A. IDENTIFIKASI MASALAH
Perubahan adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari dan menjadi bagian dari perjalanan peradaban
manusia. perubahan global (globalisasi) yang terjadi dewasa ini, memaksa semua bangsa (Negara)
untuk berperan serta, jika tidak maka arus perubahan tersebut akan menghilang dan akan meninggalkan
semua yang tidak mau berubah. PNS dihadapkan pada pengaruh yang datang dari eksternal juga internal
yang kian lama kian menggerus kehidupan berbangsa dan bernegara (pancasila, UUD 1945, NKRI dan
Bhinneka Tunggal Ika) sebagai konsensus dasar berbangsa dan bernegara. Fenomena-fenomena
tersebut menjadikan pentingnya setiap PNS mengenal dan memahami secara kritis terkait dengan isu-
isu kritikal yang terjadi saat ini atau bahkan berpotensi terjadi, isu-isu tersebut diantaranya; korupsi,
bahaya narkoba, bahaya paham radikalisme/ terorisme, money laundry, proxy war, dan cyber
crime. Isu-isu di atas, selanjutnya disebut sebagai isu-isu strategis kontemporer.
Identifikasi isu-isu kontemporer yang diangkat adalah sebagai berikut.
1. Praktik Suap dan Gratifikasi Rawan Terjadi pada Bidang Pelayanan Publik (Korupsi)
Secara etimologis, Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio” (Fockema Andrea:
1951) atau “corruptus” (Webster Student Dictionary: 1960). Secara harfiah korupsi mengandung
arti: kebusukan, keburukan, ketidakjujuran, dapat disuap. Kamus Umum Bahasa Indonesia
karangan Poerwadarminta “korupsi” diartikan sebagai: “perbuatan yang buruk seperti:
penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya”. Sedangkan menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia “korupsi” diartikan sebagai penyelewengan
atau penyalahgunaan uang Negara (perusahaan) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.
Menurut penjelasan Pasal 12B UU No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, "gratifikasi" dalam ayat ini adalah
pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi,
pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-
cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut, baik yang diterima di dalam maupun di luar negeri
dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
Menerima gratifikasi tidak diperbolehkan karena akan mempengaruhi setiap keputusan
yang dikeluarkan oleh pejabat yang mendapatkannya, sehingga hanya akan menguntungkan orang
yang memberikannya dan melanggar hak orang lain. Selain itu juga akan menyebabkan seorang
pejabat melakukan sesuatu yang melampaui kewenangannya atau tidak melakukan sesuatu yang
merupakan kewajibannya dalam melayani masyarakat.
KPK: Praktik Suap dan Gratifikasi Rawan Terjadi di Bidang Pelayanan Publik - YouTube
2. Hoax Vaksinasi Covid-19 Sebabkan Hepatitis Akut pada Anak (Kejahatan Mass Communication)
Kejahatan dan bentuk tindak pidana lainnya sangat bisa terjadi dalam komunikasi massa.
Hal ini karena komunikasi massa melibatkan manusia sebagai pengguna, dan terutama publik luas
sebagai pihak kemungkinan terdampak. Pelaku bisa memasuki ranah pelanggaran pidana manakala
penggunaan media dalam berkomunikasi tidak sesuai dengan ketentuan norma serta peraturan
perundangan yang berlaku.
Hoax adalah berita atau pesan yang isinya tidak dapat dipertangung jawabkan atau bohong
atau palsu, baik dari segi sumber maupun isi. Sifatnya lebih banyak mengadu domba kelompok-
kelompok yang menjadi sasaran dengan isi pemberitaan yang tidak benar. Pelaku hoax dapat
dikategorikan dua jenis, yaitu pelaku aktif dan pasif. Pelaku aktif melakukan atau menyebarkan
berita palsu secara aktif membuat berita palsu dan sengaja menyebarkan informasi yang salah
mengenai suatu hal kepada publik. Sedangkan pelaku pasif adalah individu atau kelompok yang
secara tidak sengaja menyebarkan berita palsu tanpa memahami isi atau terlibat dalam
pembuatannya.
Hoaks Vaksin Covid-19 Sebabkan Hepatitis Akut Pada Anak | News Or Hoax - YouTube
3. Okum Perangkat Desa di Probolinggo Jual Sabu dan Siapkan Bilik (Narkoba)
Di kalangan masyarakat luas atau secara umum dikenal istilah Narkoba atau Napza,
dimana keduanya istilah tersebut mempunyai kandungan makna yang sama. Kedua istilah tersebut
sama-sama digunakan dalam dunia obat-obatan atau untuk menyebutkan suatu hal yang bersifat
adiktif, yaitu dapat mengakibatkan ketergantungan (addiction) apabila disalahgunakan atau
penggunaannya tidak sesuai dosis yang dianjurkan oleh dokter. Narkoba adalah merupakan
akronim Narkotika, Psikotropika, dan Bahan Adiktif lainnya, sedangkan Napza adalah akronim
dari Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya.
Berdasarkan data hasil Survei BNN-UI (2014) tentang Survei Nasional Penyalahgunaan
Narkoba di Indonesia, diketahui bahwa angka prevalensi penyalahguna Narkoba di Indonesia telah
mencapai 2,18% atau sekitar 4 juta jiwa dari total populasi penduduk (berusia 15-59 tahun). Terjadi
peningkatan permintaan narkoba yang berpotensi meningkatnya pasokan (sediaan) narkoba.
Oknum Perangkat Desa di Probolinggo Jual Sabu & Siapkan Bilik, Dicokok Polisi Kini Menyesal
- YouTube
B. MENETAPKAN PRIORITAS MASALAH
Penetapan Prioritas Isu-isu Kontemporer di atas menggunakan USG (Urgency, Seriousness,
Growth). USG adalah salah satu alat untuk menyusun urutan prioritas isu yang harus diselesaikan.
Caranya dengan menentukan tingkat urgensi, keseriusan dan perkembangan isu dengan menentukan
skala nilai 1-5 atau 1-10.
1. Urgency :
Seberapa mendesak isu tersebut harus dibahas dikaitkan dengan waktu yang tersedia dan seberapa
keras tekanan waktu tersebut untuk memecahkan masalah yang menyebababkan isu tadi. Urgency
dilihat dari tersedianya waktu, mendesak atau tidak masalah tersebut diselesaikan.
2. Seriousness :
Seberapa serius isu tersebut perlu dibahas dikaitkan dengan akibat yang timbul dengan penundaan
pemecahan masalah yang menimbulkan isu tersebut atau akibat yang menimbulkan masalah-
masalah lain kalau masalah penyebab isu tidak dipecahkan.
3. Growth :
Seberapa kemungkinannya isu tersebut menjadi berkembang dikaitkan kemungkinan masalah
penyebab isu akan makin memburuk bila dibiarkan.