Makalah Studi Al Qur'an
Makalah Studi Al Qur'an
DISUSUN OLEH :
EGHA PRASASTIA
SYIFA UR ROHMAH
TAHUN 2022
PENDAHULUAN
Al-Qur’an adalah kalam Tuhan yang dijadikan pedoman dalam setiap aspek
kehidupan umat Islam, tentunya harus dipahami secara mendalam. Pemahaman al-Qur’an
dapat diperoleh dengan mendalami atau menguasai ilmu-ilmu yang tercakup dalam ulum al-
Qur’an. Dan menjadi salah satu bagian dari cabang keilmuan ulum al-Qur’an adalah ilmu
yang memnahas tentang Muhkam dan Mutasyabih ayat.
Muhkam Mutasyabih ayat hendaknya dapt dipahami secara mendalam. Hal ini
dikarenakan, dua hal ini termasuk dalam objek yang urgen dalam kajian atau pemahaman al-
Qur’an. Berdalih agar tidak terjadi ketimpangan dalm memahami ayat-ayat al-Qur’an
khususnya dalam ranah Muhkam dan Mutasyabih, maka kelompok kami menyusun makalah
yang membahas tentang kedua hal tersebut. Untuk keterangan lebih lanjut mengenai
ketentuan dan hal-hal yang berhubungan dengan Muhkam dan Mutasyabih, akan dijelaskan
dalam bab berikutnya yaitu bab pembahasan.
PEMBAHASAN
Muhkam secara lughawi berasal dari kata hakama. Kata hukm berarti memutuskan
antara dua hal atau lebih perkara, maka hakim adalah orang yang mencegah yang zalim dan
memisahkan dua pihak yang sedang bertikai. Sedangkan muhkam adalah sesuatu yang
dikokohkan, jelas, fasih, dan membedakan antara yang hak dan yang bathilSedang dalam
kitab Mabahits fii Ulum al-Qur’an dijelaskan:
Artinya:
Mutasyabih secara bahasa berasal dari kata tasyabuh yang berarti keserupaan dan
kesamaan yang biasanya membawa kesamaran antara dua hal. Adapun secara istilah,
mutasyabih adalah lafadz yang maksud dan maknanya hanya diketahui oleh Allah S.W.T.,
dan tidak dapat diketahui oleh manusia.
}٧ : {العمران.... َو َما يَ ْع َم ُل تَْأ ِو ْيلَ ۤهُ اِلَّا هللاُ َوالرَّا ِس ُخونَ فِى ْال ِع ْلم ِيَقُوْ لُوْ نَ آ َمنَّابِه...
Pertama : apakah kedudukan lafaz ini sebagai mubtada’ yang khabarnya adalah َيَقُوْ لُوْ ن,
dengan “wawu” diperlakukan sebagai huruf isti’nâf (permulaan) dan waqaf dilakukan pada
lafaz ُ َو َما يَ ْع َم ُل تَْأ ِو ْيلَ ۤهُ اِلَّا هللا.
Kedua : ataukah ia ma’tȗf, sedang lafaz َ يَقُوْ لُوْ نmenjadi hâl dan waqafnya pada lafaz
َّاس ُخونَ فِى ْال ِع ْلم
ِ والر.
َ
.اَاْل ِ ْستِ َوا ُء َم ْعلُوْ ٌم َو ْال َكيْفُ َمجْ هُوْ ٌل َوالسََّؤ ا ُل َع ْنهُ بِ ْد َعةٌ َواَظُنُّكَ َر ُج َل السُّوْ ِء اَ ْخ ِرجُوْ هُ َعنِّ ْي
Maksud istiwa’ (bersemayam) telah kita ketahui, namun mengenai bagaimana caranya
kita tidak mengetahuinya. Iman kepadanya adalah wajib dan menanyakan adalah bid’ah.
“Rabi’ah bin Abdur-rahman, guru Malik, jauh sebelumnya pernah berkata: “Arti istiwa’
sudah kita ketahui, tetapi bagaimana caranya tidak diketahui. Hanya Allahlah yang
mengetahui apa sebenarnya. Rasul pun hanya menyampaikan, sedang kita wajib
mengimaninya.” Jadi, jelaslah bahwa arti istiwa’ itu sendiri sudah diketahui tetapi caranyalah
yang tidak diketahui.
Adapun dalam argumen naqli, mereka mengemukakan beberapa hadits dan atsar.
Diantaranya :
“Dari Aisyah, ia berkata: Rasul SAW. membaca ayat: “inilah yang menurunkan al-
Kitab (al-Qur’an) kepadamu”, sampai kepada “orang-orang yang berakal”, berkata ia : Rasul
SAW. berkata: “jika engkau melihat orang-orang yang mengikuti ayat-ayat yang musytabihat
daripadanya maka mereka itulah orang-orang yang disebut Allah, maka hati-hatilah terhadap
mereka”. (dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim dan yang lainnya).1[8]
1
Sebaliknya, ayat yang sama memuji orang-orang yang menyerahkan pengetahuan tentang itu
kepada Allah.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Muhkam adalah ayat-ayat yang maknanya sudah jelas, tidak samar lagi dan tidak
menimbulkan pertanyaan jika disebutkan. Sedang mutasyabih adalah ayat-ayat yang
maknanya belum jelas.
Ulama’ berbeda pendapat dalam hal memahami ayat-ayat mutasyabih, yaitu antara
bisa tidaknya manusia memahami atau memaknai ayat-ayat mutasyabihat. Terdapat hikmah
adanya ayat-ayat muhkamat dan mutasyabihat yang secara garis besar masuk pada tataran
pemahaman dan penggunaan logika akal.
B. Saran
Chirzin, Muhammad. Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an. Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 2000.
Hermawan, Acep. Ulumul Qur’an: Ilmu Untuk Memahami Wahyu. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2011.
Syadali, Ahmad dan Ahmad Rifa’i. Ulumul Qur’an I. Bandung: Pustaka Setia, 2000.