Anda di halaman 1dari 27

HUKUM ACARA PERDATA

SEJARAH, SUMBER, DAN ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA


PENGERTIAN HUKUM
ACARA PERDATA
• Hukum acara perdata adalah
peraturan hukum yang
mengatur bagaimana
caranya menjamin
ditaatinya hukum perdata
materiil dengan perantaraan
hakim.
SEJARAH

Sejarah Lembaga Peradilan


Pada zaman Pemerintah Hindia Belanda dahulu, terdapat beberapa lembaga peradilan yang berlaku
bagi orang-orang atau golongan yang berbeda, yaitu

Peradilan Peradilan peradilan peradilan peradilan


Gubernemen Swapraja adat agama desa
1. PENGADILAN GUBERNEMEN
• ialah pengadilan yang dilaksanakan oleh Hakim
Pemerintah atas nama Raja/Ratu Belanda
dengan tatahukum Eropa untuk seluruh daerah
Hindia-Belanda.
2. PENGADILAN SWAPRAJA
• ialah pengadilan yang dilaksanakan oleh para Hakim
Swapraja. Di Jawa Madura kewenangan peradilan ini
terbatas untuk mengadili kerabat Raja yang sedarah atau
semenda sampai sepupu keempat dan para pegawai tinggi
swapraja dalam posisi sebagai Tergugat baik dalam
perkara perdata maupun perkara pidana yang ringan. Di
Luar JawaMadura kewenangan peradilan ini terbatas pada
untuk mengadili kaula sendiri. Hakim Swapraja
melaksanakan tugasnya berdasarkan peraturan swapraja
yang isinya mencontoh peraturan peradilan
peribumi/peradilan adat.
3. PENGADILAN ADAT
• adalah pengadilan yang dilaksanakan Hakim Eropa dan juga Hakim Indonesia, tidak
atas nama Raja/Ratu dan tidak berdasarkan tata hukum Eropa, tetapi dengan tata
hukum adat yang ditetapkan oleh Residen dengan persetujuan Direktur Kehakiman di
Batavia. Daerah-daerah dimana dilaksanakan Pengadilan Pribumi atau Pengadilan Adat
adalah: Aceh, Tapanuli, Sumatera Barat, Jambi, Palembang, Bengkulu, Riau,
Kalimantan, Sulawesi, Manado, Lombok, dan Maluku. Kewenangan mengadili peradilan
ini adalah terhadap orang-orang pribumi yang berdomisili di daerah peradilan, yang
dijadikan Tergugat atau Tersangka. Adapun Penggugat boleh saja yang bukan penduduk
setempat termasuk misalnya orang Eropa yang merasa dirugikan. Pengadilan ini
menggunakan hukum acara sendiri yang khusus berupa peraturan peradilan dari
Residen, misalnya: Peraturan Musapat Aceh Besar dan Singkel (1934), Peraturan
Mahkamah Riaw (1933), Peraturan Rapat Palembang (1933), Peraturan Kerapatan
Kalimantan Selatan danTimur (1934), Peraturan Gantarang, Matinggi dan Laikan
(Sulawesi Selatan 1933) dan sebagainya.
4. PENGADILAN AGAMA

• adalah pengadilan yang dilaksanakan oleh Hakim Agama atau


Hakim Pribumi atau Hakim Gubernemen untuk menyelesaikan
perkara yang menyangkut Hukum Islam.
5. PENGADILAN DESA

• ialah pengadilan yang dilaksanakan oleh Hakim Desa baik dalam


lingkungan peradilan gubernemen, pengdilan pribumi atau Pengadilan
Adat maupun pengadilan swapraja di luar Jawa-Madura. Pengadilan ini
berwewenang mengadili perkara-perkara kecil yang merupakan urusan
adat atau urusan desa, seperti perselisihan tanah, pengairan,
perkawinan, mas kawin, perceraian, kedudukan adat dan lain-lain
perkara yang timbul dalam masyarakat adat bersangkutan. Para hakim
desa tidak boleh menjatuhkan hukuman sebagaimana yang diatur dalam
KUHP dan apabila para pihak yang berselisih tidak puas dengan
keputusan hakim desa ia dapat mengajukan perkaranya kepada hakim
gubernemen. Organisasi pengadilan desa tidak diatur dalam perundang-
undangan, tetapi diserahkan kepada hukum adat setempat.
SEJARAH HUKUM ACARA PERDATA
INDONESIA
• Pada zaman Pemerintahan Hindia Belanda terdapat
beberapa lembaga peradilan yang dibedakan dalam dua
macam, yaitu peradilan gubernemem dan dan peradilan-
peradilan lain yang berlaku bagi golongan bumiputra (orang
Indonesia asli).
• Peradilan gubernemen dibedakan menjadi dua lembaga
peradilan, yaitu: peradilan bagi golongan Eropa dan yang
dipersamakan serta peradilan yang berlaku bagi golongan
bumiputra.
SEJARAH HUKUM ACARA PERDATA INDONESIA

• Lahirlah Peraturan Untuk Jawa dan Madura: Herziene Indonesisch


Reglement (HIR).
• Untuk luar Jawa dan Madura: Rechts Reglement voor de Buitengewesten
(reglemen tanah seberang).
SEJARAH HUKUM ACARA PERDATA INDONESIA
Peradilan dan hukum acaranya, dapat dirangkum sebagai berikut :
1. Peradilan gubernemen terdiri atas berikut ini. a)
a. Peradilan yang berlaku bagi orang-orang Eropa dan yang dipersamakan Raad
van justitie dan residentiegerecht sebagai pengadilan tingkat pertama atau
hakim sehari-hari, hukum acara perdata yang dipergunakan adalah Reglement
op de Burgerlijk Rechtsvordering.
b. Peradilan yang berlaku bagi golongan bumiputra dan yang dipersamakan
Landraad yang dalam perkara-perkara kecil dibantu oleh pengadilan kabupaten
dan pengadilan distrik sebagai pengadilan tingkat pertama (hakim sehari-hari).
Hukum acara perdata yang dipergunakan sebagai berikut.
1) Untuk Jawa dan Madura: Herziene Indonesisch Reglement (HIR).
2) Untuk luar Jawa dan Madura: Rechts Reglement voor de Buitengewesten
(reglemen tanah seberang).
2. Peradilan-peradilan lainnya yang berlaku bagi golongan bumiputra, seperti peradilan
adat, peradilan swapraja, dan peradilan agama Islam, mempergunakan hukum
acara yang diatur pada reglemen yang mengatur masing-masing lembaga peradilan
tersebut
ZAMAN PENDUDUKAN
JEPANG
• semua badan pemerintah dan
kekuasaannya, hukum dan undang-
undang dari pemerintah yang dulu, tetap
diakui sah dan untuk sementara waktu
asal saja tidak bertentangan dengan
aturan pemerintah militer
• Raad van justitie dan residentiegerecht
dihapuskan. Dengan demikian, BRv
sebagai hukum acara perdata yang
diperuntukkan bagi golongan Eropa juga
tidak belaku lagi.
SETELAH PROKLAMASI
KEMERDEKAAN
INDONESIA
• HIR dan RBg masih tetap berlaku sebagai
peraturan hukum acara di muka
pengadilan negeri untuk semua golongan
penduduk (semua warga negara
Indonesia).
• HIR untuk Jawa dan Madura serta RBg
untuk luar Jawa dan Madura; isinya sama
saja sehingga secara material sudah ada
keseragaman untuk peraturan hukum
acara perdata bagi semua pengadilan
negeri di seluruh Indonesia
SUMBER HUKUM ACARA PERDATA
• HIR (Herziene Indonesische Reglement) di dalam Stb.1941 : 44 Pasal
118-245, berlaku bagi Gol. Bumiputera daerah Jawa & Madura
• RBg (Rechtsreglement voor de Buitenwesten) di dalam Stb.1927 : 227
Pasal 142-314, berlaku bagi Gol. Bumiputera daerah luar Jawa &
Madura
• BRv (Reglement opde Burgerlijke Rechtvordering) di dalam Stb.1847 :
52, berlaku bagi Gol.Eropa & yang dipersamakan. Saat ini sebagai
Pedoman
• UU No 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
• UU No 3 tahun 2009 tentang Mahkamah Agung
• UU No 2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum jo UU No.8 tahun 2004
jo UU No.49 tahun 2009 tentang Perubahan kedua UU No 2 tahun
1986 tentang Peradilan Umum
• Yurispurdensi
• Adat Kebiasaan Hakim dalam Memeriksa Perkara
• Perjanjian Internasional
• Doktrin atau Ilmu Pengetahuan
• SEMA
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA (INDONESIA)
1. Hakim Bersifat Menunggu
2. Hakim Pasif
3. Hakim Aktif
4. Sidang Pengadilan Terbuka untuk Umum
5. Mendengar Kedua Belah Pihak
6. Putusan Harus Disertai Alasan-alasan
7. Hakim Harus Menunjuk Dasar Hukum Putusannya
8. Hakim Harus Memutus Semua Tuntutan
9. Beracara Dikenakan Biaya
10. Tidak Ada Keharusan Mewakilkan
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA (INDONESIA)

1. Hakim Bersifat Menunggu


Bahwa hakim tidak boleh aktif mencari-cari perkara
(menjemput bola) di masyarakat, sedangkan yang
menyelenggarakan proses adalah negara. Akan
tetapi, sekali suatu perkara diajukan kepada hakim,
hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa dan
mengadilinya dengan alasan apa pun
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA (INDONESIA)
2. Hakim Pasif
• Maksudnya, ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang diajukan kepada
hakim untuk diperiksa pada asasnya ditentukan oleh pihak-pihak yang
beperkara dan bukan oleh hakim. Dengan perkataan lain, pihak yang
merasa haknya dirugikanlah (penggugat) yang menentukan apakah ia
akan mengajukan gugatan, seberapa luas (besar) tuntutan, serta juga
tergantung pada (para) pihak (penggugat dan/atau tergugat) perkara akan
dilanjutkan atau dihentikan (karena terjadi perdamaian atau karena
gugatan dicabut).
• Hakim terikat pada peristiwa yang menjadi sengketa yang diajukan oleh
para pihak. Dalam pembuktian para pihaklah yang diwajibkan
membuktikan dan bukan hakim, hakim hanya menilai siapa di antara para
pihak yang berhasil membuktikan kebenaran dalilnya dan apa yang benar
dari dalil yang dikemukakan pihak tersebut.
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA (INDONESIA)
3. Hakim Aktif
• hakim Indonesia harus aktif sejak perkara dimasukkan ke pengadilan,
memimpin sidang, melancarkan jalannya persidangan, membantu para
pihak dalam mencari kebenaran, penjatuhan putusan, sampai dengan
pelaksanaan putusannya (eksekusi).
• Keharusan hakim aktif dalam beracara dengan HIR/RBg mulai tampak
pada saat penggugat mengajukan gugatannya. Pasal 119 HIR, 143 RBg
menentukan bahwa ketua pengadilan negeri berwenang memberi nasihat
dan pertolongan waktu dimasukkannya gugatan tertulis, Hal ini tidak
berarti bahwa hakim memihak. Di sini, hakim hanya menunjukkan
bagaimana seharusnya bentuk dan isi sebuah surat gugat. Selain itu, dalam
sidang pemeriksaan perkara, hakim memimpin jalannya sidang agar dapat
tercapai peradilan yang tertib dan lancar sehingga asas peradilan cepat
dapat tercapai
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA (INDONESIA)
• hakim bersifat pasif dalam perkara perdata, yaitu hakim tidak
menentukan luasnya pokok perkara. Hakim tidak boleh menambah
atau menguranginya, tetapi tidaklah berarti hakim tidak berbuat apa-
apa. Sebagai pimpinan sidang pengadilan,
• hakim harus aktif memimpin jalannya persidangan sehingga berjalan
lancar. Hakimlah yang menentukan pemanggilan, menetapkan hari
persidangan, serta memerintahkan supaya alat-alat bukti yang
diperlukan disampaikan ke depan persidangan. Bahkan, jika perlu,
hakim karena jabatan (ex officio) memanggil sendiri saksi-saksi yang
diperlukan.
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA (INDONESIA)
4. Sidang Pengadilan Terbuka untuk Umum
• Ini berarti bahwa setiap orang dibolehkan menghadiri dan
mendengarkan pemeriksaan perkara di persidangan.
• tujuan asas ini tidak lain adalah memberikan perlindungan hak-hak
asasi manusia dalam bidang peradilan serta menjamin objektivitas
peradilan dengan mempertanggungjawabkan pemeriksaan yang fair,
tidak memihak, serta putusan yang adil kepada masyarakat.
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA (INDONESIA)
5. Mendengar Kedua Belah Pihak
• Kedua belah pihak haruslah diperlakukan sama, tidak memihak, dan
didengar bersama-sama
• Asas bahwa kedua belah pihak harus didengar lebih dikenal dengan
asas audi et alteram partem
• bahwa hakim tidak boleh menerima keterangan dari salah satu pihak
sebagai benar apabila pihak lawan tidak didengar atau tidak diberi
kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya.
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA (INDONESIA)
6. Putusan Harus Disertai Alasan-alasan
• Semua putusan hakim (pengadilan) harus memuat alasan-alasan
putusan yang dijadikan dasar untuk mengadili
• Alasan-alasan atau argumentasi itu dimaksudkan sebagai
pertanggungan jawab hakim dari pada putusannya terhadap
masyarakat, para pihak, pengadilan yang lebih tinggi, dan ilmu
hukum sehingga mempunyai nilai objektif
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA (INDONESIA)
7. Hakim Harus Menunjuk Dasar Hukum Putusannya
• hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum
yang hidup dalam masyarakat
• Hal ini didasarkan pada Pasl 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1970 yang menentukan bahwa hakim harus mengadili
menurut hukum.
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA (INDONESIA)
8. Hakim Harus Memutus Semua Tuntutan
• hakim harus pula memutus semua tuntutan dari pihak (Pasal 178 ayat
(2) HIR, 189 ayat (2) RBg)
• Meskipun hakim harus memutus semua tuntutan yang diajukan oleh
penggugat dalam gugatannya, hakim tidak boleh memutus lebih
atau lain dari pada yang dituntut, Pasal 178 ayat (3) HIR, 189 ayat (3)
HIR.
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA (INDONESIA)
9. Beracara Dikenakan Biaya
• Biaya perkara ini meliputi biaya kepaniteraan dan biaya untuk
panggilan, pemberitahuan para pihak, serta biaya materai. Di
samping itu, apabila diminta bantuan seorang pengacara,
• Akan tetapi, mereka yang memang benar-benar tidak mampu
membayar biaya perkara dapat mengajukan perkara secara cuma-
cuma (prodeo) dengan mendapatkan izin untuk dibebaskan dari
membayar biaya perkara42 dan dengan melampirkan surat
keterangan tidak mampu yang dibuat oleh pejabat setempat.
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA (INDONESIA)
10. Tidak Ada Keharusan Mewakilkan
• HIR tidak mewajibkan orang untuk mewakilkan kepada orang lain
apabila hendak beperkara di muka pengadilan, baik sebagai
penggugat maupun sebagai tergugat, sehingga pemeriksaan di
persidangan dapat terjadi secara langsung terhadap para pihak yang
berkepentingan.
SIFAT HUKUM ACARA PERDATA
• bahwa peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya
ringan
• sederhana adalah pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan
dengan cara efisien dan efektif. Sementara itu, yang dimaksud
dengan biaya ringan adalah biaya perkara yang dapat dijangkau oleh
masyarakat.
• tidak mengesampingkan ketelitian dan kecermatan dalam mencari
kebenaran dan keadilan.

Anda mungkin juga menyukai