Anda di halaman 1dari 50

Jadwal imunisasi di Indonesia

Berikut ini adalah jadwal imunisasi anak rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI) Periode 2004 (revisi September 2003):

Umur pemberian imunisasi

V
Bulan Tahun
a
k
s
i L
n a
1 1 1 1
h 1 2 3 4 5 6 9 2 3 5 6
2 5 8 0
i
r

Program Pengembangan Imunisasi (PPI, diwajibkan)

B
C                                
G

H
e
p
a
t
i 1 2         3                  
t
i
s

P
o
0   1   2   3       4     5    
l
i
o

D
T     1   2   3       4     5    
P

C
a
m
              1             2  
p
a
k

Program Pengembangan Imunisasi Non PPI (non PPI, dianjurkan)

H
i     1   2   3     4            
b

M
M
R
|                   1         2  
M
M
R

T                       Ulangan, tiap 3 tahun


i
f
o
i
d

H
e
p
a
t
diberikan 2x, interval 6-12
i                      
bulan
t
i
s

V
a
r
i
                               
s
e
l
a

Keterangan jadwal imunisasi rekomendasi IDAI, periode 2004:

Umur Vaksin Keterangan

Saat Hepatitis  HB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah


lahir B-1 lahir, dilanjutkan pada umur 1 dan 6 bulan. Apabila
status HbsAg-B ibu positif, dalam waktu 12 jam
setelah lahir diberikan HBlg 0,5 ml bersamaan
dengan vaksin HB-1. Apabila semula status HbsAg
ibu tidak diketahui dan ternyata dalam perjalanan
selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAg positif maka
masih dapat diberikan HBlg 0,5 ml sebelum bayi
berumur 7 hari.

Polio-0  Polio-0 diberikan saat kunjungan pertama. Untuk


bayi yang lahir di RB/RS polio oral diberikan saat
bayi dipulangkan (untuk menghindari transmisi virus
vaksin kepada bayi lain)

1 Hepatitis  Hb-2 diberikan pada umur 1 bulan, interval HB-1


bulan B-2 dan HB-2 adalah 1 bulan.

0-2 BCG  BCG dapat diberikan sejak lahir. Apabila BCG akan
bulan diberikan pada umur > 3 bulan sebaiknya dilakukan
uji tuberkulin terlebih dahulu dan BCG diberikan
apabila uji tuberkulin negatif.

2 DTP-1  DTP-1 diberikan pada umur lebih dari 6 minggu,


bulan dapat dipergunakan DTwp atau DTap. DTP-1
diberikan secara kombinasi dengan Hib-1 (PRP-T)

Hib-1  Hib-1 diberikan mulai umur 2 bulan dengan interval


2 bulan. Hib-1 dapat diberikan secara terpisah atau
dikombinasikan dengan DTP-1.

Polio-1  Polio-1 dapat diberikan bersamaan dengan DTP-1

4 DTP-2  DTP-2 (DTwp atau DTap) dapat diberikan secara


bulan terpisah atau dikombinasikan dengan Hib-2 (PRP-T).

Hib-2  Hib-2 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan


dengan DTP-2

Polio-2  Polio-2 diberikan bersamaan dengan DTP-2


6 DTP-3  DTP-3 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan
bulan dengan Hib-3 (PRP-T).

Hib-3  Apabila mempergunakan Hib-OMP, Hib-3 pada


umur 6 bulan tidak perlu diberikan.

Polio-3  Polio-3 diberikan bersamaan dengan DTP-3

Hepatitis  HB-3 diberikan umur 6 bulan. Untuk mendapatkan


B-3 respons imun optimal, interval HB-2 dan HB-3
minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan.

9 Campak-  Campak-1 diberikan pada umur 9 bulan, campak-2


bulan 1 merupakan program BIAS pada SD kelas 1, umur 6
tahun. Apabila telah mendapatkan MMR pada umur
15 bulan, campak-2 tidak perlu diberikan.

15-18 MMR  Apabila sampai umur 12 bulan belum mendapatkan


bulan imunisasi campak, MMR dapat diberikan pada umur
12 bulan.

Hib-4  Hib-4 diberikan pada 15 bulan (PRP-T atau PRP-


OMP).

18 DTP-4  DTP-4 (DTwp atau DTap) diberikan 1 tahun setelah


bulan DTP-3.

Polio-4  Polio-4 diberikan bersamaan dengan DTP-4.

2 Hepatitis  Vaksin HepA direkomendasikan pada umur > 2


tahun A tahun, diberikan dua kali dengan interval 6-12 bulan.

2-3 Tifoid  Vaksin tifoid polisakarida injeksi direkomendasikan


tahun untuk umur > 2 tahun. Imunisasi tifoid polisakarida
injeksi perlu diulang setiap 3 tahun.

5 DTP-5  DTP-5 diberikan pada umur 5 tahun (DTwp/DTap)


tahun

Polio-5  Polio-5 diberikan bersamaan dengan DTP-5.

6 MMR  Diberikan untuk catch-up immunization pada anak


tahun. yang belum mendapatkan MMR-1.

10 dT/TT  Menjelang pubertas, vaksin tetanus ke-5 (dT atau


tahun TT) diberikan untuk mendapatkan imunitas selama
25 tahun.

Varisela  Vaksin varisela diberikan pada umur 10 tahun.

# Imunisasi

Tuhan menciptakan setiap makhluk hidup dengan kemampuan untuk mempertahankan


diri terhadap ancaman dari luar dirinya. Salah satu ancaman terhadap manusia adalah
penyakit, terutama penyakit infeksi yang dibawa oleh berbagai macam mikroba seperti
virus, bakteri, parasit, jamur. Tubuh mempunyai cara dan alat untuk mengatasi penyakit
sampai batas tertentu. Beberapa jenis penyakit seperti pilek, batuk, dan cacar air dapat
sembuh sendiri tanpa pengobatan. Dalam hal ini dikatakan bahwa sistem pertahanan
tubuh (sistem imun) orang tersebut cukup baik untuk mengatasi dan mengalahkan
kuman-kuman penyakit itu. Tetapi bila kuman penyakit itu ganas, sistem pertahanan
tubuh (terutama pada anak-anak atau pada orang dewasa dengan daya tahan tubuh yang
lemah) tidak mampu mencegah kuman itu berkembang biak, sehingga dapat
mengakibatkan penyakit berat yang membawa kepada cacat atau kematian.
Apakah yang dimaksudkan dengan sistem imun? Kata imun berasal dari bahasa Latin
‘immunitas’ yang berarti pembebasan (kekebalan) yang diberikan kepada para senator
Romawi selama masa jabatan mereka terhadap kewajiban sebagai warganegara biasa dan
terhadap dakwaan. Dalam sejarah, istilah ini kemudian berkembang sehingga
pengertiannya berubah menjadi perlindungan terhadap penyakit, dan lebih spesifik lagi,
terhadap penyakit menular. Sistem imun adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri
dari sel-sel serta produk zat-zat yang dihasilkannya, yang bekerja sama secara kolektif
dan terkoordinir untuk melawan benda asing seperti kuman-kuman penyakit atau
racunnya, yang masuk ke dalam tubuh.
Kuman disebut antigen. Pada saat pertama kali antigen masuk ke dalam tubuh, maka
sebagai reaksinya tubuh akan membuat zat anti yang disebut dengan antibodi. Pada
umumnya, reaksi pertama tubuh untuk membentuk antibodi tidak terlalu kuat, karena
tubuh belum mempunyai "pengalaman." Tetapi pada reaksi yang ke-2, ke-3 dan
seterusnya, tubuh sudah mempunyai memori untuk mengenali antigen tersebut sehingga
pembentukan antibodi terjadi dalam waktu yang lebih cepat dan dalam jumlah yang lebih
banyak. Itulah sebabnya, pada beberapa jenis penyakit yang dianggap berbahaya,
dilakukan tindakan imunisasi atau vaksinasi. Hal ini dimaksudkan sebagai tindakan
pencegahan agar tubuh tidak terjangkit penyakit tersebut, atau seandainya terkena pun,
tidak akan menimbulkan akibat yang fatal.
Imunisasi ada dua macam, yaitu imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif adalah
pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan
tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri. Contohnya adalah
imunisasi polio atau campak. Sedangkan imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah
antibodi, sehingga kadar antibodi dalam tubuh meningkat. Contohnya adalah penyuntikan
ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain
adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima berbagai
jenis antibodi dari ibunya melalui darah placenta selama masa kandungan, misalnya
antibodi terhadap campak.

IMUNISASI

"Lindungi diri anda dan keluarga dari serangan berbagai penyakit yang
berbahaya"
Data statistik menunjukkan makin banyak penyakit menular bermunculan dan
senantiasa mengancam kesehatan anda. Jangan biarkan anak anda dan diri anda sendiri
terserang oleh infeksi yang dapat membahayakan hidup anda. Lindungi anda dan
keluarga dari infeksi dengan melalui vaksinasi terkontrol.

"Pencegahan lebih baik dari pada mengobati"


Setiap tahun diseluruh dunia, ratusan ibu anak-anak dan dewasa meninggal Karena
penyakit yang sebenarnya masih dapat dicegah. Hal ini dikarenakan kurangnya
informasi tentang pentingnya Imunisasi. Bayi-bayi yang baru lahir, anak-anak usia
muda yang bersekolah dan orang dewasa sama-sama memiliki resiko tinggi terserang
penyakit-penyakit menular yang mematikan seperti ; Diferi, Tetanus, Hepatitis B,
Influenza, Typhus, Radang selaput otak, Radang paru-paru, dan masih banyak penyakit
lainnya yang sewaktu-waktu muncul dan mematikan. Untuk itu salah satu pencegahan
yang terbaik dan sangat vital agar bayi-bayi, anak-anak muda dan orang dewasa
terlindungi hanya dengan melakukan Imunisasi.
Mengapa perlu Imunisasi?

Untuk melindungi tubuh agar tetap sehat dan bahagia selalu


Siapa yang perlu Imunisasi?

¤ Bayi dan anak balita, anak sekolah, remaja


¤ Orang tua, manula
¤ Top management / Executive perusahaan
¤ Calon jemaah haji/umroh
¤ Anda yang akan bepergian ke luar negeri
¤ Dll.

B C G ( BACILLUS CALMETTE-GUERIN )
Penularan penyakit TBC terhadap seorang anak dapat terjadi karena terhirupnya
percikan udara yang mengandung kuman TBC. Kuman ini dapat menyerang berbagai
organ tubuh, seperti paru-paru (paling sering terjadi), kelenjar getah bening, tulang,
sendi, ginjal, hati, atau selaput otak (yang terberat). Pemberian imunisasi BCG
sebaiknya dilakukan pada bayi yang baru lahir sampai usia 12 bulan, tetapi imunisasi ini
sebaiknya dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan. Imunisasi ini cukup diberikan satu
kali saja. Bila pemberian imunisasi ini "berhasil," maka setelah beberapa minggu di
tempat suntikan akan timbul benjolan kecil. Karena luka suntikan meninggalkan bekas,
maka pada bayi perempuan, suntikan sebaiknya dilakukan di paha kanan atas. Biasanya
setelah suntikan BCG diberikan, bayi tidak menderita demam.
Pemberian Imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif
terhadap penyakit Tuberkulosis ( TBC ), Imnunisasi ini diberikan
hanya sekali sebelum bayi berumur dua bulan. Reaksi yang akan
nampak setelah penyuntikan imunisasi ini adalah berupa
perubahan warna kulit pada tempat penyuntikan yang akan
berubah menjadi pustula kemudian pecah menjadi ulkus, dan
akhirnya menyembuh spontan dalam waktu 8 – 12 minggu
dengan meninggalkan jaringan parut, reaksi lainnya adalah
berupa pembesaran kelenjar ketiak atau daera leher, bial diraba
akan terasa padat dan bila ditekan tidak terasa sakit. Komplikasi
yang dapat terjadi adalah berupa pembengkakan pada daerah
tempat suntikan yang berisi cairan tetapi akan sembuh spontan.

DPT
DIFTERI
Penyakit Difteri adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Corynebacterium Diphteriae. Mudah menular dan
menyerang terutama saluran napas bagian atas dengan gejala
Demam tinggi, pembengkakan pada amandel ( tonsil ) dan
terlihat selaput puith kotor yang makin lama makin membesar
dan dapat menutup jalan napas. Racun difteri dapat merusak
otot jantung yang dapat berakibat gagal jantung. Penularan
umumnya melalui udara ( betuk / bersin ) selain itu dapat
melalui benda atau makanan yang terkontamiasi.

Pencegahan paling efektif adalah dengan imunisasi bersamaan


dengan tetanus dan pertusis sebanyak tiga kali sejak bayi
berumur dua bulan dengan selang penyuntikan satu – dua
bulan. Pemberian imunisasi ini akan memberikan kekebalan
aktif terhadap penyakit difteri, pertusis dan tetanus dalam
waktu bersamaan. Efek samping yang mungkin akan timbul
adalah demam, nyeri dan bengkak pada permukaan kulit, cara
mengatasinya cukup diberikan obat penurun panas .
PERTUSIS

Penyakit Pertusis atau batuk rejan atau dikenal dengan “ Batuk Seratus Hari “ adalah
penyakit infeksi saluran yang disebabkan oleh bakteri Bordetella Pertusis. Gejalanya
khas yaitu Batuk yang terus menerus sukar berhenti, muka menjadi merah atau kebiruan
dan muntah kadang-kadang bercampur darah. Batuk diakhiri dengan tarikan napas
panjang dan dalam berbunyi melengking.
Penularan umumnya terjadi melalui udara ( batuk / bersin ). Pencegahan paling efektif
adalah dengan melakukan imunisasi bersamaan dengan Tetanus dan Difteri sebanyak
tiga kali sejak bayi berumur dua bulan dengan selang pentuntikan.
TETANUS

Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yan berbahaya karena mempengaruhi
sistim urat syaraf dan otot. Bagaimana gejala dan apa penyebabnya? Gejala tetanus
umumnya diawali dengan kejang otot rahang (dikenal juga dengan trismus atau kejang
mulut) bersamaan dengan timbulnya pembengkakan, rasa sakit dan kaku di otot leher,
bahu atau punggung. Kejang-kejang secara cepat merambat ke otot perut, lengan atas
dan paha.
Neonatal tetanus umumnya terjadi pada bayi yang baru lahir. Neonatal tetanus
menyerang bayi yang baru lahir karena dilahirkan di tempat yang tidak bersih dan steril,
terutama jika tali pusar terinfeksi. Neonatal tetanus dapat menyebabkan kematian pada
bayi dan banyak terjadi di negara berkembang. Sedangkan di negara-negara maju,
dimana kebersihan dan teknik melahirkan yang sudah maju tingkat kematian akibat
infeksi tetanus dapat ditekan. Selain itu antibodi dari ibu kepada jabang bayinya yang
berada di dalam kandungan juga dapat mencegah infeksi tersebut.
Apa yang menyebabkan infeksi tetanus? Infeksi tetanus disebabkan oleh bakteri yang
disebut dengan Clostridium tetani yang memproduksi toksin yang disebut dengan
tetanospasmin. Tetanospasmin menempel pada urat syaraf di sekitar area luka dan
dibawa ke sistem syaraf otak serta saraf tulang belakang, sehingga terjadi gangguan
pada aktivitas normal urat syaraf. Terutama pada syaraf yang mengirim pesan ke otot.
Infeksi tetanus terjadi karena luka. Entah karena terpotong, terbakar, aborsi , narkoba
(misalnya memakai silet untuk memasukkan obat ke dalam kulit) maupun frosbite.
Walaupun luka kecil bukan berarti bakteri tetanus tidak dapat hidup di sana. Sering kali
orang lalai, padahal luka sekecil apapun dapat menjadi tempat berkembang biaknya
bakteria tetanus.
Periode inkubasi tetanus terjadi dalam waktu 3-14 hari dengan gejala yang mulai timbul
di hari ketujuh. Dalam neonatal tetanus gejala mulai pada dua minggu pertama
kehidupan seorang bayi. Walaupun tetanus merupakan penyakit berbahaya, jika cepat
didiagnosa dan mendapat perawatan yang benar maka penderita dapat disembuhkan.
Penyembuhan umumnya terjadi selama 4-6 minggu. Tetanus dapat dicegah dengan
pemberian imunisasi sebagai bagian dari imunisasi DPT. Setelah lewat masa kanak-
kanak imunisasi dapat terus dilanjutkan walaupun telah dewasa. Dianjurkan setiap
interval 5 tahun : 25, 30, 35 dst. Untuk wanita hamil sebaiknya diimunisasi juga dan
melahirkan di tempat yang terjaga kebersihannya.

POLIO

Gejala yang umum terjadi akibat serangan virus polio adalah


anak mendadak lumpuh pada salah satu anggota geraknya
setelah demam selama 2-5 hari. Terdapat 2 jenis vaksin yang
beredar, dan di Indonesia yang umum diberikan adalah vaksin
Sabin (kuman yang dilemahkan). Cara pemberiannya melalui
mulut. Di beberapa negara dikenal pula Tetravaccine, yaitu
kombinasi DPT dan polio. Imunisasi dasar diberikan sejak
anak baru lahir atau berumur beberapa hari dan selanjutnya
diberikan setiap 4-6 minggu. Pemberian vaksin polio dapat
dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin hepatitis B, dan
DPT. Imunisasi ulangan diberikan bersamaan dengan imunisasi
ulang DPT Pemberian imunisasi polio akan menimbulkan
kekebalan aktif terhadap penyakit Poliomielitis. Imunisasi
polio diberikan sebanyak empat kali dengan selang waktu tidak
kurang dari satu bulan
imunisasi ulangan dapat diberikan sebelum anak masuk sekolah ( 5 – 6 tahun ) dan saat
meninggalkan sekolah dasar ( 12 tahun ).Cara memberikan imunisasi polio adalah
dengan meneteskan vaksin polio sebanyak dua tetes langsung kedalam mulut anak atau
dengan menggunakan sendok yang dicampur dengan gula manis. Imunisasi ini jangan
diberikan pada anak yang lagi diare berat. Efek samping yang mungkin terjadi sangat
minimal dapat berupa kejang-kejang.

RABIES

Rabies adalah penyakit zoonotik yang disebarkan oleh Virus Rabies ( Rhabdovirus ).
Penyakit zoonotik lainnya adalah Toxoplasmosis, Japanese Encephalitis, Leptospirosis.
Kota Jakarta sebenarnya sudah tidak ada rabies, namun terdapat resiko penduduk
terkena Rabies melalui gigitan anjing, kucing atau kera dari uar Jakarta dan menunjukan
gejala Rabies di Jakarta. Angka kematian ( fatalitas ) masih 100%. Penderita Rabies
diisolasi secara ketat dalam ruangan khusus.
1. Penyakit Rabies disebabkan oleh virus rabies.
2. Rabies di Jawa Barat pertama kali ditemukan pada hewan tahun 1894, sampai
saat ini masih belum dapat diberantas secara tuntas dan menyebabkan Jawa
Barat merupakan satu-satunya propinsi di Pulau Jawa yang belum bebas dari
penyakit rabies.
3. Penyakit rabies menular pada manusia melalui gigitan hewan penderita rabies
atau dapat pula melalui luka yang terkena air liur hewan penderita rabies.

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN

1. Anjing peliharaan, tidak boleh dibiarkan lepas berkeliaran, harus didaftarkan ke


Kantor Kepala Desa / Kelurahan atau Petugas Dinas Peternakan setempat.
2. Anjing harus diikat dengan rantai yang panjangnya tidak boleh lebih dari 2
meter.
3. Anjing yang hendak dibawa keluar halaman harus diikat dengan rantai tidak
lebih dari 2 meter dan moncongnya harus menggunakan berangus (beronsong).
4. Pemilik anjing wajib untuk menvaksinasi rabies.
5. Anjing liar atau anjing yang diliarkan harus segera dilaporkan kepada petugas
Dinas Peternakan atau Pos Kesehatan Hewan untuk diberantas / dimusnahkan.
6. Kurangi sumber makanan di tempat terbuka Untuk mengurangi anjing liar atau
anjing yang diliarkan.
7. Daerah yang terbebas dari penyakit rabies, harus mencegah masuknya anjing,
kucing, kera dan hewan sejenisnya dari daerah tertular rabies.
8. Masyarakat harus waspada terhadap anjing yang diliarkan dan segera
melaporkannya kepada Petugas Dinas Peternakan atau Posko Rabies.

PENANGANAN HEWAN RABIES

1. Hewan yang telah menggigit manusia harus diusahakan tertangkap dan jangan
dibunuh, laporkan kepada petugas Dinas Peternakan, Pos Kesehatan Hewan atau
diserahkan langsung kepada Dinas Peternakan setempat untuk dilakukan
observasi selama 14 hari.
2. Hewan yang telah menggigit manusia dan tertangkap tetapi terpaksa dibunuh
atau mati, kepalanya harus diserahkan kepada Dinas Peternakan setempat
sebagai bahan pemeriksaan laboratorium.

GEJALA PENYAKIT RABIES

1. Hewan yang menjadi garang atau ganas ( furious rabies)


2. Sikap hewan tenang ( dum rabies )

TINDAKAN PADA ORANG YANG DIGIGIT HEWAN TERSANGKA RABIES

1. Cuci luka bekas gigitan dengan sabun kemudian keringkan dengan lap yang
bersih atau kapas.
2. Luka yang sudah bersih dan kering diberi alkohol 70% kemudian diberi obat
merah , Iodium atau Betadine.

3. Penderita segera dikirim ke Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat

CAMPAK

Campak adalah penyakit yang sangat menular yang dapat disebabkan oleh sebuah virus
yang bernama Virus Campak. Penularan melalui udara ataupun kontak langsung dengan
penderita.Gejala-gejalanya adalah : Demam, batuk, pilek dan bercak-bercak merah pada
permukaan kulit 3 – 5 hari setelah anak menderita demam. Bercak mula-mula timbul
dipipi bawah telinga yang kemudian menjalar ke muka, tubuh dan anggota tubuh
lainnya.
Komplikasi dari penyakit Campak ini adalah radang Paru-paru, infeksi pada telinga,
radang pada saraf, radang pada sendi dan radang pada otak yang dapat menyebabkan
kerusakan otak yang permanen ( menetap ). Pencegahan adalah dengan cara menjaga
kesehatan kita dengan makanan yang sehat, berolah raga yang teratur dan istirahat yang
cukup, dan paling efektif cara pencegahannya adalah dengan melakukan imunisasi.
Pemberian Imunisasi akan menimbulkan kekebalan aktif dan bertujuan untuk
melindungi terhadap penyakit campak hanya dengan sekali suntikan, dan diberikan pada
usia anak sembilan bulan atau lebih.

CAMPAK DI INDONESIA

Program Pencegahan dan pemberantasan Campak di Indonesia pada saat ini berada pada
tahap reduksi dengan pengendalian dan pencegahan KLB. Hasil pemeriksaan sample
darah dan urine penderita campak pada saat KLB menunjukkan Igm positip sekitar 70%
– 100%. Insidens rate semua kelompok umur dari laporan rutin Puskesmas dan Rumah
Sakit selama tahun 1992 – 1998 cenderung menurun, terutama terjadi penurunan yang
tajam pada kelompok umur = 90%) dan merata disetiap desa masih merupakan strategi
ampuh saat ini untuk mencapai reduksi campak di Indonesia pada tahun 2000. CFR
campak dari Rumah Sakit maupun dari hasil penyelidikan KLB selama tahun 1997 –
1999 cenderung meningkat, kemungkinan hal ini terjadi berkaitan dengan dampak kiris
pangan dan gizi, namun masih perlu dikaji secara mendalam dan komprehensive.
Sidang WHO tahun 1988, menetapkan kesepakatan global untuk membasmi polio atau
Eradikasi Polio (Rapo), Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) dan Reduksi Campak
(RECAM) pada tahun 2000. Beberapa negara seperti Amerika, Australia dan beberapa
negara lainnya telah memasuki tahap eliminasi campak. Pada sidang CDC/PAHO/WHO
tahun 1996 menyimpulkan bahwa campak dimungkinkan untuk dieradikasi, karena satu-
satunya pejamu (host) atau reservoir campak hanya pada manusia dan adanya vaksin
dengan potensi yang cukup tinggi dengan effikasi vanksin 85%. Diperkirakan eradikasi
akan dapat dicapai 10 – 15 tahun setelah eliminasi.
Program imunisasi campak di Indonesia dimulai pada tahun 1982 dan masuk dalam
pengembangan program imunisasi. Pada tahun 1991, Indonesia dinyatakan telah
mencapai UCI secara nasional. Dengan keberhasilan Indonesia mencapai UCI tersebut
memberikan dampak positip terhadap kecenderungan penurunan insidens campak,
khususnya pada Balita dari 20.08/10.000 – 3,4/10.000 selama tahun 1992 – 1997
(ajustment data rutin SST). Walaupun imunisasi campak telah mencapai UCI namun
dibeberapa daerah masih terjadi KLB campak, terutama di daerah dengan cakupan
imunisasi rendah atau daerah kantong.
Tahapan pemberantasan Campak
Pemberantasan campak meliputi beberapa tahapan, dengan kriteria pada tiap tahap yang
berbeda-beda.
a. Tahap Reduksi.
Tahap reduksi campak dibagi dalam 2 tahap: Tahap pengendalian campak. Pada tahap
ini terjadi penurunan kasus dan kematian, cakupan imunisasi >80%, dan interval
terjadinya KLB berkisar antara 4 – 8 tahun.
Tahap pencegahan KLB. Pada tahun ini cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi
dan merata, terjadi penurunan tajam kasus dan kematian, dan interval terjadinya KLB
relative lebih panjang.
b. Tahap Eliminasi
Pada tahap eliminasi, cakupan imunisasi sudah sangat tinggi (>95%), dan daerah-daerah
dengan cakupan imunisasi rendah sudah sangat kecil jumlahnya. Kasus campak sudah
jarang dan KLB hampir tidak pernah ternadi. Anak-anak yang dicurigai tidak terlindung
(susceptible) harus diselidiki dan mendapat imunisasi tambahan.
C. Tahap Eradikasi
Cakupan imunisasi tinggi dan merata, dan kasus campak sudah tidak ditemukan.
Transmisi virus sudah dapat diputuskan, dan negara-negara di dunia sudah memasuki
tahap eliminasi. Pada TCG Meeting, Dakka, 1999, menetapkan Indonesia berada pada
tahap reduksi dengan pencegahan terjadinya KLB.
Tujuan Reduksi Campak
Reduksi campak bertujuan menurunkan angka insidens campak sebesar 90% dan angka
kematian campak sebesar 95% dari angka sebelum program imunisasi campak
dilaksanakan. Di Indonesia, tahap reduksi campak diperkirakan dengan insiden menjadi
50/10.000 balita, dan kematian 2/10.000 (berdasarkan SKRT tahun 1982).
Strategi Reduksi Campak
Reduksi campak mempunyai 5 strategi yaitu:
Imunisasi Rutin 2 kali, pada bayi 9-11 bulan dan anak Sekolah Dasar Kelas I (belum
dilaksanakan secara nasional) dan Imunisasi Tambahan atau Suplemen. Surveilans
Campak.
Penyelidikan dan Penanggulangan KLB Manajemen Kasus
Pemeriksaan Laboratorium Masalah pokok Surveilans dalam reduksi campak di
Indonesia.
Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia masih belum sebaik surveilans eradikasi
polio. Kendala utama yang dihadapi adalah, kelengkapan data/laporan rutin Rumah
Sakit dan Puskesmas yang masih rendah, beberapa KLB campak yang tidak terlaporkan,
pemantauan dini (SKD – KLB) campak pada desa-desa berpotensi KLB pada umumnya
belum dilakukan dengan baik terutama di Puskesmas, belum semua unit pelayanan
kesehatan baik Pemerintah maupun Swasta ikut berkontribusi melaporkan bila
menemukan campak. Dukungan dana yang belum memadai, terutama untuk
melaksanakan aktif surveilans ke Rumah Sakit dan pengembangan surveilans campak
pada umumnya. Surveilans campak sangat penting untuk menilai perkembangan
pemberantasan campak dan untuk menentukan strategi pemberantasannya di setiap
daerah.
Angka Insidens
Insidens campak di Indonesia selama tahun 1992 – 1998 dari data rutin Rumah sakit dan
Puskesmas untuk semua kelompok umur cenderung menurut dengan keleng - kapan
laporan rata-rata Puskesmas kurang lebih 60% dan Rumah sakit 40%. Penurunan
Insidens paling tajam terjadi pada kelompok umur Kejadian Luar Biasa (KLB).
Dampak keberhasilan cakupan imunisasi campak nasional yang tinggi dapat menekan
insidens rate yang cukup tajam selama 5 tahun terakhir, namun di beberapa desa tertentu
masih sering terjadi KLB campak. Asumsi terjadinya KLB campak di beberapa desa
tersebut, disebabkan karena cakupan imunisasi yang rendah (90%) atau kemungkinan
masih rendahnya vaksin effikasi di desa tersebut. Rendahnya vaksin effikasi ini dapat
disebabkan beberapa hal, antara lain kurang baiknya pengelolaar: rantai dingin vaksi
yang dibawa kelapangan, penyimpanan vaksin di Puskesmas cara pemberian imunisasi
yang, kurang baik dan sebagainya.
Dari beberapa hasil penyelidikan lapangan KLB campak dilakukan oleh Subdit
Surveilans dan Daerah selama tahun 1998 – 1999, terlihat kasus-kasus campak yang
belum mendapat imunisasi masih cukup tinggi, yaitu kurang lebih 40% – 100% (Grafik:
9). Dari sejumlah kasus-kasus yang belum mendapat imunisasi tersebut, pada umumnya
(>70%) adalah Balita. Frekuensi KLB campak berdasarkan laporan yang dikirim dari
seluruh propinsi Indonesia ke Subdit Surveilans melalui laporan (W 1) selam tahun
1994 – 1999 terlihat ber fluktuasi, dan cenderung meningkat dari tahun 1998 – 1999
yaitu dari 32 kejadian menjadi 56 kejadian (grafik: 2). Angka frekuensi tersebut sangat
dipengaruhi oleh intensitas laporan W1 dari Propinsi atau Kabupaten/Kota. Daerah-
daerah dengan sistern pencatatan dan pelaporan Wl yang cukup intensive dan
mempunyai kepedulian yang cukup tinggi terhadap pelaporan Wl KLB, mempunyai
kontribusi yang besar terhadap kecenderungan meningkatnya frekuensi KLB campak di
Indonesia (Jawa Barat, NTB, Jambi Bengkulu, Yogyakarta). Dari sejumlah KLB yang
dilaporkan ke Subdit Surveilans, diperkirakan KLB campak yang sesungguhnya terjadi
jauh lebih baik. Dengan pengertian lain, masih cukup banyak KLB campak yang tidak
terlaporkan oleh Daerah dengan berbagai kendala. Walaupun frekuensi KLB campak
yang dilaporkan mengalami peningkatan, namun jumlah kasusnya cenderung menurun
dengan rata-rata kasus setiap KLB selam tahun 1994 – 1999 sekitar 15 – 55 kasus pada
setiap kejadian. Berarti besarnya jumlah kasus setiap episode KLB campak selama
periode tahun tersebut rata-rata tidak lebih dari 15 kasus (grafik: 3 dan 4).
Dari 19 lokasi KLB campak yang diselidiki o1eh Subdit Surveilans dan Daerah serta
mahasiswa FETP (UGM) selama tahun 1999, terlihat Attack Rate pada KLB campak
dominan pada kelompok umur Balita, (Grafik 5 dan 6'). (pie diagram). Angka proporsi
penderita pada KLB campak tahun 1998 – 1999 juga menunjukkan proporsi terbesar
pada kelompok umur 1 – 4 tahun dan S – 9 tahun dibandingkan pada kelompok umur
yang lebih tua (10 – 14 tahun) grafik:7.

Pada kelompok KLB campak telah dilakukan pengambilan spesimen serologis dan urine
untuk memastikan diagnosa lapangan dan mengetahui virus campak. Hasil pemeriksaan
sampel serologis dan urine penderita campak pada 12 lokasi KLB campak di beberapa
Daerah selama tahun 1998 – 1999 yang diperiksa oleh Puslit. Penyakit Menular Badan
Litbangkes RI, menunjukkan IgM positif sekitar 70% – 100%, (tabel: l). Angka tersebut
mengindikasikan ketajaman diagnosa campak dilapangan pada saat KLB berlangsung.
Angka Fatalitas Kasus (AFP atau CFR) campak di Rumah Sakit maupun pada saat KLB
terjadi selama tahun (1997 – 1999) cenderung meningkat, masing-masing dari 0,1% –
1,1% dan 1,7% – 2,4% (grafik 8). Kecenderungan peningkatan CFR ini perlu
pengkajian yang mendalam dan koprehensive.
Kesimpulan.
Insidens Rate Campak dari data rutin selama tahun 1992 – 1998 di Indonesia cenderung
menurun untuk semua kelompok umur. Penurutan paling tajam pada kelompok umur

HEPATITIS

Masalah Hepatitis B makin maningkat. Prevalensi pengidap di Indonesia tahun 1993


bervariasi antar daerah yang berkisar dari 2,8% - 33,2% . Bila rata-rata 5% penduduk
Indonesia adalah carier Hepatitis B maka diperkirakan saat ini ada 10 juta orang. Para
pengidap ini akan makin menyebar ke masyarakat luas. Negara dengan tingkat HbsAg
>8% dihimbau oleh WHA untuk menyertakan Hepatitis B ke dalam program imunisasi
nasional. Target di tahun 2007 adalah Indonesia bebas dari Hepatitis B. Sebesar 50%
dari Ibu hamil pengidap Hepattis B akan menularkan penyakit tersebut kepada bayinya.
Data epidemiologi menyatakan sebagian kasus yang terjadi pada penderita Hepatitis B
( 10 % ) akan menjurus kepada kronis dan dari kasusu yang kronis ini 20%-nya menjadi
hepatoma. Dan kemungkinan akan kronisitas kan lebih banyak terjadi pada anak-anak
Balita oleh karena respon imun pada mereka belum sepenuhnya berkembang sempurna.

INFLUENZA

Influenza adalah penyakit infeksi yang mudah menular dan disebabkan oleh virus
influenza, yang menyerang saluran pernapasan. Penularan virus terjadi melalui udara
pada saat berbicara, batuk dan bersin, Influenza sangat menular selama 1 – 2 hari
sebelum gejalanya muncul, itulah sebabnya penyebaran virus ini sulit dihentikan.
Berlawanan dengan pendapat umum, influenza bukan batuk – pilek biasa yang tidak
berbahaya. Gejala Utama infleunza adalah : Demam, sakit Kepala,sakit otot diseluruh
badan, pilek, sakit tenggorok, batuk dan badan lemah. Pada Umumnya penderita
infleunza tidak dapat bekerja / bersekolah selama beberapa hari.
Dinegara bermusim empat, setiap tahun pada musim dingin terjadi letusan influenza
yang banyak menimbulkan konmplikasi dan kematian pada orang-orang beresiko
tinggi :
o Usia lanjut ( > 60 tahun )
o Anak – anak penderita Asma
o Penderita penyakit kronis ( Paru , Jantung, Ginjal, Diabetes )
o Penderita gangguan sistem kekebalan tubuh.
Dinegara-negara tropis seperti Indonesia, influenza terjadi sepanjang tahun. Setiap tahun
influenza menyebabkan ribuan orang meninggal diseluruh dunia. Biaya pengobatan,
biaya penanganan komplikasi, dan kerugian akibat hilangnya hari kerja ( absen dari
sekolah dan tempat kerja ) sangat tinggi.
Berbeda dengan batuk pilek biasa influenza dapat mengakibatkan komplikasi yang
berat. Virus influenza menyebabkan kerusakan sel-sel selaput lendir saluran pernapasan
sehingga penderita sangat mudah terserang kuman lain, seperti pneumokokus, yang
menyebabkan radang paru ( Pneumonia ) yang berbahaya. Selain itu, apabila penderita
sudah mempunyai penyakit kronis lain sebelumnya ( Penyakit Jantung, Paru-paru,
ginjal, diabetes dll ), penyakit-penyakit itu dapat menjadi lebih berat akibat influenza.
Setiap orang dapat terserang influenza tanpa membedakan usia dan tingkat sosial. Cara
mencegah agar kita tidak terserang penyakit Influenza adalah dengan memelihara cara
hidup sehat, yakni dengan makanan sehat dan berolah raga teratur serta istirahat yang
cukup. Cara yang lain adalah dengan melakukan Vaksinasi, cara ini paling efektif dan
aman dan dapat memberikan perlindungan selama satu tahun terhadap serangan
penyakit Influenza..
Bagi ummat Islam yang akan menunaikan Ibadah haji baik ibadah haji Umroh maupun
ibadah haji biasa sebaiknya dilakukan imunisasi influenza ini, karena bila jamaah
terjangkit penyakit influenza maka pelaksanaan ibadah hajinya tentu akan terhambat,
sementara dengan melakukan Imunisasi ( pencegahan ) kiranya lebih mudah daripada
bila jamaah haji sudah terkena penyakit influenza ini.
MENGENAL INFLUENZA PADA JEMAAH INDONESIA Dalam musim haji
tahun ini, jamaah haji Indonesia perlu mewaspadai kemungkinan tertular penyakit
Influenza selama di Arab Saudi. Hal ini mengingat penyakit Influenza berpotensi
sebagai salah satu masalah kesehatan jamaah berbagai bangsa yang sedang berhaji
termasuk jamaah haji Indonesia.
WHO melaporkan penyakit ini telah beberapa kali menimbulkan pandemi yang dikenal
dengan Spanis Flu ( 1918 ), Asian Flu ( 1968 ), Hongkong Flu( 1968), Russian
Flu( 1977 ) dan Flu Burung di Hongkong ( 1997 ). WHO menekankan pula, adanya
kecenderungan peningkatan jumlah baik kesakitan dan kematian karena Influenza akhir-
akhir ini di Eropah dan Amerika serta penyakit ini diperkirakan akan merebak ke
seluruh dunia termasuk Arab Saudi.
Beberapa kondisi yang diidentifikasi dapat berhubungan dengan kejadian Influenza
pada jemaah Indonesia. Adapun kondisi tersebut, seperti; besarnya jumlah jemaah yang
datang berhaji dari seluruh dunia haji pada setiap tahunnya, peningkatan jumlah kasus
Influenza dapat terjadi pada musim hujan atau dingin disuatu negara, kualitas fisik
jemaah yang memperihatinkan dan ruas perjalanan haji yang panjang serta berbagai
pengaruhnya kepada kesehatan. Disamping itu, lebih kurang dua perlima dari jemaah
haji Indonesia termasuk golongan risti. Perdefinisi risti adalah kondisi/ penyakit pada
calon jemaah haji/ jemaah haji yang dapat memperburuk kesehatannya selama
perjalanan ibadah haji. Kondisi risti ini juga dikenal sebagai kelompok berisiko tinggi
bagi penyakit Influenza. Kesemua hal ini dapat berdampak tidak menguntungkan bagi
kesehatan jemaah haji Indonesia.
Tulisan ini memuat gambaran ringkas tentang penyakit Influenza, perlunya
kewaspadaan serta upaya pencegahan yang dilakukan oleh jemaah haji. Melalui tulisan
ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan jamaah haji tentang Influenza sekaligus
mampu berprilaku semestinya selama perjalanan haji.
Apa yang disebut penyakit Influenza?
Penyakit Influenza adalah suatu infeksi saluran pernafasan yang bersifat akut dan
menular. Apa penyebab penyakit ini? Penyebab penyakit inluenza adalah Virus
Influenza( yang termasuk dalam kelompok virus Orthomyxoviruses ). Ada 3( tiga ) type
virus penyebab penyakit Influenza, yaitu; A, B, dan C. Type A dikenal bersifat sangat
menular dan dapat tersebar pada kelompok penduduk secara lokal, nasional atau bahkan
secara global.
Bagaimana cara penularan dan perjalanannya ditubuh manusia? Penularan penyakit
Influenza dapat terjadi secara kontak langsung ataupun tidak langsung. Umumnya,
penularan terjadi melalui percikan air ludah /liur yang keluar dari penderita sewaktu
bercakap-cakap atau percikan batuk maupun bersin.
Adapun periode masuknya virus penyebab sampai timbulnya gejala dan tanda penyakit
Influenza rata-rata 2 hari dengan rentang jarak 1 – 4 hari, sedangkan kemungkinan
penularan mulai dapat terjadi 1-2 hari sebelum dan 4-5 hari setelah gejala penyakit.

Apa gejala dan tanda penyakit Influenza?


Gejala berupa;
- Demam mendadak disertai menggigil
- Sakit kepala
- Badan lemah
- Nyeri otot dan sendi
Gejala ini bertahan selama 3 – 7 hari. Bila penyakit bertambah berat, gejala tersebut
diatas akan berganti dengan gejala penyakit saluran pernafasan seperti batuk, pilek dan
sakit tenggorokan. Kadang-kadang juga disertai gejala sakit perut, mual dan muntah.
Pada pemeriksaan fisik : muka kemerahan, mata kemerahan dan berair serta kelenjar
getah bening leher dapat teraba.
Apa yang dapat diakibatkan Penyakit Influenza? Akibat penyakit Influenza yang
ditakutkan adalah timbulnya infeksi sekunder, seperti; radang paru-paru( Pneumonia ),
myositis, sindroma Reye, gangguan syaraf pusat. Disamping itu, penderita/ pengidap
penyakit kronis dapat bertambah berat bila terkena penyakit Influenza. Beberapa
penyakit kronis tersebut, seperti; Asma, paru–paru kronis, jantung, kencing manis,
ginjal kronis, gangguan status imunitas tubuh, kelainan darah dll.
Mengapa Jemaah Haji Indonesia Perlu Mewaspadai Tertular Penyakit Influenza Selama
Perjalanan Haji? Jemaah haji Indonesia perlu mewaspadai tertular Penyakit Influenza,
karena: penyakit inluenza bersifat menular dan kepadatan manusia dalam musim haji
dapat memudahkan penularan penyakit diantara jemaah; jemaah haji terpajan musim
dingin dimana penderita penyakit ini biasanya meningkat; status kesehatan jemaah
berpenyakit risti dan usia lanjut cukup besar yang dikategorikan sebagai kelompok
berisiko tinggi tertular penyakit influenza, kualitas fisik jemaah haji cukup
memperhatinkan dan perjalanan haji yang panjang menjadikan jemaah cukup rentan
tertular penyakit. Untuk kesemua hal diatas jemaaah haji patut meningkatkan
kewaspadaan dari tertular penyakit Influenza.

Bagaimana upaya-upaya yang dilakukan jamaah haji untuk mencegah dari risiko tertular
penyakit Influenza?

1. Upaya-upaya pencegahan yang harus dilakukan jemaah haji, yaitu:


Memelihara kebersihan diri dan lingkungan pondokan secara baik.
2. Istirahat yang cukup, banyak mengkonsumsi buah-bahan segar dan sayur-
sayuran hijau.
3. Minum air yang cukup dan upayakan membawa air minum serta tempat
minum( mangkuk/ gelas ) masing-masing.
4. Membiasakan diri untuk membersihkan ingus memakai kertas tissu atau sapu
tangan yang dapat menyerap cairan hidung dan membuangnya di tempat
sampah.
5. Selalu memakai masker(penutup) hidung dan mulut yang bersih selama berada
di Arab Saudi. Pemakaian masker bertujuan untuk mencegah jamaah haji dari
terkena percikan air ludah/ liur yang keluar dari penderita sewaktu bercakap-
cakap atau terkena percikan dahak, ingus, batuk dan bersin.
6. Bagi jemaah haji yang terkena penyakit Influenza agar tetap menggunakan
masker baik di pemondokan atau diluar pemondokan agar tidak menularkan
kepada jemaah haji yang sehat.
7. Mengurangi keluar dari pondokan bila tidak perlu.
8. Menghindari diri agar tidak kontak dekat dengan penderita bergejala dan tanda
penyakit Influenza.
9. Sedapat mungkin menghindari kerumunan kepadatan manusia atau tempat -
tempat yang dipadati orang terutama pada tempat yang tidak ada kaitannya
dengan kegiatan ibadah haji.
10. Hindari hidup berdesakan dalam satu kamar pondokan di luar jumlah yang sudah
ditentukan selama di Arab Saudi.

11. Bila merasa sakit, segera berobat ke TKHI Kloter atau BPHI setempat.

DEMAM TIFOID (TIFUS)


Penyakit Demam Tifoid adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Salmonella Typhi
yang masuk melalui saluran pencernaan dan menyebar keseluruh tubuh ( sistemik),
Bakteri ini akan berkembang biak di kelenjar getah bening usus dan kemudian masuk
kedalam darah sehingga meyebabkan penyebaran kuman dalam darah dan selanjutnya
terjadilah peyebaran kuman kedalam limpa, kantung empedu, hati, paru-paru, selaput
otak dan sebagainya. Gejala-gejalanya adalah : Demam, dapat berlangsung terus
menerus. Minggu Pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningat setiap hari, biasanya
menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore / malam hari. Minggu Kedua,
Penderita terus dalam keadaan demam. Minggu ketiga, suhu tubuh berangsung-angsur
turun dan normal kembali diakhir minggu. Gangguan Pada Saluran Pencernaan, Nafas
tak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah ditutupi selaput lendir kotor, ujung dan
tepinya kemerahan. Bisa juga perut kembung, hati dan limpa membesar serta timbul
rasa nyeri bila diraba. Biasanya sulit buang air besar, tetapi mungkin pula normal dan
bahkan dapat terjadi diare. Gangguan Kesadaran, Umumnya kesadaran penderita
menurun walaupun tidak seberapa dalam, yaitu menjadi apatis ( acuh tak acuh) sampai
somnolen ( mengantuk )
Bakteri ini disebarkan melalui tinja. Muntahan, dan urin orang yang terinfeksi demam
tofoid, yang kemudian secara pasif terbawa oleh lalat melalui perantara kaki-kakinya
dari kakus kedapur, dan mengkontaminasi makanan dan minuman, sayuran ataupun
buah-buahan segar. Mengkonsumsi makanan / minuman yang tercemar demikian dapat
menyebabkan manusia terkena infeksi demam tifoid. Salah satu cara pencegahannya
adalah dengan memberikan vaksinasi yang dapat melindungi seseorang selama 3 tahun
dari penyakit Demam Tifoid yang disebabkan oleh Salmonella Typhi. Pemberian
vaksinasi ini hampir tidak menimbulkan efek samping dan kadang-kadang
mengakibatkan sedikit rasa sakit pada bekas suntikan yang akan segera hilang
kemudian.

IMUNISASI

Apa yang seharusnya diketahui oleh setiap keluarga dan masyarakat mengenai
imunisasi ?. Tanpa Imunisasi, Kira-kira 3 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena
penyakit campak. 2 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena batuk rejan. 1 dari
100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit tetanus. Dan dari setiap 200.000
anak, 1 akan menderita penyakit polio. Imunisasi yang dilakukan dengan memberikan
vaksin tertentu akan melindungi anak terhadap penyakir-penyakit tertentu. Walaupun
pada saat ini fasilitas pelayanan untuk vaksinasi ini telah tersedia di masyarakat, tetapi
tidak semua bayi telah dibawa untuk mendapatkan imunisasi yang lengkap. Bilamana
fasilitas pelayanan kesehatan tidak dapat memberikan Imunisasi dengan pertimbangan
tertentu, orang tua dapat menghubungi seseorang Dokter (Dokter Spesialis Anak) untuk
mendapatkannya.
Tujuan Imunisasi:
Untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian
bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit.
Manfaat Imunisasi:
(1)Untuk Anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan
cacat atau kematian.
(2)Untuk Keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit.
Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan
menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.
(3)Untuk Negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan
berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.
Perlukah Imunisasi ulang?
Imunisasi perlu diulang untuk mempertahankan agar kekebalan dapat tetap melindungi
terhadap paparan bibit penyakit.
Dimana mendapatkan imunisasi?
(1)Di Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).
(2)Di Puskesmas, Rumah Sakit Bersalin, BKIA atau Rumah Sakit Pemerintah.
(3)Di Praktek Dokter/Bidan atau Rumah Sakit Swasta.

Apakah Imunisasi Difteri, Pertusis (Batuk Rejan), Tetanus (DPT) dapat diberikan
bersama-sama Imunisasi polio?
Imunisasi DPTdan polio dapat diberikan bersamaan waktunya.
Efek samping Imunisasi:
Imunisasi kadang dapat mengakibatkan efek samping. Ini adalah tanda baik yan
membuktikan bahwa vaksin betuk-betul bekerja secara tepat. Efek samping yang
biasa terjadi adalah sebaagai berikut:

BCG: Setelah 2 minggu akan terjadi pembengkakan kecil dan merah ditempat
suntikan. Setelah 2 – 3 minggu kemudian pembengkakan menjadi abses kecil dan
kemudian menjadi luka dengan garis tengah ± 10 mm. Luka akan sembuh sendiri
dengan meninggalkan luka parut yang kecil.

DPT: Kebanyakan bayi menderita panas pada waktu sore hari setelah
mendapatkan imunisasi DPT, tetapi panas akan turun dan hilang dalam waktu 2
hari. Sebagian besar merasa nyeri, sakit, merah atau bengkak di tempat suntikan.
Keadaan ini tidak berbahaya dan tidak perlu mendapatkan pengobatan khusus,
akan sembuh sendiri. Bila gejala tersebut tidak timbul tidak perlu diragukan
bahwa imunisasi tersebut tidak memberikan perlindungan dan Imunisasi tidak
perlu diulang.

POLIO: Jarang timbuk efek samping.

CAMPAK: Anak mungkin panas, kadang disertai dengan kemerahan 4 – 10 hari


sesudah penyuntikan.

HEPATITIS: Belum pernah dilaporkan adanya efek samping.


Perlukah pemerikasaan darah sebelum pemberian Imunisasi Hepatitis?
Untuk bayi berumur lebih dari 1 tahun seyogyanya dilakukan pemerikasaan darah.
TETANUS TOXOID: Efek samping TT untuk ibu hamil tidak ada. Perlu diingat
efek samping imunisasi jauh lebih ringan dari pada efek penyakit bila bayi tidak
diimunisasi.
Untuk apakah Imunisasi ini?
Kelompok yang paling penting untuk mendapatkan Imunisasi Imunisasi adalah
bayi dan balita karena meraka yang paling peka terhadap penyakit dan ibu-ibu
hamil serta wanita usia subur.

Apakah Imunisasi Dasar dan beberapa kali diberikan?


Imunisasi Dasar diberikan untuk mendapat kekebalan awal secara aktif.
Kekebalan Imunisasi Dasar perlu diulang pada DPT, Polio, Hepatitis agar dapat
melindungi dari paparan penyakit.
Pemberian Imunisasi Dasar pada Campak, BCG, tidak perlu diulang karena
kekebalan yang diperoleh dapat melindungi dari paparan bibit penyakit dalam
waktu cukup lama.
(dari berbagai sumber)

Tanggal dibuat : 08/03/2005 . 14:47


Revisi terakhir : 17/02/2010 . 19:12
Kategori : IMUNISASI
Halaman pernah dibaca 166553 kali

Efek Imunisasi Pada Bayi


Beberapa hari lalu, si iyeng abis di-imunisasi DPT. Wah, efeknya jadi
demam, panas. Sempet ditawari juga, mau yang panas apa yang
enggak? (kok kayak pesen minum….) Lha Saya gak ngerti, Saya jawab
yang biasa aja. Ternyata setelah melihat efeknya, adhuh, kasian.
Imunisasi berikutnya mau pake yang gak panas, mahal biarin. Tapi ….

Benarkah Imunisasi Justru Membuat Anak Sakit?

Imunisasi bukanlah hal baru dalam dunia kesehatan di Indonesia, namun tetap saja
sampai kini banyak orangtua yang masih ragu-ragu dalam memutuskan apakah anaknya
akan diimunisasi atau tidak.

Kebingungan tersebut sebenarnya cukup beralasan, banyak selentingan dan mitos yang
kontroversial beredar, mulai dari alergi, autis, hingga kejang-kejang akibat diimunisasi.
Namun, jika para orangtua mengetahui informasi penting sebelum imunisasi, sebenarnya
risiko-risiko tersebut bisa dihindari. Apa saja yang perlu diketahui orangtua?
Banyaknya penyakit baru yang menular dan mematikan serta penyakit infeksi masih
menjadi masalah di Indonesia. Selain gaya hidup sehat dan menjaga kebersihan,
imunisasi merupakan cara untuk melindungi anak-anak dari bahaya penyakit menular.

Hal tersebut diungkapkan oleh Dr.Soedjatmiko, SpA(K), MSi, Ketua Divisi Tumbuh
Kembang Pediatrik Sosial, FKUI, RSCM. “Vaksinasi akan meningkatkan kekebalan
tubuh dan mencegah tertularnya penyakit tertentu,”katanya.

Di Indonesia, ada lima jenis imunisasi yang wajib diberikan pada anak-anak, yakni BCG,
polio, campak, DTP, dan hepatitis B. Menurut badan kesehatan dunia (WHO), kelima
jenis vaksin tersebut diwajibkan karena dampak dari penyakit tersebut bisa menimbulkan
kematian dan kecacatan. Selain yang diwajibkan, ada pula jenis vaksin yang dianjurkan,
misalnya Hib, Pneumokokus (PCV), Influenza, MMR, Tifoid, Hepatitis A, dan Varisela.

Harus Fit

Sebelum anak diimunisasi, ada beberapa kondisi yang membuat imunisasi sebaiknya
ditunda, yakni saat anak sedang panas tinggi, sedang minum prednison dosis tinggi,
sedang mendapat obat steroid, dalam jangka waktu 3 bulan terakhir baru mendapat
transfusi darah atau suntikan imunoglobulin.

Intinya si kecil harus dalam kondisi sehat sebelum diimunisasi agar antibodinya bekerja.
Imunisasi adalah pemberian virus, bakteri, atau bagian dari bakteri ke dalam tubuh untuk
membentuk antibodi (kekebalan). Jika anak sakit dimasuki kuman atau virus lain dalam
vaksin, maka kerja tubuh menjadi berat dan kekebalannya tidak tinggi.

“Kalau hanya batuk pilek sedikit atau diare sedikit tidak apa-apa diberi imunisasi, tapi
jika bayi sangat rewel sebaiknya ditunda satu-dua minggu,”papar Seodjatmiko.
Soedjatmiko menyarankan agar orangtua memberitahukan pada dokter atau petugas
imunisasi jika vaksin terdahulu memiliki efek samping, misalnya bengkak, panas tinggi
atau kejang.

Sesudah imunisasi

Menurut Seodjatmiko, setiap vaksin memiliki reaksi berbeda-beda, tergantung pada


penyimpanan vaksin dan sensitivitas tiap anak. Berikut reaksi yang mungkin timbul
setelah anak diimunisasi dan bagaimana solusinya.

BCG
Setelah 4-6 minggu di tempat bekas suntikan akan timbul bisul kecil yang akan pecah,
bentuknya seperti koreng. Reaksi ini merupakan normal. Namun jika koreng membesar
dan timbul kelenjar pada ketiak atau lipatan paha, sebaiknya anak segera dibawa kembali
ke dokter. Untuk mengatasi pembengkakan, kompres bekas suntikan dengan cairan
antiseptik.
DPT
Reaksi lokal yang mungkin timbul adalah rasa nyeri, merah dan bengkak selama satu-dua
hari di bekas suntikan. Untuk mengatasinya beri kompres hangat. Sedangkan reaksi
umumnya antara lain demam dan agak rewel. Berikan si kecil obat penurun panas dan
banyak minum ASI.

Kini sudah ada vaksin DPT yang tidak menimbulkan reaksi apapun, baik lokal maupun
umum, yakni vaksin DtaP (diphtheria, tetanus, acellullar pertussis), sayangnya hariga
vaksin ini jauh lebih mahal dari vaksin DPT.

Campak
5-12 hari setelah anak mendapat imunisasi campak, biasanya anak akan demam dan
timbul bintik merah halus di kulit. Para ibu tidak perlu mengkhawatirkan reaksi ini
karena ini sangat normal dan akan hilang dengan sendirinya.

MMR (Mumps, Morbilli, Rubella)


Reaksi dari vaksin ini biasanya baru muncul tiga minggu kemudian, berupa bengkak di
kelenjar belakang telinga. Untuk mengatasinya, berikan anak obat penghilang nyeri.

Orangtua yang membawa anaknya untuk diimunisasi dianjurkan untuk tidak langsung
pulang, melainkan menunggu selama 15 menit setelah anak diimunisasi, sehingga jika
timbul suatu reaksi bisa langsung ditangani.

Bagaimana jika orangtua lupa pada jadwal vaksinasi anak? Menurut Soedjatmiko hal itu
tidak menjadi masalah dan tidak perlu mengulang vaksin dari awal. “Tidak ada itu istilah
hangus. Sel-sel memori dalam tubuh mampu mengingat dan akan merangsang kekebalan
bila diberikan imunisasi berikutnya,” katanya. Untuk mengejar ketinggalan, dokter
biasanya akan memberi vaksin kombinasi.

Meskipun seorang anak sudah mendapatkan imunisasi secara lengkap, bukan berarti ia
tidak akan tertular penyakit, namun penyakitnya lebih ringan dan tidak terlalu berbahaya.
“Dampak dari penyakitnya lebih ringan, kemungkinan meninggal, cacat dan lumpuh juga
bisa dihindari,”kata dokter yang juga menjadi Satgas Imunisasi PP IDAI ini.

Pilihan memang ada di tangan orangtua, tetapi bagaimanapun tugas orangtua adalah
untuk melindungi anaknya, dan imunisasi adalah cara yang penting untuk mencegah si
kecil dari serangan penyakit. Bukankah mencegah lebih baik dari mengobati?

http://deltapapa.wordpress.com/2009/05/04/efek-imunisasi-pada-bayi/


o Agustus 2007 – Hepatitis
o April 2007 – Stroke
o Desember 2007 – Imunostimulan, dll.
o Februari 2007 – Kontrasepsi
o Januari 2007 – Epilepsi
o Juli 2007 – Maag
o Juni 2007 – Migrain
o Maret 2007 – Penyakit Saat Banjir
o Mei 2007 – Asam Urat
o November 2007 – Kosmetik
o Oktober 2007 – Kencing Batu
o September 2007 – Keracunan
 Buletin 2008
o Agustus 2008 – Asma
o April 2008 – Ibu & Kehamilan
o Desember 2008 – Organ Vital
o Februari 2008 – Campur-campur
o Januari 2008 – Diare
o Juli 2008 – Tifus
o Juni 2008 – Bau Badan
o Maret 2008 – Chikungunya
o Mei 2008 – Kesehatan Mata
o November 2008 – Obesitas
o Oktober 2008 – Kolesterol
o September 2008 – Kesehatan si Kecil
 Buletin 2009
o Februari 2009 – Darah
o Januari 2009 – TBC
o Juni 2009
 Kategori Buletin
o Anda Perlu Tahu
o Farmasis Menjawab
o Info Utama
o Intermezzo
o Pernik Obat
o Swamedikasi
 Uncategorized
Vaksin Untuk Imunisasi Balita

Vaksinasi atau yang lebih sering disebut dengan


imunisasi adalah pemberian suatu vaksin ke dalam tubuh seseorang untuk memberikan
kekebalan terhadap penyakit tertentu. Pada 1977, WHO memulai program imunisasi di
Indonesia yang disebut Program Pengembangan Imunisasi (PPI). Sebenarnya banyak
sekali macam imunisasi yang dicanangkan oleh pemerintah, namun hanya lima jenis
imunisasi untuk balita yang diwajibkan, yakni:

1.  vaksin BCG (Bacillus Calmette-Guerin)


Berupa bakteri tuberculosis bacillus yang telah dilemahkan yang digunakan untuk
mencegah penyakit tuberculosis (TBC). Vaksin BCG terbukti 80% efektif mencegah
TBC selama 15 tahun, namun efeknya bergantung pada keadaan geografis. Imunisasi
BCG hanya dilakukan sekali yakni ketika bayi berusia 0-11 bulan.

2.  vaksin DPT/DTP


Merupakan campuran dari tiga vaksin yang diberikan untuk memberikan kekebalan pada
tubuh terhadap penyakit difteri, pertusis, dan tetanus. Vaksin ini diberikan tiga kali pada
bayi usia 2-11 bulan dengan jarak waktu antar pemberian  minimal empat minggu.
Kemudian diberikan lagi pada umur 18 bulan dan 5 tahun.

3.  vaksin polio


Dibuat dari poliovirus yang dilemahkan. Biasanya diberikan kepada anak-anak dengan
meneteskannya ke dalam mulut untuk mencegah terjadinya penularan virus polio dari
lingkungan. Imunisasi pertama kali dilakukan setelah bayi lahir, dilanjutkan pada usia 2,
4, 6, dan 18 bulan. Yang terakhir, vaksin polio diberikan saat berumur 4 hingga 6 tahun.
Vaksin polio dapat dikombinasikan dengan vaksin DPT.

4.  vaksin campak


Penyakit campak hanya menyerang satu kali dalam seumur hidup. Imunisasi ini
dilakukan satu kali pada bayi usia 9-11 bulan dengan disuntik pada bagian lengan atas.

5.  vaksin Hepatitis B


Karena hepatitis B merupakan jenis hepatitis yang paling berbahaya dan dapat
menyebabkan kematian, vaksin ini sangat penting untuk diberikan sebagai pencegahan,
mengingat hingga sekarang belum ditemukan obat untuk mengobati orang yang telah
terjangkit. Berupa virus yang dilemahkan dan biasanya diberikan tak lama setelah bayi
dilahirkan.

Imunisasi sangat penting dilakukan pada balita karena pada umur tersebut mereka masih
sangat rentan terhadap penyakit. Oleh karena itu, hendaknya para orang tua lebih
memperhatikan jadwal imunisasi bagi anaknya. [Cynthia]

http://piogama.ugm.ac.id/index.php/2009/02/vaksin-untuk-imunisasi-balita/
DDST : Indikator Perkembangan Anak Usia 12 bulan – 14 bulan
Filed under: DDST — creasoft @ 3:28 pm
Tags: Anak, DDST, Indikator Perkembangan, perkembangan, Usia
 Dapatkah anak anda membedakan anda dengan orang yang belum ia kenal? Ia
dapat menunjukkan sikap malu-malu atau ragu-ragu pada saat permulaan bertemu
dengan orang yang belum dikenalnya.
 Jika anak anda memungut benda kecil seperti kacang, apakah ia mengambilnya
dengan meremas di antara ibu jari dan jarinya seperti yang terlihat pada gambar?

 Dapatkah bayi anda duduk sendiri tanpa bantuan?


 Sebutkan dua atau tiga kata yang dapat ditiru oleh bayi anda (tidak perlu kata-kata
yang lengkap). Menurut pendapat anda, apakah ia mencoba meniru kata-kata tadi?
 Tanpa anda menggerakkan tangan bayi anda, dapatkah ia mempertemukan dua
balok kecil? Kerincian bertangkai dan tutup panci tidak ikut dinilai.
 Dapatkah anak anda jalan sendiri atau jalan dengan berpegangan?
 Tanpa bantuan dapatkah anak anda bertepuk tangan atau melambai-lambai?
(Jawablah TIDAK jika ia membutuhkan bantuan)
 Dapatkah anak anda mengatakan “pa-pa” jika ia memanggil atau melihat
ayahnya?
 Dapatkah anak anda mengatakan “ma-ma” jika ia memanggil atau melihat
ibunya?  (Jawablah YA jika anak anda mengatakan salah satu diantaranya)
 Dapatkah anak anda berdiri tanpa berpegangan selama kira-kira 5 detik?
 Dapatkah anak anda berdiri tanpa berpegangan selama 30 detik atau lebih?

Comments (7)

DDST : Indikator Perkembangan Bayi (0 – 6 bulan)


Filed under: DDST — creasoft @ 3:06 pm
Tags: DDST, Indikator, perkembangan, Perkembangan Bayi
 Jika anda bersembunyi di belakang sesuatu (atau dipojok) dan kemudian muncul dan
menghilang secara berulang-ulang, apakah bayi anda mencari anda atau mengharapkan
anda muncul kembali?
 Berikan bayi anda pena atau pinsil dan letakkan di telapak tangannya. Cobalah untuk
mengambil pena / pinsil tersebut secara perlahan-lahan. Sulitkah anda mendapatkan pena
atau pinsil itu kembali?
 Apakah bayi anda dapat berdiri selama 30 detik atau lebih dengan berpegangan pada
kursi atau meja?
 Dapatkah bayi anda mengatakan “ma-ma” atau “pa-pa”? Jawablah YA jika bayi anda
mengeluarkan salah satu suara tadi.
 Dapatkah bayi anda mengangkat dirinya sendiri sampai berdiri tanpa bantuan anda?
 Dapatkah bayi anda membedakan anda dengan orang yang belum ia kenal? Ia dapat
menunjukkan sikap malu-malu atau ragu-ragu pada saat permulaan bertemu dengan
orang yang belum dikenalnya.
 Jika bayi anda memungut benda kecil seperti kacang, apakah ia mengambilnya dengan
meremas di antara ibu jari dan jarinya seperti yang terlihat pada gambar?

 Dapatkah bayi anda duduk sendiri tanpa bantuan?


 Sebutkan dua atau tiga kata yang dapat ditiru oleh bayi anda (tidak perlu kata-kata yang
lengkap). Menurut pendapat anda, apakah ia mencoba meniru kata-kata tadi?
 Tanpa anda menggerakkan tangan bayi anda, dapatkah ia mempertemukan dua balok
kecil? Kerincian bertangkai dan tutup panci tidak ikut dinilai.

http://creasoft.wordpress.com/category/keperawatankesehatan-masyarakatkebidanan/
bayi-anak-dan-remaja/ddst/

DDST II
Ditulis oleh joe di/pada 29/08/2009

DENVER DEVEPLOPMENT SCREENING


TEST (DDST II )

PENDAHULUAN

DDST adalah salah satu dari metode screening terhadap kelainan perkembangan anak,
test ini bukanlah test diagnosa atau test IQ. DDST memenuhi semua persyaratan yang
diperlukan untuk metode screening yyang aik. Test ini mudah dan cepat (15-20menit),
dapat diandalkan dan menunjukkan validitas yang baik. Dari beberapa pelitian yang
pernah dilakukan ternyata DDST secara efektif dapat mengidentifikasikan 85-100% bayi
dan anak prasekolah yang mengalami keterlambatan perkembangan, dan pada follow up
selanjutnya ternyata 89% dari kelompok DDST abnormal mengalami kegagalan
disekolah 5-6 tahun kemudian.
Tetapi dari penelitian Borrowitz (1986) menunjukkan bahwa DDST tidak dapat
mengidentifikasikan lebih dari separuh anak dengan kelainan bicara. Frankenburg
melakukan revisi dan standarisasi kembali DDST dan juga tugas perkembangan pada
sektor bahasa ditambah, yang kemudian hasil revisi DDST yang dinamakan Denver II
DDST II terdiri atas 125 butir, yang terbagi atas 4 bagian yaitu

1. Personal Sosial
2. Kemanpuan Motorik halus, yaitu koordinasi mata dan tangan, dalam memanipulasi
atau benda-benda kecil atau pemecahan masalah.
3. Bahasa, pendengaran, pemahaman dan penggunaan bahasa.
4. Motorik kasar, duduk, berjalan, melompat, dan gerakan lain yang melibatkan otot
besar.

Semua peralatan dimasukan ke dalam wadah, kecuali kertas kosong. Selain itu perlu
menyiapkan meja dan kursi untuk menguji, pengasuh dan anak yang diatur jaraknya, agar
dapat melakuka gerakan pada pengujian motor kasar.Untuk memeriksa bayi, diperlukan
diperlukan meja atau tempat untuk membaringkan bayi tersebut.

FORMAT TEST

Format test terrdiri atas 125 item test yang dapat dilakukan pada usia 0 hingga 6 tahun.
Setiap item ditampilkan dalam bentuk batang yang memanjang menirut usia, dengan
prpsetasi 25%, 50%, 75% dan 90% standar pencapaian oleh sample, seperti digambarkan
di bawah ini.

6 9 12 15

25% 50% 75% 90%

Berjalan dengan baik

Presentasi anak yang dapat melakukan

Pada gambar diatas terlihat bahwa anak dapat berjalan dengan baik terdapat pada 25%
anak berusia lebih dari 11 bukan, 50% anak berusia 12 ½ bulan, 75 %anak berusia 13 ½
bulan, dan berusia sedikit kurang dari 15 bulan.

Huruf R pada kotak diatas memperhatikan bahwa untuk pemeriksaan tersebut


memerlukan laporan dari orang tua. Angka dibawahnya. Anda diminta untuk melihat
petunjuk pelaksanaan, sesuai dengan nomor yng tertera pada kotak.
Menghitung Usia Anak

1. Instruksi umum

- Usia anak didapat dari tanggal pengetesan dikurangi tanggal lahir, Bila penambahan,
maka 1 tahun = 12 bulan =30 hari

- Contoh : tanggal test 15 September 2004, anak lahir tanggal 10 maret 2000 maka
usianya.

THN BLN TGL

Tanggal test 2004 9 15

Tanggal lahir 2000 3 10

Umur anak 4 thn 6 bln 5 hr

Contoh tanggal test ; 15 September 2004,anak lahir tanggal 25 Oktober maka usianya:

THN BLN TGL

2003(2004-1)20(8+12) 45(15-30)

Tanggal test 2004 9(9-1) 15

Tanggal lahir 2000 3 10

Umur anak 3 thn 10 bln 20 hr

2. Anak yang premature

Anak yang lahir lbih daei 2 minggu sebelum atau setelah HPL, maka usia anak harus
disesuiakan. Minggu premature diubah menjadi bulan dengan 4 minggu= 1bulan dan 7
hari = 1 minggu.

Missal:

THN BLN TGL

Tanggal test 2004 8 20

Tanggal lahir 2004 – 6 -1

Umur anak 2 19
Premature 6 mggu -1 -14

Usia anak yg disesuaikan 1 5

3. Mengganbar garis umur

6 9 12 15

Pelaksanaan test

1.Instruksi umum

Pemeriksaan DDST IIdapat dilaksanakan berulang kali dari usia 0 hingga 6 tahun.
Gunakan lembar yang sama untuk pemeriksaan selanjutnya pada satu anak, untuk
membedakannya, dapat menggunakan warna pensil yang berbeda.

2. Laporan

Saat test dilakukan, usahakan anak dalam keadaan terbaiknya dan pengasuh memberkan
lapora yang akurat, sehingga saat dilakukan test ,anak harus di dampingi oleh orang tua
maupun penagasuhnya. Anak dapat duduk dipangku pengasuhnya, sedangkanyang sudah
besar dapat duduk sendiri.Posisi anak sedapat mungkin dapat meraih benda-benda yabg
digunakan

3.Introduction

Pelasanaan menayakan kapan anak lahir, apakah sesuia HPL atau premature.Hitung usia
anak, Jelaskan tentang tujuan dari pemeriksaan ini , bahwa DDST II buykan lah IQ test
dan tidak harus melalui semua butir yang ditest kan

4. Test

5. Jumlah

6. Scoring

7. Item Scoring

INTERPRETASI PENILAIAN

1. Advence :terdapat 7 item yang harus dilakukan anak disebelah kanan garis umur

2. Normal : ada 9 item yang ada ,dimana ada7 item berhasil dilakukan dan ada item yang
gagal dilakukan oleh anak / menolak.
3. Caution : ada 4 item dimana ada 2 item berhasil dilaksanakan dan ada2 item yang yang
gagal dilaksanakan oleh anak

4. Delay : terdapat 1 item dimana anak menolak untuk melakukannya.

5. No opportunity : tidak terdapat

Catatan: anak kooperatif saat dilaksanakan DDST II

Interprestasi hasil akhir : Suspect, ada 2 Item (coution) yang gagal dilaksanakan oleh
anak dan ada 1 item (delay)dimana anak manolak untuk melaksakan

Saran untuk orang tua : Untuk anjurkan untuk memperhatikan tumbuh kembang
selanjutnya.

Evaluasi : Anak kooperatif pada saat dilaksanakan screening DDST II, orang tua
dianjurkan untuk menjaga jarak sementara dan dilarang membantu anak selama test
berlangsung.

Dari test yang telah dilakukan, diperoleh intepretasi hasil akhir sbb:

Suspect, ada 2 item (caution) yang gagal dilaksanakan oleh anak dan ada 1 item (delay)
dimana anak menolak untuk melakukannya.

Saran untuk orang tua : agar merangsang perkembangan anaknya baik perkembangan
social, motorik.

http://perawattegal.wordpress.com/2009/08/29/ddst-ii/halus,bahasa, motorik kasar


dengan memberikan contoh item-itemnya.

April 2, 2008
PERKEMBANGAN menurut DENVER II (DDST II)
Diarsipkan di bawah: Tumbuh Kembang — rofiqahmad @ 1:50 pm

By. Rusana, S.Kep., Ns

Pengertian

Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi


tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai
hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-
sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang
sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga
perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan
lingkungannya (Soetjiningsih, 1997).

Perkembangan Menurut Denver II

Denver II adalah revisi utama dari standardisasi ulang dari Denver


Development Screening Test (DDST) dan Revisied Denver Developmental
Screening Test (DDST-R). Adalah salah satu dari metode skrining terhadap
kelainan perkembangan anak. Tes ini bukan tes diagnostik atau tes IQ. Waktu yang
dibutuhkan 15-20 menit.

a. Aspek Perkembangan yang dinilai

Terdiri dari 125 tugas perkembangan.

Tugas yang diperiksa setiap kali skrining hanya berkisar 25-30 tugas

Ada 4 sektor perkembangan yang dinilai:

1) Personal Social (perilaku sosial)

Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan


berinteraksi dengan lingkungannya.

2) Fine Motor Adaptive (gerakan motorik halus)

Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu,


melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan
dilakukan otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat.

3) Language (bahasa)

Kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, mengikuti perintah


dan berbicara spontan

4) Gross motor (gerakan motorik kasar)

Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.

b. Alat yang digunakan


 Alat peraga: benang wol merah, kismis/ manik-manik, Peralatan makan,
peralatan gosok gigi, kartu/ permainan ular tangga, pakaian, buku gambar/
kertas, pensil, kubus warna merah-kuning-hijau-biru, kertas warna
(tergantung usia kronologis anak saat diperiksa).

 Lembar formulir DDST II

 Buku petunjuk sebagai referensi yang menjelaskan cara-cara melakukan tes


dan cara penilaiannya.

c. Prosedur DDST terdiri dari 2 tahap, yaitu:

1) Tahap pertama: secara periodik dilakukan pada semua anak yang berusia:

3-6 bulan

9-12 bulan

18-24 bulan

3 tahun

4 tahun

5 tahun

2) Tahap kedua: dilakukan pada mereka yang dicurigai adanya hambatan


perkembangan pada tahap pertama. Kemudian dilanjutkan dengan evaluasi
diagnostik yang lengkap.

d. Penilaian

Jika Lulus (Passed = P), gagal (Fail = F), ataukah anak tidak mendapat kesempatan
melakukan tugas (No Opportunity = NO).

CARA PEMERIKSAAN DDST II

 Tetapkan umur kronologis anak, tanyakan tanggal lahir anak yang akan diperiksa.
Gunakan patokan 30 hari untuk satu bulan dan 12 bulan untuk satu tahun.

 Jika dalam perhitungan umur kurang dari 15 hari dibulatkan ke bawah, jika sama
dengan atau lebih dari 15 hari dibulatkan ke atas.
 Tarik garis berdasarkan umur kronologis yang memotong garis horisontal tugas
perkembangan pada formulir DDST.

 Setelah itu dihitung pada masing-masing sektor, berapa yang P dan berapa yang F.

 Berdasarkan pedoman, hasil tes diklasifikasikan dalam: Normal, Abnormal,


Meragukan dan tidak dapat dites.

1) Abnormal

a) Bila didapatkan 2 atau lebih keterlambatan, pada 2 sektor atau lebih

b) Bila dalam 1 sektor atau lebih didapatkan 2 atau lebih keterlambatan Plus 1
sektor atau lebih dengan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama
tersebut tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis
vertikal usia .

2) Meragukan

a) Bila pada 1 sektor didapatkan 2 keterlambatan atau lebih

b) Bila pada 1 sektor atau lebih didapatkan 1 keterlambatan dan pada sektor
yang sama tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis
vertikal usia.

3) Tidak dapat dites

Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hasil tes menjadi abnormal atau
meragukan.

4) Normal

Semua yang tidak tercantum dalam kriteria di atas.

Pada anak-anak yang lahir prematur, usia disesuaikan hanya sampai anak usia 2
tahun:

Contoh perhitungan anak dengan prematur:

An. Lula lahir prematur pada kehamilan 32 minggu, lahir pada tanggal 5 Agustus
2006. Diperiksa perkembangannya dengan DDST II pada tanggal 1 April 2008.
Hitung usia kronologis An. Lula!
Diketahui:

Tanggal lahir An. Lula : 5-8-2006

Tanggal periksa : 1-4-2008

Prematur : 32 minggu

Ditanyakan:

Berapa usia kronologis An. Lula?

Jawab:

2008 – 4 – 1 An. Lula prematur 32 minggu

2006 – 8 – 5 Aterm = 37 minggu

_________ - Maka 37 – 32 = 5 minggu

1 – 7 -26

 Jadi usia An. Lula jika aterm (tidak prematur) adalah 1 tahun 7 bulan 26 hari
atau

1 tahun 8 bulan atau 20 bulan

Usia tersebut dikurangi usia keprematurannya yaitu 5 minggu X 7 hari = 35 hari,


sehingga usia kronologis An. Lula untuk pemeriksaan DDST II adalah:

 1 tahun 7 bulan 26 hari – 35 hari = 1 tahun 6 bulan 21 hari

Atau

1 tahun 7 bulan atau 19 bulan

Interpretasi dari nilai Denver II

 Advanced

Melewati pokok secara lengkap ke kanan dari garis usia kronologis (dilewati
pada kurang dari 25% anak pada usia lebih besar dari anak tersebut)
 OK

Melewati, gagal, atau menolak pokok yang dipotong berdasarkan garis usia
antara persentil ke-25 dan ke-75

 Caution

Gagal atau menolak pokok yang dipotong berdasarkan garis usia kronologis di
atas atau diantara persentil ke-75 dan ke-90

 Delay

Gagal pada suatu pokok secara menyeluruh ke arah kiri garis usia kronologis;
penolakan ke kiri garis usia juga dapat dianggap sebagai kelambatan, karena
alasan untuk menolak mungkin adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas
tertentu

Interpretasi tes

 Normal

Tidak ada kelambatan dan maksimum dari satu kewaspadaan

 Suspect

Satu atau lebih kelambatan dan/ atau dua atau lebih banyak kewaspadaan

 Untestable

Penolakan pada satu atau lebih pokok dengan lengkap ke kiri garis usia atau
pada lebih dari satu pokok titik potong berdasarkan garis usia pada area 75%
sampai 90%

Rekomendasi untuk rujukan tes Suspect dan Untestable:

Skrining ulang pada 1 sampai 2 minggu untuk mengesampingkan faktor temporer

http://rofiqahmad.wordpress.com/2008/04/02/perkembangan-menurut-denver-ii-ddst-ii/

Selasa, 23 Februari 2010


perlunya form DDST untuk menilai perkembangan anak
PEMERIKSAAN PERKEMBANGAN DENGAN MEMAKAI FORM DDST
(DENVER DEVELOPMENTAL SCREENING TEST)

Uji skrining perkembangan yang digunakan paling luas untuk anak kecil merupakan
rangkaian pengujian yang dikembangkan oleh Dr. William Framcamburg dan Koleganya
di Denver, Colorado. Pada saat ini terdapat beberapa perkembangan dalam penggunaan
test DDST misalnya revisi atau perubahan dalam penggunaan test yang dikenal dengan
nama DDST II. Pada awalnya test ini dikenal dengan DDST kemudian terjadi revisi
dengan nama DDSTR dan saat ini menggunakan istilah DDST II yang sudah mengalami
penyempurnaan dalam pengukuran.
Sebelum melakukan pengujian DDST II, pemeriksa harus dilatih oleh dan menerima
sertifikat dari instruktur ahli yang telah dilatih oleh anggota fakultas Denver .
DDST II berbeda dengan DDST pada butir pertanyaannya, format uji interpretasi dan
rujukan.

2.1 Skoring DDST II


Interpretasi skor DDST II
Lanjut—Butir secara keseluruhan dilewati pada sebelah kanan dari garis usia ( dilewati
oleh kurang dari 25% anak pada usia yang lebih tua daripada usia anak ).
OK—Butir yang dilewati, gagal, atau menolak bersilangan dengan garis usia pada atau
diantara persentil ke-75
Peringatan—Butir yang gagal atau ditolak bersilangan dengan garis usia pada atau
diantara persentil ke-75 dan ke 90.
Terlambat—Butir secara keseluruhan gagal, dilewati pada sebelah kiri garis usia juga
dapat dianggap, terlambat, karena alasan menolak mungkin akibat ketidakmampuan
melakukan tugas.
Interpretasi Uji
Normal—tidak ada keterlambatan dan maksimal hanya ada satu peringatan
Dicurigai—Satu atau lebih keterlambatan dan/atau dua atau lebih peringatan
Tidak dapat diuji—Menolak satu atau lebih butir seluruhnya pada sebelah kiri garis usia
atau lebih dari satu butir yang bersilangan dengan garis usia pada area 75% sampai 90%.
Rekomendasi Perujukan pada Uji yang Mencurigakan atau yang Tidak Dapat Diuji
Lakukan uji ulang 1 sampai 2 minggu untuk menyingkirkan factor-faktor sementara.
Jika hasil skrining ulang tetap mencurigakan atau tidak dapat diuji, gunakan penilaian
klinis berdasarkan hal-hal berikut ini jumlah peringatan dan keterlambatan; butir mana
yang menjadi peringatan dan keterlambatan; tingkat perkembangan masa lalu,
pemerikasaan klinis dan riwayat, ketersedian sumber-sumber rujukan.
Total pertanyaan sebelumnya yang berjumlah 105 pertanyaan telah ditingkatkan menjadi
125 pertanyaan,termasuk peningkatan dari 2 1 DDST menjadi 39 butir bahasa DDST II.
Butir-butir sebelumnya yang sulit untuk diberikan atau diinterpretasikan telah
dimodifikasi atau dihilangkan. Banyak butir yang sebelumnya diperiksa berdasarkan
laporan orang tua, sekarang memerlukan observasi oleh pemeriksa.
Setiap butir dievalusi untuk mnentukan jika terdapat perbedaan yang signifikan pada
basis jenis kelamin, kelompok etnik, pendidikan ibu dan tempat tinggal. Butir-butir yang
secara klinis dibahas dalam manual teknis. Butir-butir pada formulir uji diatue dalam
format yang sama dengan DDST-R. standar batang distribusi dipengaruhi dengan
standardisasi data baru tetapi tetap dibagi menurut persentil 5, 50, 75, dan 90. Format uji
ini berisi mekanisme pembuatan kisaran karakteristik perilaku anak (kepatuhan, minat
pada seklilingnya, rasa takut, dan rentang perhatian).
Dengan memberikan skor pada setiap item sebagai lulus, gagal, menolak, atau tidak ada
kesempatan, dan menghubungkjan skor-skor tersebut dengan usia anak, setiap butir tes
dapat diinterpretasikan seperti yang dijelaskan dalam kotak terlampir.
Untuk menentukan area relative kemajuan dan area keterlambatan, butir-butir yang
mencukupi harus disiapkan untuk menentukan tingkat dasar maupun puncak dari setiap
sektor. Penelitian tentang validitas dan keakuratan DDST 2 sedang dimulai dalam tahap
awal.Status studi menunjukkan bahawa sebagian besar anak dengan masalah
perkembangan yang sangat kecil telah diidentifikasi. Walaupun demikian, hamper
separuh anak masalah perkembangan mendapat skor dicurigai, yang mengakibatkan
tingginya angka rujukan berlebihan (Blacoe dkk, 1992). Untuk meminimalkan rujuan
yang berlebihan, suatu keputusan perujukkan tidak hanya bergantung pada hasil DDST 2,
tetapi juga pada penlaian plinis praktisi setelah mempertimbangkan riwayat
perkembangan anak; status kesehatan secara umum; lingkungan social, budaya, dan
emosional; dan ketersediaan sumber-sumber local untuk diagnosis tindakan
( Frankenbrug,1994a).
Persiapkan anak usia toddler dan usia porasekilah untuk prosedur tersebut dengan
melakukan nya dalam bentuk permainan. Melakukan setiap butir secara cepat dan
tunjukkan hanya satu mainan dari kotak pemeriksaan pada suatu waktu. Setelah tujuan
dari mainan itu dapat disimpulkan ganti mainan ini dengan mainan lain. Faktor-faktor
sementara lain yang dapat mengganggu penampilan anak mencakup pelatihan, penyakit,
ketakutan, kostitalisasi, perpisahan dari orang tua, atau keberatan secra umum untuk
melakukan aktivitas tersebut. Selain itu retardasi mental, kehilangan pendengaran,
kehilangan penglihatan, kerusakan neurologis, atau adanya pola keterlambatan
perkembangan dalam keluarga sangat mempengaruhi penampilan anak. Setelah
menyelesaikan denver 2 tanyakan pada orangtua jika penampilan anak sama dengan
perilakunya pada waktu yang lain. Jika jawaban orangtua meyakinkan dan anak bekerja
sama secara memuaskan, jelaskan hasilnya, tekankan semua butir yang berehasil terlebih
dahulu, kemudian butir yang gagal tetapi nak tidak diharapkan untuk melewatinya, dan
akhirnya butir-butir yang terlambat. Jika orangtua menjawab bahwa penampilan anak
tidak sesuai dengan perilakunya yang biasa, maka tunada skor yang ada atau pembahasan
hasilnya, terutama jika ada penolakan terhadap skor yang dicurigai.
o dalam menjelasakan skor normal, fokuskan pada seberapa baik penampilan anak dan
berikan penguatan pada upaya orangtua yang sangat memuasakan dalam merangsang
anak mereka.
o Dalam menjelaskan keterlambatan perhatikan respon orangtua secara hati-hati,
waspadai kecemasan personal, jangan memberikan jaminan, berikan respon yang jujur
pada pertanyaan orangtua, tetapi dengan fleksibilitas dan perhatia yang tepat yang
menekankan tes perkembangan lebih lanjutnya.

2.2 KUESIONER PERKEMBANGAN PRASKRINING DDST 2 ( PDQ-II)


PDQ-II adalah revisi lebih lanjut dadri PDQ dan R-PDQ dimana versi ini menggunakan
stndar-standar ( Percentil ke 90 dan ke 75) dari DDST 2. PDQ-II adalah jawaban
praskrining orangtua yang terdiri atas 91 pertanyaan dari DDST 2, walupun hanya satu
bagian pertanyaan yang ditanyakan untuk setiap kelompok usia.
Empat formulir berbeda diseleksi berdasarkan usia: Jingga (0-9 Bulan), Ungu (9-24
Bulan), Krem ( 2- 4 Tahun ), dan putih ( 4-6 tahun ). Anak yang tidak memiliki
keterlambatan atau peringatan dianggap telah berkembang secara normal. Jika anak
memilki satu keterlambatan atau dua peringatan, pemberi perawatan diberikan aktivitas
perkemabangan yang sesuai dengan usia untuk dilakukan denga anak, dan skrining ulang
dengan PDQ-II dilakukan 1 bulan kemudian. Jika dalam skrining ulang anak memiliki
satu atau lebih keterlambtan, danver 2 harus diberikan secepat mungkin.

2.3 SKRINING PERKEMBANGAN DAN INTERPRETASI


Uji skrining hanya kan berhasil jika diberikan oleh individu yang berpengalaman yang
memberikannya. Uji skrining merupakan alat yang digunakan oleh tenaga terlatih
bantuan,ada resiko dalm skrining jika tenaganya tidak terlatih atau tidak ada pengawasan
yang tepat.
Skrining perkembangan perlu mengkaji gambaran keseluruhan perkembangan, seperti
halnya pertumbuhan dan kesehatan. Tes DDST 2 sebaiknya digunakan sebagai bagian
dari survailens perkembangan , suatu pendekatan perawatan kesehatan primer yang
konverhensof dan teru-menerus yang melibatkan orangtua sebagai mitra para
professional ( Frankenburg, 1994b).
Penilaian DDST ini menilai perkembangan anak dalam 4 faktor diantaranya penilaian
terhadap personal social motorik halus, bahasa, dan motorik kasar dengan persyaratan tes
sebagai berikut.
1. Lembar formulir DDST II.
2. Alat bantu atau peraga seperti benang wol merah, manic-manik, kubus berwarna
merah, kuning, hijau dan biri, permainan bola kecil, serta bola tenis kertas dan pencil.
Adapun cara pengukuran DDST adalah sebagai berikut :
1. Tentukan usia anak pada saat pemeriksaan.
2. Tarik garis pada lembar DDST-II dengan usia yang telah ditentukan
3. Lakukan pengukuran pada anak tiap komponen dengan batasan garis yang ada mulai
dari motorik kasar, bahasa, motorik halus, dan personal social
4. Tentukan hasil penilaian apakah normal, meragukan, atau abnormal, sesuai dengan
form DDST-II.

Keterangan:
• Dikatakan meragukan apabila terdapat II keterlambatan atau lebih pada dua sector atau
dua keterlambatan atau lebih pada satu sector ditambah satu keterlambatan pada satu
sector atau lebih.
• Dikatakan meragukan apabila terdapat dua keterlambatan atau lebih pada satu sector
atau terdapat satu keterlambatan pada satu sector, atau lebih.
• Dapat juga dengan menentukan ada tidaknya keterlambatan pada masing-masing sector
bila menilai setiap sector atau tidak menyimpulkanan gangguan perkembangan
keseluruhan (Soedjiningsih, 1998).
http://aryuliasunarti.blogspot.com/2010/02/perlunya-form-ddst-untuk-menilai.html
Pentingnya Imunisasi pada Bayi
Bila ingin si kecil sehat, lakukan imunisasi secara teratur. Tak perlu khawatir
imunisasinya akan kelebihan. Justru semakin banyak, si kecil akan semakin
aman.

Hampir sebulan sekali bayi pasti dibawa ke dokter untuk imunisasi. Merunut
peraturan WHO yang ada di UCI (Universal Child Imunitation), imunisasi untuk
bayi atau anak usia 0-1 tahun terdiri dari BCG, DPT, Polio, Campak, Hepatitis B
dan MMR. “Khusus MMR, pemerintah kita belum mewajibkannya.
Pertimbangannya, vaksin ini masih diimpor sehingga harganya relatif mahal,
yaitu sekitar Rp. 120 ribu,” tutur dr. H. Adi Tagor, Sp.A, DPH dari RS. Pondok
Indah, Jakarta.

USIA BUKAN PATOKAN BARU

Lebih jauh dijelaskan Adi, imunisasi sebenarnya terdiri dari 2 golongan.


Golongan pertama adalah imunisasi yang harus selesai sebelum usia setahun
(lihat boks Jenis Imunisasi Bayi) dan golongan kedua adalah imunisasi yang tak
boleh dilaksanakan pada usia di bawah setahun.

Namun demikian, patokan usia sebagaimana yang ditulis dalam jadwal iminusasi
di rumah sakit-rumah sakit ataupun puskesmas dan poli anak maupun di buku-
buku kesehatan anak, bukanlah patokan baku. Misalnya, imunisasi DPT ke-1
yang dijadwalkan pada usia 2 bulan, DPT ke-2 di usia 3 bulan dan DPT ke-3 di
usia 4 bulan. Bukan berarti setiap bayi harus diimunisasi DPT pada usia-usia
tersebut. Yang penting, sebelum usia setahun si bayi harus sudah diimunisasi
DPT lengkap.

Memang, aku Adi, ada beberapa imunisasi yang sebaiknya dilakukan tepat
berdasarkan umur. Misalnya, BCG, sebaiknya dilaksanakan setelah bayi berusia
1 bulan atau 1 bulan lebih 1 minggu. “Sebenarnya BCG bisa dilaksanakan
sewaktu bayi berumur sehari. Namun menurut penelitian, imunisasi BCG akan
efektif bila bayi sudah berumur sebulan atau sebulan lebih seminggu. Alasannya,
karena imunologi terhadap BCG belum bisa bangkit dengan baik pada bayi yang
baru lahir,” terangnya.

Imunisasi lain yang sebaiknya dilaksanakan tepat umur ialah Campak, yaitu di
usia 9 bulan. Mengapa? Karena pada umumnya, hampir semua ibu sudah
pernah kena campak. “Nah, sewaktu hamil, dia mewariskan kekebalannya pada
janin yang dikandungnya melalui plasenta. Kekebalan ini bertahan hingga bayi
berusia 8 bulan. Itulah mengapa vaksinasi Campak harus dilakukan di usia 9
bulan. Jadi, sebelumnya bayi masih ada kekebalan campak dari ibunya,” terang
Adi.

PENTINGNYA HiB

Selain soal jadwal imunisasi, yang kerap membingungkan para ibu ialah
imunisasi HiB (Hemophilus Influenzae type B). Pasalnya, tak setiap dokter
menganjurkan imunisasi ini. “Beberapa dokter memang memandang imunisasi
ini tak perlu,” aku Adi. Sebab, terangnya, imunisasi yang dimaksudkan untuk
menghindari radang selaput otak ini, selain harganya mahal, juga penyakit
tersebut memang di Indonesia sangat jarang terjadi. “Umumnya penyakit radang
selaput otak banyak dijumpai di negeri dingin, seperti Australia, Amerika, atau
negara-negara di Eropa.”

Namun, bukankah pasien berhak diberi tahu atau istilah kedokterannya, inform
concent? Setuju atau tak setuju dilakukan, dikembalikan pada diri orang tua si
pasien. Iya, kan! Terlebih lagi, kata Adi, komunikasi di negeri kita sudah
mengglobalisasi, terutama untuk Jakarta dan Bali. “Coba saja, bila kita berjalan-
jalan di mal atau berenang, pasti, kan, kita bertemu anak bule. Nah, kalau
enggak disuntik HiB, bayi pun bisa terkena. Akibatnya sangat fatal, lo, karena
langsung ke selaput otak dan dapat menimbulkan kematian dengan cepat.
Kalaupun sembuh, si anak bisa cacat seperti orang terkena stroke.” Jadi,
sarannya, bila memang orang tua cukup mampu, apa salahnya si bayi diberi
imunisasi HiB. Toh, tak ada ruginya.

Imunisasi HiB, terang Adi, dilaksanakan 3 kali. Dua kali dilakukan pada saat bayi
berusia di bawah setahun dan sekali dilakukan di atas usia setahun. Jarak waktu
imunisasi HiB yang pertama dan kedua adalah sebulan, sedangkan HiB ketiga
dilakukan setelah setahun. Oleh karena itu, saran Adi, bila orang tua ingin
mengajak bayinya pergi ke negeri dingin, sebaiknya si bayi sudah disuntik “tiga-
satu”. Artinya, 3 kali di bawah usia setahun dan satu kali di atas usia setahun.
Jadi, 4 kali suntikan. “Kalau mau aman, sebelum berangkat disuntik sekali lagi.”

Lo, apa nanti enggak kelebihan? Ternyata tidak. Menurut Adi, kelebihan pun
enggak apa-apa. Bahkan, mau dilakukan sampai 10 kali juga enggak apa-apa.
Tapi kalau sampai 3 kali dinilai sudah cukup, ya, tak perlu lebih. Bukankah
harganya mahal?
Hal ini juga berlaku untuk semua jenis imunisasi. Sebab, terangnya, “imunisasi
bukan obat. Kalau obat, bisa overdosis. Namun imunisasi, tidak.” Jadi, Bu, kalau
memang lupa apakah si bayi sudah diimunisasi atau belum, tak ada salahnya Ibu
lakukan lagi imunisasi. “Daripada bingung-bingung, suntik saja sekali lagi.
Enggak akan bahaya, kok, malah biar safe,” kata Adi.

EFEKTIVITAS IMUNISASI

Soal tempat dilaksanakannya imunisasi, menurut Adi, bisa di mana saja. Entah
di rumah sakit, di poli anak, maupun di puskesmas. Asal jangan di rumah; tapi
para dokter biasanya juga enggak berani, kok, melaksanakan imunisasi di
rumah. Pasalnya, vaksin untuk imunisasi harus disimpan di lemari pendingin.
Jadi, kalau lampu mati sehingga lemari pendingin tak bekerja, maka vaksin-
vaksin tersebut sudah tak efektif lagi.

“Di rumah sakit besar biasanya memiliki special storage atau tempat
penyimpanan khusus. Juga kalau lampu mati, generator langsung hidup,” tutur
Adi. Tapi, toh, kita tak perlu khawatir terhadap rumah sakit kecil ataupun
puskesmas yang tak memiliki tempat penyimpanan khusus maupun generator.
Karena kalau sampai terjadi listrik padam, maka pihak rumah sakit/puskesmas
tersebut akan segera meletakkan vaksin-vaksin imunisasi di antara es batu agar
tetap bisa efektif pada saat digunakan.

Lantas, bagaimana mengukur efektivitas dari vaksin-vaksin tersebut? Menurut


Adi, caranya dengan mengambil darah. “Tapi hal ini jarang dilakukan karena
biayanya yang terlalu mahal.” Namun ada beberapa imunisasi yang jelas-jelas
bisa diukur; antara lain imunisasi BCG. “Suntikan ini akan membuat suatu tanda
seperti ‘bisul’ kecil di tempat yang disuntik, entah itu di lengan kanan atau pantat
sebelah kiri.”

Nah, bila “bisul” tersebut tak muncul, berarti imunisasinya gagal dan harus
diulang. Pengulangan bisa dilakukan kapan saja. “Tapi sebaiknya sebelum usia
setahun. Karena setelah usia setahun, biasanya anak sudah banyak dibawa ke
mana-mana sehingga bisa tertular TBC. Bukankah data TBC di Indonesia masih
yang tertinggi di dunia, seperti juga di India dan Bangladesh? Nah, bila anak tak
diproteksi, maka ia akan gampang terkena TBC,” jelas Adi.

Selain BCG, imunisasi Hepatitis B juga bisa diukur dengan cara yang tak terlalu
mahal, “yaitu dengan cara mengecek kadar Hepatitis B-nya setelah anak berusia
setahun.” Dari hasil tes dokter akan mendapat angka. Di atas 1000, berarti daya
tahannya 8 tahun; di atas 500, tahan 5 tahun; di atas 200, tahan 3 tahun. Tapi
kalau angkanya cuma 100, maka dalam setahun akan hilang. Sementara bila
angkanya nol berarti si bayi harus disuntik ulang 3 kali lagi.

Yang patut disadari orang tua, lanjut Adi, imunisasi tak bisa memproteksi bayi
hingga 100 persen. “Bila bayi bisa terproteksi sampai 80 persen saja, itu sudah
bagus; karena banyak hal yang memperngaruhi imunisasi, salah satunya adalah
gizi dan kesehatan bayi.” Selain itu, efektivitas imunisasi hanya bertahan sekitar
5-10 tahun. Jadi di antara usia tersebut, anak perlu diimunisasi lagi atau
istilahnya booster (penguat).

Nah, Bu-Pak, sudah paham, kan! Jadi, jangan malas mengimunisasi si kecil, ya.

JENIS IMUNISASI (0-1 TAHUN)

* BCG (Bacille Calmette Guerin).

Manfaatnya untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit TB (tuberkolosis);


diberikan hanya 1 kali. Usia efektif dilakukannya imunisasi pada 1 bulan atau 1
bulan 1 minggu. Suntikan ini akan menampakkan “bisul” kecil di daerah yang
disuntik. Bila tidak, harus dilakukan suntikan ulang.

* DPT (Difteri Pertusis Tetanus) Polio.

Untuk mencegah timbulnya penyakit difteri, pertusis, dan tetanus. Biasanya


setelah 6 jam bayi akan mengalami panas atau timbul uneasy feeling seperti tak
mau makan atau murung. Tapi ini hanya efek sementara.

DPT bisa digabungkan dengan Polio, sehingga imunisasi menjadi DPT Polio.
Imunisasinya dilaksanakan sebanyak 4 kali; 3 kali di bawah usia setahun dan 1
kali di atas usia setahun.

* Hepatitis B.

Agar bayi memiliki kekebalan terhadap penyakit hepatitis B. Imunisasinya


dilakukan sebanyak 3 kali. Aturannya, bila suntikan ke-1 dilakukan pada usia
sebulan, maka jangka waktu suntikan ke-2 antara 1-2 bulan kemudian,
sedangkan suntikan ke-3 boleh sampai 5 bulan kemudian.

* Campak.

Agar bayi memiliki kekebalan terhadap penyakit campak; harus dilakukan di usia
9 bulan. Biasanya setelah seminggu bisa timbul sedikit demam pada bayi,
namun ini hanya efek sementara.

* HiB (Hemophilus Influenzae type B).

Tujuannya agar bayi memiliki kekebalan terhadap penyakit radang selaput otak.
Imunisasi dilaksanakan 3 kali; 2 kali di bawah usia setahun dan 1 kali di atas usia
setahun.

* MMR (Measles Mumps Rubella).


Untuk mencegah penyakit campak, gondongan atau campak jerman. Imunisasi
dilaksanakan hanya 1 kali. Setelah hari ke-3 biasanya bayi akan panas dan
timbul bintik-bintik seperti terkena campak. Namun tak usah cemas, karena
bintik-bintik tersebut akan hilang sendiri. Sedangkan panasnya bisa diturunkan
dengan obat penurun panas yang dapat dibeli bebas di apotik.

BAYI HARUS SEHAT

Penting diperhatikan, bayi yang hendak diimunisasi haruslah dalam kondisi


benar-benar fit. Sebab, imunisasi yang dilaksanakan pada bayi tak sehat akan
menjadi tak efektif atau malah berubah jadi penyakit. Jadi, Bu, bila si kecil tengah
pilek, misalnya, tundalah jadwal imunisasinya sampai ia sembuh dulu dari
sakitnya.

Biasanya dokter akan memberi tahu kapan bayi Ibu harus diimunisasi. Namun
demikian, tak ada salahnya bila Ibu dan Bapak aktif bertanya, kapan dan
imunisasi apa yang harus dilaksanakan bayi selanjutnya. Tanyakan pula apa
efeknya setelah bayi menerima imunisasi tersebut dan apa yang harus Bapak-
Ibu lakukan.

BILA KEJANG DEMAM

Biasanya bayi akan mengalami panas setelah menerima imunisasi DPT dan
MMR. Bila panasnya tak terlalu tinggi atau hanya sekadar sumeng, tak usah
khawatir. Cukup diberi obat penurun panas khusus untuk bayi yang dapat dibeli
bebas di apotik.

Obat penurun panas juga dapat diberikan sebelum bayi menerima imunisasi.
“Obat ini tak berbahaya dan tak akan menimbulkan efek apa-apa, karena jangka
waktu bekerjanya hanya 6 jam,” terang Adi Tagor. Jadi, kalau sudah lewat
waktunya dan si bayi masih panas, maka boleh diberikan lagi. Normalnya 3 kali
sehari. Namun bila panasnya tinggi (38 derajat atau lebih) atau panasnya
berlangsung lebih dari 2 hari, sebaiknya Bapak dan Ibu segera menghubungi
dokter yang bersangkutan.

Yang penting diperhatikan, bila keluarga Anda memiliki keturunan stuip atau
kejang demam; sebaiknya, sebelum bayi diimunisasi, beri tahu dokter tentang
hal itu. Sebab, terang Adi, walaupun stuip bukan penyakit berbahaya, namun bila
berbaur dengan imunisasi, terutama DPT, maka keadaannya akan tragis.

Selain itu, dengan Anda memberi tahu dokter, maka dokter tak akan
menggunakan DPT tapi hanya DT. Jadi, tak termasuk Pertusis atau batuk rejan
alias batuk 100 hari. Pertimbangannya, batuk rejan sudah jarang sekali terjadi
sehingga lebih baik dilewatkan saja daripada si bayi nanti panas dan kejang.
Kadang dokter juga menggunakan DPT aceluler yang tak ada efek panasnya.
Atau, tutur Adi, “sebelum suntikan DPT yang pertama, dubur bayi akan
dimasukan dengan obat anti kejang. Dengan begitu, bayi akan aman sampai 6
jam. Disamping, bayi juga diberi obat penurun panas sebelum disuntik dan
diulangi setiap 6 jam sekali.”
http://wwwzidaneblog.blogspot.com/2008/08/pentingnya-imunisasi-pada-bayi.html

Pentingnya Imunisasi Untuk Si Kecil

Rohedi/nakita

Memiliki bayi berarti mempunyai kegiatan berkunjung ke dokter. Minimal, sekali dalam
sebulan. Entah untuk konsultasi atau untuk rutin memberikan imunisasi. Tapi, mengapa
bayi perlu diimunisasi?

Berbagai upaya akan dilakukan agar anak tumbuh sehat. Salah satunya dengan pemberian
imunisasi atau vaksinasi sesuai jadwal. Pada kenyataannya memang banyak penyakit
infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi. Karena itu pemerintah juga mewajibkan
para ibu untuk melakukan imunisasi bagi bayinya dengan tujuan untuk menghilangkan
penyakit tertentu.

Imunisasi dibedakan dalam dua jenis, imunisasi aktif dan imunisasi pasif. "Pada
imunisasi aktif, tubuh ikut berperan dalam membentuk kekebalan (imunitas)," jelas dr.
Waldi Nurhamzah dari Bagian Ilmu Kesehatan Anak, RSUPN Cipto Mangunkusumo.
Tubuh seseorang dirangsang untuk membangun pertahanan imunologis terhadap kontak
alamiah dengan berbagai penyakit.
Sedangkan dalam imunisasi pasif, tubuh tidak dengan sendirinya membentuk kekebalan,
tetapi diberikan dalam bentuk antibodi dari luar. Seseorang yang mempunyai risiko
terjangkit penyakit tertentu, diberi antibodi yang spesifik.

"Umumnya bayi dan anak diberi imunisasi aktif karena imunisasi jenis ini memberi
kekebalan yang lebih lama," lanjut dr. Waldi. Sedangkan imunisasi pasif hanya diberikan
dalam keadaan sangat mendesak, yakni jika tubuh anak diduga belum mempunyai
kekebalan ketika terinfeksi oleh kuman penyakit ganas, seperti tetanus.

Tapi tak jarang pula imunisasi aktif dan pasif diberikan dalam waktu bersamaan.
Misalnya, seorang anak yang terserang penyakit tertentu akan memperoleh imunisasi
pasif untuk segera menetralisir racun kuman yang beredar. "Imunisasi aktif diberikan
juga untuk mendapatkan kekebalan setelah sembuh dari penyakit tersebut," ujar dr.
Waldi.

KEBAL SEUMUR HIDUP

Kedua jenis imunisasi tersebut juga berbeda dalam segi bahan bakunya. Dalam imunisasi
aktif, tubuh diberi sebagian atau seluruh komponen kuman atau suatu bentuk rekayasa
kuman sehingga terjadi rangsangan kekebalan tubuh (imunologik) yang menyerupai
respon terhadap infeksi alamiah oleh kuman itu. Sedangkan respon dalam tubuh itu
sendiri bisa berupa terbentuknya antitoksin (zat anti terhadap racun yang dibuat oleh
mikroorganisme) atau bentuk lain yang efeknya menetralisir kuman. Sementara dalam
imunisasi pasif, tubuh diberi antibodi spesifik (sudah siap pakai) yang dapat habis dalam
tubuhnya.

Beberapa imunisasi dapat membentuk kekebalan tubuh seumur hidup, seperti campak.
Namun ada pula bentuk imunisasi yang memberikan kekebalan tubuh dalam jangka
waktu tertentu. Misalnya saja, DPT (difteri, pertusis, tetanus) dan polio.

Efektivitas suatu imunisasi aktif dapat diukur dengan memeriksa adanya proteksi
terhadap suatu penyakit yang dituju. Pemeriksaan imunoglobin sering dipakai untuk
pembuktian terjadinya proteksi terhadap penyakit tertentu. Tetapi bukan merupakan
jaminan mutlak, karena pada keadaan tertentu kadar imunoglobin tidak dapat digunakan
sebagai patokan terjadinya proteksi.

Pada dasarnya ada vaksin yang dibuat dari kuman yang dilemahkan atau dimatikan.
Kuman yang dimatikan ini tidak dapat berkembang biak (replikasi) dalam tubuh manusia,
sehingga untuk merangsang pembentukan antibodi diperlukan dalam jumlah banyak.
Selain itu, secara berkala dibutuhkan juga pemberian vaksin ulangan untuk memperkuat
antibodi.

IMUNISASI WAJIB

Ada beberapa imunisasi yang wajib diberikan, sesuai program Pemerintah, yaitu
tuberkolosis (imunisasi BCG), difteria, pertusis dan tetanus (imunisasi DPT),
poliomyelitis (imunisasi polio), campak (imunisasi campak) dan hepatitis B (imunisasi
hepatitis B).

Selain imunisasi tersebut, masih ada imunisasi yang juga dianjurkan untuk diberikan
yaitu imunisasi Tipa untuk demam tifoid dan paratifoid, imunisasi untuk hepatitis A,
imunisasi HiB untuk kuman Haemophylus influenzae penyebab radang selaput otak
(meningitis), serta imunisasi varisela untuk penyakit cacar air. Berikut penjelasan
mengenai macam-macam imunisasi, manfaat, dan efeknya.

* BCG (Bacille Calmette Guerin)

Imunisasi ini diberikan agar bayi mendapat kekebalan terhadap penyakit tuberkolosis
(TBC). Imunisasi BCG diberikan melalui suntikan di kulit lengan atau paha. Usai itu,
pada tempat bekas suntikan biasanya akan timbul semacam bisul kecil yang akan
mengering dengan sendirinya.

*DPT (difteri, pertusis, tetanus)

Imunisasi ini bertujuan untuk mencegah timbulnya penyakit difteri, pertusis (batuk rejan),
dan tetanus.

Suntikan vaksin dilakukan pada lengan atau paha bayi. Biasanya bayi yang baru saja
mendapat suntikan DPT menjadi sedikit demam. Berikan obat penurun panas jika terjadi
hal tersebut, sesuai anjuran dokter.

*Campak (morbilli, measles)

Diberikan agar tubuh anak mendapat kekebalan terhadap penyakit campak. Imunisasi ini
hanya diberikan sekali saja, yaitu saat bayi berumur 9 bulan.

Reaksi yang timbul pada tubuh anak berupa demam. Biasanya terjadi satu minggu setelah
mendapat suntikan imunisasi.

*Tipa

Imunisasi tipa diberikan untuk mendapatkan kekebalan terhadap demam tifoid (tifus atau
paratifus). Kekebalan yang didapat bisa bertahan selama 3 sampai 5 tahun. Oleh karena
itu perlu diulang kembali.

Imunisasi ini dapat diberikan dalam 2 jenis: imunisasi oral berupa kapsul yang diberikan
selang sehari selama 3 kali. Biasanya untuk anak yang sudah dapat menelan kapsul.
Sedangkan bentuk suntikan diberikan satu kali. Pada imunisasi ini tidak terdapat efek
samping.

*Hepatitis B
Penyakit ini memang cukup berbahaya. Bisa mengakibatkan kerusakan hati bahkan
berkembang menjadi kanker. Karena itu imunisasi hepatitis B termasuk yang wajib
diberikan.

Jadwal pemberian imunisasi ini sangat fleksibel, tergantung kesepakatan dokter dan
orangtua. Bayi yang baru lahir pun bisa memperolehnya. Imunisasi ini pun biasanya
diulang sesuai petunjuk dokter.

*Hepatitis A

Penyakit ini sebenarnya tidak berbahaya dan dapat sembuh dengan sendirinya. Tetapi bila
terkena penyakit ini penyembuhannya memerlukan waktu yang lama, yaitu sekitar 1
sampai 2 bulan. Jadwal pemberian yang dianjurkan tak berbeda dengan imunisasi
hepatitis B.

*HiB

Sampai saat ini, imunisasi HiB belum tergolong imunisasi wajib, mengingat harganya
yang cukup mahal. Tetapi dari segi manfaat, imunisasi ini cukup penting. Hemophilus
influenzae merupakan penyebab terjadinya radang selaput otak (meningitis), terutama
pada bayi dan anak usia muda. Penyakit ini sangat berbahaya karena seringkali
meninggalkan gejala sisa yang cukup serius. Misalnya kelumpuhan. Ada 2 jenis vaksin
yang beredar di Indonesia, yaitu Act Hib dan Pedvax.

*MMR

Imunisasi ditujukan untuk mencegah penyakit gondong, campak, serta campak Jerman.
Komplikasi gondong dapat menyebabkan kemandulan pada anak laki-laki, sedang
komplikasi rubela (campak Jerman dapat menyebabkan cacat pada janin dari ibu hamil
yang tertular atau pernah tertular penyakit ini).

PERAN ORANGTUA

Dalam hal ini orangtua sangat berperan penting. Orangtua wajib mengupayakan dan
melengkapi imunisasi bagi putra-putrinya. Jika anak menderita penyakit yang sebenarnya
dapat dicegah dengan imunisasi, tentu saja itu merupakan kelalaian orangtua. Kendati
demikian, faktor lain yang tak kalah penting adalah kemungkinan unsur vaksin yang
tidak memenuhi syarat. Misalnya, vaksin sudah rusak ketika masuk ke dalam tubuh bayi.

Mencegah selalu lebih baik dari mengobati. Karena itu imunisasi adalah langkah
pencegahan orangtua agar putra-putrinya tidak terjangkit penyakit tertentu. Memang
keberhasilan imunisasi tidak menjamin 100 persen. Karena itu anak harus tetap dijauhkan
dari kontak dengan anak atau orang lain yang memiliki penyakit menular.

Sebaiknya imunisasi diberikan selengkap mungkin. Berkonsultasilah dengan dokter


mengenai jadwal pemberian imunisasi. "Jadwal ini semata-mata dimaksudkan agar
memudahkan pemberian. Memudahkan bagi orangtua, si anak, juga bagi dokter," kata dr.
Waldi.

Dengan demikian, sebagai orangtua kita sudah mengupayakan pemenuhan kebutuhan


dasar anak agar pertumbuhan dan perkembangannya bisa berjalan ideal.

Riesnawiati Soelaeman/nakita

http://tabloidnova.com/Nova/Kesehatan/Umum/Pentingnya-Imunisasi-Untuk-Si-Kecil

Anda mungkin juga menyukai