Kel.20 Fiks-2
Kel.20 Fiks-2
Disusun Oleh :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
2.Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan hasil pengkajian tentang gangguan pemenuhan
kebutuhan nyeri
b. Mendeskripsikan diagnosa keperawatan tentang gangguan
pemenuhan kebutuhan nyeri
c. Mendeskripsikan rencana asuhan keperawatan tentang gangguan
pemenuhan kebutuhan nyeri
d. Mendeskripsikan implementasi keperawatan tentang gangguan
pemenuhan kebutuhan nyeri
e. Mendeskripsikan evaluasi keperawarawatan tentang gangguan
pemenuhan kebutuhan nyeri
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Nyeri
Nyeri merupakan suatu kondisi berupa perasaan yang tidak
menyenangkan, yang bersifat sangat subjektif. Perasaan nyeri pada setiap
orang berbeda dalam hal skala maupun tingkatannya, dan hanya orang
tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang
dialaminya (Tetty, 2021). Menurut Handayani (2018) nyeri adalah kejadian
yang tidak menyenangkan, mengubah gaya hidup dan kesejahteraan
individu). Nyeri merupakan suatu perasaan atau pengalaman yang tidak
nyaman baik secara sensori maupun emosional yang dapai ditandai dengan
kerusakan jaringan ataupun tidak, ketidaknyamanan nyeri yang dapat
disebabkan oleh efek dari penyakit-penyakit tertentu atau akibat cedera yang
mengganggu seorang individu ketika sedang menjalankan aktivitas.
Nyeri akut adalah suatu pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari tiga bulan (SDKI, 2016). Nyeri akut biasanya
awitannya tiba- tiba dan umumnya berkaitan dengan cedera spesifik. Nyeri
akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera telah terjadi. Hal ini
menarik perhatian pada kenyataan bahwa nyeri ini benar terjadi dan
mengajarkan kepada kita untuk menghindari situasi serupa yang secara
potensial menimbulkan nyeri. Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada
penyakit sistematik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan terjadi
penyembuhan; nyeri ini umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan
biasanya kurang dari satu bulan. Untuk tujuan definisi, nyeri akut dapat
dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung dari beberapa detik hingga enam
bulan.
Nyeri kronis adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan, yang
berlangsung lebih dari tiga bulan (PPNI, 2016). Nyeri kronik adalah nyeri
konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri
ini berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering
tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis
dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tetap dan sering sulit
untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respons terhadap
pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Meski nyeri akut dapat
menjadi signal yang sangat penting bahwa sesuatu tidak berjalan sebagaimana
mestinya, nyeri kronis biasanya menjadi masalah dengan sendirinya
(Hendarman, 2018).
B. Anatomi Nyeri
Menurut Sherwood tahun 2018, anatomi jalur nyeri dibagi menjadi :
1. Neuron Aferen Primer
Sistem sensoris perifer diklasifikasikan kedalam 3 kelompok neuron (A, B
dan C) berdasarkan area cross-sectional. Serabut saraf A bermyelin
merupakan yang paling besar dalam ukuran dan paling cepat dalam
konduksi impuls saraf. Kelompok A tersubdivisi kedalam serabut α, β, γ
dan (1-20 µm). Serabut s Ϫ araf delta-A bermyelin merupakan paling kecil
dan terkahir dari serabut saraf A dan hanya serabut saraf A yang
mentransmisikan impuls nyeri, sebagai contoh, ketajaman yang diketahui,
lokalisasi yang mudah oleh orang yang cedera. Serabut saraf beta-A, lebih
besar dan banyak termyelin daripada serabut saraf delta-A, tekanan
transmisi, sentuhan dan getaran tetapi bukan impuls nyeri, meskipun bisa
memodulasi impuls nyeri yang memasuki spinal cord. Serabut saraf C
yang tidak bermyelin dengan lambat mengkonduksi impuls nyeri,
transmisi, lokalisasi yang sedikit, dan perpanjangan nyeri setelah cedera.
Meskipun neuron A-alpha dan Agamma adalah eferen, dan tidak
mentransmisikan impuls sensoris, mereka merupakan secara sekunder
terlibat pada nyeri karena jalur mereka dalam mengaktivasi serabut otot
dan menyebabkan spasme otot. Serabut saraf B terlibat pada nyeri dengan
sarana sistem saraf simpatis, yang mana didiskusikan kemudian.
2. Kornu Dorsalis
Neuron dibahas pada terminasi bagian pendahuluan pada neuron kedua
pada kornu dorsalis, yang mana naik spinal cord ke sinaps pada neuron
ketiga di otak. Neuron kedua pada spinal cord dibagi kedalam lapisan yang
disebut lamina rex. Terdapat 10 lamina rex : 6 pada kornu dorsalis, 3 pada
kornu ventralis, dan 1 pada kanal sentral dari spinal cord. Serabut saraf
beta-A, delta-A, dan C dierminasi pada lamina campuran dari kornu
dorsalis. Serabut saraf delta-A diterminasi secara primer pada lamina I dan
V, serabut C secara primer pada lamina II, dan serabut beta-A secara
primer pada lamina III dan IV. Kornu dorsalis kaya akan neurotransmiter
dan melayani sebagai pintu menuju seluruh impuls nyeri yang harus
dilalui; juga memainkan peran menonjol pada proses nyeri. Disfungsi
kornu dorsalis dapat terlihat pada nyeri kronis.
3. Traktus Spinothalamus
Neuron mulanya pada lamina I, II dan V melalui midline spinal cord dan
naik pada bagian anterolateral, dinamakan traktus spinothalamus (STT),
yang mana naik spinal cord ke sinaps pada nuklei thalamus. Itu merupakan
sistem konduksi langsung antara kornu dorsalis dan thalamus. STT
terdivisi kedalam sistem medial dan lateral. Sistem lateral dinamakan
traktus neospinothalamus dan memiliki konduksi cepat yang
mentransmisikan ketajaman inisial, pengalaman nyeri terlokalisasi pada
cedera. Sistem medial dinamakan traktus paleospinothalamus dan
memiliki hubungan ke batang otak dan struktur otak tengah, seperti
formasi retikula, periaqueductal grey, sistem limbus, dan 2 hipothalamus
sebelum mencapai nuklei thalamus. Itu merupakan sistem konduksi lambat
yang mentransmisikan perpanjangan dan pengalaman nyeri terlokalisasi
secara sedikit setelah cedera. Sistem medial ini juga mengaktivasi batang
otak dan struktur midbrain yang membangkitkan organisme dan
mengaktivasi respons simpatik dan penderitaan.
4. Proyeksi Thalamus
Nukleus posterolateralis ventralis (VPL) menerima masukan dari traktus
kolumna dorsalis (yang mana mengandung neuron pada lamina II dan IV,
tekanan transmisi, sentuhan, dan getaran) dan traktus neospinothalamus.
Proyeksi nukleus ini ke korteks sensoris dan melayani sebagai fungsi
diskriminasi sensoris persepsi nyeri. Nukleus thalamus medial dan
posterior menerima masukan dari traktus paleospinothalamus dan proyeksi
ke area asosisasi korteks. Sistem inimelayani fungsi afektif pada persepsi
nyeri dan regulasi emosional atau aspek yang tidak nyaman dari nyeri.
Traktus paleospinothalamus juga mengaktivasi sistem limbus, yang mana
bisa menjelaskan mengapa respons individual yang beda pada stimulus
nyeri yang sama.
5. Penurunan Modulasi Nyeri dan Jalur Supresi
Ada tiga bagian antara struktur midbrain dan kornu dorsalis,yang mana
berfungsi untuk memodulasi peningkatan impuls nyeri dari sistem saraf
perifer : jalur satu berasal dari nukleus magnus raphe, jalur dua timbul dari
nukleus lokus ceruleus dari pons, dan jalur tiga dari nukleus Ediger-
Westphal. Ketiga jalur tersebut menurun untuk terminasi dan menghalangi
nyeri-neuron responsif pada 3 kornu dorsalis. Ketika teraktivasi, jalur satu,
dua, dan tiga mengeluarkan serotonin, norefineprin, dan kolesistokinin,
masing-masing. Periaqueductal grey (PAG) membuat sambungan ke
ketiga jalur tersebut. PAG banyak pada reseptor opiate, dan ketika reseptor
tersebut teraktivasi, PAG mengaktifkan tiga jalur untuk impuls modulasi
nyeri memasuki kornu dorsalis. Reseptor opiate PAG tersebut dapat
diaktifkan dengan pengeluaran endogen dari endorphin dan administrasi
eksogen dari opioid. Pengeluaran endogen dari endorphin dapat dipicu
oleh nyeri dan stress. Kornu dorsalis dari spinal cord juga banyak pada
reseptor opiat, yang mana terlokalisasi di lamina II dan, ketika
terstimulasi, menghasilkan supresi bertenaga dari pemasukan aktivitas
serabut saraf C.
C. Fisiologi Nyeri
Nyeri dapat berasal dari dalam ataupun luar sistem saraf. Nyeri yang
berasal dari luar sistem saraf dinamakan nyeri nosiseptif. Sedangkan nyeri
yang berasal dari dalam dinamakan nyeri neurogenik atau neuropatik. Nyeri
dapat dirasakan ketika stimulus yang berbahaya mencapai serabut-serabut
saraf nyeri. Mekanisme proses terjadinya nyeri terdiri dari empat proses yaitu
transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi. Transduksi nyeri adalah proses
rangsangan yang mengganggu sehingga menimbulkan aktifitas listrik di
reseptor nyeri. Transmisi nyeri melibatkan proses penyaluran impuls nyeri
dari tempat transduksi melewati saraf perifer sampai ke terminal di medulla
spinalis dan jaringan neuron-neuron pemancar yang naik dari medulla spinalis
ke otak. Modulasi nyeri melibatkan aktifitas saraf melalui jalur-jaur saraf
desenden dari otak yang dapat memengaruhi transmisi nyeri setinggi medulla
spinalis. Modulasi juga melibatkan faktor-faktor kimiawi yang menimbulkan
atau meningkatkan aktifitas di reseptor nyeri aferen primer. Persepsi nyeri
adalah pengalaman subyektif nyeri yang bagaimanapun juga dihasilkan oleh
aktifitas transmisi nyeri oleh saraf (Derrickson, 2019).
D. Patofisiologi dan Pathway
Rangsangan nyeri diterima oleh nociceptors pada kulit bisa intensitas
tinggi mupun rendah seperti perenggangan dan suhu serta lesi jaringan. Sel
yang mengalami nekrotik akan merilis K + dan protein intraseluler akan
menyebabkan deplorisasi neciceptar, sedangkan protein pada beberapa
keadaan akan menginflamasi mikroorganisme sehingga menyebabkan
peradangan atau inflamasi. Akibatnya, mediator nyeri dilepaskan seperti
leukotriene, prostaglandin E2, dan histamin yang akan merangsang nosisptory
sehingga rangsangan berbahaya dan tidak berbahaya dapat menyebabkan
nyeri (hiperalgsia atau allodynia). Selain itu lesi juga mengaktifkan factor
pembekuan darah sehinnga bradykinin dan serotonin akan terstimulus dan
merangsang nosiseptor. Jika terjadi oklusi pembuluh darah maka akan terjadi
iskemia yang akan menyebabkan akumulasi K + ekstraseluler dan H + yang
selanjutnya mengaktifkan nosisptor. Histamin, bradykinin, dan prostaglandin
E2 memiliki efek vasodilator dan meningkatkan permeabilitas pembuluh
darah (Silbernagl & lang, 2019)
Pathway
Hyperplasia, folikel lumfoid,
Fecalis, hipertropi jaringan limfoid,
Cacing usus (ascaris)
Edema/ulserasi mukosa
APPENDISITIS
5. Kepercayaan spiritual
Kepercayaan spiritual dapat menjadi kekuatan yang memengaruhi
pengalaman individu dari nyeri. Pasien mungkin terbantu dengan cara
berbincang dengan penasihat spiritual mereka.
6. Perhatian
Tingkat seorang pasien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan
dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan (distraksi)
dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun.
7. Ansietas
Stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem limbik yang diyakini
mengendalikan emosi seseorang, khususnya ansietas
8. Lingkungan dan dukungan keluarga
Individu dari kelompok sosiobudaya yang berbeda memiliki harapan
yang berbeda tentang orang, tempat mereka menumpahkan keluhan
mereka tentang nyeri, pasien yang mengalami nyeri seringkali
bergantung pada anggota keluarga atau teman untuk memperoleh
dukungan, bantuan, atau perlindungan. Apabila tidak ada keluarga atau
teman, seringkali pengalaman nyeri membuat pasien semakin tertekan.
9. Pengalaman nyeri
Pengalaman nyeri sebelumnya tidak berarti bahwa individu akan
mengalami nyeri yang lebih mudah pada masa yang akan datang. Apabila
individu sejak lama sering mengalami serangkaian nyeri tanpa pernah
sembuh maka rasa takut akan muncul dan sebaliknya.
H. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang diambil dari pasien post operasi adalah yaitu:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik di tandai dengan tampak
meringis dan mengeluh nyeri (D. 0077)
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot di
tandai dengan kekuatan otot menurun dan nyeri saat bergerak (D. 0054)
I. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri Akut
a. Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x13 jam di harapkan:
Tingkat nyeri (L. 08066)
1) Keluhan nyeri dari skala 1 meningkat menjadi skala 4 cukup
menurun
2) Meringis dari skala 1 meningkat menjadi skala 4 cukup menurun
3) Gelisah dari skala 1 meningkat menjadi skala 4 cukup menurun
b. Intervensi Keperawatan
Manajemen nyeri (I. 08238)
O : - identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
- identifikasi skala nyeri
T : - berikan Tehnik non farmokologi (tehnik relaksasi)
E: - ajarkan Teknik non farmakologi (Teknik relaksasi) untuk
mengurangi rasa nyeri
K: - pemberian analgestik (norages 3x1 dan pronalges 1x1)
2. Gangguan mobilitas Fisik
a. Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x13 jam di harapkan:
Mobilitas Fisik (L. 05042)
1) Nyeri dari skala 1 meningkat menjadi skala 4 cukup menurun
2) Kekuatan otot dari skala 1 menurun menjadi skala 4 cukup
meningkat
3) Rentan gerak ROM dari skal 1 menurun menjadi skala 4
meningkat
b. Intervensi Keperawatan
Dukungan ambulasi (I. 06171)
O: - Identifikasi adanya nyeri/keluhan fisik lainnya
- Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
T: - Fasilitasi aktifitas ambulasi dengan alat bantu (kruk)
E: - Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
3. Comfort Scale
Instrumen ini sangat cocok digunakan dalam mengkaji tingkat distres
psikologis pada pasien kritis anak-anak di bawah usia 18 tahun dan juga
pada pasien dewasa yang terpasang ventilator. Comfort scale terdiri dari
8 item indikator penilaian yakni kewaspadaan, ketenangan, respon
pernapasan, gerakan fisik, ketegangan wajah, gerakan otot, tekanan
darah dan denyut nadi. Hasil penilaian terdiri dari 1-5, dimana 1
merupakan tidak berespon dan 5 paling tidak nyaman. Perhatikan
gambar dibawah ini.
A. PENGKAJIAN
I. BIODATA
1. Identitas Klien
Nama Klien : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jetis, Suruhkalang, Karanganyar.
Umur : 59 Tahun
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Wiraswasta
2. Identitas Penanggung jawab
Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 55 Tahun
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jetis, Suruhkalang, Karanganyar
Hubungan dengan Klien : Istri
II. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama
Nyeri perut bagian kanan bawah
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri perut bagian kanan bawah sejak
1 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri hilang timbul dan
kadang-kadang merasakan mual, tidak ada masalah dalam BAB. Pasien
tampah merintih menahan rasa sakit nyerinya, setelah dilakukan pemeriksaan
diperoleh hasil pemeriksaan TTV:
TD : 160/80
N : 63x
SpO2 : 98%
S : 37,3
RR : 20x/menit
Tn. S ketika sudah dipindahkan keruang rawat inap dan dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut, diperoleh diagnose apendisitis akut.
Tn.S
Keterangan:
: Keluarga laki-laki
: Keluarga perempuan
: Pasien
Nilai Keterangan
Jenis Pemeriksaan Satuan Hasil
normal hasil
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12.3-17.0 g/dl 15.7 Normal
Hematokrit 40-52 % 46.4 Normal
Lekosit 4.4-11.3 ribu/ul 7.39 Normal
Trombosit 132-356 ribu/ul 240 Normal
Eritrosit 4.5-5.9 juta/ul 5.35 Normal
MPV 6.5-12.00 fL 10.7 Normal
PDW 9.0-17.0 - 12.7 Normal
INDEX
MCV 82.0-92.0 fl 86.7 Normal
MCH 28-33 pg 29.3 Normal
MCHC 32.0-37.0 % 33.8 Normal
HITUNG JENIS
Neutrofil% 50-70 % 53.9 Normal
Limfosit% 20-40 % 38.2 Normal
Monosit% 3-9 % 6.0 Normal
Eosinofil 0.5-5.0 % 1.5 Normal
Basofil 0.0-1.0 % 0.4 Normal
NLR < 3.13 % 1.41 Normal
ALC > 1.5 % 2.82 Normal
P-LCR 30.4
RDW-CV 11-16 % 12.3 Normal
RDW-SD fl 40.0
Masa Pembekuan (CT) 2-8 menit 06.00
Masa Pendarahan (BT) 1-3 menit 02.00
KIMIA
GULA DARAH
Gula Darah Sewaktu 70-150 mg/100ml 92 Normal
GINJAL
Creatinin <1.0 mg/100ml 0.97 Normal
Ureum 10-50 mg/dl 21 Normal
IMUNO-SEROLOGI
- HBs Ag (Rapid) Non Reaktif NON REAKTIVE
- HIV (I) ½ (FAST Negative NEGATIVE
CLEAR)
2. Pemeriksaan diagnostik
Tanggal pemeriksaan
Mencegah
Injeksi Ondansetron 4 mg/12 j Antiemetik mual
Mengatasi
Injeksi Ketorolac 10 mg/12 j Antiinflamasi nyeri
nonsteroid
B. ANALISA DATA
Nama : Tn. S No. CM : 57XXXX
Umur : 59 tahun Diagnosa Medis : Apendisitis Akut
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik di buktikan dengan
mengeluh nyeri perut dibagian kanan, tampak meringis kesakitan, sulit
tidur,bersikap protektif dan gelisah (D. 0077)
2. Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif (prosedur operasi
atau pembedahan) (D.0142)
3. Nausea berhubungan dengan distensi lambung dibuktikan dengan
mengeluh mual, merasa ingin muntah, dan tidak berminat makan, tampak
pucat (D.0076)
D. RENCANA KEPERAWATAN/INTERVENSI
Nama : Tn. S No. CM : 57XXXX
Umur : 59 Tahun Diagnosa Medis : Apendisitis Akut
E. TINDAKAN KEPERAWATAN
Nama : Tn. S No. CM : 57XXXX
Umur : 59 tahun Diagnosa Medis : Apendisitis Akut
Memberikan perawatan
kulit (medikasi luka) S:
-pasien mengatakan
sudah lebih nyaman
sesudah di medikasi
O:
-pasien tampak
nyaman
Mengajarkan teknik
manajemen nyeri non- S:
farmakologi relaksasi -pasien mengatakan
08.20 2 nafas dalam lebih rileks setelah
diajsrkan teknik
relaksasi nafas dalam
dan distraksi musik
O:
-pasien tampak lebih
tenang
-pasien tampak rileks
08.35 1 Skala nyeri 3
F. EVALUASI
Nama : Tn. S No. CM : 57XXXX
Umur : 59 Tahun Diagnosa Medis : Apendisitis Akut
O:
- pasien tempak meringis kesakitan
- pasien tampak gelisah
- pasien tampak menahan sakit
O:
- Luka post operasi tampak kemerahan
- Pasien terlihat tidak nyaman
O:
- pasien tempak meringis kesakitan
- pasien tampak gelisah
- pasien tampak menahan sakit
P: Lanjutkan intervensi
- Identifikasi skala nyeri
- Kolaborasi pemberian analgetic (injeksi
analgetic ketorolac 1amp/12 jam)
- Ajarkan Teknik menejemen nyeri non-
farmakologi (terapi napas dalam)
2 14.00 S: pasien mengatakan tidak nyaman dengan
luka operasinya
O:
- Luka post operasi tampak kemerahan
- Pasien terlihat tidak nyaman
P: Lanjutkan Intervensi
Berikan perawatan luka
1 Rabu/ 8 nop S:
2022/14.00 P= nyeri bertambah saat bergerak
Q= nyeri terasa panas
R= perut bagian kanan
S= skala nyeri 2
T= nyeri hilang timbul
O:
- pasien tempak meringis kesakitan
- pasien tampak gelisah
- pasien tampak menahan sakit