaha Industri Perkebunan
dengan menggunakan Formulir Model PPUI-8.

Pasal 29
(1) Penundaan pemberian Izin Tetap Usaha Industri Perkebunan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 ayat (3) dilakukan apabila pemohon elum melengkapi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26.
(2) Terhadap penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pemohon diberi
kesempatan untuk melengkapi persyaratan.
(3) Apabila pemohon sudah melengkapi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), maka Izin Tetap Usaha Industri Perkebunan diberikan/ditolak menurut ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3).

Pasal 30
(1) Penolakan Pemberian Izin Tetap Usaha Industri Perkebunan sebagaimana dimaksid
dalam pasal 28 ayat (3) dilakukan apabila permohonan tidak memenuhi persyaratan
sebagaiman dimaksud dalam pasal 26.
(2) Terhadap penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Perusahaan Industri
Perkebunan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak menerima surat
penolakan yang dibuktikan dengan tanda terima, dapat mengajukan permohonan
badinf kepada Menteri Pertanian dengan tembusan kepada Direktur Jenderal
Perkebunanan
(3) Selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak menerima surat permohonan
banding, Menteri Pertanian memberi jawaban tertulis dengan tembusan kepada
Direktur Jenderal Perkebunan
(4) Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak menerima surat
permohonan banding, Menteri Pertanian tidak memberikan jawaban tertulis, maka
permohonan banding dianggap diterima
(5) Dalam hal permohonan bandimg diterima oleh Menteri Pertanian, selambat-lambatya
20 (dua puluh hari kerja sejak menerima tembusan persetujuan banding, Direktur
Jenderal Perkebunan wajib menerbitkan Izin Tetap Usaha Industri Perkebuanan dalam
bentuk keputusan.

Pasal 31
(1) Perusahaan Industri Perkebunan yang telah memiliki Izin Tetap Usaha Industri
Perkebunan dapat memperluas usahanya.
(2) Perluasan Usaha Industri Perkebunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
dilakukan setelah memperoleh izin.

Pasal 32
Untuk memperoleh Izin Perluasan Usaha Industri Perkebunan pemohon wajib
menyampaikan surat permohonan dilengkapi dengan persyaratan :
a. Rencana perluasan kapasitas pabrik melebihi 30 (tiga puluh) % dari kapasitas pabrik
yang diizinkan;
b. Analisis Kelayakan Usaha Industri Perkebunan;
c. Rencana pemasokan bahan baku;
d. Rekomendasi/Dukungan dari Kepala Dinas Perkebunan DATI I setempat.

Pasal 33
1. Permohonan Izin Perluasan Usaha Industri Perkebunan diajukan kepada Direktur
Jenderal Perkebunan dengan menggunakan Formulir Model PPUI-9 dan dilampiri
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 32. Dengan tembusan Kepada
Dinas Perkebunan DATI I setempat.

10
Kepmentan No. 786/Kpts/KB.120/10/96 Ttg Perizinan Usaha Perkebunan

2. Dalamjangka waktu 20 (dua puluh) hari kerja setelah permohonan sebagaimana


dimaksud dalam ayat (1) secara lengkap dan benar Direktur Jenderal Perkebunan
menerbitkan Izin Perluasan Usaha Industri Perkebunan dalam bentuk keputusan
sebagaimana tercantum dalam Formulir Model PPUT-10.

BAB IV
PENCABUTAN IZIN USAHA PERKEBUNAN
Pasal 34
(1) Izin Usaha Perkebunan dicabut apabila :
a. Perusahaan tidak melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam pemberian
izin;
b. Pemegang izin melakukan perubahan lokasi, perubahan jenis tanaman, dan
perluasan usaha industri tanpa persetujuan pemberi izin;
c. Hak Guna Usaha atau Hak Guna Bangunan dibatalkan atau dicabut atau tidak
diperpanjang masa berlakunya;
d. Diserahkan kembali oleh pemegang izin kepada pejabat sebagaimana dimaksud
dalam pasal 6 ayat(2).
e. Perusahaan melakukan tindakan yang mengganggu ketertiban dan keamanan
umum serta melanggar undang-undang yang berlaku.
(2) Pencabutan Izin Usaha Perkebunan sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) dilakukan
oleh pemberi izin.

BAB V
PENDAFTARAN PERKEBUNAN RAKYAT
DAN USAHA INDUSTRI PERKEBUNAN RAKYAT
Pasal 35
(1) Usaha Perkebuanan Rakyat atau Usaha Industri Perkebunan Rakyat wajib didaftarkan
oleh pemilik/pengelola pada Dinas Perkebunan Dati II setempat.
(2) Setelah melakukan pendaftaran,Kepala dinas Perkebunan Dati II mengeluarkan tanda
Pendaftaran Perkebunan Rakyat atau Usaha Industri Perkebunan Rakyat atau Usaha
Industri Perkebunan Rakyat.
(3) Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berlaku selama Usahanya masih
berjalan atauber produksi.
(4) Pemilik atau pengelola wajib melaporkan pada Dinas perkebunan Dati II setempat,
apabila usaha perkebunan rakyat atau usaha industri perkebunan rakyatnya telah
berhenti atau tidak berproduksi.

BAB VI
BIAYA
Pasal 36
Untuk memperoleh Izin Usaha Perkebunan atau Tanda Pendaftaran Perkebunan Rakyat
dan Usaha Industri Perkebunan Rakyat dikenakan pungutan sebesar Rp.0,(nol) rupiah.

Pasal 37
Biaya pemeriksaan dan atau penelitian lapangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9
ayat (6), Pasal 10 ayat (3), Pasal 13 ayat (1), dan pasal 27 ayat (1) dibebankan kepada
pemohon.

BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 38
(1) pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Izin Usaha Perkebunan dan
Pendaftaran Usaha Perkebunan Rakyat dilakukan oleh pejabat sebagaimana
dimaksud dallam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3) serta pasal 35 ayat (2) dalam bentuk

11
Kepmentan No. 786/Kpts/KB.120/10/96 Ttg Perizinan Usaha Perkebunan

langsung dan atau tidak langsung sesuai dengan petunjuk Teknis Pembinaan dan
Pengawasan Perkebunan
(2) Pembinaan dan Pengawasan langsung, dilakukan dilokasi kegiatan perkebunan,
meliputi teknis budidaya, penggunaan tenaga kerja, manajemen, pengolahan hasil
dan pemasaran.
(3) Pembinaan dan Pengawasan tidak lalngsung dilakukan melalui laporan kemajuan
pelaksanaan kegiatan yang disampaikan setiap 6 bulan

Pasal 39
(1) Perusahaan Perkebunan yang telah memperoleh Izin Usaha Perkebunan, wajib
menyampaikan laporan Kemajuan Pelaksanaan Kegiatan setiap 6 (enam) bulan dan
tahun.
(2) Laporan Kemajuan Pelaksanaan Kegiatan Usaha Perkebunan sebagaimana dimaksuk
dalam ayat (1) disampaikan kepada pejabat sebagimana dimaksuk dalam pasal 6
ayat (2) dan ayat (3) dengan tembusan kepada Kepala Dinas Perkebunan DATI I atau
Kepala Dinas Perkebunan DATI II.

BAB VIII
KETENTUAN LAIN
Pasal 40
(1) Perusahaan Perkebunan yang melakukan kerja sama usaha dengan Perkebunan
Rakyat, atau Industri Perkebunan Rakyat harus dibuat daam bentuk perjanjian tertulis
dan diketahui oleh Pemerintah Daerah, sedangkan kerja sama antar perusahaan
Perkebunan harus dibuat didepan Notaris.
(2) Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan hubungan kemitraan
usaha antara perusahaan perkebunan dengan Perkebunan Rakyat,atau Industri
Perkebunan Rakyat, atau antar perusahaan perkebunan, yang mempunyai
kedudukan sama berdasarkan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan
saling menguntungkan.
(3) DalamPelaksanaannya setiap kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis berdasarkan kesepakatan bersama dan
ditanda tangani oleh yang bersangkutan.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 41
(1) Perusahaan Perkebunan yang sebelumnya ditetapkan keputusan ini telah memiliki
Hak Guna Usaha,Wajib mengajukan permohonan Izin Tetap Usaha Budidaya
Perkebunan kepada pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2),
selambat-lambatnya 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal ditetapkannya keputusan
ini.
(2) Perusahaan Perkebunan yang sebelumnya ditetapkan keputusan ini belum memiliki
Izin Tetap Usaha Industri Perkebunan wajib mengajukan permohonan Izin Tetap
kepada Direktur Jenderal Perkebunan, selambat-lambatnya 2 (dua) tahun terhitung
sejak tanggal ditetapkannya keputusan ini.
(3) Perusahaan Perkebunan yang sebelumnya ditetapkan keputusan ini telah memiliki
Izin Tetap Usaha Industri Perkebunan wajib mendatarkan selambat-lambatnya 1
(satu) tahun terhitung sejak tanggal ditetapkannya Keputusan ini kepada Direktur
Jenderal Perkebunan.

BAB X
PENUTUP
Pasal 42
(1) Dengan ditetapkannya keputusan ini,maka Keputusan Menteri Pertanian Nomor
229/Kpts/KB.550/4/91 dan nomor 753/Kpts/KB.550/12/92 tentang pengembangan

12
Kepmentan No. 786/Kpts/KB.120/10/96 Ttg Perizinan Usaha Perkebunan

Perkebunan Besar dan Tata Cara Persetujuan Prinsip Usaha Perkebunan dinyatakan
tidak berlaku.
(2) Hal-hal yang bersifat teknis dalam rangka pelaksanaan keputusan ini apabila
dipandang perlu diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Perkebunan.

Pasal 43

Keputusaan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : j a k a r t a
Pada tanggal : 22 Oktober 1996

MENTERI PERTANIAN

DR. IR. SJARIFUDIN


BAHARSJAH

13

Anda mungkin juga menyukai