SOCIAL CIVIL
Nomor : 13 / Som / SCS / III / 2017
Lampiran : ......1 ( Satu ) Set Berkas.
Perihal : SOMASI KEDUA (TERAKHIR)
Kepada,
Yth. PIMPINAN PT. IVO MAS TUNGGAL
Di - Dumai
Dengan hormat,
Memperhatikan Surat kami terdahulu yang ditujukan kepada Saudara
selaku Perusahaan Industri yang berbadan hukum, tentang :
1 Perihal : Permintaan Klarifikasi ;
Nomor : 03/ R / SPDPK / SCS / I / 2017
Tanggal : 24 Januari 2017
2 Perihal : Somasi Pertama ;
Nomor : 10/ SOM / SCS / II / 2017
Tanggal : 24 Februari 2017
Bahwa kami merupakan Lembaga Swadaya Masyarakat Social Civil
Society (SCS) sesuai dengan amanat AD dan ART serta program kerja
SCS yang mana dalam melaksanakan tugasnya adanya kegiatan
kawasan industri di Kota Dumai dimana patut diduga telah melanggar
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
1. Bahwa berdasarkan hasil investigasi Social Civil Society (SCS) dilapangan
telah menemukan fakta penggunaan air tanah oleh Perusahaan
Industri Saudara yang mana penggunaan air tanah tersebut
bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24
ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009
Tentang Kawasan Industri yang berbunyi sebagai berikut :
setiap perusahaan industri dikawasan industri wajib : memelihara
daya dukung lingkungan disekitar kawasan termasuk tidak
melakukan pengambilan air tanah
2. Bahwa berdasarkan Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
58 Tahun 1984 tentang Perindustrian yang berbunyi:
1) Perusahaan industri wajib melaksanakan upaya keseimbangan dan
kelestarian sumber daya alam serta pencegahan timbulnya kerusakan
dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri
yang dilakukannya;
2) Pemerintah mengadakan pengaturan dan pembinaan berupa
bimbingan dan penyuluhan mengenai pelaksanaan pencegahan
kerusakan dan penanggulangan pencemaran terhadap lingkungan
hidup akibat kegiatan industri;
3) Kewajiban melaksanakan upaya sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dikecualikan bagi jenis industri tertentu dalam kelompok industri
kecil;
Bahwa berdasarkan Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) huruf a, dan huruf b
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Kawasan Industri
yang dimaksud dengan:
(1)Kawasan Industri wajib memiliki Tata tertib Kawasan Industri;
(2)Tata tertib Kawasan Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling sedikit memuat informasi mengenai:
a. Hak dan Kewajiban masing-masing pihak
b. Ketentuan yang berkaitan dengan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan Hidup sesuai dengan Analisis Dampak Lingkungan,
Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Pemantauan Lingkungan.
3. Bahwa berdasarkan Konsiderans nya (menimbang) Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1995 tentang Izin Usaha Industri yang
berbunyi sebagai berikut:
bahwa dalam rangka mendorong terciptanya iklim usaha yang
lebih baik di bidang industri, dipandang perlu untuk melakukan
penyempurnaan terhadap ketentuan Izin Usaha Industri;
Bahwa berdasarkan pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1995 tentang Izin Usaha Industri
yang berbunyi sebagai berikut :
(1) Setiap pendirian Perusahaan Industri wajib memperoleh Izin
Usaha Industri;
(2) Perusahaan Industri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
berbentuk perorangan, perusahaan persekutuan atau badan
hukum yang berkedudukan di Indonesia;
Bahwa berdasarkan pasal 3 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) serta
pasal 4 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 13 Tahun 1995 tentang Izin Usaha Industri yang berbunyi
sebagai berikut :
Pasal 3
(1)Jenis Industri tertentu dalam Kelompok Industri Kecil,
dikecualikan dari kewajiban untuk memperoleh Izin Usaha
Industri;
(2)Jenis Industri tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib
didaftarkan;
(3)Terhadap jenis industri tertentu sebagaimana dimaksud ayat (2)
diberikan Tanda Daftar Industri dan dapat diberlakukan sebagai
izin;
2
(4)Jenis Industri tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan oleh Menteri setelah berkonsultasi dengan Menteri
terkait;
Pasal 4
(1)Untuk memperoleh Izin Usaha Industri diperlukan tahap
Persetujuan Prinsip;
(2)Izin Usaha Industri diberikan kepada Perusahaan Industri yang telah
memenuhi semua ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan
telah selesai membangun pabrik dan sarana produksi;
(3)Izin Usaha Industri dapat diberikan langsung pada saat permintaan
izin, apabila Perusahaan Industri memenuhi ketentuan sebagai
berikut;
a. Perusahaan Industri berlokasi di Kawasan Industri yang telah
memiliki izin; atau
b. Jenis dan komoditi yang proses produksinya tidak merusak
ataupun membahayakan lingkungan serta tidak menggunakan
sumberdaya alam secara berlebihan;
Bahwa berdasarkan pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1995 tentang Izin Usaha
Industri yang berbunyi sebagai berikut :
(1) Perusahaan Industri yang melakukan perluasan melebihi 30% dari
kapasitas produksi yang telah diizinkan, diwajibkan memperoleh
Izin Perluasan;
(2) Untuk memperoleh Izin Perluasan, perusahaan industri
sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (2) wajib menyampaikan
rencana perluasan industri dan memenuhi persyaratan
lingkungan hidup;
(3) Untuk memperoleh Izin Perluasan, perusahaan industri sebagaimana
dimaksud Pasal 4 ayat (3) wajib menyampaikan rencana perluasan
industri;
Bahwa berdasarkan pasal 10 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1995 tentang
Izin Usaha Industri yang berbunyi sebagai berikut :
Izin Usaha Industri dapat dicabut dalam hal:
1. Perusahaan Industri yang melakukan perluasan tanpa memiliki
Izin Perluasan;
2. Perusahaan Industri yang melakukan pemindahan lokasi usaha
industri tanpa persetujuan tertulis dari Menteri.
3. Perusahaan Industri yang menimbulkan kerusakan dan
pencemaran akibat kegiatan usaha industri terhadap
lingkungan hidup melampaui batas baku mutu lingkungan.
4. Perusahaan Industri yang melakukan kegiatan usaha industri tidak
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam izin yang
diperolehnya.
5. Perusahaan industri yang tidak menyampaikan informasi
industri atau dengan sengaja menyampaikan informasi
industri yang tidak benar.
4. Bahwa berdasarkan pasal 2 ayat (1), ayat (2) Peraturan Menteri Perindustrian
RI Nomor: 41/M-IND/PER/6/2008 tentang ketentuan dan tata cara pemberian
izin usaha industri, izin perluasan dan tanda daftar industri yang berbunyi
sebagai berikut:
(1)Setiap pendirian Perusahaan Industri wajib memiliki Izin Usaha Industri
(IUI), kecuali bagi Industri Kecil;
(2)Industri Kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki
Tanda Daftar Industri (TDI), yang diberlakukan sama dengan IUI;
(3)IUI/TDI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diberikan
sepanjang jenis industri dinyatakan terbuka atau terbuka dengan
3
persyaratan untuk penanaman modal sebagaimana tercantum dalam
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2007 tentang
Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka
Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal dan atau
perubahannya;
Bahwa berdasarkan pasal 50 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Menteri
Perindustrian RI Nomor : 41/M-IND/PER/6/2008 tentang ketentuan dan tata
cara pemberian izin usaha industri, izin perluasan dan tanda daftar
industri yang berbunyi sebagai berikut:
(1)Perusahaan Industri yang dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 2
atau Pasal 37, dan merugikan Negara atau orang lain dipidana penjara
selama-lamanya 5 (lima) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp.
25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) dengan hukuman tambahan
pencabutan IUI/Izin Perluasan/TDI-nya sesuai dengan ketentuan Pasal
24 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian.
(2)Perusahaan Industri yang karena kelalaiannya melanggar ketentuan
Pasal 2 atau Pasal 37 dan merugikan Negara atau orang lain dipidana
penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun atau denda sebanyak-
banyaknya Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) dengan tambahan
pencabutan IUI /Izin Perluasan/TDI nya sesuai dengan ketentuan Pasal
24 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian.
Bahwa berdasarkan pasal 51 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Menteri
Perindustrian RI Nomor : 41/M-IND/PER/6/2008 tentang ketentuan dan tata
cara pemberian izin usaha industri, izin perluasan dan tanda daftar
industri yang berbunyi sebagai berikut:
(1)Perusahaan industri yang melanggar ketentuan Pasal 38 huruf a
sehingga mengakibatkan timbul pencermaran, dipidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan denda sebanyak-banyaknya Rp.
500.000.000,- (lima ratus juta rupiah), sesuai dengan ketentuan Pasal
41 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
(2)Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan mati atau luka berat, pelaku diancam pidana penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.
750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
Bahwa berdasarkan Pasal 115 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1984 tentang Perindustrian yang berbunyi sebagai berikut :
(1)Masyarakat dapat berperan serta dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan Industri.
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diwujudkan dalam bentuk:
a. pemberian saran, pendapat, dan usul; dan/atau
b. penyampaian informasi dan/atau laporan.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai peran serta masyarakat dalam
pembangunan Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Menteri.
5
Bahwa berdasarkan Pasal 116 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2014 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1984 tentang Perindustrian yang berbunyi sebagai berikut :
(1)Masyarakat berhak mendapatkan perlindungan dari dampak
negatif kegiatan usaha Industri;
(2)Ketentuan mengenai perlindungan masyarakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
Bahwa berdasarkan Pasal 1 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4)
Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 29/M-IND/PER/6/2013 tentang
Pedoman Penanganan Pengaduan Masyarakat di Lingkungan Kementrian
Perindustrian yang dimaksud Pedoman Penanganan Pengaduan
Masyarakat di Lingkungan Kementrian Perindustrian adalah sebagai
berikut:
1. Pengaduan Masyarakat adalah bentuk penerapan dari
pengawasan masyarakat yang disampaikan oleh masyarakat
kepada Aparatur Pemerintah berupa sumbangan pikiran, saran,
gagasan, keluhan dan/atau kritik yang bersifat membangun.
2. Aparatur Pemerintah adalah perangkat pemerintah untuk menjalankan
tugas-tugas umum pemerintahan dan pelayanan masyarakat di
lingkungan Kementerian Perindustrian.
3. Pelapor adalah individu atau kelompok masyarakat yang
menyampaikan pengaduan kepada Kementerian Perindustrian.
4. Terlapor adalah aparatur negara atau lembaga tertentu di luar
pemerintah yang diduga melakukan penyimpangan atau
pelanggaran.
Bahwa berdasarkan Pasal 2, Pasal 3 Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6 Ayat (1), Ayat
(2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang
Sumber Daya Air yang berbunyi sebagai berikut :
a) Pasal2 Sumber daya air dikelola berdasarkan asas kelestarian,
keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian,
keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas.
b) Pasal 3 Sumber daya air dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan
berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan
kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-
besar kemakmuran rakyat.
c) Pasal 4 Sumber daya air mempunyai fungsi sosial, lingkungan
hidup, dan ekonomi yang diselenggarakan dan diwujudkan secara
selaras.
d) Pasal 5 Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan
air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi
kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif.
e) Pasal 6 yang berbunyi sebagai berikut :
1) ayat (1) Sumber daya air dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
2) Ayat (2). Penguasaan sumber daya air sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah dengan tetap mengakui hak ulayat
masyarakat hukum adat setempat dan hak yang serupa
dengan itu, sepanjang tidak bertentangan dengan
kepentingan nasional dan peraturan perundang-undangan.
3) Ayat (3) Hak ulayat masyarakat hukum adat atas sumber
daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetap diakui
sepanjang kenyataannya masih ada dan telah dikukuhkan
dengan peraturan daerah setempat.
Bahwa berdasarkan Pasal 12 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3) Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air
yang berbunyi sebagai berikut :
(1) PengeIoIaan air permukaan didasarkan pada wiIayah sungai.
(2) PengeIoIaan air tanah didasarkan pada cekungan air tanah.
(3) Ketentuan mengenai pengeIoIaan air permukaan dan
pengeIoIaan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur Iebih Ianjut dengan peraturan pemerintah.
7
(1)Wilayah sungai dan cekungan air tanah sebagaimana dimaksud
daIam PasaI 12 ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan
Keputusan Presiden.
(2) Presiden menetapkan wilayah sungai dan cekungan air tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Sumber Daya Air NasionaI.
Bahwa berdasarkan Pasal 34 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber
Daya Air yang berbunyi sebagai berikut:
(1)Pengembangan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 ayat (1) pada wilayah sungai ditujukan untuk
peningkatan kemanfaatan fungsi sumber daya air guna
memenuhi kebutuhan air baku untuk rumah tangga, pertanian,
industri, pariwisata, pertahanan, pertambangan, ketenagaan,
perhubungan, dan untuk berbagai keperluan lainnya.
(2)Pengembangan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan tanpa merusak keseimbangan lingkungan
hidup.
(3)Pengembangan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diselenggarakan berdasarkan rencana pengelolaan
sumber daya air dan rencana tata ruang wilayah yang telah
ditetapkan dengan mempertimbangkan: ,
a. daya dukung sumber daya air;
b. kekhasan dan aspirasi daerah serta masyarakat setempat ;
c. kemampuan pembiayaan; dan
d. kelestarian keanekaragaman hayati dalam sumber air.
(4)Pelaksanaan pengembangan sumber daya air sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui konsultasi publik,
melalui tahapan survei, investigasi, dan perencanaan, serta
berdasarkan pada kelayakan teknis, lingkungan hidup, dan
ekonomi.
Bahwa berdasarkan Pasal 68 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber
Daya Air yang berbunyi sebagai berikut: 8
(1)Untuk mendukung pengelolaan sistem informasi sumber daya air
diperlukan pengelolaan sistem informasi hidrologi,
hidrometeorologi, dan hidrogeologi wilayah sungai pada tingkat
nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
(2)Kebijakan pengelolaan sistem teorologi, dan hidrogeologi
informasi hidrologi, hidrome ditetapkan oleh Pemerintah
berdasarkan usul Dewan Sumber Daya Air Nasional.
(3)Pengelolaan sistem informasi hidrologi, hidrometeorologi, dan
hidrogeologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan pengelola sumber
daya air sesuai dengan kewenangannya.
(4)Pengelolaan sistem informasi hidrologi, hidrometeorologi, dan
hidrogeologi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
dilakukan melalui kerja sama dengan pihak lain.
Bahwa berdasarkan Pasal 1 ayat 1, ayat3, ayat 9, ayat 10, ayat 11, ayat
12 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2008
Tentang Air Tanah yang berbunyi sebagai berikut:
1. Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau
batuan di bawah permukaan tanah; 9
2. Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh
batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti
proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah
berlangsung;
3. Inventarisasi air tanah adalah kegiatan untuk memperoleh data
dan informasi air tanah;
4. Konservasi air tanah adalah upaya memelihara keberadaan serta
keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi air tanah agar
senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai
untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik pada waktu
sekarang maupun yang akan datang;
5. Pendayagunaan air tanah adalah upaya penatagunaan,
penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan air
tanah secara optimal agar berhasil guna dan berdayaguna;
6. Pengendalian daya rusak air tanah adalah upaya untuk
mencegah, menanggulangi, dan memulihkan kerusakan kualitas
lingkungan yang disebabkan oleh daya rusak air tanah;
7. Pengeboran air tanah adalah kegiatan membuat sumur bor air
tanah yang dilaksanakan sesuai dengan pedoman teknis sebagai
sarana eksplorasi, pengambilan, pemakaian dan pengusahaan,
pemantauan, atau imbuhan air tanah;
Bahwa berdasarkan Pasal 67 ayat (1), ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf
c, dan ayat (3), Pasal 68 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c serta ayat
(2), ayat (3) dan ayat (4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
43 Tahun 2008 Tentang Air Tanah yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 67
(1)Untuk memperoleh izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air
tanah pemohon wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada
bupati/walikota dengan tembusan kepada Menteri dan gubernur.
(2)Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri
informasi:
a. peruntukan dan kebutuhan air tanah;
b. rencana pelaksanaan pengeboran atau penggalian air tanah; dan
c. upaya pengelolaan lingkungan (UKL) atau upaya pemantauan
lingkungan (UPL) atau analisis mengenai dampak lingkungan
(Amdal) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)Untuk memperoleh izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air
tanah, pemohon dikenakan retribusi perizinan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan-undangan.
Pasal 68
(1)Izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah diterbitkan
oleh bupati/walikota dengan ketentuan:
a. pada setiap cekungan air tanah lintas provinsi dan lintas negara
setelah memperoleh rekomendasi teknis yang berisi persetujuan
dari Menteri;
b. pada setiap cekungan air tanah lintas kabupaten/kota setelah
memperoleh rekomendasi teknis yang berisi persetujuan dari
gubernur; atau
c. pada setiap cekungan air tanah dalam wilayah kabupaten/kota
setelah memperoleh rekomendasi teknis yang berisi persetujuan
dari dinas kabupaten/kota yang membidangi air tanah.
(2)Menteri, gubernur atau dinas yang membidangi air tanah wajib
memberikan rekomendasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang berisi persetujuan atau penolakan pemberian izin berdasarkan
zona konservasi air tanah.
(3)Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat paling sedikit
nama dan alamat pemohon, titik lokasi rencana pengeboran atau
10
penggalian, debit pemakaian atau pengusahaan air tanah, dan
ketentuan hak dan kewajiban.
(4)Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tembusannya wajib
disampaikan kepada Menteri dan gubernur.
ARMEN
SCS-NR: 08.01.0878-001
14