Anda di halaman 1dari 26

KEMENTERIAN PERTANIAN

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN


SISTEMATIKA

• LATAR BELAKANG
I

• RUANG LINGKUP
II
• POKOK-POKOK
III PERUBAHAN
• HARAPAN
IV

2
I. LATAR BELAKANG

Adanya ketentuan Pemberlakuan Pembinaan dan Pelaksanaan


yang multi tafsir retroaktif Pengawasan penerbitan izin
perlu pengaturan (berlaku surut) Pemerintah usaha perkebunan
substansi secara bertentangan dg terhadap yang tidak sesuai
rinci, jelas dan UU 12/2011 ttg Pemegang Izin persyaratan.
tegas. Pembentukan terkendala
Peraturan Per UU
(Lamp. No.156).

Perkembangan tuntutan pembangunan perkebunan, dan memperhatikan asas


manfaat dan berkelanjutan, keterpaduan, kebersamaan, keterbukaan serta
berkeadilan  Penyempurnaan Permentan 26/2007.
3
II. RUANG LINGKUP PENYEMPURNAAN
PERMENTAN No. 26 TAHUN 2007 PERMENTAN NO. 98 TAHUN 2013
I KETENTUAN UMUM (Pasal 1-2) I KETENTUAN UMUM (Pasal 1-2)

II JENIS DAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN II JENIS DAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN
(Pasal 3-14) (Pasal 3-20)

III SYARAT DAN TATACARA PERMOHONAN IUP III SYARAT DAN TATACARA PERMOHONAN IUP
(Pasal 15-21) (Pasal 21-28)

IV KEMITRAAN (Pasal 22-25) IV KEMITRAAN (Pasal 29-31)

V PERUBAHAN LUAS LAHAN, JENIS TANAMAN, V PERUBAHAN LUAS LAHAN, JENIS TANAMAN, DAN/ATAU
DAN/ATAU PERUBAHAN KAPASITAS PERUBAHAN KAPASITAS PENGOLAHAN SERTA
PENGOLAHAN SERTA DIVERSIFIKASI USAHA DIVERSIFIKASI USAHA (Pasal 32-38)
(Pasal 26-32)

VI REKOMENDASI TEKNIS USAHA PERKEBUNAN (Pasal 39)

VII KEWAJIBAN PERUSAHAAN PERKEBUNAN (Pasal 40-43)

VI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN (Pasal 33- VIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN (Pasal 44-47)
37)
VII SANKSI ADMINISTRASI (Pasal 38-41) IX SANKSI ADMINISTRASI (Pasal 48-55)

VIII KETENTUAN PERALIHAN (Pasal 42) X KETENTUAN PERALIHAN (Pasal 56-61)

IX PENUTUP (Pasal 43-46) XI PENUTUP (Pasal 62-64)

46 pasal 64 pasal
4
III. POKOK-POKOK PERUBAHAN/PENYEMPURNAANJ

1. Jenis dan Perizinan Usaha Perkebunan;


2. Pengolahan Kelapa Sawit Tanpa Kebun;
3. Pembangunan Kebun Masyarakat;
4. Batasan Luas Pemberian Izin Usaha Perkebunan;
5. Tambahan Persyaratan Pemberian Izin Usaha Perkebunan;
6. Penggunaan Tanah Yang Berasal dari Tanah Hak Ulayat;
7. Transparansi Pemberian Izin Usaha Perkebunan;
8. Kewajiban Pemegang Izin Usaha Perkebunan;
9. Pembinaan dan Pengawasan Terhadap Pemberi Izin;
10. Sanksi Administrasi;
11. Ketentuan Peralihan. 5
1. JENIS DAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN

Izin Usaha Perkebunan

BH Asing/perorangan WNA Izin Usaha


Izin Usaha harus bekerjasama dengan
Perkebunan Untuk Perkebunan Untuk
pelaku ush bun dalam negeri
Budidaya (IUP-B) deng membentuk BH Ind dan Pengolahan (IUP-P)
berkedudukan di Ind.
≥ 25 Ha s/d Kapasitas < Kapasitas
< 25 Ha Minimal
IUP-B Minimal
STD-B STD-P
Kpd Persh IUP-P
kepada
Perusahaan

IZIN USAHA PERKEBUNAN (IUP)


TERINTEGRASI
≥ Sawit 1000 ha, Teh 240 ha Tebu 2.000 ha

6
2. PENGOLAHAN KELAPA SAWIT TANPA KEBUN
 Untuk mendapatkan IUP-P harus memenuhi penyediaan bahan baku paling
rendah 20% berasal dari kebun sendiri dan kekurangannya wajib dipenuhi
dari kebun masyarakat/Perusahaan Perkebunan lain melalui kemitraan
pengolahan berkelanjutan.
 Dalam hal suatu wilayah perkebunan swadaya belum tersedia unit industri
pengolahan dan lahan untuk penyediaan paling rendah 20 % bahan baku
dari kebun sendiri tidak tersedia, dapat didirikan unit industri pengolahan
oleh Perusahaan Perkebunan  mengajukan IUP-P.
 Untuk mendapatkan IUP-P sebagaimana diatas  Perusahaan Perkebunan
harus memiliki pernyataan ketidaktersediaan lahan dari dinas yang
membidangi perkebunan setempat dan melakukan kerjasama dengan
koperasi pekebun pada setempat.
 Untuk Perusahaan industri pengolahan kelapa sawit wajib melakukan
penjualan saham kepada koperasi pekebun setempat paling rendah 5%
pada tahun ke-5 dan secara bertahap menjadi paling rendah 30% pada
tahun ke-15.

7
3. PEMBANGUNAN KEBUN MASYARAKAT
 Perusahaan Perkebunan yg mengajukan IUP-B atau IUP dg luas 250 ha atau
lebih, berkewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar
dengan luasan paling kurang 20% dari luas areal IUP-B atau IUP.
 Kebun masyarakat yg difasilitasi berada di luar areal IUP-B atau IUP.
 Masyarakat sekitar yang layak sebagai peserta ditetapkan oleh bupati/walikota
berdasarkan usulan dari camat setempat dengan kriteria:
a. masyarakat yang lahannya digunakan untuk pengembangan perkebunan dan
berpenghasilan rendah sesuai peraturan perundang-undangan;
b. harus bertempat tinggal di sekitar lokasi IUP-B atau IUP;dan
c. sanggup melakukan pengelolaan kebun
 Fasilitasi pembangunan dilakukan dengan memanfaatkan kredit, bagi hasil
dan/atau pendanaan lain sesuai dengan kesepakatan dan peraturan perundang-
undangan.
 Kewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar tidak
diberlakukan terhadap Koperasi.
 Fasilitasi pembangunan kebun masyarakat dilakukan bersamaan dengan
pembangunan kebun perusahaan dan diselesaikan paling lama dalam waktu
3 (tiga) tahun.

8
4. BATASAN LUAS PEMBERIAN IZIN USAHA PERKEBUNAN

 IUP-B atau IUP untuk 1 (satu) Perusahaan atau Kelompok


(Group) Perusahaan Perkebunan diberikan dengan batas paling
luas berdasarkan jenis tanaman sebagaimana tercantum dalam
Lampiran V atau Lampiran VI.
 Kelompok (Group) Perusahan Perkebunan adalah kumpulan
orang atau Badan Usaha Perkebunan yang satu sama lain
mempunyai kaitan dalam hal kepemilikan, kepengurusan, dan /
atau hubungan keuangan.
 Batas paling luas dimaksud tidak berlaku untuk Badan Usaha
Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi dan
Perusahaan Perkebunan dengan status perseroan terbuka (go
public) yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh masyarakat.
 Batas paling luas merupakan jumlah dari izin usaha perkebunan
untuk 1 (satu) jenis tanaman perkebunan.
LAMPIRAN V DAN VI
PERMENTAN NO. 98 TAHUN 2013

BATAS PALING LUAS PEMBERIAN IUP-B UNTUK


1 (SATU) PERUSAHAAN ATAU KELOMPOK (GROUP) PERUSAHAAN PERKEBUNAN

No. Tanaman Batas Paling Luas (ha)


1 Kelapa 40.000
2 Karet 20.000
3 Kopi 10.000
4 Kakao 10.000
5 Jambu Mete 10.000
6 Lada 1.000
7 Cengkeh 1.000
8 Kapas 20.000

BATAS PALING LUAS PEMBERIAN IUP UNTUK


1 (SATU) PERUSAHAAN ATAU KELOMPOK (GROUP) PERUSAHAAN PERKEBUNAN
Batas Paling Luas (ha)
No. Tanaman
1 Kelapa Sawit 100.000
2 Teh 20.000
3 Tebu 150.000
5. PENYEMPURNAAN PERSYARATAN IUP
PERMENTAN NO. 26 TAHUN 2007 PERMENTAN NO. 98 TAHUN 2013
Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17 Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23
a. Akte pendirian perusahaan dan a.Profil Perusahaan meliputi Akta Pendirian dan
perubahannya yang terakhir; perubahan yang terakhir yang telah terdaftar
di Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia, komposisi kepemilikan saham,
susunan pengurus dan bidang usaha
perusahaan;
f. Izin lokasi dari bupati/walikota yang f. Izin lokasi dari bupati/walikota yang dilengkapi
dilengkapi dengan peta calon lokasi dengan peta digital calon lokasi dengan skala
dengan skal 1 : 100.000 atau 1:100.000 atau 1:50.000 (cetak peta dan file
1 : 50.000; elektronik) sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan tidak terdapat izin
yang diberikan pada pihak lain;
i. Rencana kerja pembangunan kebun i. Rencana kerja pembangunan kebun dan unit
dan unit pengolahan hasil pengolahan hasil perkebunan termasuk
perkebunan; rencana fasilitasi pembangunan kebun untuk
masyarakat sekitar;

11
5. TAMBAHAN PERSYARATAN PEMBERIAN IUP
PERMENTAN NO. 26 TAHUN 2007 PERMENTAN NO. 98 TAHUN 2013
j. Hasil Analisis Mengenai Dampak j. Izin Lingkungan dari gubernur atau
Lingkungan Hidup (AMDAL), atau bupati/walikota sesuai kewenangan;
Upaya Pengelolaan Lingkungan
Hidup (UKL) dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup
(UPL) sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
k. Pernyataan perusahaan belum l. Surat Pernyataan dari Pemohon bahwa status
menguasai lahan melebihi batas Perusahaan Perkebunan sebagai usaha mandiri
luas maksimum; atau bagian dari Kelompok (Group) Perusahaan
Perkebunan belum menguasai lahan melebihi
batas paling luas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17, dengan menggunakan format
Pernyataan seperti tercantum dalam Lampiran
XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan ini.

12
6. PENGGUNAAN TANAH YANG BERASAL DARI TANAH HAK ULAYAT

Dalam hal tanah yang digunakan untuk usaha perkebunan


berasal dari tanah hak ulayat masyarakat hukum adat, maka
sesuai peraturan perundangan pemohon izin usaha perkebunan
wajib terlebih dahulu melakukan musyawarah dengan
masyarakat hukum adat pemegang hak ulayat dan warga
pemegang hak atas tanah yang bersangkutan, dituangkan dalam
bentuk kesepakatan penyerahan tanah dan imbalannya dengan
diketahui oleh gubernur atau bupati/walikota sesuai
kewenangan.

13
7. TRANSPARANSI PEMBERIAN IZIN
 Gubernur atau bupati/walikota dalam jangka waktu paling lambat 10
(sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan telah
selesai memeriksa kelengkapan dan kebenaran persyaratan wajib
memberikan jawaban menyetujui atau menolak.
 Apabila hasil pemeriksaan dokumen telah lengkap dan benar gubernur atau
bupati/walikota paling lambat dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak
memberikan jawaban menyetujui harus mengumumkan permohonan
pemohon yang berisi identitas pemohon, lokasi kebun beserta petanya, luas
dan asal lahan serta kapasitas industri pengolahan hasil perkebunan kepada
masyarakat sekitar melalui papan pengumuman resmi di kantor kecamatan,
bupati/walikota atau kantor gubernur dan website pemerintah daerah
setempat selama 30 (tiga puluh) hari sesuai kewenangan.
 Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud, masyarakat
memberikan masukan atas permohonan secara tertulis yang dilengkapi
dengan bukti-bukti dan dokumen pendukung.
 Gubernur atau bupati/walikota setelah menerima masukan dari masyarakat
melakukan kajian paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja.

14
7. TRANSPARANSI PEMBERIAN IZIN
 Permohonan disetujui dan diterbitkan IUP-B, IUP-P atau IUP setelah
dilakukan pengkajian atas masukan masyarakat sekitar dan tidak ada
sanggahan selama jangka waktu pengumuman resmi dan website
pemerintah daerah setempat.
 IUP-B, IUP-P atau IUP yang diterbitkan wajib diumumkan melalui papan
pengumuman resmi di kantor kecamatan, bupati/walikota atau kantor
gubernur sesuai kewenangan dan website pemerintah daerah setempat.
 Permohonan ditolak apabila setelah dilakukan pemeriksaan dokumen,
persyaratan tidak lengkap dan/atau tidak benar dan diberitahukan secara
tertulis kepada pemohon dengan disertai alasan penolakannya.
 Dokumen IUP-B, IUP-P dan IUP yang diterbitkan, dapat diakses masyarakat
sesuai peraturan perundang-undangan.

15
8. KEWAJIBAN PEMEGANG IZIN USAHA PERKEBUNAN
Perusahaan Perkebunan yang telah memiliki IUP-B, IUP-P, IUP sesuai
Peraturan ini wajib:
 memiliki sumber daya manusia, sarana, prasarana dan sistem
pembukaan lahan tanpa bakar serta pengendalian kebakaran;
 menerapkan teknologi pembukaan lahan tanpa bakar dan mengelola
sumber daya alam secara lestari;
 memiliki sumber daya manusia, sarana, prasarana dan sistem
pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT);
 menerapkan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), atau
Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan
Lingkungan (UPL) sesuai peraturan perundang-undangan;
 menyampaikan peta digital lokasi IUP-B atau IUP disertai koordinat
yang lengkap dengan skala 1:100.000 atau 1:50.000 (cetak peta dan
file elektronik) sesuai dengan peraturan perundang-undangan kepada
Direktorat Jenderal yang membidangi perkebunan dan Badan
Informasi Geospasial (BIG);

16
8. KEWAJIBAN PEMEGANG IZIN USAHA PERKEBUNAN

 memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat bersamaan dengan


pembangunan kebun perusahaan dan pembangunan kebun
masyarakat diselesaikan paling lama dalam waktu 3 (tiga) tahun.
 melakukan kemitraan dengan Pekebun, karyawan dan masyarakat
sekitar;
 melaporkan perkembangan Usaha Perkebunan kepada pemberi izin
secara berkala setiap 6 bulan sekali dengan tembusan kepada Menteri
Pertanian melalui Direktur Jenderal Perkebunan;
 menyelesaikan proses perolehan hak atas tanah sesuai
peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan;dan
 merealisasikan pembangunan kebun dan/atau unit pengolahan
sesuai dengan studi kelayakan, baku teknis, dan peraturan
perundang-undangan.

17
9. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN TERHADAP PEMBERI IZIN

 Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan perizinan


usaha perkebunan dilakukan oleh Direktur Jenderal, gubernur
dan bupati/walikota sesuai kewenangan.
 Pembinaan dan pengawasan dilakukan Direktur Jenderal paling
sedikit 1 (satu) tahun sekali terhadap pemberian izin dan
pelaksanaan usaha perkebunan.
 Pembinaan dan pengawasan dilakukan oleh gubernur atau
bupati/walikota dalam bentuk evaluasi kinerja perusahaan
perkebunan dan penilaian usaha perkebunan.
 Evaluasi kinerja Perusahaan Perkebunan dilakukan paling
kurang 6 (enam) bulan sekali melalui pemeriksaan lapangan
berdasarkan laporan perkembangan usaha perkebunan

18
9. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN TERHADAP PEMBERI IZIN

 Menteri melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pemberian izin


usaha perkebunan.
 Berdasarkan pengawasan yang dilakukan, Menteri memberikan
rekomendasi tindakan yang perlu dilakukan kepada pemberi izin.
 Dalam hal pemberi izin tidak mengambil langkah-langkah yang
diperlukan dan pelanggaran masih terus terjadi, Menteri memberikan
peringatan terhadap pemberi izin dengan tembusan kepada Menteri
Dalam Negeri.
 Apabila pemberi izin tidak menindaklanjuti peringatan Menteri paling
lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diberikannya peringatan
dimaksud, Menteri dapat mengambil alih wewenang pemberi izin dan
mengusulkan kepada Menteri Dalam Negeri untuk memberikan sanksi
terhadap pejabat pemberi izin sesuai peraturan perundang-undangan.

19
10. SANKSI ADMINISTRASI
• Perusahaan Perkebunan yg memiliki IUP-P atau IUP yang melakukan
kemitraan dalam pemenuhan bahan baku mengakibatkan terganggunya
kemitraan yg ada;
• Perusahaan Perkebunan yang memiliki IUP-P tidak melakukan penjualan
saham kpd koperasi pekebun;
Dikenai sanksi peringatan tertulis 3 kali dg tenggang waktu 4 bulan,apabila tidak
diindahkan IUP-P atau IUP dan hak atas tanah diusulkan utk dibatalkan.

Perusahaan terbukti memberikan pernyataan status perusahaan sebagai usaha


mandiri atau bagian dari kelompok (group) perusahaan belum menguasai lahan
melebihi batas paling luas yg tdk benar, IUP-B atau IUP dicabut tanpa peringatan
dan hak atas tanah diusulkan utuk dibatalkan.

Perusahaan yang tidak melaporkan pengalihan kepemilikan perusahaan,


dikenai sanksi peringatan tertulis 3 kali dengan tenggang waktu 4 bulan, apabila
tidak diindahkan IUP-B, IUP dicabut dan hak atas tanah diusulkan utk dibatalkan.

20
10. SANKSI ADMINISTRASI

Persh Perkebunan yg tlh memperolehIUP-B,IUP-P, IUP, persetujuan perubahan


luas lhn, perubahan jenis tanaman, penambahan kapasitas industri pengolahan
hsl perkebunan atau diversifikasi ush, tdk memiliki SDM, sarana, prasarana dan
sistem pembukaan lahan tanpa bakar serta pengendalian kebakaran, sarana,
prasarana dan sistem pengendalian OPT TIDAK:
• menyampaikan peta digital lokasi IUPB atau IUP;
• memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat;
• melakukan kemitraan;
• mengalihkan kepemilikan saham kepada koperasi (terkait PKS kebun swadaya);
• melaporkan perubahan kepemilikan dan kepengurusan
dikenai sanksi peringatan tertulis 3 kali masing-masing dlm tenggang waktu 2 bln.
Apbl tdk diindahkan IUP-B, IUP-P atau IUP dicabut dan hak atas tanah diusulkan
utk dibatalkan.

Pengusulan pembatalan hak atas tanah kpd instansi berwenang dilakukan oleh
Menteri Pertanian atas usul gubernur ,bupati/walikota.

21
11. KETENTUAN PERALIHAN

 Izin Usaha Perkebunan (IUP), Surat Pendaftaran Usaha Perkebunan (SPUP), Izin
Tetap Usaha Budidaya Perkebunan (ITUBP), atau Izin Tetap Usaha Industri
Perkebunan (ITUIP), yang diterbitkan sebelum peraturan ini diundangkan
dinyatakan tetap berlaku.
 Perusahaan Perkebunan yang telah memperoleh hak atas tanah, belum
memiliki Izin Tetap Usaha Budidaya Perkebunan (ITUBP), Izin Tetap Usaha
Industri Perkebunan (ITUIP), Surat Pendaftaran Usaha Perkebunan (SPUP),
atau Izin Usaha Perkebunan sebelum peraturan ini diundangkan, wajib
memiliki IUP-B, IUP-P atau IUP paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak
Peraturan ini diundangkan.
 Dalam hal terjadi pemekaran wilayah, izin usaha perkebunan yang telah
diterbitkan, dinyatakan tetap berlaku dan pembinaan selanjutnya dilakukan
oleh kabupaten/kota yang merupakan lokasi kebun berada.
 Apabila pemekaran wilayah mengakibatkan lokasi kebun berada pada lintas
kabupaten, maka pembinaan selanjutnya dilakukan oleh provinsi.

22
11. KETENTUAN PERALIHAN

 Izin usaha yang telah diterbitkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal
dalam rangka penanaman modal sebelum diundangkannya Peraturan ini
dinyatakan tetap berlaku.
 Untuk Perusahaan Perkebunan yang memiliki IUP-P sebelum Peraturan ini
diundangkan, dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun harus telah memiliki kebun
sendiri.
 Dalam hal lahan untuk pembangunan kebun tidak tersedia, Perusahaan
Perkebunan wajib bekerjasama dengan koperasi perkebunan, paling lama 12
(dua belas) bulan sejak Peraturan ini diundangkan.
 Perusahaan Perkebunan yang memiliki IUP-B, IUP-P atau IUP sebelum
Peraturan ini diundangkan dan sudah melakukan pembangunan kebun
dan/atau Industri Pengolahan Hasil Perkebunan tanpa memiliki hak atas
tanah, dikenai peringatan untuk segera menyelesaikan hak atas tanah sesuai
peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan.

23
11. KETENTUAN PERALIHAN

 Ketentuan fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar tidak


berlaku untuk Perusahaan Perkebunan yang memperoleh izin usaha
perkebunan sebelum tanggal 28 Februari 2007 dan telah melakukan
pola PIR-BUN, PIR-TRANS, PIR-KKPA, atau pola kerjasama inti-plasma
lainnya.
 Perusahaan Perkebunan yang tidak melaksanakan pola PIR-BUN, PIR-
TRANS, PIR-KKPA, atau pola kerjasama inti-plasma lainnya, wajib
melakukan kegiatan usaha produktif untuk masyarakat sekitar sesuai
kondisi wilayah setempat berdasarkan kesepakatan bersama antara
Perusahaan dengan masyarakat sekitar dan diketahui gubernur atau
bupati/walikota sesuai kewenangan.
 Usaha produktif merupakan kegiatan yang dapat menjadi sumber
penghidupan bagi masyarakat sekitar.

24
IV. HARAPAN
 Miningkatnya pemahaman dan persepsi yang sama diantara
pemerintah pusat, pemerintah daerah dan stakeholder
perkebunan dalam memahami peraturan perizinan di bidang
perkebunan;
 Terselenggaranya proses perijinan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku;
 Meminimalisir terjadinya konflik yang terjadi antara
pemerintah, masyarakat, pekebun dan perusahaan
perkebunan;
 Terciptanya kepastian hukum dan iklim usaha yang kondusif di
bidang usaha perkebunan perkebunan

25
TERIMA KASIH

26

Anda mungkin juga menyukai