,
/
MENTERI PERTANIAN
REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN TENTANG PEDOMAN
PENGHITUNGAN KEBUTUHAN BAHAN BAKU UNTUK
INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN.
Pasa11
Pedoman Penghitungan Kebutuhan Bahan Baku Untuk Industri Pengolahan
Hasil Perkebunan seperti tercantum dalam Lampiran sebagai bagian tidak
terpisahkan dengan Keputusan Menteri ini.
Pasal2
Pedoman Penghitungan Kebutuhan Bahan Baku Untuk Industri Pengolahan
Hasit Perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 sebagai acuan
untuk menghitung kapasitas industri pengolahan Hasil perkebunan.
Pasal3
Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal, 29 Maret 2018
a.n. MENTERI PERTANIAN
REPUBLIK INDONESIA
DERAL PERKEBUNAN,
~I?l"
~~~
. -II
~ 'I/" ",«:
~
o/~tvDE AL I''(;.~
Salinan Keputusan ini disampaikan kepada -."·'e·o-=......
1. Menteri Pertanian;
2. Gubemurwilayalr p-engembangan tanaman p·e l'kebuna:n'
3 . Bupati/walikota wilayah pengembangan tanaman perkebunan'
4. Sekretaris Jenderal, Kementerian Pertanian; ,
5. Inspektur Jenderal, Kementerian Pertanian.
- 1-
BAB r
PENDAHU LUAN
A. Latar Belakang
D. Pengertian
Dalam Keputusan 1\ 1. Illeri ini yang dimaksud dengan:
BAB II
KAPASITAS PENGOLAHAN K.ELAPA SAWIT
LxP·
Kapasitas olah efektif = -------------------- x V = Ton TBS/Jam
J
L = a. 2 .500 h a
b . 6.000 ha
P = 20 ton/ha
V = 12,5%
J t:: SOO" Jam/bulan
2 .500 ha x 20 ton / ha
a. Kapasitas = -------------------------------.x 12 ,5%= 10 ton tbsfjam
olah efektif 500 jam/ bulan
6 .000 ha x 20 ton/ha
b. Kapasitas = ----------- -- --- ----- -- - --- x 12,5% = 30 ton tbs/ jam
olah efektif 500 jam/bulan
BAB III
KAPASrrAS PENGOLAHAN TEBU
I
. ----"'~- .
-5 -
Peran ini masih s~gat ~enting pada saat ini , meskipun sejak akhir
tahun 1960-an mdustri gula mengalami pasang surut dalam
perkembangannya, bahkan saat ini tidak lagi mampu memberikan
sumbangan pada perekonomian ekspor Indonesia . Walaupun dem1kian ,
mengeI?bangkan industri gula dalam negeri adalah merupakan pilihan
strategI karena pertimbangan-pertimbangan konsumsi, produksi, dan
ketenagakeIjaan. Kebutuhan gula nasional dengan jumlah penduduk
sangat besar seperti Indonesia yang senantiasa meningkat terus seiring
dettgan pentn.gkatan pendapatan dan daya bcli adalah sangat penting.
Posisi produksi gula Indonesia pada saat ini masih jauh dari potensi
yang te.rsedia; baik djtinjau dan kapasjtas sumber daya alam maupun
kapasitas Pabrik Gula lPG) yang terpasang. Secara umum dapat
dikatakan bahwa kapasitas PG yang ada saat ini barn termanfaatkan
sekitar 60% sa}a karena kekurangan bahan baku sehingga tidak mamp~
menggiling tebu pada masa giling optimal. Untuk PG yang berada dl
Jawa r $eb~ b~$aI b~an bak\+ bera~ di;I,ri p~~i, ~mentara (ii luar
Jawa merupakan hasil dari perusahaan sendiri.
Persoalan yang berkemhang ill PG-PG ill Indonesia adalah rendahnya
efisiensi dan lemahnya kemampuan menyesuaikan diri terhadap segala
perubahan yang teIjadi baik secara internal maupun eksternal. Salah
satu 11a:l YEIng SEUlgat penting untuk seger-a dila:kukarI adalah
meningkatkan kemampuan manajemen PG-PG yang ada, mengingat PG
ini menempati posisi yang sangat strategis. Manajemen PG yang baik
akan memberikan dampak yang positif kepada seluruh pihak,
khususnya kepada para petani tebu.
Berkembangnya pembangunan PG pada akhir-akhir ini, memerlukan
pengaturan yang lebih menyeluruh antara lain pemenuhan bahan baku,
dan kapasitas <>Iah pabrik. Beberapa aspek yang menjadi pertimbangan
antara lain:
a., Mpek ~Ja.yakan
1) Bahan baku
Bahan baku tebu tentunya bisa berasal dari kebun s.endiri atau
dari kebun petani yang berada dekat wilayah pabrik didirikan.
Pabrik didirikan harus terintegrasi dengan kebun dimana sumber
b"a1fa:n:: b'a1ru ber-ada, hal fftl un:rok tnetreka:ft: Maya: tra:n::Sl16ffa:s:i:
pengangkutan bahan baku ke pabrik, sehingga efisiensi dapat
dilakukan.
Asal bahan baku sangat berpengaruh terhadap kineIja dan
praktek pengelolaan PG karena perbedaan asal bahan baku akan
teIjadi perbedaan kegiatan yang dilaksanakan. Hal ini akan
berpengaruh pada organisasi, jumlah SDM, jumlah modal dan
pr-alrtek manajemen lainnya.
2) Telmologi Pengolahan
Sebagian besar PG yang ada di Indonesia menggunakan teknologi
secara sulfitasi,. hanya sebagian kecil yang menggunaka.n
telmologi pengoIahan secara karbonatasi termasuk pabrik
r~masi. Telmologi. pengolahan berpengaruh terhadap alat yang
digunakan, operaSl, bahan pembantu, organisasi dan kebutuhan
SDM.
-6-
b . Aspek Teknis
l'~kn.olOgi p cngolahan bcrpcngaru h tcrhadap alat yang
dlgunakan, opera si bahan pemban tu , organisasi, dan
kebutuhan SDM. '
c . Aspek Sosial
Kapasitas Olah Luas Areal 20% dari Luas 20% bahan baku
NO". (Ton (Haj- Area:! (Hat dati kapasitas oia:h
Cane/Day) ~Ton.1 Tebu/Hari)
1. 2.{)(){) 4.300 860 400
2. 4.000 8.600 1.720 800
3. > 4 .000 > 8.600 > 1.720 > 800
Contoh perhitungan:
Luas Laban : 6.250 Ha
Taksasi produksi : 50 Ton/Ha
Jumlah Bahan Baku Tebu : 312.500 Ton
Lama: Oiling : 15"4 Hari
Kapasitas Giling : 2 .029 Ton Tebu/Hari
BABIV
KAPASITAS PENGOLAHAN TEH
Secar~. umum te~ Indonesia terdiri dan dua macam , yaitu teh hitam dan
~:~b:Jau , ~e~ki'p~n.saat ini sudah mulai dikenal jenis teh putih .
. aan Jems ml dlsebabkan oleh perbedaan cara pengolahan dan
mesm!peralatan yang digunakan .
Pabrik pengolahan teh dapat dibedakan menjadi;
2) Teh Hijau
Perhitungan untuk pabrik teh hijau, kapasitas 1 line mesin
pengolahan teh hijau 5 ton pucuk segar per han (12 jam kerja).
Klasifikasi Pabrik T:ell Hijau;
a) Pabrik kecil, dengan kapasitas olah maksimal 10 ton pucuk
seg;y per bari,
b) Pabrik menengah, dengan kapasitas olah antara 10-20 ton
pucuk.segar per hari.
c) Pabrik besar, dengan kapasitas olah lebih besar dari 20 ton
pucuk segar per hari.
I
•
- 8-
1. Teh Hitam
a. Pabrik kecil, dengan kapasitas olah kurang dari 30 ton
pucuk segar per hart
Kebutuhan lahan 30 ton pucuk/hari= (30/0,5) x 15 ha =
900 ha atau = (30/1) x 30 ha = 900 ha
Jadi kebutuhan lahan kurang dari 900 ha
2. Teh Hijau
•
-9-
No . --
Kapasitas Olah 20% bahan 20% hahan baku
(Ton Pucuk Teh Luas Areal ba k u dari kapasstas
Segar/ Haril (Hal dari luas olah (Ton Pucuk /
lahan Hari)
A. Teh Hitam tHaI
l.
< 30
2. < 900 < 180 < 6
3. 30 - 60 900 - l.800 180 360 6 12
> 60 > 1.800
B. Teh Hijau > 360 > 12
1.
< 10 < 300
2. < 60 < 2
10 - 20 300 - 600 60 - 120 2-4
3.
> 20 > 600 > 120 > 4
BAB III
PENUTUP
Penetapan bahan baku paling sedikit 20% yang diperoleh dari kebun
sendiri dapat dihitung berdasarkan besarnya kapasitas olah yang
dimiliki dari suatu pabrik, dan sisanya sebesar 80% dapat berasal dari
kemitraan dengan pekebun plasma, kebun swadaya/masyarakat, atau
perus ahaan perkebunan lain.
Dengan ditetapkannya Pedoman Penghitungan Kebutuhan Bahan Baku
Untuk Industri Pengolahan Hasil Perkebunan, dapat dihitung luas
kebun yang diusahakan sendiri oleh perusahaan perkebunan.