Anda di halaman 1dari 12

TINJAUAN YURIDIS

PROGRAM PEMBINAAN PERKEBUNAN SAWIT RAKYAT


PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV

A. Umum

PT. Perkebunan Nusantara IV disingkat PTPN IV merupakan Badan Usaha Milik


Negara bidang perkebunan yang berkedudukan di Provinsi Sumatera Utara. PTPN IV
memiliki 30 (tiga puluh) Unit Usaha mengelola budidaya Kelapa Sawit dan 1 (satu)
Unit Usaha mengelola budidaya Teh dan 1 (satu) Unit Usaha Perbengkelan (PMT
Dolok Ilir) yang menyebar di 9 (Sembilan) Kabupaten yaitu Kabupaten Langkat, Deli
Serdang, Serdang Bedagai, Simalungun, Asahan, Labuhan Batu, Padang Lawas, Batu
Bara dan Mandailing Natal. Dalam proses pengolahan PTPN IV memiliki 16 (enam
belas) Unit Pabrik Kelapa sawit (PKS) dengan kapasitas total 635 ton Tandan Buah
Segar (TBS) per jam, 2 (dua) Unit Pabrik Teh dengan kapasitas total 155 ton Daun
Teh Basah (DTB) per hari, dan 2 (dua) Unit Pabrik Pengolahan Inti Sawit dengan
kapasitas 405 ton per hari.

Sebagai bentuk sinergi sosial antara Perusahaan Perkebunan dengan masyarakat


sekitar, dalam menjalankan kegiatan usaha perkebunan PTPN IV menyelenggarakan
program pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit rakyat terutama disekitar areal
Perkebunan. Adapun beberapa Program Pembangunan Perkebunan Rakyat yang
dilaksanakan PTPN IV antara lain:

1. Program Perkebunan Inti Rakyat (PIR)

Perkebunan Inti Rakyat (PIR) merupakan program yang diselenggarakan


berdasarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1986 tentang
Pengembangan Perkebunan Dengan Pola Perusahaan Inti Rakyat Yang Dikaitkan
Dengan Program Transmigrasi. PIR dilaksanakan terutama pada areal bukaan baru
bersamaan dengan program transmigran dimana perusahaan perkebunan selain
membangun kebun inti juga membangun kebun plasma disekitar kebun inti. Pola
pembiayaan PIR dilakukan dengan pembiayaan dari bank yang ditunjuk pemerintah
yang menjadi beban petani peserta PIR. Petani peserta juga memperoleh dan
memanen areal PIR sebagai Hak Milik sedangkan Perkebunan Inti memperoleh
hasil TBS PIR dengan pembelian untuk diolah pada Pabrik Kelapa Sawit Kebun
inti.

Pelaksanaan PIR pada PTPN IV tersebar dibeberapa Kebun yaitu Kebun Sosa,
Kebun Berangir, Kebun Padang Matinggi dan Kebun Tonduhan.

2. Program Revitalisasi Perkebunan

Sejalan dengan Peraturan Menteri Pertanian No. 33/Permentan/OT.140/7/2006


tentang Pengembangan Perkebunan melalui Program Revitalisasi Perkebunan, pada
tahun 2006 PT Perkebunan Nusantara IV melakukan pengembangan areal dan
melaksanakan pembangunan kebun rakyat (Plasma) di Kabupaten Mandailing Natal
(Madina).

Program Revitalisasi Perkebunan adalah upaya percepatan pengembangan


perkebunan rakyat melalui perluasan, peremajaan dan rehabilitasi tanaman
perkebunan yang didukung kredit investasi perbankan dan subsidi bunga oleh
pemerintah dengan melibatkan perusahaan di bidang usaha perkebunan sebagai
mitra pengembangan dalam pembangunan kebun, pengolahan dan pemasaran.

Tujuan Program Revitalisasi Perkebunan yaitu:

1. Meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat melalui


pengembangan perkebunan.

2. Meningkatkan daya saing melalui peningkatan produktivitas dan


pengembangan industri hilir berbasis perkebunan.

3. Meningkatkan penguasaan ekonomi nasional dengan mengikutsertakan


masyarakat dan pengusaha lokal.

4. Mendukung pengembangan wilayah.

5. Mengoptimalkan pengelolaan perkebunan secara berkelanjutan.

Pola kerja sama antara PTPN IV dengan Koperasi Plasma di Kabupaten Mandailing
Natal antara lain:

a) Kepemilikan lahan atas nama HGU Koperasi bukan perorangan.

b) Pemilikan lahan tidak ditentukan perorangan.

c) PTPN 4 sebagai bapak angkat bermitra dengan Koperasi.


d) Pemeliharaan tanaman bersifat kolektif.

e) Penetapan petani dimulai dari Kades, Camat bekerjasama dengan Koperasi


setempat yang disyahkan Bupati sebagai TP3K.

f) Kerjasama/Kemitraan minimal satu periode HGU dan dapat diperpanjang


sesuai kesepakatan kemudian.

g) PTPN 4 penjamin penandatanganan Akad Kredit antar Koperasi dengan


Bank.

h) Dalam keadaan apapun lahan plasma tidak boleh beralih atau dialihkan
kepada pihak lain kecuali ahli waris.

i) Untuk menentukan kepemilikan lahan anggota petani peserta Koperasi akan


menerbitkan sertifikat saham yang ditandatangani oleh Ketua Koperasi dan
Bupati. Surat saham ini tidak boleh beralih atau dialihkan kepada pihak
manapun kecuali ahli waris.

j) Pengalihan kredit setelah pelaksanaan konversi, pengelolaan lahan diserahkan


kepada Koperasi di bawah pengelolaan Perusahaan Inti sebagai mitra usaha.

k) Operasional pemeliharaan, panen dan produksi lahan plasma dilakukan secara


kolektif melalui Koperasi, anggota/petani yang bekerja memperoleh upah dari
prestasi kerjanya.

l) Sisa hasil produksi dibagi setelah dikurangi :

- Cicilan kredit min 30 % dari pendapatan bruto.

- Sisa dibagi prorata setelah dipotong biaya pemeliharaan dan pengeluaran


lainnya.

B. Tinjauan Yuridis Kewajiban Perusahaan Perkebunan

Dalam perkembangannya kewajiban program kemitraan perkebunan dengan


masyarakat diatur lebih lanjut pada peraturan perundang-undangan baik dalam
lingkup pelaksanaan Izin Usaha Perkebunan maupun dalam lingkup pelaksanaan
kewajiban pemegang Hak Guna Usaha sebagai berikut:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas
Tanah Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah
- Pasal 27 huruf i dijelaskan :
“bahwa Pemegang Hak guna Usaha berkewajiban untuk memfasilitasi
pembangunan kebun masyarakat sekitar paling sedikit 20% (dua puluh persen)
dari luas Tanah yang diberikan hak guna usaha, dalam hal pemegang hak
merupakan badan hukum berbentuk perseroan terbatas dan penggunaannya
untuk perkebunan;”

- Dalam penjelasan Pasal 27 huruf i dijelaskan :


“Kewajiban ini dikenakan kepada badan hukum perseroan terbatas baik yang
dimiliki swasta maupun badan usaha milik Negara, badan usaha milik daerah
untuk hak guna usaha perkebunan dengan luas minimal 250 (dua ratus lima
puluh) hektar. Kewajiban ini dikenakan pada saat pemberian hak guna usaha
pertama kali.
Apabila belum dilaksanakan pada saat pemberian hak guna usaha pertama
kali, maka wajib dilaksanakan pada saat perpanjangan atau pembaruan hak
guna usaha.”

2. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2021 tentang Penyelengaraan Bidang


Pertanian

- Pasal 12 dijelaskan :
“(1) Perusahaan Perkebunan yang mendapatkan perizinan Berusaha untuk
budi daya yang seluruh atau sebagian lahannya berasal dari:

a. area penggunaan lain yang berada di luar HGU; dan/atau

b. area yang berasal dari pelepasan kawasan hutan,


wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar, seluas 20% (dua
puluh persen) dari luas lahan tersebut.

(2) Fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) tahun sejak lahan untuk
Usaha Perkebunan diberikan HGU.”
3. Peraturan Mentan RI NO : 98/Permentan/OT.140/9/2013 Tentang Pedoman
Perizinan Usaha Perkebunan

- Pasal 15 ayat (1) dan (2) menjelaskan :

“(1) Perusahaan Perkebunan yang mengajukan IUP-B atau IUP dengan luas
250 (dua ratus lima puluh) hektar atau lebih, berkewajiban memfasilitasi
pembangunan kebun masyarakat sekitar dengan luasan paling kurang 20%
(dua puluh per seratus) dari luas areal IUP-B atau IUP.

(2) Kebun masyarakat yang difasilitasi pembangunannya sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) berada di luar areal IUP-B atau IUP.”

4. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional


Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pengaturan dan Tata Cara Penetapan Hak Guna
Usaha
- Pasal 40 ayat (1) huruf k menjelaskan :
“k. memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar paling sedikit 20%
(dua puluh persen) dari luas tanah yang dimohon Hak Guna Usaha untuk
masyarakat sekitar dalam bentuk kemitraan (plasma) sesuai dengan izin
kegiatan usaha dari instansi teknis yang berwenang, bagi pemegang hak
berbadan hukum; dan
- Pasal 41
“(1) Kewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar paling
sedikit seluas 20% (dua puluh persen) dari luas tanah yang dimohon Hak Guna
Usaha untuk masyarakat sekitar dalam bentuk kemitraan (plasma) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40 huruf k, diperuntukkan bagi Pemohon Hak Guna
Usaha pertama kali dengan luas 250 Ha (dua ratus lima puluh hektar) atau
lebih.
(2) Permohonan hak atas tanah bagian kemitraan (plasma) dilakukan dengan
ketentuan:
a. dalam hal masyarakat peserta plasma tergabung dalam badan hukum,
permohonannya dalam bentuk Hak Guna Usaha;

b. dalam hal masyarakat peserta plasma perorangan, permohonannya


dalam bentuk Hak Milik;
c. permohonan hak atas tanah bagian kemitraan (plasma) diajukan
bersamaan dengan permohonan Hak Guna Usaha inti.

(3) Dalam hal di sekitar lokasi Hak Guna Usaha tidak terdapat masyarakat,
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap dilakukan dan
dituangkan dalam keputusan pemberian hak dan sertipikat Hak Guna Usaha
yang bersangkutan.”
- Pasal 64 menjelaskan :
“Hak Guna Usaha dengan luas 250 Ha (dua ratus lima puluh hektar) atau
lebih, yang telah diberikan sebelum Peraturan Menteri ini berlaku dan belum
melaksanakan kemitraan (lahan plasma), wajib memfasilitasi pembangunan
kebun masyarakat sekitar paling sedikit seluas 20% (dua puluh persen) dari
total luas areal yang diusahakan oleh pemegang Hak Guna Usaha, pada saat
perpanjangan jangka waktu atau pembaruan hak.”

Merujuk ketentuan diatas bahwa terhadap Perusahaan Perkebunan dengan legalitas


Hak Guna Usaha dan Izin Usaha Perkebunan sebagaimana ditentukan pada pasal 42
Undang Undang Tentang Perkebunan No. 34 Tahun 2014, berkewajiban
memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar paling sedikit (minimal) seluas
20 % (dua puluh persen) dari total luas areal yang diusahakan pemegang Hak Guna
Usaha (HGU) dan Izin Usaha Perkebunan (IUP) pada saat :
- Permohonan IUP dan HGU baru atau pertama kali
- Pembaruan atau perpanjangan HGU

Menjadi catatan dalam hal ketentuan perundang-undangan diatas terhadap penerapan


kewajiban memfasilitasi Kebun Masyarakat pada saat pembaruan atau perpanjangan
HGU sesuai pemberlakukan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pengaturan dan Tata Cara
Penetapan Hak Guna Usaha atau Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2021 tentang
Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah.

C. Tinjauan Yuridis Bentuk atau Pola Kewajiban Memfasilitasi Pembangunan Kebun


Masyarakat
Bahwa terhadap ketentuan bentuk atau pola kewajiban memfasilitasi pembangunan
kebun masyarakat sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang - undangan yaitu:
1. Surat Edaran Kementerian ATR/BPN RI NO. 11/SE-HK.02.02/VIII/2020
Tentang Pelaksanaan Kewajiban Perusahaan Dalam Fasilitas Pembangunan
Kebun Masyarakat
Surat Edaran diatas dimaksudkan sebagai penjelasan terhadap kewajiban
pemegang Hak Guna Usaha dalam hal menfasilitasi pembangunan Kebun
Masyarakat sesuai ketentuan dalam Peraturam Kementerian ATR/BPN RI No.7
Tahun 2017 Tentang Pengaturan dan Tata Cara Penetapan Hak Guna Usaha.
Adapun pola Kewajiban Perusaan Dalam Menfasilitasi Pembangunan Kebun
Masyarakat sebagai berikut:
Bentuk Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat
1) Fasilitasi pembangunan kebun masyarakat untuk permohonan Hak Guna
Usaha pertama kali:
a) Untuk objek yang dimohon Hak Guna Usaha berasal dari Tanah Negara
non-kawasan hutan, areal yang akan dijadikan kebun masyarakat dapat
berasal dari lahan yang disediakan dan diserahkan oleh perusahaan
dan/atau lahan yang disediakan dan diserahkan oleh masyarakat;
b) Untuk objek yang dimohon Hak Guna Usaha berasal dari tanah Kawasan
Hutan Negara yang dilepaskan, areal yang akan dijadikan kebun
masyarakat dialokasikan dari sebagian areal Kawasan Hutan Negara yang
dilepaskan

2) Fasilitasi pembangunan kebun masyarakat untuk permohonan perpanjangan


atau pembaruan Hak Guna Usaha:

a) Apabila di sekitar lokasi perkebunan existing tidak tersedia lahan untuk


dijadikan kebun masyarakat, fasilitasi dapat dilakukan melalui
peremajaan kebun masyarakat;

b) Peremajaan kebun masyarakat sebagaimana dimaksud pada huruf a)


dilakukan pada tanaman yang telah melampaui umur ekonomisnya
dan/atau memiliki produktivitas yang rendah;

c) Luas areal kebun masyarakat yang diremajakan minimal 20% (dua puluh
persen) dari luas tanah Hak Guna Usaha perusahaan;
d) Dalam hal di sekitar lokasi perkebunan tidak terdapat kebun masyarakat
untuk dilakukan peremajaan, fasilitasi dapat dilakukan melalui
pembinaan kebun masyarakat existing minimal 20% (dua puluh persen)
dari luas Hak Guna Usaha, dengan ketentuan:

(1) Komoditas perkebunannya sama dengan perusahaan perkebunan,


dalam bentuk pemberian bantuan kredit benih untuk penanaman baru
atau peremajaan tanaman dini atau perbaikan varietas tanaman, kredit
pupuk dan pestisida, menampung dan membeli hasil perkebunan
milik masyarakat;

(2) Dalam hal komoditas perkebunan di sekitarnya tidak sama dengan


yang diusahakan perusahaan perkebunan, maka fasilitasi dapat
dilakukan terhadap komoditas perkebunan strategis yaitu kelapa
sawit, kopi, kakao, tebu, karet dan tembakau.

3) Apabila fasilitasi pembangunan kebun masyarakat tersebut pada angka 1) dan


2) tidak dapat dilaksanakan, perusahaan perkebunan tetap harus menyediakan
lahan untuk kebun masyarakat minimal 20% (dua puluh persen) diambilkan
dari areal Hak Guna Usaha dengan ketentuan:
a) Dilakukan dengan pembayaran ganti kerugian secara bertahap
(mengangsur) kepada pemegang Hak Guna Usaha dan pengelolaan kebun
masyarakat mengacu kepada standar pengelolaan perusahaan
perkebunan;

b) Penetapan besarnya nilai ganti kerugian dilakukan oleh Lembaga Penilai


(Appraisal) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
masyarakat petani peserta fasilitasi pembangunan perkebunan masyarakat
melalui koperasi yang dibentuk petani peserta.
4) Fasilitasi pembangunan kebun masyarakat selain bentuk sebagaimana
dimaksud pada angka 1) dan angka 2) dapat dilakukan melalui kredit, bagi
hasil, bentuk kemitraan lainnya atau bentuk pendanaan lain yang disepakati
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

5) Terhadap bentuk fasilitasi atas ketidaktersediaan lahan, ditentukan


berdasarkan hasil penilaian Panitia B dan dilakukan berdasarkan kesepakatan
antara perusahaan perkebunan dengan petani peserta.
2. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Fasilitas
Pembangunan Kebun Masyarakat Sekitar
Dalam Peraturan Menteri tersebut adapun pola/bentuk Fasilitas Pembangunan
Kebun Masyarakat Sekitar yaitu:

a) Pola Kredit terdiri atas:

- Pola kredit Program, diperuntukkan bagi sektor pertanian dan/ atau


kelembagaan pekebun dalam bentuk dana bergulir, penguatan modal;
dan/atau subsidi bunga.

- Pola kredit Komersil, diperuntukkan bagi pelaku usaha perkebunan yang


diberikan oleh perbankan atau lembaga keuangan lainnya

b) Pola Bagi Hasil terdiri dari :

- Bagi hasil berdasarkan pendapatan; dan

- Bagi hasil berdasarkan keuntungan.

Pola bagi hasil berdasarkan kesepakatan bersama yang tertuang dalam


perjanjian dengan mempertimbangkan:
a. harga jual produk;

b. biaya produksi; dan

c. kebutuhan hidup rumah tangga pekebun.

Pola bagi hasil dilaksanakan melalui skema pinjaman sebagian atau seluruh
biaya pembangunan fisik kebun. Pola bagi hasil berakhir setelah penerima
fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar melunasi seluruh pinjaman
yang diberikan oleh Perusahaan Perkebunan.

c) Bentuk pendanaan lain yang disepakati para pihak

Bentuk pendanaan lain dapat berupa hibah perusahaan dengan ketentuan :.


- Hibah yang diberikan kepada masyarakat dan tidak dapat dikategorikan sebagai
hutang yang dibebankan kepada penerima fasilitasi pembangunan kebun
masyarakat.

- Hibah tidak diperhitungkan sebagai:

a. biaya pelaksanaan kemitraan; dan

b. pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan Perusahaan Perkebunan.


d) Bentuk kemitraan lainnya dilakukan pada kegiatan usaha produktif Perkebunan
meliputi:

a. subsistem hulu berupa kegiatan yang meliputi :

- fasilitasi pengurusan dan penerbitan legalitas dan status lahan;

- fasilitasi Pembentukan Kelompok Tani/Koperasi Kemitraan/Koperasi


Kebun Masyarakat Sekitar;

- penyediaan konsultan teknis dan/atau teknologi pemetaan lahan/ Kebun,


tata batas kebun; dan/atau

- penyediaan uji tanah dan/atau daun untuk penentuan pupuk yang tepat.

b. subsistem kegiatan budi daya yang meliputi ;

- penyediaan benih bersertifikat dan berlabel;

- penanaman;

- pemeliharaan;

- penyediaan pupuk;

- penyediaan pestisida;

- pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan;

- penyediaan tenaga kerja; dan/atau

- pembangunan/pemeliharaan sarana di dalam Kebun.

c. subsistem hilir berupa:


- penyediaan sarana dan prasarana di luar Kebun;

- penyediaan sarana alat dan tenaga kerja (brigade) pemantau kebakaran


lahan; dan/atau

- pemanenan, pengolahan, pemanfaatan limbah hasil perkebunan.

d. subsistem penunjang berupa :

- kegiatan pembangunan pendukung kelengkapan prasarana; dan/atau

- kegiatan pengangkutan.

e. fasilitasi kegiatan peremajaan Tanaman Perkebunan Masyarakat sekitar;


dan/atau, berupa

- penyediaan benih bersertifikat;

- Penebangan tanaman tua, pencacahan tanaman tua;

- pembuatan titik tanam /pemancangan, dan penanaman;

- penyediaan pupuk;

- penyediaan pestisida;

- penyediaan tenaga kerja;

- penyediaan mesin pertanian; dan/atau

- pembangunan/pemeliharaan sarana di dalam Kebun.

f. bentuk kegiatan lainnya.

- asistensi pembangunan Kebun dan/atau pemeliharaan Kebun;

- penyediaan hewan ternak/bibit ternak dan/atau sarana ternak dalam rangka


integrasi dengan tanaman kelapa sawit;

- penyediaan hewan air dan sarana perikanan dalam rangka usaha


pengembangan budi daya ikan;

- sarana fasilitas umum dan/atau fasilitas sosial diluar tanggung jawab


Pemerintah;
- fasilitasi pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan,
pelatihan dan/atau bimbingan teknis;

- fasilitasi sertifikasi perkebunan berkelanjutan dan sertifikasi lainnya;


dan/atau

- penyediaan sarana dan prasarana dalam rangka pemanfaatan produk


samping tanaman kelapa sawit seperti biomassa, limbah cair, bungkil sawit
dan cangkang sawit.

Seluruh kegiatan usaha produktif Perkebunan tersebut diatas diberikan


pembiayaan minimal setara dengan nilai optimum produksi Kebun di lahan seluas
20% (dua puluh persen) dari total areal Kebun yang diusahakan oleh Perusahaan
Perkebunan. Nilai optimum produksi Kebun merupakan hasil produksi netto rata
rata kebun dalam 1 (satu) tahun yang ditetapkan secara berkala oleh Direktur
Jenderal.

Anda mungkin juga menyukai