Anda di halaman 1dari 42

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Image Processing

Data atau informasi tidak hanya disajikan dalam bentuk teks, tetapi juga

dapat berupa gambar, audio (bunyi, suara, musik), dan video. Keempat macam

data atau informasi ini sering disebut multimedia. Era teknologi informasi saat

ini tidak dapat dipisahkan dari multimedia. Situs web (website) di Internet dibuat

semenarik mungkin dengan menyertakan visualisasi berupa gambar atau video

yang dapat diputar. Beberapa waktu lalu istilah SMS begitu populer diantara

pengguna telepon genggam (handphone). Tetapi, saat ini orang tidak hanya

dapat mengirim pesan dalam bentuk teks tapi juga dalam bentuk gambar

maupun video yang dikenal dalam layanan MMS (Multimedia Message

Service).

Gambar (image) adalah istilah lain untuk gambar sebagai salah satu

komponen multimedia memegang peranan sangat penting sebagai bentuk

informasi visual. Gambar mempunyai karakteristik yang tidak dimiliki oleh data

teks, yaitu gambar kaya dengan informasi. Maksudnya sebuah gambar dapat

memberikan informasi lebih banyak daripada informasi tersebut disajikan dalam

bentuk tekstual.

Pengolahan gambar digital atau Digital Image Processing adalah bidang

yang berkembang sangat pesat sejalan dengan kemajuan teknologi pada industri

saat ini. Fungsi utama dari Digital Image Processing adalah untuk memperbaiki

kualitas dari gambar sehingga gambar dapat dilihat lebih jelas tanpa ada

5
ketegangan pada mata, karena informasi penting diekstrak dari gambar yang

dihasilkan harus jelas sehingga didapatkan hasil yang terbaik. Selain itu DIP

digunakan untuk memproses data yang diperoleh dalam persepsi mesin, yaitu

prosedur–prosedur yang digunakan untuk mengekstraksi informasi dari gambar

informasi dalam bentuk yang cocok untuk proses komputer.

Proses pengolahan gambar digital dengan menggunakan computer digital

terlebih dahulu mentransformasikan gambar ke dalam bentuk besaran-besaran

diskrit dari nilai tingkat keabuan pada titik-titik elemen gambar. Bentuk gambar

ini disebut gambar digital. Elemen-elemen gambar digital apabila ditampilkan

dalam layar monitor akan menempati sebuah ruang yang disebut dengan pixel

(picture elemen/pixel). Teknik dan proses untuk mengurangi atau

menghilangkan efek degradasi pada gambar digital meliputi perbaikan gambar

(image enhancement), restorasi gambar (image restoration), dan transformasi

spasial (spatial transformation). Subyek lain dari pengolahan gambar digital

diantaranya adalah pengkodean gambar (image coding), segmentasi gambar

(image segmentation), representasi dan diskripsi gambar (image representation

and description ).

Pengolahan gambar digital memiliki banyak aplikasi seperti pada bidang

penginderaan jarak jauh, robotik, pemetaan, biomedis, dan sebagainya.

Perlengkapan pengolahan gambar digital minimal terdiri atas alat pemasukan

data gambar berupa digitizer atau scanner, computer digital, alat penyimpanan

data dengan kapasitas yang besar.

Beberapa aplikasi image processing dapat iimplementasikan dalam

kehidupan sehari‐hari, seperti dalam wujud :

6
• Pengolahan informasi data planet yang diterima dari pesawat ruang

angkasa Voyager, diproses untuk meningkatkan kontras dan

kejernihannya.

• Dalam dunia kesehatan, seperti implementasi CAT Scan

(Computer‐Assisted Tomography), untuk memindai seluruh tubuh

manusia secara visual.

• Image processing juga digunakan pada model system radar dan sonar.

2.1.1. Citra

Secara harafiah, citra (image) adalah gambar pada bidang dwimatra (dua

dimensi). Gambar 2.1 adalah citra seorang gadis model yang bernama Lena, dan

gambar di sebelah kanannya adalah citra kapal di sebuah pelabuhan. Ditinjau

dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus (continue) dari

intensitas cahaya pada bidang dwimatra. Sumber cahaya menerangi objek, objek

memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya tersebut. Pantulan cahaya ini

ditangkap oleh oleh alat-alat optik, misalnya mata pada manusia, kamera,

pemindai (scanner), dan sebagainya, sehingga bayangan objek yang disebut citra

tersebut terekam.

Citra sebagai keluaran dari suatu sistem perekaman data dapat bersifat :

1. optik berupa foto,

2. analog berupa sinyal video seperti gambar pada monitor televisi,

3. digital yang dapat langsung disimpan pada suatu pita magnetik.

7
Citra yang dimaksudkan di sini adalah “citra diam” (still images). Citra

diam adalah citra tunggal yang tidak bergerak. Gambar 2.1 adalah dua buah citra

diam. Untuk selanjutnya, citra diam kita sebut citra saja.

(a) Lena (b) Kapal

Gambar 2.1 Citra Lena dan citra kapal

Citra bergerak (moving images) adalah rangkaian citra diam yang

ditampilkan secara beruntun (sekuensial) sehingga memberi kesan pada mata

kita sebagai gambar yang bergerak. Setiap citra di dalam rangkaian itu disebut

frame. Gambar-gambar yang tampak pada film layar lebar atau televisi pada

hakikatnya terdiri atas ratusan sampai ribuan frame.

2.1.2. Definisi Pengolahan Citra

Meskipun sebuah citra kaya informasi, namun seringkali citra yang kita

miliki mengalami penurunan mutu (degradasi), misalnya mengandung cacat atau

derau (noise), warnanya terlalu kontras, kurang tajam, kabur (blurring), dan

8
sebagainya.Tentu saja citra semacam ini menjadi lebih sulit diinterpretasi karena

informasi yang disampaikan oleh citra tersebut menjadi berkurang.

Agar citra yang mengalami gangguan mudah diinterpretasi (baik oleh

manusia maupun mesin), maka citra tersebut perlu dimanipulasi menjadi citra

lain yang kualitasnya lebih baik. Bidang studi yang menyangkut hal ini adalah

pengolahan citra (image processing).

Pengolahan citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan

menggunakan komputer, menjadi citra yang kualitasnya lebih baik. Sebagai

contoh, citra burung nuri pada Gambar 2.2 (a) tampak agak gelap, lalu dengan

operasi pengolahan citra kontrasnya diperbaiki sehingga menjadi lebih terang

dan tajam (b).

Umumnya, operasi-operasi pada pengolahan citra diterapkan pada citra

bila :

1. perbaikan atau memodifikasi citra perlu dilakukan untuk meningkatkan

kualitas penampakan atau untuk menonjolkan beberapa aspek informasi

yang terkandung di dalam citra,

2. elemen di dalam citra perlu dikelompokkan, dicocokkan, atau diukur,

3. sebagian citra perlu digabung dengan bagian citra yang lain.

9
(a) (b)

Gambar 2.2. (a) Citra burung nuri yang agak gelap, (b) Citra burung yang telah

diperbaiki kontrasnya sehingga terlihat jelas dan tajam

Di dalam bidang komputer, sebenarnya ada tiga bidang studi yang

berkaitan dengan data citra, namun tujuan ketiganya berbeda, yaitu:

1. Grafika Komputer (computer graphics).

2. Pengolahan Citra (image processing).

3. Pengenalan Pola (pattern recognition/image interpretation).

Hubungan antara ketiga bidang (grafika komputer, pengolahan citra,

pengenalan pola) ditunjukkan pada Gambar 2.3.

10
Pengolahan Citra
citra citra

Grafika Pengenalan
Komputer Pola

deskripsi deskripsi

Gambar 2. 3. Tiga bidang studi yang berkaitan dengan citra

Grafika Komputer bertujuan menghasilkan citra (lebih tepat disebut

grafik atau picture) dengan primitif-primitif geometri seperti garis, lingkaran,

dan sebagainya. Primitif-primitif geometri tersebut memerlukan data deskriptif

untuk melukis elemen-elemen gambar. Contoh data deskriptif adalah koordinat

titik, panjang garis, jari-jari lingkaran, tebal garis, warna, dan sebagainya.

Grafika komputer memainkan peranan penting dalam visualisasi dan virtual

reality.

data Grafika
citra
deskriptif Komputer

Gambar 2. 4. Struktur Grafika Komputer

Contoh grafika komputer misalnya menggambar sebuah ‘rumah’ yang

dibentuk oleh garis-garis lurus, dengan data masukan berupa koordinat awal dan

koordinat ujung garis (Gambar 2.5).

11
Gambar 2. 5. (a) Program Grafika Komputer untuk membuat gambar ‘rumah (b)

Pengolahan Citra bertujuan memperbaiki kualitas citra agar mudah

diinterpretasi oleh manusia atau mesin (dalam hal ini komputer). Teknik-teknik

pengolahan citra mentransformasikan citra menjadi citra lain. Jadi, masukannya

adalah citra dan keluarannya juga citra, namun citra keluaran mempunyai

kualitas lebih baik daripada citra masukan. Termasuk ke dalam bidang ini juga

adalah pemampatan citra (image compression).

Pengolahan
citra citra
Citra

Gambar 2. 6. Struktur Pengolahan Citra

Pengubahan kontras citra seperti pada Gambar 2.2 adalah contoh operasi

pengolahan citra. Contoh operasi pengolahan citra lainnya adalah penghilangan

derau (noise) pada citra Lena (Gambar 2.7). Citra Lena yang di sebelah kiri

mengandung derau berupa bintik-bintik putih (derau). Dengan operasi penapisan

12
(filtering), derau pada citra masukan ini dapat dikurangi sehingga dihasilkan

citra Lena yang kualitasnya lebih baik.

(a) (b)

Gambar 2.7. (a) Citra Lena yang mengandung derau, (b) hasil dari operasi penapisan

derau.

Pengenalan Pola mengelompokkan data numerik dan simbolik (termasuk

citra) secara otomatis oleh mesin (dalam hal ini komputer). Tujuan

pengelompokan adalah untuk mengenali suatu objek di dalam citra. Manusia

bisa mengenali objek yang dilihatnya karena otak manusia telah belajar

mengklasifikasi objek-objek di alam sehingga mampu membedakan suatu objek

dengan objek lainnya. Kemampuan sistem visual manusia inilah yang dicoba

ditiru oleh mesin. Komputer menerima masukan berupa citra objek yang akan

diidentifikasi, memproses citra tersebut, dan memberikan keluaran berupa

deskripsi objek di dalam citra.

13
Pengenalan Deskripsi
citra
Pola objek

Gambar 2.8. struktur Pengenalan Pola

Contoh pengenalan pola misalnya citra pada Gambar 2.9 adalah tulisan

tangan yang digunakan sebagai data masukan untuk mengenali karakter ‘A’.

Dengan menggunakan suatu algoritma pengenalan pola, diharapkan komputer

dapat mengenali bahwa karakter tersebut adalah ‘A’.

Gambar 2.9. Citra karakter ‘A’ yang digunakan sebagai masukan untuk pengenalan

huruf

Pengolahan citra mempunyai aplikasi yang sangat luas dalam berbagai

bidang kehidupan kita antar lain :

1. Bidang Militer

a. Mengenali sasaran peluru kendali melalui sensor visual.

b. Mengidentifikasi pesawat musuh melalui radar.

c. Teropong malam hari (night vision)


14
2. Bidang Medis / Kedokteran

a. Mendeteksi retak/patah tulang dengan CT Scan.

b. Rekonstuksi foto janin (USG).

c. Mendeteksi kanker (kanker otak)

3. Bidang Biologi

Pengenalan jenis kromosom melalui gambar mikroskopis

4. Bidang Pendidikan

Pengolahan pendaftaran mahasiswa menggunakan scanner.

5. Bidang Geografi dan Geologi

a. Pemetaan batas wilayah melalui foto udara / Landsat.

b. Mengenali jenis dan bentuk lapisan batuan bawah permukaan

bumi melalui rekonstruksi hasil seismic.

6. Bidang Kepolisian / Hukum

a. Pengelan pola sidik jari (finger print).

b. Rekonstruksi wajah pelaku kejahatan.

c. Pengenalan pola hasil uji balistik.

7. Bidang Perdagangan

a. Pembacaan barcode pada barang di swalayan.

b. Mengenali huruf / angka pada suatu formulir secara otomatis.

8. Bidang Hiburan

Pemampatan video (MPEG).

9. Komunikasi data

Pemampatan citra yang ditransmisi (Internet).

15
2.1.3. Histogram

Salah satu cara untuk memperbaiki suatu citra digital adalah dengan

mengatur level dari brightness dan contrast-nya. Pertama-tama, kami akan

menggambarkan variasi-sebuah brightness pada suatu citra dengan

menggunakan histogram citra tersebut dan bagaimana suatu citra dapat

dimanipulasi dengan merubah histogram citra tersebut.

Histogram akan menempatkan beberapa piksel dengan brightness level

mereka yang sesuai. Untuk piksel dengan ukuran level brightness sebesar 8-bit

maka brightness akan memiliki grey level yang berkisar antara nol (hitam)

sampai 255 (putih). Sehingga histogram yang memiliki nilai brightness yang

lebih kecil akan terlihat lebih gelap dibandingkan dengan yang memiliki nilai

lebih besar.

Gambar dibawah menunjukkan gambar sebuah ban mobil dengan

histogramnya. Histogram pada gambar tersebut menunjukkan bahwa tidak

semua grey level yang ada dalam histogram terpakai. Dapat kita lihat bahwa

histogram yang memiliki grey level dibawah 120 memiliki tingkat kegelapan

yang lebih gelap, dimana warna gelap tersebut dimiliki oleh ban mobil dan

bagian bawah mobil, serta bayangan mobil yang memiliki warna cenderung

hitam. Di sini juga terlihat bahwa apabila suatu gambar memiliki warna yang

cenderung gelap maka secara keseluruhan histogram akan berkonsentrasi kearah

kiri (hitam). Bandingkanlah gambar tersebut dengan gambar di bawahnya yang

mana gambar tersebut adalah gambar yang sama, tetapi telah dinaikkan nilai

16
brightness-nya. Sekarang histogram cenderung merata dan agak sedikit

terkonsentrasi ke arah kanan (putih).

Gambar 2.10. Gambar sebuah ban mobil dan histogramnya

Gambar 2.11. Gambar ban mobil dan histogramnya setelah dinaikkan nilai brightness-nya.

Disini kita dapat melihat bahwa kita belum memakai seluruh dari grey

level yang tersedia. Kita dapat menarik histogram citra tersebut sehingga semua

grey level yang tersedia sepenuhnya terpakai, dan teknik itu akan menghasilkan

citra yang lebih jelas.

Histogram ini juga dapat memperlihatkan kejanggalan bila didalam citra

tersebut terdapat noise apabila histogram yang ideal telah kita ketahui. Sehingga

kami dapat menghilangkan noise tersebut. Proses ini tidak hanya semata-mata

17
kami lakukan untuk mendapatkan citra yang lebih baik, tetapi juga untuk lebih

memudahkan tugas-tugas kami dalam teknik-teknik pemprosesan citra

selanjutnya.

2.1.4. Operasi Pengolahan Citra

Operasi-operasi yang dilakukan di dalam pengolahan citra banyak

ragamnya. Namun, secara umum, operasi pengolahan citra dapat

diklasifikasikan dalam beberapa jenis sebagai berikut:

1. Perbaikan kualitas citra (image enhancement).

Jenis operasi ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra dengan cara

memanipulasi parameter-parameter citra. Dengan operasi ini, ciri-ciri khusus

yang terdapat di dalam citra lebih ditonjolkan.

Contoh-contoh operasi perbaikan citra:

a. perbaikan kontras gelap/terang

b. perbaikan tepian objek (edge enhancement)

c. penajaman (sharpening)

d. pembrian warna semu (pseudocoloring)

e. penapisan derau (noise filtering)

Gambar 2.12 adalah contoh operasi penajaman. Operasi ini menerima

masukan sebuah citra yang gambarnya hendak dibuat tampak lebih tajam.

Bagian citra yang ditajamkan adalah tepi-tepi objek.

18
(a) (b)

Gambar 2.12. (a) Citra Lena asli, (b) Citra Lena setelah ditajamkan

2. Pemugaran citra (image restoration).

Operasi ini bertujuan menghilangkan/meminimumkan cacat pada citra.

Tujuan pemugaran citra hampir sama dengan operasi perbaikan citra. Bedanya,

pada pemugaran citra penyebab degradasi gambar diketahui.

Contoh-contoh operasi pemugaran citra:

a. penghilangan kesamaran (deblurring).

b. penghilangan derau (noise)

Gambar 2.13 adalah contoh operasi penghilangan kesamaran. Citra

masukan adalah citra yang tampak kabur (blur). Kekaburan gambar mungkin

disebabkan pengaturan fokus lensa yang tidak tepat atau kamera bergoyang pada

pengambilan gambar. Melalui operasi deblurring, kualitas citra masukan dapat

diperbaiki sehingga tampak lebih baik.

19
(a) (b)

Gambar 2.13. Kiri: Citra Lena yang kabur (blur), kanan: citra Lena setelah deblurring

3. Pemampatan citra (image compression).

Jenis operasi ini dilakukan agar citra dapat direpresentasikan dalam

bentuk yang lebih kompak sehingga memerlukan memori yang lebih sedikit. Hal

penting yang harus diperhatikan dalam pemampatan adalah citra yang telah

dimampatkan harus tetap mempunyai kualitas gambar yang bagus. Contoh

metode pemampatan citra adalah metode JPEG. Perhatikan Gambar 2.14.

Gambar sebelah kiri adalah citra kapal yang berukuran 258 KB. Hasil

pemampatan citra dengan metode JPEG dapat mereduksi ukuran citra semula

sehingga menjadi 49 KB saja.

20
(a) (b)

Gambar 2.14. (a) Citra boat.bmp (258 KB) sebelum dimampatkan, (b) citra boat.jpg (49

KB) sesudah dimampatkan.

4. Segmentasi citra (image segmentation).

Jenis operasi ini bertujuan untuk memecah suatu citra ke dalam beberapa

segmen dengan suatu kriteria tertentu. Jenis operasi ini berkaitan erat dengan

pengenalan pola.

5. Pengorakan citra (image analysis)

Jenis operasi ini bertujuan menghitung besaran kuantitif dari citra untuk

menghasilkan deskripsinya. Teknik pengorakan citra mengekstraksi ciri-ciri

tertentu yang membantu dalam identifikasi objek. Proses segmentasi kadangkala

diperlukan untuk melokalisasi objek yang diinginkan dari sekelilingnya.

Contoh-contoh operasi pengorakan citra:

a. Pendeteksian tepi objek (edge detection)

b. Ekstraksi batas (boundary)

c. Representasi daerah (region)

21
Gambar 2.15 adalah contoh operasi pendeteksian tepi pada citra Camera.

Operasi ini menghasilkan semua tepi (edge) di dalam citra.

(a) (b)

Gambar 2. 15. (a) Citra camera, (b) citra hasil pendeteksian seluruh tepi

6. Rekonstruksi citra (image reconstruction)

Jenis operasi ini bertujuan untuk membentuk ulang objek dari beberapa

citra hasil proyeksi. Operasi rekonstruksi citra banyak digunakan dalam bidang

medis. Misalnya beberapa foto rontgen dengan sinar X digunakan untuk

membentuk ulang gambar organ tubuh.

2.2. Computer Vision

Terminologi lain yang berkaitan erat dengan pengolahan citra adalah

computer vision atau machine vision. Pada hakikatnya, computer vision

mencoba meniru cara kerja sistem visual manusia (human vision). Human vision

sesungguhnya sangat kompleks. Manusia melihat objek dengan indera

penglihatan (mata), lalu citra objek diteruskan ke otak untuk diinterpretasi

sehingga manusia mengerti objek apa yang tampak dalam pandangan matanya.

22
Hasil interpretasi ini mungkin digunakan untuk pengambilan keputusan

(misalnya menghindar kalau melihat mobil melaju di depan).

Computer vision merupakan proses otomatis yang mengintegrasikan

sejumlah besar proses untuk persepsi visual, seperti akuisisi citra, pengolahan

citra, klasifikasi, pengenalan (recognition), dan membuat keputusan.

Computer vision terdiri dari teknik-teknik untuk mengestimasi ciri-ciri

objek di dalam citra, pengukuran ciri yang berkaitan dengan geometri objek, dan

menginterpretasi informasi geometri tersebut. Mungkin berguna bagi anda untuk

mengingat persamaan berikut:

Vision = Geometry + Measurement + Interpretation

Proses-proses di dalam computer vision dapat dibagi menjadi tiga aktivitas:

1. Memperoleh atau mengakuisisi citra digital.

2. Melakukan teknik komputasi untuk memperoses atau memodifikasi data

citra (operasi-operasi pengolahan citra).

3. Menganalisis dan menginterpretasi citra dan menggunakan hasil pemrosesan

untuk tujuan tertentu, misalnya memandu robot, mengontrol peralatan,

memantau proses manufaktur, dan lain-lain.

mengklasifikasikan proses-proses di dalam computer vision dalam

hirarkhi sebagai berikut :

23
Gambar 2. 16. (a) Citra camera, (b) citra hasil pendeteksian seluruh tepi

Dari penjelasan di atas, dapat kita lihat bahwa pengolahan citra dan

pengenalan pola merupakan bagian dari computer vision. Pengolahan citra

merupakan proses awal (preprocessing) pada computer vision, sedangkan

pengenalan pola merupakan proses untuk menginterpretasi citra. Teknik-teknik

di dalam pengenalan pola memainkan peranan penting dalam computer vision

untuk mengenali objek.

Jika dihubungkan dengan grafika komputer, maka computer vision

merupakan kebalikannya. Grafika komputer membentuk (sintesis) citra,

sedangkan computer vision mengoraknya (analisis). Pada masa awal kedua

bidang ini, tidak ada hubungan antara keduanya, tetapi beberapa tahun

belakangan kedua bidang tersebut berkembang semakin dekat. Computer vision

24
menggunakan representasi kurva dan permukaan dan beberapa teknik lain dari

grafika komputer, sedangkan grafika komputer menggunakan teknik -teknik di

dalam computer vision untuk memuat citra realistik (virtual reality).

2.3. Retrival Citra Berbasis Konten

RCBK adalah salah satu metodologi untuk pemanggilan kembali data

gambar berdasarkan content sebuah gambar. Teknik RCBK yang banyak

digunakan adalah teknik warna, teknik tekstur, dan teknik bentuk. Gambar 2.17

memperlihatkan bentuk umum system Retrival Citra Berbasis Konten (RCBK).

Image
Query Image
Database

Pre-processing

Pre-processing

Feature
Extraction

Feature
Extraction

Indexing

Feature Similarity
Database Comparison

Retrival Result

Gambar 2.17. Langkah Retrival Citra Berbasis Konten

25
Indexing, retrieval, dan database merupakan tiga hal yang tidak dapat

dipisahkan pada data dan informasi. Indexing yang baik akan sangat

menentukan kecepatan dan ketepatan retrieval data yang secara phisik sangat

ditentukan oleh model database yang digunakan. Gambar 2.17. menampilkan

hubungan antar data, struktur index dan retrieval.

Retrival Citra Berbasis Konten merupakan proses pengindeksan dan

pengambilan (melalui proses pencarian) gambar berdasarkan isi (fitur) dari

gambar. Jadi berbeda dengan teknik pengindeksan yang saat ini umum

digunakan, yaitu dengan pemberian tag atau deskripsi singkat secara manual

oleh manusia, yang mana selain sangat terbatas pada bahasa yang digunakan

bisa saja sebuah tag ataupun deskripsi singkat yang diberikan bersifat ambigu

atau memiliki makna yang berbeda, belum lagi jika memperhatikan adanya

faktor kesalahan manusia. Namun jika “tag” yang digunakan adalah fitur dari

gambar, yang mana seluruh proses pengambilan fitur tersebut dilakukan secara

otomatis, maka tentu akan mengatasi batasan-batasan seperti yang telah

disebutkan di atas yang terdapat pada sistem yang telah ada seperti saat ini pada

umumnya.

Sebuah gambar dapat direpresentasikan dengan berbagai macam cara,

diantaranya:

‐ Warna

Model warna RGB (red, green, blue) mendeskripsikan warna

sebagai kombinasi positif dari 3 warna, yaitu merah, hijau, dan

biru. Ciri warna suatu gambar dapat dinyatakan dalam bentuk

histogram dari gambar tersebut. Histogram menghitung jumlah

26
piksel pada masing-masing jenis warna dengan membaca masing-

masing piksel citra hanya sekali dan menambah jumlahnya pada

tempat penyimpan yang tepat di histogram.

‐ Bentuk

Ciri bentuk suatu gambar dapat ditentukan oleh tepi (sketsa), atau

besaran moment dari suatu gambar. Pemakaian besaran moment

pada ciri bentuk ini banyak digunakan dengan memanfaatkan

nilai-nilai transformasi fourier dari gambar.

Proses yang dapat digunakan untuk menentukan ciri bentuk

adalah deteksi tepi, threshold, segmentasi dan perhitungan

moment seperti (mean, median dan standard deviasi dari setiap

lokal gambar).

‐ Tekstur

Tekstur adalah properti bawaan pada semua citra permukaan,

seperti hutan, perkebunan, kain dan lainnya. Tekstur berisi

informasi penting tentang aransement struktur dari permukaan

dan hubungannya terhadap lingkungan sekitarnya. Walau mudah

bagi manusia untuk membedakannya, namun sangat sulit bagi

komputer digital untuk mendefinisikannya.

Ekstraksi fitur (feature extraction) adalah salah satu tahapan dalam

system RCBK yang berguna untuk mendapatkan karakteristik visual citra.

Segmentasi adalah bagian dari proses ekstraksi ciri. Segmentasi bertujuan untuk

mendapatkan segmen citra digital yang tegas antara layar belakang obyek pada

citra digital.

27
Dari ketiga fitur tersebut, yang menjadi pusat perhatian adalah warna.

Maka selanjutnya akan dibahas lebih lanjut tentang apa dan bagaimana fitur

tersebut diekstrak.

2.3.1. Ekstraksi Fitur Warna

Ada beberapa metoda untuk mengekstrak fitur visual

menggunakan vitur warna, yaitu:

• Histogram warna

Merupakan fitur warna yang paling banyak digunakan.

Histogram warna sangat efektif mengkarakterisasikan

distribusi global dari warna dalam sebuah image.

• Moment warna

Ini merupakan representasi yang padat dari fitur warna

dalam mengkarakterisasikan warna citra.

• Tag bahasa warna

Penggunaan distribusi warna secara global terkadang

tidak menguntungkan karena adanya keterbatasan

kemampuan penglihatan manusia. Oleh karena itu

diperkenalkanlah tag bahasa warna. Ini merupakan cara

untuk mengindentifikasi citra dengan menyebut nama dari

warna.

Fitur yang diekstrak adalah warna, sehingga digunakanlah

histogram HSV (Hue Saturation Value). Untuk mendapatkan nilai hue

dari tiap pixel, digunakan perhitungan sebagai berikut:

28
Dimisalkan r, g, dan b masing-masing mewakili tingkat warna

merah, hijau, dan biru dari sebuah pixel, dimana masing-masing nilai r,

g, dan b memiliki nilai terendah 0 dan nilai tertinggi 255. Selain itu kita

juga punya max yang mana isinya adalah max(r, g, b) dan min yang

mana isinya adalah min(r, g, b). Sehingga digunakan rumus untuk

mendapatkan nilai h (Hue) sebagai berikut:

0, jika max = min


g-b
(60o x + 360o) mod 360o, jika max = r
max-min
h= b-r
60o x + 120o, jika max = g
max-min
r-g
60o x max-min + 240o, jika max = g

Sehingga h memiliki nilai minimum 0 dan nilai maksimum 360

(0° - 360°). Setelah itu untuk menghitung nilai saturation digunakanlah

rumus:

0, jika max = 0
S= max-min min
=1- , selain itu
max max

Sedangkan untuk menghitung v (value) dari gambar berdasarkan

rumus sebagai berikut:

V = max

Sebenarnya ada beberapa rumus lain untuk mendapatkan nilai

Hue, tetapi rumus di atas dipilih karena rumus tersebut setidaknya

29
digunakan di dua halaman web yang ditemukan, yaitu

http://en.wikipedia.org/wiki/HSV_color_space#Conversion_from_RGB_

to_HSL_or_HSV (ensiklopedia online) dan

http://en.literateprograms.org/RGB_to_HSV_color_space_conversion_(

C)#Efficient_integer_version (ensiklopedia online yang berfokus pada

bidang pemrograman).

2.4. Information Retrieval

Information Retrieval merupakan bagian dari computer science yang

berhubungan dengan pengambilan informasi dari dokumen-dokumen yang

didasarkan pada isi dan konteks dari dokumen-dokumen itu sendiri. Berdasarkan

referensi dijelaskan bahwa Information Retrieval merupakan suatu pencarian

informasi (biasanya berupa dokumen) yang didasarkan pada

suatu query (inputan user) yang diharapkan dapat memenuhi keinginan user dari

kumpulan dokumen yang ada. Sedangkan, definisi query dalam Information

Retrieval menurut referensi merupakan sebuah formula yang digunakan untuk

mencari informasi yang dibutuhkan oleh user, dalam bentuk yang paling

sederhana, sebuah query merupakan suatu keywords (kata kunci) dan dokumen

yang mengandung keywords merupakan dokumen yang dicari dalam IRS.

Model yang terdapat dalam Information Retrieval terbagi dalam 3 model

besar, yaitu:

1. Set-theoretic models, model merepresentasikan dokumen sebagai

himpunan kata atau frase. Contoh model ini ialah standard Boolean

model dan extended Boolean model.


30
2. Algebratic model, model merepresentasikan dokumen dan

query sebagai vektor atau matriks similarity antara vektor dokumen

dan vektor query yang direpresentasikan sebagai sebuah nilai skalar.

Contoh model ini ialah vector space model dan latent semantic

indexing (LSI).

3. Probabilistic model, model memperlakukan proses pengembalian

dokumen sebagai sebuah probabilistic inference. Contoh model ini

ialah penerapan teorema bayes dalam model probabilistik.

Proses dalam Information Retrieval dapat digambarkan sebagai sebuah

proses untuk mendapatkan relevant documents dari collection documents yang

ada melalui pencarian query yang diinputkan user.

Gambar 2.18. Proses Information Retrieval

Sistem Information Retrieval berupaya untuk mengoptimalkan proses

pencarian dan akses pada dokumen yang telah disimpan dalam bentuk elektronik

secara cepat dan akurat. Dewasa ini teknik Information Retrieval telah

berkembang luas dengan dikembangkannya banyak model. Dari sekian banyak

model IR system yang dikembangkan, hampir sebagian besar dari model-model

31
tersebut membandingkan isi dari dokumen terhadap query hanya berdasarkan set

term index yang tersedia saja. Hal ini dapat mengakibatkan performa IR system

yang kurang baik dikarenakan dua faktor. Yang pertama, akan banyak dokumen

yang tidak berkaitan dengan konsep atau ide yang diharapkan dihasilkan oleh IR

system hanya dikarenakan dokumen tersebut mengandung term index yang

dimasukkan dalam query. Yang kedua, banyak dokumen relevan yang tidak

dihasilkan oleh IR system, dikarenakan dokumen tersebut tidak mengandung

term yang diindex oleh query. Model Latent Semantic Indexing (LSI)

merupakan salah satu model sistem Information Retrieval yang menerapkan

prinsip Vector Space Model (VSM) yang keistimewaannya adalah memecahkan

masalah semantic dalam term sehingga dokumen yang tidak mengandung term

yang diminta pun dapat ditemukan karena memiliki hubungan dengan term yang

diminta. Gambar arsitektur dari LSI dapat dilihat pada gambar 2.19.

Gambar 2.19. Arsitektur LSI

32
Dari ilustrasi pada gambar 2.19, dapat dilihat bahwa input dari LSI

terdiri dari 2 jenis yaitu koleksi data asal yang akan menjadi topik dari pencarian

yang dilakukan LSI dan input yang kedua adalah berupa set query yang

merupakan kata kunci dari data yang ingin dicari oleh user. Koleksi data

sebelum dapat digunakan dalam proses query akan memerlukan beberapa proses

persiapan sebelumnya yang terdiri dari proses Lexical Analysis untuk

mengidentifikasi tiap kata yang memiliki potensi menjadi term index. Kemudian

langkah selanjutnya adalah dengan membentuk Term Data Matrix sebagai

inverted file dari LSI. Langkah terakhir dalam persiapan data adalah proses

dekomposisi matrix, yaitu memecah Term Data Matrix menjadi 3 matrix baru

yang nilai dari elemen 3 matrix tersebut dapat mengungkap hubungan

keterkaitan antar term dari tiap data. Metode yang digunakan untuk dekomposisi

matrix ada 2 cara yaitu Singular Value Decomposition atau disingkat SVD dan

Semi Discrete Matrix Decomposition atau disingkat SDD. SDD sebenarnya

merupakan pengembangan lebih lanjut dari SVD dengan penyempurnaan pada

masalah ruang penyimpanan matrix. Namun SDD dibanding dengan SVD

terdapat penurunan pada tingkat akurasi dokumen yang dihasilkan sebagai

jawaban untuk set query yang diminta. Perbandingan dan perbedaan dari kedua

metode matrix dekomposisi tersebut dapat diamati pada tabel 2.1.

33
Tabel 2.1. Perbandingan SVD dengan SDD

SVD SDD
Matrix SVD Matrix SDD
Matrix U dan V pada SVD menggunakan Matrix X dan Y pada SDD menggunakan
bilangan real untuk elemen matrixnya kombinasi angka -1, 0, atau 1 untuk
elemen matrixnya
Ruang Penyimpanan Ruang Penyimpanan
SVD membutuhkan ruang penyimpanan SDD hanya membutuhkan ruang sebesar k
sebesar k (m+n+1) untuk matrixnya (m+n) untuk menyimpan matrixnya
Perhitungan SVD Perhitungan SDD
Nilai matrix SVD dicari berdasarkan nilai Nilai matrix SDD didapatkan dari hasil
eigen dan vector eigen iterasi matrix

2.5. Latent Semantic Indexing

Latent Semantic Indexing (LSI) adalah sebuah metode indexing dan

retrieval yang menggunakan sebuah teknik matematika yang disebut Singular

Value Decomposition (SVD) untuk mengidentifikasi pola-pola dalam hubungan-

hubungan antara kondisi-kondisi dan konsep-konsep yang terdapat dalam sebuah

koleksi teks tak berstruktur.

2.5.1. Sejarah Latent Semantic Indexing

Istilah LSI (Latent Semantic Indexing) mulai muncul pada tahun

2003 ketika Google membeli sebuah perusahaan bernama Applied

Semantics, dimana teknologi piranti lunak dikembangkan untuk dapat

mengekstrak dan mengorganisasikan informasi dari situs-situs web

layaknya manusia yang mengerjakan. Tujuan dari Google membeli

teknologi tersebut adalah untuk mencocokan iklan Adsense (milik

Google) dengan halaman web yang sesuai sehingga iklan yang relevan

akan muncul pada halaman yang tepat. Sebelumnya Adsense hanya

34
mencocokan kata kunci pada suatu halaman dengan kata kunci pada

iklan Adsense tersebut. Namun masalah segera muncul ketika jutaan

halaman dibuat hanya untuk berisi kata-kata kunci agar menarik

(menjebak) pengunjung untuk mengklik iklan.

Latent semantic indexing memberikan langkah penting bagi

proses pengindeksan dokumen. Selain mencatat kata-kata kunci di dalam

sebuah dokumen, ia juga mempelajari dokumen tersebut secara

keseluruhan. Walaupun demikian, algoritma LSI sebenarnya tidak bisa

untuk memahami arti dari kata-kata, ia hanya memperhatikan pola-pola

yang ada sehingga membuat algoritma ini seolah cerdas.

2.5.2. Singular Value Decomposition

SVD (Singular Value Decomposition) adalah salah satu teknik

untuk mengolah matriks dari cabang ilmu aljabar linear yang

diperkenalkan oleh Beltrami pada tahun 1873. SVD merupakan salah

satu alat matematis yang digunakan untuk merepresentasikan sebuah

matriks dan mampu melakukan berbagai analisis dan komputasi matriks.

Dalam aljabar linier, SVD adalah sebuah faktorisasi penting dari

sebuah matriks persegi bilangan real atau pun kompleks, dengan banyak

pengaplikasiannya di bidang signal processing dan statistic.

Dimisalkan A adalah sebuah matriks m kali n dimana entri-

entrinya diperoleh dari K (sekumpulan bilangan real atau pun kompleks).

Sehingga kemudian bentuk faktorisasinya adalah A = USVT dimana U

adalah sebuah matriks unitary m kali m dari K, sedangkan matriks S

35
adalah matriks diagonal m kali n dengan bilangan real non negative pada

diagonalnya, dan VT merupakan transpose konjugasi dari V (sebuah

matriks unitary n kali n dari K). Faktorisasi semacam ini disebut SVD

dari A.

Umumnya entri-entri diagonal Si,i disusun sedemikian rupa

sehingga bergaya non-increasing. Dalam kasus semacam ini, matriks

diagonal S ditentukan secara unik oleh A (walaupun matriks U dan V

tidak). Entri-entri diagonal dari S adalah singular values dari A.

Pada A = USVT , kolom-kolom dari V membentuk sebuah set

arah vektor berbasis “input” orthonormal untuk A (ini merupakan

eigenvector dari [AT][A]). Kolom-kolom dari U membentuk sebuah set

arah vektor berbasis “output” orthonormal untuk A (ini merupakan

eigenvector dari [A][AT]). Nilai-nilai dari diagonal matriks S adalah

singular values, yang mana bisa disebut sebagai “gain controls” scalar

yang mana setiap input yang bersangkutan dikali agar memberikan

output yang bersangkutan (ini merupakan akar kuadrat dari eigenvalue

yang bersangkutan dengan kolom-kolom yang sama pada U dan V).

2.5.3. K-means

Setelah proses SVD dilakukan, maka kumpulan feature vector

seolah membentuk kumpulan titik-titik koordinat di bidang dua dimensi.

Selanjutnya, dari titik-titik tersebut akan dibentuk kelonpok-kelompok

dengan menggunakan metode K-means clustering.

36
K-means clustering adalah sebuah metode analisa cluster yang

mana bertujuan untuk membagi n observasi ke dalam k cluster yang

mana tiap observasi merupakan anggota dari cluster berdasarkan titik

tengah terdekatnya.

Pada K-Means clustering, pengelompokan data dilakukan

berdasarkan jarak data ke titik pusat kelompok. Jumlah kelompok yang

ingin dibentuk ditentukan terlebih dahulu dan kemudian akan dicari

posisi titik pusat setiap kelompok dan data apa saja yang termasuk ke

dalam kelompok tersebut. Algoritma yang harus dilakukan adalah:

- Tentukan jumlah kelompok yang akan dibentuk.

- Tentukan posisi setiap pusat kelompok. Tidak ada aturan pasti

untuk menentukan posisi awal pusat kelompok. Cara yang

biasa digunakan adalah secara random atau dengan memilih

beberapa data sebagai pusat kelompok.

- Periksa jarak setiap data ke setiap pusat kelompok. Data

tersebut akan dimasukkan ke dalam kelompok yang terdekat

dengannya.

- Hitung kembali posisi setiap pusat kelompok dengan cara

menambahkan jarak tiap data ke pusat kelompok, kemudian

dibagi dengan banyaknya data kelompok tersebut.

- Periksa kembali setiap data untuk menentukan keanggotaan

data dengan menggunakan pusat kelompok yang baru. Bila

ternyata terjadi perubahan, maka pusat setiap kelompok harus

37
dihitung kembali. Proses ini dilakukan terus menerus hingga

tidak ada perubahan lagi pada keanggotaan data.

Metode ini merupakan salah satu metode yang paling mudah

diimplementasikan. Namun bila metode ini dilakukan berulang kali

untuk himpunan data yang sama, hasilnya belum tentu sama. Hasil

metode ini akan sangat tergantung pada penempatan pertama posisi pusat

kelompok yang biasanya dilakukan secara random.

Jika diberikan sekumpulan observasi (x1, x2, …, xn) dimana tiap

observasi merupakan sebuah vektor bilangan real pada sebuah ruang D

dimensi, kemudian k-means clustering membagi sekumpulan observasi

tersebut dinyatakan sebagai (k < n) S={S1,S2,…,Sk}.

Proses k-means clustering:

Gambar 2.20. k-means clustering

38
1. Dari sekumpulan data yang kita miliki ditentukan berapa jumlah

cluster yang mau dibentuk, misalnya k = 5.

Gambar 2.21. tampilan data pada k-means clustering

2. Lalu ditentukan 5 titik pusat bagi masing-masing cluster secara

random.

Gambar 2.22. tampilan hasil titik pusat yang telah dilakukan secara rando

39
3. Lalu semua titik dibandingkan jaraknya dengan kelima titik pusat

tersebut, titik pusat yang terdekat menjadi cluster bagi masing-

masing titik tersebut.

Gambar 2.23. tampilan titik pusat yang telah dibentuk pada masing-masing

cluster

4. Dari masing-masing cluster yang terbentuk tersebut dibentuk lagi

titik pusatnya masing-masing.

Gambar 2.24. tampilan titik pusat pada masing-masing cluster yang telah

dibentuk kembali

40
5. Kemudian langkah 3 sampai seterusnya diulang sampai terjadi

konvergensi.

2.5.4. Metode LSI lebih lanjut

Dimisalkan A adalah sebuah matriks berukuran m kali n dimana

tiap baris m adalah sebuah fitur yang diekstrak dari gambar dan tiap

kolom n adalah sebuah gambar.

G1 G2 G… … Gn

… … … … … F1

… … … … … F2

A= … … … … … F…

… … … … … …

… … … … … Fm

Jadi sebuah kolom adalah sebuah feature vector dari sebuah

gambar. Lalu dari sebuah matriks tersebut dipecah menjadi A = USVT.

Misal, ada 3 buah gambar yang memiliki kesamaan dan mau dibentuk

kelas/kategori sendiri, masing-masing gambar diambil 11 fitur:

41
1 1 1

0 1 1

1 0 0

0 1 0

1 0 0

A= 1 0 1

1 1 1

1 1 1

1 0 1

0 2 0

0 1 1

Sehingga setelah dilakukan proses dekomposisi diperolehlah

matriks-matriks sebagai berikut:

42
-0.4201 0.0748 -0.0460

-0.2995 -0.2001 0.4078

-0.1206 0.2749 -0.4538

-0.1576 -0.3046 -0.2006

-0.1206 0.2749 -0.4538 4.0989 0.0000 0.0000

U= -0.2626 0.3794 0.1547 S = 0.0000 2.3616 0.0000

-0.4201 0.0748 -0.0460 0.0000 0.0000 1.2737

-0.4201 0.0748 -0.0460

-0.2626 0.3794 0.1547

-0.3151 -0.6093 -0.4013

-0.2995 -0.2001 0.4078

-0.4945 0.6492 -0.5780 -0.4945 -0.6458 -0.5817

V= -0.6458 -0.7194 -0.2556 VT = 0.6492 -0.7194 0.2469

-0.5817 0.2469 0.7750 -0.5780 -0.2556 0.7750

Lalu selanjutnya dimensi bagi setiap feature vector direduksi

menjadi 2 dimensi, sehingga kita ambil Rank 2 Approximation (k = 2)

seperti terlihat pada gambar berikut:

43
-0.4201 0.0748 k=2

-0.2995 -0.2001

-0.1206 0.2749

-0.1576 -0.3046

-0.1206 0.2749

U ≈ Uk = -0.2626 0.3794 S ≈ Sk = 4.0989 0.0000

-0.4201 0.0748 0.0000 2.3616

-0.4201 0.0748

-0.2626 0.3794

-0.3151 -0.6093

-0.2995 -0.2001

-0.4945 0.6492

V ≈ Vk = -0.6458 -0.7194 VT ≈ VTk = -0.4945 -0.6458 -0.5817

-0.5817 0.2469 0.6492 -0.7194 0.2469

44
Jadi, “koordinat” bagi tiap gambar bisa didapat dari matriks V, yaitu:

• G1 = (-0.4945, 0.6492)

• G2 = (-0.6458, -0.7194)

• G3 = (-0.5817, 0.2469)

Langkah pertama adalah merepresentasikan teks sebagai matriks

yang setiap barisnya mewakili kata yang unik dan setiap kolom mewakili

kalimat. Setiap sel berisikan frekuensi kemunculan kata di setiap kolom.

Selanjutnya, isi dari sel merupakan transformasi preliminary yang

detilnya akan dideskripsikan kemudian, yang masing–masing frekuensi

sel diberi bobot oleh sebuah fungsi yang menghasilkan keutamaan kata

dalam sebuah kalimat.

Selanjutnya, metode ini mengaplikasikan SVD (Singular Value

Decomposition) ke dalam matriks. Dalam SVD, matriks persegi

didekomposisi menjadi tiga matriks lainnya. Matriks pertama

mendeskripsikan baris asli sebagai vector turunan nilai factor orthogonal.

Satu matriks lagi mendeskripsikan kolom seperti sebelumnya. Matriks

ketiga adalah matriks diagonal yang memuat nilai skala jika ketiga

komponen matriks dikalikan.

Dari matriks-matriks yang telah dibuat, akan ditemukan kata

yang berhubungan dengan kata kunci yang dicari. Kemudian, dari kata-

kata tersebut, dicarilah halaman-halaman web yang sesuai dari daftar

alamat web yang terdapat pada basis data.


45
2.6. Supervised Learning

Supervised learning adalah teknik pembelajaran mesin dengan membuat

suatu fungsi dari data latihan. Data latihan terdiri dari pasangan nilai input

(biasanya dalam bentuk vektor), dan output yang diharapkan untuk input yang

bersangkutan. Tugas dari mesin supervised learning adalah memprediksi nilai

fungsi untuk semua nilai input yang mungkin, setelah mengalami sejumlah data

latihan.

Untuk mencapai tujuan ini, mesin harus dapat melakukan proses

generalisasi dari data latihan yang diberikan, untuk memprediksikan nilai output

dari input yang belum pernah diberikan sebelumnya dengan dara yang masuk

akal.

46

Anda mungkin juga menyukai