Disusun oleh
Disusun oleh
Saya yang bertanda tangan dibawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa karya tulis
ilmiah ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Islam Sultan Agung Semarang. Jika kemudian hari ternyata saya
melakukan tindakan plagiarisme, saya bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang
dijatuhkan oleh Universitas Islam Sultan Agung Semarang .
Disusun Oleh :
Karya Tulis Ilmiah ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Karya
Tulis Ilmiah Program Studi D-III Keperawatan FIK Unissula Semarang pada Hari
Kamis Tanggal 3 Juni 2021 dan telah diperbaiki sesuai masukan Tim Penguji.
Penguji 1
Penguji II
Ns. Dwi Retno Sulistyaningsih, M.Kep, Sp.KMB (...........................)
NIDN. 06-0203-7603
Penguji III
Ns. Erna Melastuti M.Kep (...........................)
NIDN. 06-2005-7604
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu
Keperawatan
“Waktu bagaikan pedang, jika kamu tidak menebasnya maka ia yang akan
menebasmu”
“Sebaik – baiknya manusia ialah mereka yang bermanfaat bagi orang lain”
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya tulis ilmiah ini saya persembahkan untuk kedua orang tua saya yang
paling saya sayangi yang selalu mendoakan dan memberi dukungan secara tulus.
Karena dengan doa restu dari kedua orang tua saya dapat menyelesaikan karya tulis
ilmiah ini dengan sebaik – baiknya. Terimakasih juga terhadap teman – teman saya
yang selalu mendukung dan membantu saya dalam menyelesaikan karya tulis
ilmiah ini.
Terimakasih kepada dosen pembimbing saya Ibu Erna Melastuti yang selalu
menyediakan waktu untuk membimbing saya dalam penyelesaian karya tulis ilmiah
ini dan selalu sabar menghadapi karya tulis ilmiah saya yang banyak sekali
kekurangannya.
Terimakasih kepada teman satu angkatan saya yang telah menjadi teman
seperjuangan selama tiga tahun untuk menyelesaikan perkulihan sampai saat ini.
Semoga kita semua menjadi orang – orang yang bermanfaat dunia dan akhirat
aamiin.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadiran Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Tn.
M Dengan Gagal Ginjal Kronik Di Ruang Baitul Izzah 2 Rsi Sultan Agung
Semarang”. Karya tulis ilmiah ini merupakan salah satu persyaratan untuk
memperoleh gelar ahli madya keperawatan pada Program Studi Diploma III
Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Islam Sultan Agung
Semarang.
Karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan berkat bimbingan dan bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu penulis ucapkan banyak terimakasih kepada :
Penulis menyadari bahwa dalam Karya Tulis Ilmiah ini masih sangat
banyak kekurangan. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat berguna dan bermanfaat
untuk penulis serta dapat memberikan peningkatan pelayanan keperawatan dimasa
mendatang, aamiin.
( Kartika Fitri D)
Daftar Isi
A. Latar Belakang
Penyakit Gagal Ginjal Kronik merupakan sebuah penurunan fungsi ginjal
dalam jangka waktu menahun yang menyebabkan kerusakan jaringan yang
progresif. Tahap terakhir dari gagal ginjal kronik yaitu gagal ginjal terminal yang
merupakan keadaan fungsi ginjal sudah sangat buruk. Tes klirens keatinin dapat
digunakan untuk menunjukkan perbedaan dari gagal ginjal kronik dengan gagal
ginjal terminal. Gagal ginjal mempengaruhi fungsi ginjal yang dapat menyerang
penyaring pada ginjal dan nefron serta dapat merusak kemampuan ginjal untuk
mengeluarkan racun yang terdapat di dalam tubuh (Divanda, 2019).
Kejadian gagal ginjal kronik di dunia menjadi salah satu masalah kesehatan
yang cukup serius, kejadian gagal ginjal mengalami peningkatan menurut hasil
penelitian dari Global Burden of Disease pada tahun 2010. Gagal ginjal kronik
merupakan penyakit yang mematikan pada peringkat ke 27 dunia. Pada tahun
2013 499.800 penduduk Indonesia menderita penyakit gagal ginjal kronik
(Riskesdas, 2013). Data dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Mardhatillah et al.,
2020) mengemukakan prevalensi pada penderita gagal ginjal kronik pada usia
34 – 44 tahun sebanyak 0,3%, pada usia 45 – 54 tahun sebanyak 0,4%, pada usia
55 – 74 tahun sebanyak 0,5%, dan pada usia lebih dari 75 tahun sebanyak 0,6%
kasus. Terapi hemodialisa dibutuhkan pada kasus gagal ginjal kronik sebagai
pengganti fungsi ginjal, hemodialisa merupakan terapi yang lebih banyak
digunakan oleh penderita gagal ginjal kronik di Indonesia.
1. Bagi Penulis
Untuk menambah wawasan dan pengalaman bagi penulis dalam
melaksanakan asuhan keperawatan bagi klien dengan gagal ginjal kronik.
2. Bagi Masyarakat
Dapat digunakan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan dan
informasi tentang bagaimana cara menyikapi penyakit gagal ginjal kronik.
3. Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan
Diharapkan hasil studi kasus ini dapat bermanfaat sebagai informasi dan
masukan bagi perawat dalam menangani klien dengan gagal ginjal kronik
sehingga perawat dapat melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan
lebih proaktif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
b. Etiologi
Gagal ginjal kronik banyak disebabkan oleh nefropati DM, penyakit
ginjal herediter, nefritis interstital, uropati obstruksi, glomerulus nefritis,
dan hipertensi. Sedangkan kejadian gagal ginjal kronik di Indonesia
banyak disebabkan karena infeksi yang terdapat pada saluran kemih, batu
pada saluran kencing, nefropati diabetic, nefroskelosis hipertensi, dan lain
sebagainya (Divanda et al., 2019). Penyakit gagal ginjal kronik terbesar
disebabkan oleh faktor penyakit ginjal hipertensi dengan jumlah
presentase 37%. Gagal ginjal kronik dengan etiologi hipertensi disebabkan
karena kerusakan pada pembuluh darah yang terdapat pada ginjal sehingga
menghambat ginjal dalam memfiltrasi darah dengan baik. Kejadian
peningkatan jumlah pasien yang sedang menjalani terapi hemodialisis,
dengan jumlah pasien hemodialisis per minggu sebanyak 3.666 (Hidayah,
2018)
Sedangkan faktor utama penyebab anemia terhadap pasien yang
sedang menjalani terapi hemodialis yaitu defisiensi dari eritropoetin.
Kehilangan darah yang cukup banyak yang digunakan untuk pemeriksaan
laboratorium beserta darah merupakan bagian dari penyebab dari
terjadinya anemia pada pasien dengan gagal ginjal kronik. Anemia pada
pasien dengan penyakit tersebut juga dapat disebabkan akibat dari
kurangnya jumlah zat besi juga pada asupan makanan. Untuk itu terapi
pemberian suplemen zat besi juga perlu dilakukan untuk mencegah
terjadinya kekurangan zat besi (Arjani, 2017).
c. Patofisiologi
Patofisiologi awal dari penyakit gagal ginjal kronik sesuai dengan
penyakit yang mendasarinya namun proses selanjutnya mayoritas sama.
Dari berbagai macam penyebabnya seperti nefropati DM, penyakit ginjal
turunan, darah tinggi maupun infeksi yang terjadi pada saluran kemih yang
kemudian menimbulkan rusaknya glomerulus diteruskan dengan
terjadinya kerusakan pada nefron yang terdapat pada glomerulus sehingga
nilai Glomerulus Filtration Rate mengalami penurunan, hal ini akan
memicu terjadinya penyakit gagal ginjal kronik dimana fungsi ginjal akan
terjadi ketidakstabilan pada proses ekskresi maupun sekresi. Hilangnya
kadar protein yang mengandung albumin serta antibodi yang disebabkan
karena kerusakan pada glomerulus akan menyebabkan tubuh mudah
terinfeksi dan aliran darah akan mengalami penurunan (Divanda, 2019).
(Rahayu, 2018) mengemukakan perubahan pada fungsi ginjal
semakin lama jangka waktu yang dibutuhkan memungkinkan terjadinya
kerusakan yang jauh lebih parah pada suatu nefron. Luka scerotik akan
menyebabkan glomelurus mengurangi fungsi ginjal yang kemudian tindak
lanjut pada pasien dengan darah tinggi pada gagal ginjal dapat
dikondisikan. Jika penyakit ini tidak segera ditangan kemungkinan
terjadinya gagal ginjal akan meningkat. Kelainan pada fungsi ginjal
biasanya sering dialami oleh orang yang sudah dewasa. Kelainan ginjal
berdasarkan waktunya dibagi menjadi dua yaitu gagal ginjal kronik serta
gagal ginjal akut. Gagal ginjal akur merupakan penurunan fungsi pada
ginjal yang terjadi secara mendadak.
d. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gagal ginjal kronik menurut (Rao, 2012) adalah
sebagai berikut :
a. Sistem kardiovaskuler : Manifestasi klinis pada sistem kardiovaskuler
antara lain hipertensi, gagal jantung kongestif, dan pembesaran pada
vena jugularis akibat dari cairan yang berlebihan.
b. Pulmoner ditandai dengan adanya krekels, sputum kental, serta napas
dangkal.
c. Gejala dermatologi seperti gatal – gatal pada kulit yang disebabkan
adanya penyumbatan kristal ureum di area kulit bagian bawah, kulit
kering dan bersisik, kulit bewarna abu – abu mengkilat, rambut tipis
dan mudah rapuh.
d. Gejala gastrointensial seperti anoreksia, mual, muntah, cegukan, indra
penciuman menurun, konstipasi serta diare.
e. Gejala neurologi seperti kelemahan, tingkat kesadaran menurun,
kejang, susah untuk berkonsentrasi.
f. Salah satu gejala dari musculoskeletal seperti kram pada otot, otot
mengalami penurunan kekuatan, patah tulang serta tekanan pada kaki.
g. Gejala reproduksi seperti amenor serta atrofi testikuler.
Sedangkan faktor utama penyebab anemia terhadap pasien yang
sedang menjalani terapi hemodialisis yaitu defisiensi dari eritropoetin.
Kehilangan darah yang cukup banyak yang digunakan untuk pemeriksaan
laboratorium beserta retensi darah merupakan bagian dari penyebab dari
terjadinya anemia pada pasien dengan gagal ginjal kronik.
e. Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemeriksaan diagnostik terhadap pasien dengan gagal ginjal
kronik menurut (Musyahida, 2016) antara lain :
a. Pemeriksaan laboratorium
Analisa pada urine dapat digunakan untuk menunjang dan melihat
terjadinya kelainan pada fungsi ginjal. Analisa urine juga dapat
digunakan untuk mengetahui ketidaknormalan terhadap produksi urine.
Pada pasien dengan penyakit gagal ginjal kronik akan mengalami
kekurangan output urin dan kekurangan jumlah frekuensi urin.
b. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi untuk mengetahui kelainan fungsi ginjal yaitu
:
1) Flat flat radiografi untuk mengetahui klasifikasi dari ginjal.
2) Computer Tomography Scan untuk mengetahui dengan jelas bagian
anatomi ginjal.
3) Intervenous Pyelography digunakan sebagai evaluasi dari kerja
ginjal dengan menggunakan kontras.
4) Arterional Angiography untuk mengetahui kapiler ginjal, vena serta
sistem arteri menggunakan kontras.
5) Magnetic Rosonance Imaging untuk mengevaluasi suatu persoalan
yang diakibatkan oleh infeksi pada ginjal.
6) Biopsi Ginjal digunakan untuk diagnosa kelainan pada ginjal dengan
cara mengambil jaringan pada ginjal kemudian dianalisa.
f. Komplikasi
Komplikasi yang akan terjadi terhadap penyakit gagal ginjal kronik
salah satunya adalah anemia, anemia yang terjadi terhadap laki – laki dapat
terjadi ketika hemoglobin <13g/dl dan pada perempuan saat hemoglobin
<12g/dl (Ismatullah, 2015). Anemia yang terjadi pada pasien gagal ginjal
kronik disebabkan oleh pengurangan terhadap massa nefron yang
selanjutnya menyebabkan produksi eritropoetin menurun.
1. Penatalaksanaan Medis
a. Manajemen terapi
Tujuannya untuk melindungi fungsi ginjal dari faktor yang
mengakibatkan terjadinya gagal ginjal kronis. Manajemen dapat
dilaksanakan dengan menggunakan obat obatan serta terapi diet
yang diperlukan untuk mengurangi jumlah limbah uremik yang
terdapat dalam darah (Musyahida, 2016)
b. Antasida
Antasida adalah suatu zat senyawa alumunium yang dapat
menjaga fosfor yang terdapat pada saluran pencernaan. Beberapa
dokter menganjurkan kalsium karbonat pada dosis tinggi anatasida
berbasis alumunium disebabkan karena tingginya gejala neurologis
serta osteomalasia. Obat ini menjaga fosfor yang terdapat pada
saluran usus serta menunjang konsumsi dosis pada antasida yang
lebih sedikit. Kalsium karbonat serta fosforbinding akan ditunjang
dengan makanan yang berkhasiat. Antasida magnesium seharusnya
dijauhi untuk menjaga dari terjadinya kelebihan magnesium
(Musyahida, 2016)
c. Antihipertensi
Berbagai macam obat antihipertensi dan pemantauan terhadap
volume cairan intravaskular dapat digunakan untuk penekanan
terjadinya hipertensi. Gagal jantung serta edema pada paru – paru
akan membutuhkan penyembuhan melalui cara membatasi jumlah
cairan, dialisis, agen inotropik, serta agen diuretik. Asidosis
metabolik yang diakibatkan oleh gagal ginjal kronis umumnya tidak
menyebabkan tanda gejala serta tidak membutuhkan terapi, tetapi
suplemen natrium bikarbonat ataupun dialisis kemungkinan
dibutuhkan untuk melihat asidosis apabila terdapat sebuah gejala
(Musyahida, 2016).
d. Agen antisezure
Neurologis dapat mengalami kelainan, sehingga pengawasan
pada pasien perlu dilakukan apabila terjadi nyeri pada kepala,
delirium, ataupun aktivitas yang menyebabkan kejang. Jika gejala
kejang memungkinkan terjadi perlu dilakukan pencatatan disertai
dengan jenis, waktu, dan efeknya terhadap pasien. Pengamanan pada
tempat tidur pasien perlu dilakukan karena jika pasien mengalami
kejang tidak akan terjadi cidera (Musyahida, 2016)
e. Eritropoetin
Terjadinya anemia yang berkaitan dengan penyakit gagal ginjal
kronik dapat diberikan terapi obat dengan epogen. Terapi epogen
dilakukan saat hematokrit 33% menjadi 38%, dan berfungsi untuk
mengatasi gejala anemia. Epogen dapat diberikan melalui intravena
maupun subkutan dalam tiga kali seminggu (Musyahida, 2016)
f. Terapi gizi
Terapi gizi pada pasien dengan gagal ginjal kronik diberikan
untuk mengurangi jumlah cairan yang masuk dan tertimbun pada
tubuh. Asupan cairan 500 ml sampai dengan 600 ml lebih banyak
dibandingkan dengan output cairan dalam bentuk urin selama 24
jam. Vitamin serta suplemen dibutuhkan karena pembatasan
terhadap diet protein. Pasien dengan dialisis kemungkinan akan
kehilangan vitamin yang telah larut pada darah saat pelaksanaan
hemodialisa (Musyahida, 2016).
g. Terapi dialisis
Hiperkalemia dapat diberikan pencegahan dengan dilakukannya
dialisis yang memungkinkan dengan cara mengeluarkan kalium
serta pemantauan kepada semua jenis obat obatan yang masuk
kedalam tubuh. Dialisis dilakukan saat pasien tidak mampu
mempertahankan pola hidup yang sesuai terhadap terapi pengobatan
konservatif (Musyahida, 2016).
a. Anamnesa
1) Biodata
Tidak terdapat ciri khusus untuk terjadinya gagal ginjal kronik,
namun laki – laki seringkali mempunyai risiko yang lebih tinggi
berkaitan dengan pekerjaan dan gaya hidup yang tidak sehat.
Pengkajian yang dilakukan terhadap Tn. M ditemukan bahwa klien
jarang berolahraga dan sering mengkonsumsi alkohol.
2) Keluhan utama
Keluhan sangat bermacam – macam terutama bila memiliki
penyakit pendamping sekunder. Keluhan ini bisa berupa keluarnya
urine mengalami penurunan dari oliguria-anuria, penurunan
kesadaran disebabkan komplikasi sistem peredaran darah –
ventilasi, anoreksia dan mual muntah, diaforesis, kelelahan, nafas
berbau seperti urea dan pruritus. Pada Tn. M ditemukan data
keluhan nyeri pada area sekitar pinggang dan pada saat BAK klien
merasakan nyeri.
3) Riwayat kesehatan
Keluhan anoreksia, mual dan muntah, penambahan berat
badan, penurunan output urin, perubahan irama pernapasan,
perubahan kulit fisiologis dan berbau seperti urea saat bernapas.
Dan pada Tn. M ditemukan keluhan penurunan output urin serta
perubahan irama pada pernapasan.
4) Riwayat kesehatan masa lalu
Kaji riwayat penyakit sebelumnya seperti halnya ISK,
gangguan pada jantung, konsumsi obat yang berlebihan, diabetes
melitus, hipertensi atau batu yang tedapat di dalam saluran kemih.
Dan pada pengkajian yang dilakukan pada Tn. M ditemukan data
klien mengidap hipertensi serta pernah terdiagnosa terdapat batu
pada saluran kemih.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Gagal ginjal kronik bukan merupakan suatu penyakit yang
dapat menular dan menurun sehingga faktor genetik tidak begitu
berdampak terhadap penyakit jenis ini. Namun pasien dengan
riwayat DM dan hipertensi memiliki resiko kronis (karena penyakit
ini termasuk bersifat herediter). Berdasarkan pengkajian memiliki
riwayat hipertensi dengan tekanan darah saat dikaji 160/90mmHg.
6) Riwayat psikososial
Kondisi ini tidak selamanya memiliki gangguan jika klien
memiliki koping adaptif yang baik. Perubahan psikososial
memungkinkan terjadi saat klien mengalami adanya perubahan
pada struktur fungsi tubuh dan menjalani proses dialisa. Hasil
pengkajian kepada Tn M tidak ditemukan data bahwa klien
mengalami gangguan psikososial.
7) Keadaan umum dan tanda – tanda vital
Kondisi tubuh pasien dengan gagal ginjal kronik biasanya
mengalami kelemahan, tingkat kesadaran bergantung pada
tingginya tingkat toksisitas. Pada saat dilakukan pemeriksaan TTV
biasanya ditemukan data RR meningkat, dan terjadi hipertensi
maupun hipotensi sesuai dengan kondisi yang ada. Pada saat
pengkajian ditemukan data Tn.M dengan tekanan darah
160/90mmHg, respirasi 21x/menit.
8) Sistem pernapasan
Terdapat bau semacam urea pada saat bernafas. Jika kejadian
suatu komplikasi asidosis/alkalosis respiratorik maka pernapasan
akan terjadi gangguan patologis. Pola napas semakin cepat sebagai
tanda dari tubuh menjaga kestabilan ventilasi.
9) Sistem hematologi
Ditemukan pada uremia berat. Selain itu, kemungkinan akan
terjadi peningkatan tekanan dalam darah, akral dingin, CRT >3
detik, palpitasi jantung, nyeri dada, dispnea, gangguan irama detak
jantung dan sistem peredaran darah lainnya. Keadaan ini akan
meningkat jika kandungan sisa metabolisme dalam tubuh semakin
meningkat, keadaan semakin parah karena tidak efektif dalam
ekskresi. Selain itu pada aliran darah itu sendiri bisanya merupakan
penyakit yang disebabkan oleh anemia karena penurunan
eritropoetin. Pada pengkajian terhadap Tn. M ditemukan data
bahwa klien mengalami anemia dan peningkatan tekanan darah.
10) Sistem neuromuskuler
Penurunan kesadaran karbon tinggi dan sirkulasi otak
terganggu, karena itu pasien akan mengalami penurunan kognitif
dan diorientasi gagal ginjal kronik.
11) Sistem kardiovaskuler
Hipertensi merupakan penyakit yang berhubungan dengan
terjadinya gagal ginjal kronik. Tekanan darah yang mengalami
peningkatan akan mempengaruhi volume vaskuler. Stagnansi ini
akan menimbulkan terjadinya retensi natrium air,hal ini akan
menambah kinerja pada jantung.
12) Sistem endokrin
Terkait pola perilaku seksual, klien dengan gagal ginjal kronik
akan mengalami ketidakfungsian seksualitas dikarenakan hormon
reproduksi berkurang. Selain itu jika gagal ginjal kronik
bersangkutan dengan DM maka sekresi insulin akan mengalami
gangguan yang berpengaruh pada terjadinya metabolisme. Pada
pengkajian yang dilakukan terhadap Tn. M tidak ditemukan data
bahwa klien memiliki riwayat DM.
13) Sistem perkemihan
Kegagalan ginjal secara menyeluruh akan mengakibatkan
penurunan output urine 400 ml/hari. Pada hasil pengkajian
terhadap Tn. M ditemukan output urine sebesar 500 ml/hari.
14) Sistem pencernaan
Gangguan pada sistem pencernaan banyak diakibatkan karena
stress efect. Ditemukan mual, muntah, diare dan anoreksia.
15) Sistem muskuloskeletal
Penurunan fungsi / kegagalan fungsi ginjal ini berpengaruh
terhadap proses terjadinya demineralisasi tulang, hal ini akan
terjadi beberapa resiko tinggi terkena osteoporosis.
b. Pemeriksaan fisik
1) Tanda tanda vital
Tekanan darah mengalami peningkatan, suhu tubuh
mengalami peningkatan, kelemahan nadi, aritmia, pernapasan
memiliki irama yang tidak teratur. Pada pengkajian terhadap Tn .M
didapatkan data bahwa tekanan darah Tn. M mengalami
peningkatan serta pernapasan memiliki irama yang tidak teratur.
2) Kepala
a) Mata : terdapat warna kemerahan, mengeluarkan air,
penglihatan tidak jelas, edema orbital, konjungtiva anemis
b) Rambut : mudah rontok, tipis dan kasar.
c) Mulut : ulserasi dan perdarahan, nafas berbau amonia, mual,
muntah, dan peradangan pada gusi.
d) Leher : vena mengalami pembesaran
e) Dada dan thoraks : penggunaan otot bantu pernapasan, nafas
dangkal, pneumonitis, edema pulmoner, friction
rebpericardial.
f) Abdomen : nyeri pada pinggang, asites. Pada Tn. M ditemukan
bahwa Tn. M mengeluh nyeri pada area pinggang.
g) Genetalia : amenore, atropi testikuler.
h) Ekstermitas : capillary kembali dalam waktu >3 detik, kuku
menjadi rapuh, kusam dan tipis, kekuatan kaki mengalami
penurunan, sensasi seperti terbakar pada kaki. Pada pengkajian
terhadap Tn. M ditemukan bahwa kekuatan kaki Tn. M
mengalami penurunan.
Zat toksik
Reaksi antigen Arterio Tertimbun Retensi urin Batu besar&kasar
antibodi skerosis ginjal
GGK Anemia
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian dilakukan pada tanggal 25 Januari 2021. Penulis
mengelola kasus pada Tn. M dengan masalah gagal ginjal kronik diruang
Baitul Izzah 2 Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang. Diperoleh
gambaran kasus sebagai berikut :
1. Data umum
a. Identitas Klien
Pengkajian dilakukan pada tanggal 25 Januari 2021 pada pukul
09.00 WIB di Ruang Bitul Izzah 2 RSI Sultan Agung Semarang.
Klien bernama Tn. M berusia 43 tahun bergender laki – laki. Klien
beragama islam yang bertempat tinggal di Gajah, Demak, Jawa
Tengah. Klien bekerja sebagai buruh pabrik dengan pendidikan
terakhir SD. Klien masuk rumah sakit diantar oleh istrinya pada
tanggal 22 Januari 2021 pukul 19.00 WIB dan diagnosa medis yang
dialami klien adalah CKD.
b. Identitas penanggung jawab
Klien selama dirawat dirumah sakit yang menemani sekaligus yang
bertanggung jawab adalah istrinya yang bernama Ny. R yang berusia
42 tahun berjenis kelamin perempuan dan beragama islam. Ny R
berasal dari suku jawa bangsa Indonesia, pekerjaan Ny. R sebagai
petani dan Ny. R tinggal di Gajah, Demah, Jawa Tengah. Hubungan
sebagai istri klien.
c. Keluhan Utama
Klien mengatakan nyeri pada bagian perut karena terdapat luka post
op.
d. Status kesehatan saat ini
Klien mengatakan masuk ke rumah sakit karena nyeri pada pinggang
dan tubuhnya terasa lemas. Klien mengatakan merasakan nyeri
pinggang sudah sejak 2 bulan yang lalu, dan nyeri yang dirasakan
tidak kunjung sembuh sehingga istri klien mengajak klien berobat
ke klinik terdekat kemudian klien dirujuk ke RSI Sultan Agung
Semarang. Klien mengatakan keluhan yang dialami timbul secara
bertahap dan diakibatkan oleh pekerjaan yang terlalu berat.
e. Riwayat kesehatan lalu
Tn. M mengatakan sebelumnya pernah di rawat dan di operasi di
RS NU Demak akibat kencing batu. Tn. M mengatakan tidak
memiliki alergi terhadap obat – obatan, makanan, maupun minuman
dan klien mendapatkan imunisasi lengkap.
f. Riwayat kesehatan keluarga
Tn. M mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mempunyai
riwayat gagal ginjal kronik seperti klien, keluarga juga tidak
memiliki riwayat penyakit yang menular.
g. Riwayat kesehatan lingkungan
Tn. M mengatakan tempat tinggalnya bersih dan jauh dari bahaya.
Rumah klien dekat dengan sungai bersih yang biasa digunakan untuk
mandi dan mencuci baju.
2. Pola kesehatan fungsional (Data Fokus)
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
1) Persepsi klien tentang kesehatan diri
Sebelum sakit klien mengatakan makan sembarangan dan
jarang berolahraga. Setelah dirawat klien mengatakan sering
makan sayur dan buah.
2) Pengetahuan dan persepsi klien tentang penyakit dan
perawatannya
Sebelum sakit klien mengatakan tidak mengetahui cara
perawatan penyakit yang ia derita. Setelah dirawat klien
mengatakan sudah mulai paham tentang penyakitnya seperti
tidak lagi boleh menahan BAK dan beraktivitas terlalu berat.
3) Upaya yang biasa dilakukan dalam mempertahankan
kesehatan
Sebelum sakit klien mengatakan untuk menjaga
kesehatannya terkadang klien minum vitamin. Setelah
dirawat klien mengatakan saat nyerinya timbul klien
memeriksakannya ke klinik.
4) Kemampuan pasien untuk mengontrol kesehatan
Sebelum sakit klien mengatakan saat sakit ia hanya minum
obat dan vitamin dari apotek. Setelah dirawat klien
mengatakan saat sakit istrinya segera membawanya berobat
ke klinik terdekat.
5) Kebiasaan hidup
Sebelum sakit klien mengatakan suka merokok, sering
minum kopi, minum alkohol dan klien juga jarang
melakukan olahraga. Setelah dirawat klien mengatakan
masih merokok lebih mengurangi minum kopi dan sudah
berhenti mengkonsumsi alkohol.
6) Faktor sosio ekonomi
Sebelum sakit klien mengatakan keadaan lingkungan
rumahnya layak untuk ditempati klien beserta anak dan
istrinya. Setelah dirawat klien mengatakan berobat
menggunakan BPJS.
b. Pola nutrisi dan metabolik
1) Pola makan
Sebelum sakit klien mengatakan sehari makan 2 – 3 kali
dengan porsi sedang. Setelah dirawat klien mengatakan
makan sehari 2 kali dengan porsi sedang
2) Pola minum
Sebelum sakit klien mengatakan minum sekitar 6 gelas/hari.
Setelah dirawat klien mengatakan minum sekitar 3 gelas/hari
3) Adakah keluhan mual/muntah
Tn. M mengatakan tidak merasakan mual ataupun muntah.
4) Bagaimana kemampuan mengunyah dan menelan
Tn. M mengatakan tidak mengalami kesusahan dalam
mengunyah ataupun menelan.
c. Pola eliminasi
Pola BAB Tn. M sebelum sakit 1x/hari, waktu pagi hari. Setelah
sakit Tn. M pola BAB masih tetap sama. Pola BAK Tn. M
mengatakan sebelum sakit 4-5x/hari. Setelah sakit Tn. M
mengatakan BAK terasa nyeri dan BAK sekitar 500-800 cc/hari.
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Kesulitan/keluhan dalam aktivitas
Tn. M mengatakan sebelum sebelum sakit tubuhnya mudah
merasa lelah saat digunakan untuk beraktivitas. Tn. M
mengatakan setelah dirawat badannya lemah saat digunakan
untuk berdiri maupun pergerakan aktivitas yang lainnya.
2) Perawatan diri
Tn. M mengatakan sebelum sakit ia melakukan perawatan
diri sepenuhnya tanpa membutuhkan bantuan orang lain
tetapi setelah dirawat Tn. M mengatakan membutuhkan
keluarga untuk membantunya melakukan perawatan diri
secara menyeluruh.
3) Pergerakan tubuh
Tn. M mengatakan pinggangnya sering terasa nyeri.
4) Pola istirahat dan tidur
a) Kebiasaan tidur
Tn. M mengatakan sebelum sakit tidur cukup 8-9 jam
dalam sehari, tetapi setelah dirawat klien mengatakan
sulit tidur dan mudah terbangun, tidur sekitar 5 jam
dalam sehari.
b) Kesulitan tidur
Tn. M mengatakan sulit tidur dan mudah terbangun
dikarenakan nyeri pada luka pasca operasi dan
pencahayaan lampu ruangan.
5) Pola kognitif – perseptual sensori
Tn. M dapat mendengarkan dengan baik tetapi untuk
penglihatannya klien mengatakan sudah terganggu. Tn. M
mengatakan nyeri pada luka pada pinggang, klien tampak
meringis, gelisah. P= klien mengatakan luka pasca operasi
terasa nyeri, Q= nyeri seperti tertimpa benda berat, R= nyeri
di wilayah sekitar pinggang, S= skala nyeri yang dirasakan
klien 4, T= terus-menerus.
e. Pemeriksaan Fisik ( Head To Toe )
Klien dalam keadaan sadah penuh, penampilan lemah, hasil
pemeriksaan tanda vital: TD= 160/90 mmHg, N= 110x/menit,
RR= 21x/menit, S= 36,5oC. Kepala mesochepal, rambut mulai
beruban dan kurang bersih. Kemampuan penglihatan mulai
berkurang , pupil mengecil bila tidak terdapat reflek cahaya,
klien menggunakan kacamata untuk membantu melihat. Hidung
bersih, tidak terdapat lesi maupun benjolan, tidak terdapat
secret, tidak terdapat perdarahan. Telinga simetris, tidak
terdapat lesi, fungsi pendengaran masih dalam kondisi yang
normal, tidak menggunakan alat bantu dengar. Mulut tidak
mengalami kesulitan dalam berbicara, gigi kekuningan, mukosa
bibir kering, tidak ada kesulitan menelan, dan tidak mengalami
pembengkakan kelenjar tiroid.
Pemeriksaan pada jantung, inspeksi : thorax simetris tidak
terdapat lesi, palpasi : tidak teraba benjolan, perkusi : bunyi
pekak, auskultasi : bunyi jantung lup dup. Paru – paru, inspeksi
: pergerakan dada simetris, tidak terdapat lesi, palpasi : vocal
fremitus kanan kiri sama, perkusi : suara sonor, redup pada batas
relatif paru – hepar pada SIC VI, auskultasi : vasikuler.
Abdomen, palpasi : terdapat nyeri tekan, perkusi : terdengar
bunyi timpany, auskultasi : bising usus (+) 10x/menit.
Pemeriksaan genetalia Tn. M terpasang kateter. Pada
ekstermitas atas Tn. M kuku bersih, terpasang infus di bagian
ekstermitas kiri, warna kuku merah muda, kulit kering, tidak
terdapat lesi, sedangkan ekstermitas bawah Tn. M mengatakan
mampu menggerakkan semua ekstermitasnya, kulit kusam dan
kering, tidak terdapat lesi.
f. Data penunjang
Hasil dari pemeriksaan uji laboratorium pada tanggal 23
Januari 2021 pemeriksaan hematology, didapatkan hemoglobin
hasil 8.2 dengan nilai rujukan 13.2 – 17.3 dengan satuan g/dL,
hematokrit didapatkan hasil 25.3 dengan nilai rujukan 33.0 –
45.0 dengan satuan %, leukosit didapatkan hasil 14.17 dengan
nilai rujukan 3.80 – 10.60 dengan satuan ribu/ µL, trombosit
didapatkan hasil 180 dengan nilai rujukan 150 – 440 ribu/ µL.
Golongan darah B dan RH positif. Pemeriksaan kimia ureum
didapatkan ureum dengan hasil 100 dengan nilai rujukan 10 –
50 dengan satuan mg/dL, creatinin didapatkan hasil 7.08 dengan
nilai rujukan 0.70 – 1.30 dengan satuan mg/dL.
Hasil pemeriksaan elektrolit didapatkan Natrium hasil 133.0
dengan nilai rujukan 135 – 147 dengan menggunakan satuan
mmol/L, didapatkan hasil kalium 4.60 dengan nilai rujukan 3.5
– 5.0 dengan satuan mmol/L, klorida dengan hasil 112.0 dengan
nilai rujukan 95 – 105 dengan satuan mmol/L, calsium dengan
hasil 6.0 dengan nilai rujukan 8.8 – 10.8 dengan satuan mg/dL.
Hasil pemeriksaan kimia klinik didapatkan PO4 Anorganik
dengan hasil 6.4 dengan nilai rujukan 2.5 – 5.0 dengan
menggunakan satuan mg/dL, ureum dengan hasil 200 dengan
nilai rujukan 10 – 50 dengan menggunakan satuan mg/dL, asam
urat dengan hasil 7.1 dengan nilai rujukan 3.5 – 7.2 dengan
menggunakan satuan mg/dL, creatinin dengan hasil 15.20
dengan nilai rujukan 0.70 – 1.30 dengan menggunakan satuan
mg/dL.
g. Diit yang diperoleh
Nasi tim RG uremi.
h. Therapi
1) Oral
a) Nac 3x1
Indikasi : digunakan pada pasien dengan PPOK.
Kontraindikasi : hipersensitivitas, riwayat asthma dan
bronkospasme, ibu hamil dan menyususi.
Efek samping : mual, muntah, sakit perut, pilek, sariawan,
demam.
b) Curcuma 3x1
Indikasi : meningkatkan fungsi ginjal, membantu
mengeluarkan toksin dari tubuh, membantu proses
metabolisme.
Kontraindikasi : hipersensitivitas.
Efek samping : mual ringan, nyeri ulu hati.
c) Folac 3x1
Indikasi : diberikan kepada pasien dengan anemia
megaloblastik.
Kontraindikasi : anemia pernisiosa, anemia hemolitik
Efek samping : mual, perut kembung, rasa pahit pada
mulut, kehilangan nafsu makan, munculnya bercak
kemerahan pada kulit.
d) Iressa 1x1
Indikasi : diberikan kepada pasien dengan kanker paru –
paru.
Kontraindikasi : hipersensitivitas genfitinib, wanita yang
sedang mengandung dan masih menyusui
Efek samping : mual dan muntah, kehilangan nafsu
makan, gatal – gatal, nyeri dada, nyeri mata, mulut kering.
e) CaCo3 3 x 500mg
Indikasi : mengatasi kelebihan asam lambung.
Kontraindikasi : hipersensivitas, kalkulus ginjal,
hiperkalsiuria, hiperkalsemia, sarkoidosis.
Efek samping : mual muntah, sembelit, mulut kering,
nafsu makan menurun.
f) Amlodipine 1 x 10mg
Indikasi : digunakan untuk mengatasi hipertensi.
Kontraindikasi : stenosis aorta berat.
Efek samping : pusing, mual, jantung berdebar.
g) Paracetamol 3 x 1
Indikasi : untuk meredakan demam dan nyeri.
Kontraindikasi : hipersensitivitas, hepar kronis.
Efek samping : sakit pada pangkal tenggorokan, sariawan,
nyeri yang terdapat pada area punggung, tubuh
mengalami kelemahan, memar pada kulit.
2) Injeksi Intravena
a) Cefriaxon 2 x 1
Indikasi : antibiotik.
Kontraindikasi : hipersensitivitas, alergi penicillin.
Efek samping : nyeri perut, mual, muntah, diare,
mengantuk, sakit kepala.
b) Ketorolac 3x1
Indikasi : meredakan nyeri pasca bedah.
Kontraindikasi : penderita penyakit jantung, stroke,
radang usus, asma, serangan jantung.
Efek samping : konstipasi, diare, gastritis, perdarahan
saluran cerna, nyeri saluran cerna, mual, muntah, pusing,
mengantuk, gangguan pendengaran.
c) Ondansentron 4mg 3 x 1
Indikasi : pencegahan mual dan muntah pasca operasi.
Kontraindikasi : penderita yang mengalami gangguan
yang terdapat pada fungsi hati berat, ibu menyusui.
Efek samping : nyeri pada area kepala, sembelit, meriang,
mengantuk, dan pusing kepala.
B. Analisa Data
Penulis melakukan analisa data pada tanggal 25 Januari 2021 pada pukul
08.00 WIB. Dari analisa data didapatkan diagnosa keperawatan yaitu nyeri akut
berhubungan dengan agen pencedera fisiologis dengan data subjektif mengeluh
nyeri pada pinggang, mengeluh sulit tidur sedangkan data objektifnya nampak
meringis, tampak melindungi area nyeri, dengan hasil pengkajian PQRST
sebagai berikut : P= klien mengatakan nyeri padaarea sekitar pinggang, Q=
nyeri terasa seperti tertimpa benda berat, R= dibagian perut, S= skala 4, T=
terus – menerus.
Data fokus yang kedua didapatkan diagnosa keperawatan yaitu Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan anemia masalah tersebut didukung
dengan data subjektif klien mengeluh lemas, sulit untuk melakukan aktivitas,
sedangkan data objektifnya yaitu pasien nampak berbaring ditempat tidur, TD=
160/90 mmHg, N= 110x/menit, RR= 21x/menit, S= 36,5oC.
C. Rencana Keperawatan
Intervensi atau rencana tindakan keperawatan ditetapkan pada tanggal 25
Januari 2021 pada pukul 11.30 WIB. Untuk mengatasi diagnosa keperawatan
nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis yang ditandai
denganadanya keluhan nyeri pada pinggang, mengeluh sulit tidur, nampak
meringis, tampak melindungi area nyeri penulis menetapkan intervensi sebagai
berikut identifikasi area nyeri, nyeri yang dirasakan seperti apa, frekuensi,
durasi, intensitas, dan durasi nyeri, identifikasi skala nyeri yang dirasakan oleh
klien, identifikasi faktor yang menyebabkan peningkatan dan pengurangan
nyeri, berikan salah satu teknik terapi nonfarmakologis (tarik napas dalam),
fasilitasi istirahat dan tidur. Setelah dilakukan intervensi selama 3x8 jam
diharapkan rasa nyeri dapat berkurang dengan kriteria hasil nyeri mulai
menurun, keluhan sulit tidur teratasi, tekanan darah menurun, meringis
menurun, gelisah menurun.
Intervensi atau rencana tindakan keperawatan untuk diagnosa keperawatan
yang kedua yaitu intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan anemia
dibuktikan dengan klien mengeluh lemas, dan sulit untuk melakukan aktivitas.
untuk mengatasi diagnosa intoleransi aktivitas penulis telah menetapkan
beberapa intervensi yaitu identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
mengakibatkan kelelahan, monitor pola dan jam tidur, berikan aktivitas
distraksi yang menenangkan, anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap.
Setelah dilaksanakannya intervensi keperawatan dalam waktu 3x8 jam
diharapkan toleransi aktivitas klien dapat mengalami peningkatan dengan
kriteria hasil sebagai berikut perasaan lemah menurun, tekanan darah
membaik, kekuatan tubuh meningkat, frekuensi nadi menurun.
Untuk intervensi pada diagnosa yang ketiga yaitu gangguan pola tidur
berhubungan dengan hambatan lingkungan dibuktikan dengan sulit tidur,
istirahat 5 – 6 jam/hari, mudah terbangun saat tidur, pola tidur berubah – ubah
penulis telah menetapkan beberapa intervensi yaitu identifikasi perubahan pola
dalam melakukan aktivitas dan tidur, identifikasi faktor yang menimbulkan
gangguan saat tidur, modifikasi lingkungan (misal pencahayaan pada kamar
tidur), lakukan tindakan yang digunakan untuk meningkatkan kenyamanan
klien (pengaturan posisi), tetapkan jadwal tidur yang efisien, jelaskan
pentingnya tidur yang cukup pada saat sakit, anjurkan klien untuk menepati
kebiasaan tidur yang efisien. Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama
3x8 jam diharapkan pasien tidak mengalami gangguan tidur disertai dengan
kriteria hasil sebagai berikut keluhan klien sulit untuk memulai tidur dapat
menurun, keluhan perubahan pola tidur berubah dapat menurun dan keluhan
sering terjaga dapat teratasi.
D. Implementasi
Pada tanggal 25 januari pukul 13.00 WIB dilakukan implementasi diagnosa
pertama yaitu menanyakan kepada klien tentang area nyeri, jenis, durasi,
frekuensi, kualitas, dan intensitas nyeri. Respon klien dari data subjektif yaitu
klien mengatakan nyeri pada perut pasca operasi, nyeri seperti tertimpa benda
berat, waktu terus - menerus, dengan skala 4 dan respon dari data objektif
ditemukan P= nyeri pada perut akibat post op, Q= nyeri seperti tertimpa benda
berat, R= nyeri pada abdomen, S= skala 4, T= nyeri terus – menerus, TD=
160/90 mmHg, N= 110x/menit, RR= 21x/menit, S= 36,5oC. Kemudian pada
pukul 13.05 WIB dilakukan implementasi diagnosa pertama yaitu
mengidentifikasi skala nyeri yang dirasakan, respon klien dari data subjektif
yaitu klien mengatakan nyeri mengganggu aktivitas dan istirahatnya sedangkan
data objektifnya ditemukan skala nyeri 4. Pada pukul 13.10 WIB dilakukan
implementasi diagnosa pertama yaitu bertanya kepada klien tentang faktor
yang menyebabkan dan mengurangi nyeri, respon klien dari data subjektif yaitu
klien mengatakan nyeri bertambah berat saat klien mencoba untuk beraktivitas
dan nyeri dapat sedikit berkurang jika klien beristirahat, sedangkan dari data
objektif ditemukan klien sangat kooperatif menjawab setiap pertanyaan dari
perawat. Pukul 13.15 WIB dilakukan implementasi diagnosa pertama yaitu
memberikan terapi non farmakologis relaksasi tarik napas dalam, respon klien
dari data objektif klien mengatakan bersedia mengikuti intruksi dari perawat,
sedangkan dari data objektifnya yaitu klien nampak mengikuti tarik napas
dalam yang telah diajarkan perawat. Pada pukul 13.20 WIB dilakukan
implementasi diagnosa pertama yaitu menganjurkan klien istirahat dan tidur
saat nyerinya kambuh, respon klien dari data subjektif yaitu klien mengatakan
bersedia mengikuti anjuran dari perawat, sedangkan data objektifnya klien
kooperatif. Pada pukul 13.30 WIB dilakukan implementasi pada diagnosa
kedua yaitu menanyakan kepada klien tentang penyebab lelah yang dirasakan,
respon klien berdasarkan data subjektif yaitu klien mengatakan tidak
mengetahui mengapa tubuhnya terasa lemas, sedangkan berdasarkan data
objektif klien nampak antusias menjawab pertanyaan dari perawat. Pukul 13.32
WIB dilakukan implementasi pada diagnosa kedua yaitu menganjurkan klien
untuk tidur sekitar 8 – 9 jam/hari, respon klien berdasarkan data subjektif yaitu
klien mengatakan akan mengikuti saran dari perawat sedangkan dari data
objektif klien kooperatif. Pada pukul 13.35 WIB dilakukan implementasi pada
diagnosa kedua yaitu mengajarkan teknik distraksi relaksasi kepada klien,
respon klien berdasarkan data subjektif yaitu klien mengatakan akan mengikuti
contoh yang diberikan perawat, sedangkan dari data objektif klien nampak
antusias mengikuti distraksi yang telah diajarkan oleh perawat. Pada pukul
13.40 WIB dilakukan implementasi pada diagnosa kedua yaitu menganjurkan
klien untuk melakukan aktivitas mandiri secara bertahap, respon klien
berdasarkan data subjektif yaitu klien mengatakan badannya masih lemah dan
nyeri saat digunakan untuk bergerak, sedangkan dari data objektif didapatkan
klien nampak takut dan was – was terhadap rasa nyerinya. Pada pukul 13.50
WIB dilakukan implementasi terhadap diagnosa ketiga yaitu mengidentifikasi
pola tidur dan faktor yang mengganggu tidur, respon klien berdasarkan data
subjektif klien mengatakan sehari tidur sekitar 5 jam dan klien mengatakan
tidak nyaman dengan cahaya kamar yang terlalu terang sedangkan berdasarkan
data objektif ditemukan klien nampak lemas dan kurang tidur. Pada pukul
13.52 WIB dilakukan implementasi pada diagnosa ketiga yaitu menutup
jendela dan tirai pada kamar klien dan memposisikan klien semi fowler, respon
klien berdasarkan data subjektif klien mengatakan terimakasih sedangkan
berdasarkan data objektif klien nampak senang saat diperhatikan. Pada pukul
13.55 WIB dilakukan implementasi diagnosa ketiga yaitu memberikan jadwal
tidur kepada klien minimal tidur sehari 8 – 9 jam, respon klien berdasarkan
data subjektif klien menganggukkan kepala sedangkan berdasarkan data
objektif klien nampak bersedia melakukan anjuran dari perawat. Pada pukul
13.58 WIB dilakukan implementasi diagnosa ketiga yaitu menjelaskan kepada
klien tentang manfaat istirahat yang cukup terhadap kesembuhan klien dan
perawat menganjurkan kepada klien untuk tidak begadang, respon klien
berdasarkan data subjektif yaitu klien menyetujui anjuran yang diberikan oleh
perawat sedangkan berdasarkan data objektif ditemukan klien nampak
kooperatif.
Pada hari kedua tanggal 26 Januari 2021 pukul 15.20 WIB dilakukan
implementasi terhadap diagnosa pertama yaitu bertanya kepada klien apakah
klien menerapkan terapi yang diajarkan perawat untuk mengurangi nyeri,
respon klien berdasarkan data subjektif yaitu klien mengatakan saat nyerinya
kambuh klien menerapkan terapi tarik napas dalam yang diajarkan oleh
perawat, sedangkan data objektifnya yaitu klien nampak menjawab dengan
serius. Pada pukul 15.23 WIB dilakukan implementasi terhadap diagnosa
pertama yaitu mengidentifikasi skala nyeri, respon klien berdasarkan data
subjektif yaitu klien mengatakan masih nyeri, sedangkan data objektifnya P=
nyeri pada luka post op, Q= nyeri seperti tertimpa benda berat, R= nyeri pada
luka post op, S= skala 3, T= hilang timbul selama 5 menit. Pada pukul 15.26
WIB dilakukan implementasi terhadap diagnosa pertama yaitu menganjurkan
kepada klien untuk selalu menerapkan terapi tarik napas dalam saat nyerinya
kambuh, respon klien berdasarkan data subjektif yaitu klien mengatakan
bersedia sedangkan berdasarkan data objektif yaitu klien nampak menjawab
dengan serius. Pada pukul 15.32 WIB dilakukan implementasi terhadap
diagnosa kedua yaitu bertanya kepada klien apakah klien menerapkan terapi
distraksi yang telah diajarkan oleh perawat, respon klien berdasarkan data
subjektif yaitu klien mengatakan telah menerapkan terapi yang telah diajarkan
oleh perawat sedangkan data objektifnya klien nampak menjawab dengan
serius. Pada pukul 15.35 WIB dilakukan implementasi terhadap diagnosa
kedua yaitu bertanya kepada klien apakah klien sudah mampu melakukan
aktivitas secara bertahap, respon klien berdasarkan data subjektif yaitu klien
mengatakan sudah bisa duduk secara perlahan sedangkan berdasarkan data
objektif ditemukan indeks KATZ nilai D. Pada pukul 15.45 WIB dilakukan
implementasi terhadap diagnosa ketiga yaitu menanyakan pola tidur klien,
respon klien berdasarkan data subjektif yaitu klien mengatakan masih susah
untuk memulai tidur, sedangkan berdasarkan data objektif klien nampak tidak
puas tidur. Pada pukul 15.48 dilakukan implementasi terhadap diagnosa ketiga
yaitu memposisikan klien semi fowler agar klien nyaman untuk memulai tidur,
respon klien berdasarkan data subjektif klien berterimakasih kepada perawat
karena telah membantu klien tidur dengan posisi nyaman, sedangkan
berdasarkan data objektif yaitu klien nampak senang diperhatikan oleh
perawat.
Pada BAB IV ini penulis membahas hasil dari analisa kasus meliputi data umum
dan data khusus pada Asuhan Keperawatan Pada Tn. M Dengan Gagal Ginjal
Kronis di ruang Baitul Izzah 2 RSI Sultan Agung Semarang selama 3 hari pada
tanggal 25 Januari sampai tanggal 28 Januari 2021. Pada BAB IV ini penulis akan
membahas mengenai kendala selama pemberian asuhan keperawatan kepada Tn. M
dengan penyakit gagal ginjal kronik meliputi pengkajian, penentuan diagnosa
keperawatan, melakukan rencana tindakan keperawatan yang diberikan kepada Tn.
M, memberikan tindakan keperawatan hingga evaluasi dari tindakan keperawatan
yang telah diberikan kepada Tn. M. Berdasarkan hasil pengkajian penulis
menemukan 3 diagnosa yaitu :
A. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai
dengan mengeluh nyeri pada pinggang, mengeluh sulit tidur, nampak
meringis, tampak melindungi area nyeri.
Menurut SDKI (2018), nyeri akut merupakan pengalaman sensorik ataupun
emosional berhubungan dengan rusaknya jaringan aktual maupun fungsional,
onset secara tiba - tiba maupun lambat,berintensitas ringan sampai berat
selama kurang dari 3 bulan. Nyeri pada area punggung bagian bawah dapat
timbul dengan tiba-tiba maupun bertahap dan membuat ketidaknyamanan bagi
seseorang penderita gagal ginjal kronik. Nyeri punggung ini dibedakan
menjadi tiga, yaitu nyeri punggung akut, nyeri pinggang subakut, dan nyeri
pingang kronis, sedangkan pada kasus Tn. M didapatkan sebagai nyeri
punggung akut (Putri, D. A. R., Imandiri, 2018).
Nyeri pada penyakit ini dapat dilakukan penanganan dengan cara
farmakologi semisal opioid dan obat antidepresan, sedangkan penanganan
lainnya juga dapat dilakukan dengan cara teknik non farmakologi diataranya
pemberian kompres dingin maupun hangat, teknik relaksasi Tarik nafas dalam,
olahraga akupuntur dan juga akupresur. Sedangkan pada Tn. M dilakukan
teknik non farmakologi sepertihalnya Tarik nafas dalam (Putri,2018).
Diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai
dengan mengeluh nyeri pada luka post op, mengeluh sulit tidur, nampak
meringis, tampak melindungi area nyeri. Diangkat diagnosa tersebut karena di
dalam pengkajian pasien mengatakan merasa nyeri pada area pinggang. Di
dalam batasan karakteristik pada buku Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia (SDKI) ditemukan tanda dan gejala subyektif mengeluh nyeri
sedangkan tanda obyektifnya pasien tampak meringis, protektif terhadap area
nyeri, sulit tidur dan gelisah. Pengambilan diagnosa sudah sesuai karena telah
memenuhi syarat 80% dari data obyektif.
Penulis mengangkat diagnosa nyeri akut dikarenkan pada saat pengkajian
ditemukan data subyektif pasien mengeluh nyeri area pinggang, dan
didapatkan data obyektif pasien nampak meringis, bersikap protektif terdapat
area nyeri, nampak gelisah, dan sulit tidur dengan PQRST sebagai berikut : P=
klien mengungkapkan bahwa pinggangnya terasa nyeri, Q= seperti tertimpa
benda berat, R= dibagian perut, S= skala 4, T= terus – menerus. TD= 160/90
mmHg, N= 110x/menit, RR= 21x/menit, S= 36,5oC.
Intervensi keperawatan yang ditetapkan untuk mengatasi diagnosa nyeri
akut berkaitan dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan klien
mengatakan pinggangnya terasa nyeri seperti tertimpa benda berat, mengeluh
sulit tidur, nampak meringis, tampak melindungi area nyeri. Penulis
menetapkan beberapa rencana tindakan keperawatan untuk mengurangi rasa
nyeri setelah dilakukannya tindakan keperawatan dalam waktu 3x8 jam.
Kriteria hasil yang diharapkan rasa nyeri yang dirasakan klien dapat menurun,
keluhan sulit tidur teratasi, tekanan darah menurun, meringis menurun, gelisah
menurun. Berikut merupakan beberapa intervensi yang ditetapkan :
mengidentifikasi area myeri yang dirasakan oleh klien, nyeri yang dirasakan
seperti apa, tingkat nyeri yang dirasakan dengan skala berapa, durasi,
intensitas, dan durasi nyeri, mengidentifikasi faktor yang membuat nyeri
bertambah dan berkurang, memberikan terapi nonfarmakologis (tarik napas
dalam), fasilitasi istirahat dan tidur.
Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat sudah sesuai dengan
rencana tindakan keperawatan yang telah di tetapkan. Implementasi dapat
diselesaikan karena pasien sangat kooperatif.
Pada tahap evaluasi hari ketiga ditemukan keluhan nyeri yang dirasakan
klien telah berkurang. Dengan hasil PQRST, P= Nyeri berkurang, Q= nyeri
seakan tertimpa benda berat, R= area pinggang, S= skala 2. Dari pengkajian
tersebut maka kriteria hasil yang dicapai yaitu masalah nyeri teratasi.
B. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan anemia dibuktikan
dengan klien mengeluh lemas, dan sulit untuk melakukan aktivitas.
Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (2018) intoleransi
aktivitas yaitu ketidakcukupan energi untuk melaksanakan kegiatan sehari –
hari. Didalam buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI)
diagnosa intoleransi aktivitas pada pasien dengan gagal ginjal kronik
diakibatkan oleh kondisi klinis terkait dengan anemia. Pada pengkajian
ditemukan bahwa klien mengeluh lemas, sulit melakukan aktivitas secara
mandiri dan tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat, TD= 160/90
mmHg, N= 110x/menit, RR= 21x/menit, S= 36,5oC.
Untuk mengatasi masalah keperawatan intoleransi aktivitas penulis
menyususn beberapa intervensi atau rencana tindakan keperawatan yang
bertujuan setelah dilakukannya tindakan dalam waktu 3 x 8 jam diharapkan
kemampuan dalam berkegiatan dapat meningkat. Kriteria hasil perasaan lemah
menurun, tekanan darah membaik, kekuatan tubuh meningkat, frekuensi nadi
menurun. Adapun intervensi yang telah ditetapkan sebagai berikut identifikasi
gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan, monitor pola dan jam
tidur, berikan aktivitas distraksi yang menenangkan, anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap.
Penulis melakukan tindakan keperawatan sudah tepat dengan rencana
tindakan yang telah ditetapkan. Semua tindakan keperawatan terselesaikan
karena pasien kooperatif. Pasien mendengarkan dan mengikuti intruksi yang
diberikan oleh perawat secara baik.
Evaluasi yang dilakukan penulis setelah melakukan tindakan keperawatan
ditemukan dataTn. M mengungkapkan bahwa ia mampu untuk pergi ke kamar
mandi dengan pantauan keluarga, dan pasien terlihat sudah dapat melakukan
aktivitas mandiri secara bertahap.
C. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan
dibuktikan dengan sulit tidur, istirahat 5 – 6 jam/hari, mudah terbangun
saat tidur, pola tidur berubah – ubah.
Gangguan pola tidur merupakan gangguan kualitas dan kuantitas waktu
tidur akibat faktor eksternal menurut SDKI (2018). Gangguan pola tidur
berhubungan dengan hambatan lingkungan dibuktikan dengan sulit tidur,
istirahat 5 – 6 jam/hari, mudah terbangun saat tidur, pola tidur berubah – ubah.
Batasan karakteristik menurut buku Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia didapatkan gejala dan tanda berdasarkan data yang diungkapkan Tn.
M mengeluh sulit untuk memulai tidur, Tn. M mengatakan sering terjaga, Tn.M
mengatakan waktu tidur tidak beraturan, Tn. M juga mengatakan bahwa
istirahatnya dirasa masih kurang, sedangkan data objektifnya tidak tersedia.
Gejala dan tanda minor pada diagnosis gangguan pola tidur yaitu tanda sebjukti
mengeluh kemampuan beraktivitas menurun, sedangkan tanda objektifnya
tidak tersedia.
Pengambilan diagnosa sudah sesuai karena ditemukan data sulit tidur,
istirahat 5 – 6 jam/hari, mudah terbangun saat tidur, pola tidur berubah – ubah,
data tersebut memenuhi minimal 80% data mayor sehingga diagnosis
gangguan pola tidur dapat diangkat. Sedangkan untuk etiologinya yaitu
hambatan lingkungan ( misal kelembapan lingkungan sekitar, suhu lingkungan,
pencahayaan, kebisingan, bau tidak sedap, jadwal pemantauan / pemeriksaan /
tindakan) dan kurang kontrol tidur karena pasien mengeluh tidur mudah
terbangun dan tidur hanya sekitar 5 – 6 jam/hari.
Intervensi yang telah ditetapkan yaitu mengidentifikasi aktivitas dan tidur
pada Tn.M, mengidentifikasi faktor yamg dapat mengganggu tidur,
memodifikasi lingkungan disekitar Tn.M (misal pencahayaan pada kamar
tidur), lakukan suatu tindakan yang dapat meningkatkan kenyamanan
(pengaturan posisi), menetapkan jadwal tidur Tn.M seacara rutin, menjelaskan
kepada Tn.M tentang pentingnya tidur cukup ketika sakit, menganjurkan
kepada Tn.M untuk menepati kebiasaan waktu tidur dengan baik. Dengan
kriteria hasil keluhan sulit tidur yang dialami Tn. M dapat menurun, keluhan
tentang pola tidur yang berubah dapat menurun serta keluhan sering terjaga
dapat teratasi.
Implementasi yang dilakukan oleh penulis telah sesuai dengan intervensi
yang telah di tetapkan. Implementasi dapat dilaksanakan semua karena pasien
kooperatif, pasien selalu mengikuti anjuran yang disampaikan oleh perawat.
Evaluasi yang dilakukan setelah dialakukannya tindakan keperawatan
didapatkan hasil masalah sudah teratasi dengan ditemukannya data yang valid
dengan kriteria hasil yang ditetapkan yaitu keluhan Tn.M tentang sulitnya tidur
dapat menurun, keluhan yang dirasakan Tn.M mengenai pola tidur berubah
dapat menurun dan keluhan sering terjaga dapat teratasi.
Selanjutnya penulis akan membahas tentang diagnosa keperawatan tambahan pada
kasus Tn. M dengan penyakit gagal ginjal kronik yang tidak diangkat karena
terpenuhinya asuhan keperawatan berhubungan dengan penyakit yang diderita oleh
pasien dengan menegakan diagnosa prioritas, yaitu berupa :
1. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan disfungsi
ginjal dibuktikan dengan pemeriksaan ureum dengan hasil 100mg/dL,
creatinin didapatkan hasil 7.08mg/dL, hasil pemeriksaan elektrolit
didapatkan klorida dengan hasil 112.0 mmol/L, calsium dengan hasil 6.0
mg/dL.
Resiko ketidakseimbangan elekrolit adalah berisiko mengalami perubahan
kadar serum elektrolit (Tim Pokja SDKI,DPP,2017). Penulis seharusnya
menuliskan diagnosa resiko ketidakseimbangan elektrolit menjadi salah satu
dari ketiga diagnosa prioritas yang perlu ditegakkan karena terdapat data
pemeriksaan kimia ureum didapatkan ureum dengan hasil 100 mg/dL dengan
nilai rujukan 10 – 50 mg/dL, creatinin didapatkan hasil 7.08 mg/dL dengan
nilai rujukan 0.70 – 1.30 mg/dL. Hasil pemeriksaan elektrolit didapatkan
klorida dengan hasil 112.0 mmol/L dengan nilai rujukan 95 – 105 mmol/L,
calsium dengan hasil 6.0 mg/dL dengan nilai rujukan 8.8 – 10. 8 mg/dL.
Kaitannya penyakit gagal ginjal kronik dengan peningkatan ureum dan
creatinin adalah ginjal berfungsi untuk menjaga keseimbangan volume
elektrolit, sedangkan fungsi lain dari ginjal juga sebagai ekskresi sisa – sisa
dari metabolisme seperti urea dan kreatinin. Dan apabila sisa metabolisme
mengalami penumpukan zat tersebut akan menjadi racun untuk tubuh terutama
untuk ginjal. Peran tersebut akan bermasalah jika ginjal mengalami kegagalan
dan menyebabkan ureum serta kreatinin mengalami peningkatan (Arjani,
2017).
Sedangkan kaitannya penyakit gagal ginjal kronik dengan ketidak
seimbangan elektrolit adalah ketidakmampuan ginjal dalam memelihara
metabolisme dapat menyebabkan permasalahan ketidakseimbangan hidrasi
yangada didalam tubuh sehingga akan meyebabkan elektrolit menjadi tidak
seimbang (Lestari et al., 2018).
2. Keletihan berhubungan dengan anemia dibuktikan dengan mengeluh
lelah, tampak lesu, merasa kurang tenaga, kebutuhan istirahat
meningkat, tidak mampu melakukan aktivitas secara mandiri.
Keletihan adalah penurunan kapasitas kerja fisik dan mental yang tidak
pulih dengan istirahat dengan gejala beserta tanda mayor dan minor berupa
merasa energi tidak pulih walaupun telah tidur, merasa kurang tenaga,
mengeluh lelah, tidak mampu mempertahankan aktivitas rutin, tampak lesu,
merasa bersalah akibat tidak mampu menjalankan tanggung jawab, libido
menurun, kebutuhan istirahat meningkat (Tim Pokja SDKI,DPP, 2017).
Penulis seharusnya menuliskan diagnosa keletihan dibandingkan dengan
intoleransi aktivitas, karena gejala dan tanda mayor minor keletihan lebih
sesuai dengan penyakit dan keluhan yang dialami oleh Tn M. Sedangkan untuk
diagnosa intoleransi aktivitas belum sesuai dengan penyakit pasien
dikarenakan tidak ditemukannya gejala dan tanda mayor minor berupa
frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat, dispnea saat atau
setelah aktivitas, gambaran EKG menunjukkan aritmia saat atau setelah
aktivitas, gambaran EKG menunjukkan iskemia. Anemia termasuk dalam salah
satu komplikasi dari penyakit gagal ginjal kronik. Anemia merupakan
penurunan dari eritrosit berakibat tidak dapat membawa oksigen pada jaringan
perifer. Pasien gagal ginjal kronik dengan anemia akan mengalami kelelahan
mental maupun fisik, gangguan pada fungsi kognitif, penurunan fungsi seksual
serta nafsu makan juga mengalami penurunan sehingga dapat menimbulkan
penurunan kualitas hidup pada pasien (Senduk, 2016)
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil dari studi kasus pada Tn. M dengan gagal ginjal
kronik di ruang Baitul Izzah 2 yang dikelola selama 3 hari mulai dari tanggal
25 Januari – 27 Januari dengan pembahasan kasus meliputi pengkajian,
diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Gagal ginjal kronik merupakan sebuah penurunan fungsi ginjal dalam
jangka waktu menahun yang menyebabkan kerusakan jaringan yang
progresif.
2. Pengkajian
Pengkajian yang penulis lakukan meliputi identitas dari Tn.M,
riwayat kesehatan lalu, riwayat kesehatan pada Tn.M sekarang,
pemeriksaan pola kesehatan fungsional dan pemeriksaan fisik. Hasil dari
pengkajian ditemukan keluhan nyeri pinggang, klien tampak meringis,
klien tampak protektif terhadap area nyeri, gelisah, mudah lelah saat
beraktivitas, pola tidurnya berubah – ubah sekitar 5 – 6 jam/hari, klien
mengatakan sulit tidur akibat dari pencahayaan di dalam ruangan, dan
klien nampak khawatir dengan kondisi kesehatannya yang sekarang.
3. Diagnosa
Diagnosa keperawatan ditentukan berdasarkan dengan keluhan yang
dirasakan klien dan hasil dari pemeriksaan yang dilakukan oleh penulis.
Dalam asuhan keperawatan ini didapatkan 3 diagnosa yaitu :
a. Nyeri akut berkaitan dengan agen pencedera fisiologis yang
dibuktikan dengan adanya keluhan nyeri pada area pinggang,
mengeluh sulit tidur, nampak meringis, tampak melindungi area
nyeri.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan anemia
dibuktikan dengan klien mengeluh lemas, dan sulit untuk melakukan
aktivitas.
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan
dibuktikan dengan sulit tidur, istirahat 5 – 6 jam/hari, mudah
terbangun saat tidur, pola tidur berubah – ubah.
4. Intervensi
Rencana tindakan keperawatan atau intervensi dalam studi kasus pada
pasien dengan gagal ginjal kronik disesuaikan dengan masalah yang
muncul. Intervensi ini telah sesuai dengan SIKI (2018) dan SLKI (2018)
di dalamnya berisi tentang observasi, terapeutik dan edukasi.
5. Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan atau implementasi dilakukan
berdasarkan dengan perencanaan keperawatan yang telah di tentukan
sesuai dengan tanda dan gejala mayor. Implementasi dilakukan selama
3x8 jam.
6. Evaluasi
Evaluasi merupakan akhir sebuah proses dari suatu tindakan keperawatan
untuk melihat hasil tindakan yang telah diberikan. Evaluasi dilaksanakan
selama 3x8 jam dengan hasil masalah sebagian teratasi dengan tujuan
teratasi untuk menghentikan intervensi.
B. Saran
1. Bagi penulis
Harapannya dalam penulisan studi tindakan keperawatan selanjutnya
dapat ditemukannya hasil lengkap pada pemeriksaan penunjang untuk
memperkuat diagnosa dalam keperawatan.
2. Bagi masyarakat
Sebagai perawat diharapkan dapat memberikan edukasi maupun
pendidikan kesehatan kepada masyarakat bagaimana cara mengatasi rasa
nyeri dengan teknik nonfarmakologi.
3. Bagi pengembangan ilmu dan teknologi keperawatan
Dengan asuhan keperawatan ini diharapkan dapat bermanfaat untuk
menambah informasi mengenai gagal ginjal kronik sehingga perawat
lebih mudah untuk melakukan asuhan keperawatan dan sebagai
pembanding untuk penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arjani, I. (2017). Gambaran Kadar Ureum Dan Kreatinin Serum Pada Pasien
Gagal Ginjal Kronis (Ggk) Yang Menjalani Terapi Hemodialisis Di Rsud
Sanjiwani Gianyar. Meditory : The Journal of Medical Laboratory, 4(2),
145–153. https://doi.org/10.33992/m.v4i2.64
Divanda, D. ., Idi, S., & Rini, W. . (2019). Asuhan Gizi Pada Pasien Gagal Ginjal
Kronik Di Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul. 8–25.
Hasbullah, M, A., & D.S, H. (2017). Jurnal Media Keperawatan : Politeknik
Kesehatan Makassar Jurnal Media Keperawatan : Politeknik Kesehatan
Makassar. Gambaran Penerapan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Thypoid
Dalam Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Di Rumah Sakit Tk Ii Pelamonia,
08(02), 39–45.
HIDAYAH, A. A., Herlina, H., & Novita, R. P. (2018). Kerasionalan
Antihipertensi Dan Antidiabetik Oral Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan
Etiologi Hipertensi Dan Atau Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rsi Siti Khadijah
Palembang.
Ismatullah, A. (2015). Manajemen Terapi Anemia pada Pasien Gagal Ginjal
Kronik Manage. Jurnal Kedokteran UNLA, 4, 7–12.
Lestari, W., Asyrofi, A., & Prasetya, H. A. (2018). Manajemen Cairan Pada
Pasien Penyakit Ginjal Kronis Yang Menjalani Hemodialisis. Jurnal
Manajemen Asuhan Keperawatan, 2(2), 20–29.
https://doi.org/10.33655/mak.v2i2.36
Mardhatillah, M., Arsin, A., Syafar, M., & Hardianti, A. (2020). Ketahanan Hidup
Pasien Penyakit Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Di Rsup Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar. Jurnal Kesehatan Masyarakat Maritim,
3(1), 21–33. https://doi.org/10.30597/jkmm.v3i1.10282
Musyahida, R. A. (2016). Studi Penggunaan Terapi Furosemid pada Pasien
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) Stadium V. Skripsi.
Putri, D. A. R., Imandiri, A. and R. (2018). Terapi Nyeri Punggung Bawah
Dengan Pijat Swedish, Akupresur Dan Herbal Kunyit. Journal of VAcational
Health Studies, 01(4), 60–66. https://doi.org/10.20473/jvhs.V4I1.2020.29-34
Rahayu, F., Fernandoz, T., & Ramlis, R. (2018). Hubungan Frekuensi
Hemodialisis dengan Tingkat Stres pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang
Menjalani Hemodialisis. Jurnal Keperawatan Silampari, 1(2), 139–153.
https://doi.org/10.31539/jks.v1i2.7
Rao, U., Birmaher, B., Kaufman, J., Ryan, N. D., & Brent, D. A. (2007). K-Sads-
Pl. Children (K-SADS), 39(1996), 49–58., Gómez-piña, J., & Fleury, A.
(2017).
Saraswati, C. D. (2019). Karya Tulis Ilmiah. https://doi.org/10.31227/osf.io/gskvz
Senduk, C. R., Palar, S., & Rotty, L. W. A. (2016). Hubungan anemia dengan
kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik yang sedang menjalani
hemodialisis reguler. E-CliniC, 4(1).
https://doi.org/10.35790/ecl.4.1.2016.10941
LAMPIRAN
Lampiran 1
NIDN : 06-2005-7604
NIM 40901800043
NIDN : 06-2005-7604
NIM :40901800043