Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN APENDISITIS AKUT

DENGAN MASALAH KEPERAWATAN GANGGUAN RASA NYAMAN


(NYERI)

Dosen Pengampu : Ns. Diyanah Syolihan R.P, M.Kep

Disusun Oleh :

1. Aisyah Munawaroh (SN221004)


2. Berliana Ajeng Nuraini (SN221024)
3. Dion Chigra Ramadhan (SN221035)
4. Febriyana Damayanti (SN221058)
5. Kristina Dewi Nurhayati (SN221083)
6. Risa Kiranasari (SN221137)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS PROGRAM PROFESI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA

TAHUN AKADEMIK 2022/2023


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nyeri merupakan alasan yang paling umum seseorang mencari bantuan


perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama proses penyakit, pemeriksaan
diagnostik dan proses pengobatan. Tenaga kesehatan tidak bisa melihat dan
merasakan nyeri yang dialami oleh klien, karena nyeri bersifat subyektif
(antara satu individu dengan individu lainnya berbeda dalam menyikapi
nyeri). Nyeri merupakan sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan, bersifat
subjektif dan berhubungan dengan panca indra. Nyeri sangat menggangu
aktivitas seseorang yang  melibatkan gerakan, sehingga mengalami hambatan
dalam  melakukan  pekerjaan sehari-hari. Nyeri merupakan fenomena
multidimensional sehingga sulit untuk didefinisikan.
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima
rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah
ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat
yang secara potensial merusak ( Potter & Perry, 2012). Reseptor nyeri disebut
juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang
bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer. Berdasarkan
letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagaian tubuh
yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah
viseral, karena letaknya yang berbeda-beda, nyeri yang timbul juga memiliki
sensasi yang berbeda.  Adapun pembuatan makalah ini untuk mengetahui
sejauh mana rasa nyeri dapat dirasakan oleh penderitanya. Seperti yang
diketahui bahwa pada penduduk Indonesia sering dijumpai banyak yang
terkena serangan nyeri, ini dikarenakan mayoritas penduduk indonesia sibuk
melakukan aktivitas masing-masing (Wahyudi & Abd. Wahid, 2016)

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum

Tujuan penulisan laporan seminar kasus ini adalah untuk mendeskripsikan


asuhan keperawatan gangguan pemenuhan kebutuhan rasa nyaman (nyeri)
di ruang Teratai 2 RSUD Kab Karanganyar.

2.Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan hasil pengkajian tentang gangguan pemenuhan
kebutuhan nyeri
b. Mendeskripsikan diagnosa keperawatan tentang gangguan
pemenuhan kebutuhan nyeri
c. Mendeskripsikan rencana asuhan keperawatan tentang gangguan
pemenuhan kebutuhan nyeri
d. Mendeskripsikan implementasi keperawatan tentang gangguan
pemenuhan kebutuhan nyeri
e. Mendeskripsikan evaluasi keperawarawatan tentang gangguan
pemenuhan kebutuhan nyeri
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Nyeri
Nyeri merupakan suatu kondisi berupa perasaan yang tidak
menyenangkan, yang bersifat sangat subjektif. Perasaan nyeri pada setiap
orang berbeda dalam hal skala maupun tingkatannya, dan hanya orang
tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang
dialaminya (Tetty, 2021). Menurut Handayani (2018) nyeri adalah kejadian
yang tidak menyenangkan, mengubah gaya hidup dan kesejahteraan
individu). Nyeri merupakan suatu perasaan atau pengalaman yang tidak
nyaman baik secara sensori maupun emosional yang dapai ditandai dengan
kerusakan jaringan ataupun tidak, ketidaknyamanan nyeri yang dapat
disebabkan oleh efek dari penyakit-penyakit tertentu atau akibat cedera yang
mengganggu seorang individu ketika sedang menjalankan aktivitas.
Nyeri akut adalah suatu pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari tiga bulan (SDKI, 2016). Nyeri akut biasanya
awitannya tiba- tiba dan umumnya berkaitan dengan cedera spesifik. Nyeri
akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera telah terjadi. Hal ini
menarik perhatian pada kenyataan bahwa nyeri ini benar terjadi dan
mengajarkan kepada kita untuk menghindari situasi serupa yang secara
potensial menimbulkan nyeri. Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada
penyakit sistematik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan terjadi
penyembuhan; nyeri ini umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan
biasanya kurang dari satu bulan. Untuk tujuan definisi, nyeri akut dapat
dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung dari beberapa detik hingga enam
bulan.
Nyeri kronis adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan, yang
berlangsung lebih dari tiga bulan (PPNI, 2016). Nyeri kronik adalah nyeri
konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri
ini berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering
tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis
dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tetap dan sering sulit
untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respons terhadap
pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Meski nyeri akut dapat
menjadi signal yang sangat penting bahwa sesuatu tidak berjalan sebagaimana
mestinya, nyeri kronis biasanya menjadi masalah dengan sendirinya
(Hendarman, 2018).

B. Anatomi Nyeri
Menurut Sherwood tahun 2018, anatomi jalur nyeri dibagi menjadi :
1. Neuron Aferen Primer
Sistem sensoris perifer diklasifikasikan kedalam 3 kelompok neuron (A, B
dan C) berdasarkan area cross-sectional. Serabut saraf A bermyelin
merupakan yang paling besar dalam ukuran dan paling cepat dalam
konduksi impuls saraf. Kelompok A tersubdivisi kedalam serabut α, β, γ
dan (1-20 µm). Serabut s Ϫ araf delta-A bermyelin merupakan paling kecil
dan terkahir dari serabut saraf A dan hanya serabut saraf A yang
mentransmisikan impuls nyeri, sebagai contoh, ketajaman yang diketahui,
lokalisasi yang mudah oleh orang yang cedera. Serabut saraf beta-A, lebih
besar dan banyak termyelin daripada serabut saraf delta-A, tekanan
transmisi, sentuhan dan getaran tetapi bukan impuls nyeri, meskipun bisa
memodulasi impuls nyeri yang memasuki spinal cord. Serabut saraf C
yang tidak bermyelin dengan lambat mengkonduksi impuls nyeri,
transmisi, lokalisasi yang sedikit, dan perpanjangan nyeri setelah cedera.
Meskipun neuron A-alpha dan Agamma adalah eferen, dan tidak
mentransmisikan impuls sensoris, mereka merupakan secara sekunder
terlibat pada nyeri karena jalur mereka dalam mengaktivasi serabut otot
dan menyebabkan spasme otot. Serabut saraf B terlibat pada nyeri dengan
sarana sistem saraf simpatis, yang mana didiskusikan kemudian.
2. Kornu Dorsalis
Neuron dibahas pada terminasi bagian pendahuluan pada neuron kedua
pada kornu dorsalis, yang mana naik spinal cord ke sinaps pada neuron
ketiga di otak. Neuron kedua pada spinal cord dibagi kedalam lapisan yang
disebut lamina rex. Terdapat 10 lamina rex : 6 pada kornu dorsalis, 3 pada
kornu ventralis, dan 1 pada kanal sentral dari spinal cord. Serabut saraf
beta-A, delta-A, dan C dierminasi pada lamina campuran dari kornu
dorsalis. Serabut saraf delta-A diterminasi secara primer pada lamina I dan
V, serabut C secara primer pada lamina II, dan serabut beta-A secara
primer pada lamina III dan IV. Kornu dorsalis kaya akan neurotransmiter
dan melayani sebagai pintu menuju seluruh impuls nyeri yang harus
dilalui; juga memainkan peran menonjol pada proses nyeri. Disfungsi
kornu dorsalis dapat terlihat pada nyeri kronis.
3. Traktus Spinothalamus
Neuron mulanya pada lamina I, II dan V melalui midline spinal cord dan
naik pada bagian anterolateral, dinamakan traktus spinothalamus (STT),
yang mana naik spinal cord ke sinaps pada nuklei thalamus. Itu merupakan
sistem konduksi langsung antara kornu dorsalis dan thalamus. STT
terdivisi kedalam sistem medial dan lateral. Sistem lateral dinamakan
traktus neospinothalamus dan memiliki konduksi cepat yang
mentransmisikan ketajaman inisial, pengalaman nyeri terlokalisasi pada
cedera. Sistem medial dinamakan traktus paleospinothalamus dan
memiliki hubungan ke batang otak dan struktur otak tengah, seperti
formasi retikula, periaqueductal grey, sistem limbus, dan 2 hipothalamus
sebelum mencapai nuklei thalamus. Itu merupakan sistem konduksi lambat
yang mentransmisikan perpanjangan dan pengalaman nyeri terlokalisasi
secara sedikit setelah cedera. Sistem medial ini juga mengaktivasi batang
otak dan struktur midbrain yang membangkitkan organisme dan
mengaktivasi respons simpatik dan penderitaan.
4. Proyeksi Thalamus
Nukleus posterolateralis ventralis (VPL) menerima masukan dari traktus
kolumna dorsalis (yang mana mengandung neuron pada lamina II dan IV,
tekanan transmisi, sentuhan, dan getaran) dan traktus neospinothalamus.
Proyeksi nukleus ini ke korteks sensoris dan melayani sebagai fungsi
diskriminasi sensoris persepsi nyeri. Nukleus thalamus medial dan
posterior menerima masukan dari traktus paleospinothalamus dan proyeksi
ke area asosisasi korteks. Sistem inimelayani fungsi afektif pada persepsi
nyeri dan regulasi emosional atau aspek yang tidak nyaman dari nyeri.
Traktus paleospinothalamus juga mengaktivasi sistem limbus, yang mana
bisa menjelaskan mengapa respons individual yang beda pada stimulus
nyeri yang sama.
5. Penurunan Modulasi Nyeri dan Jalur Supresi
Ada tiga bagian antara struktur midbrain dan kornu dorsalis,yang mana
berfungsi untuk memodulasi peningkatan impuls nyeri dari sistem saraf
perifer : jalur satu berasal dari nukleus magnus raphe, jalur dua timbul dari
nukleus lokus ceruleus dari pons, dan jalur tiga dari nukleus Ediger-
Westphal. Ketiga jalur tersebut menurun untuk terminasi dan menghalangi
nyeri-neuron responsif pada 3 kornu dorsalis. Ketika teraktivasi, jalur satu,
dua, dan tiga mengeluarkan serotonin, norefineprin, dan kolesistokinin,
masing-masing. Periaqueductal grey (PAG) membuat sambungan ke
ketiga jalur tersebut. PAG banyak pada reseptor opiate, dan ketika reseptor
tersebut teraktivasi, PAG mengaktifkan tiga jalur untuk impuls modulasi
nyeri memasuki kornu dorsalis. Reseptor opiate PAG tersebut dapat
diaktifkan dengan pengeluaran endogen dari endorphin dan administrasi
eksogen dari opioid. Pengeluaran endogen dari endorphin dapat dipicu
oleh nyeri dan stress. Kornu dorsalis dari spinal cord juga banyak pada
reseptor opiat, yang mana terlokalisasi di lamina II dan, ketika
terstimulasi, menghasilkan supresi bertenaga dari pemasukan aktivitas
serabut saraf C.

C. Fisiologi Nyeri
Nyeri dapat berasal dari dalam ataupun luar sistem saraf. Nyeri yang
berasal dari luar sistem saraf dinamakan nyeri nosiseptif. Sedangkan nyeri
yang berasal dari dalam dinamakan nyeri neurogenik atau neuropatik. Nyeri
dapat dirasakan ketika stimulus yang berbahaya mencapai serabut-serabut
saraf nyeri. Mekanisme proses terjadinya nyeri terdiri dari empat proses yaitu
transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi. Transduksi nyeri adalah proses
rangsangan yang mengganggu sehingga menimbulkan aktifitas listrik di
reseptor nyeri. Transmisi nyeri melibatkan proses penyaluran impuls nyeri
dari tempat transduksi melewati saraf perifer sampai ke terminal di medulla
spinalis dan jaringan neuron-neuron pemancar yang naik dari medulla spinalis
ke otak. Modulasi nyeri melibatkan aktifitas saraf melalui jalur-jaur saraf
desenden dari otak yang dapat memengaruhi transmisi nyeri setinggi medulla
spinalis. Modulasi juga melibatkan faktor-faktor kimiawi yang menimbulkan
atau meningkatkan aktifitas di reseptor nyeri aferen primer. Persepsi nyeri
adalah pengalaman subyektif nyeri yang bagaimanapun juga dihasilkan oleh
aktifitas transmisi nyeri oleh saraf (Derrickson, 2019).
D. Patofisiologi dan Pathway
Rangsangan nyeri diterima oleh nociceptors pada kulit bisa intensitas
tinggi mupun rendah seperti perenggangan dan suhu serta lesi jaringan. Sel
yang mengalami nekrotik akan merilis K + dan protein intraseluler akan
menyebabkan deplorisasi neciceptar, sedangkan protein pada beberapa
keadaan akan menginflamasi mikroorganisme sehingga menyebabkan
peradangan atau inflamasi. Akibatnya, mediator nyeri dilepaskan seperti
leukotriene, prostaglandin E2, dan histamin yang akan merangsang nosisptory
sehingga rangsangan berbahaya dan tidak berbahaya dapat menyebabkan
nyeri (hiperalgsia atau allodynia). Selain itu lesi juga mengaktifkan factor
pembekuan darah sehinnga bradykinin dan serotonin akan terstimulus dan
merangsang nosiseptor. Jika terjadi oklusi pembuluh darah maka akan terjadi
iskemia yang akan menyebabkan akumulasi K + ekstraseluler dan H + yang
selanjutnya mengaktifkan nosisptor. Histamin, bradykinin, dan prostaglandin
E2 memiliki efek vasodilator dan meningkatkan permeabilitas pembuluh
darah (Silbernagl & lang, 2019)
Pathway
Hyperplasia, folikel lumfoid,
Fecalis, hipertropi jaringan limfoid,
Cacing usus (ascaris)

Obstruksi lumen appendiks

Peningkatan tekanan intralumen/


Dinding appendiks

Aliran darah dan limfe menurun

Edema/ulserasi mukosa

APPENDISITIS

Infeksi sekunder pasien kurang perforasi (pecahnya distensi


Bakteri menginterpretasikan apendiks), absess abdomen
informasi
peradangan/inflamasi Pk : infeksi menekan
Kurang pengetahuan gaster
Respon antigen &
antibody peningkatan produksi
HCL
pengeluaran mediator kimia:
histamine Mual dan muntah

mengiritasi saraf-saraf bebas


dikuadran kanan bawah abdomen Output cairan Penurunan nafsu
berlebih makan
sensasi nyeri
Kekurangan Ketidakseimbangan
Nyeri akut volume cairan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
E. Etiologi Nyeri
Etiologi atau penyebab nyeri menurut PPNI (2016), antara lain :
1. Agen pencedera fisiologis (misal inflamasi, iskemia, neoplasma)
2. Agen pencedera kimiawi (misal terbakar, bahan kimia iritan)
3. Agen pencedera fisik (misal abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan).

F. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Nyeri


Faktor yang mempengaruhi nyeri menurut Taylor (2014) diantaranya:
1. Budaya
Latar belakang etnik dan warisan budaya telah lama dikenal
sebagai faktor faktor yang mempengaruhi reaksi nyeri dan ekspresi nyeri
tersebut. Perilaku yang berhubungan dengan nyeri adalah sebuah bagian
dari proses sosialisasi, individu mempelajari apa yang diharapkan dan
apa yang diterima oleh kebudayaan mereka, hal ini meliputi bagaimana
bereaksi terhadap nyeri.
2. Jenis kelamin
Perbedaan antara laki laki dengan perempuan tidak hanya dalam
faktor biologis, tetapi aspek sosial kultural juga membentuk berbagai
karakter sifat gender. Karakter jenis kelamin dan hubungannya dengan
sifat keterpaparan dan tingkat kerentanan memegang peranan tersendiri
(contoh: laki-laki tidak pantas mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh
nyeri), jenis kelamin dengan respon nyeri laki- laki dan perempuan
berbeda. Hal ini terjadi karena laki-laki lebih siap untuk menerima efek,
komplikasi dari nyeri sedangkan perempuan suka mengeluhkan sakitnya
dan menangis.
3. Usia
Semakin bertambah usia semakin bertambah pula pemahaman
terhadap suatu masalah yang diakibatkan oleh tindakan dan memiliki
usaha untuk mengatasinya. Umur lansia lebih siap melakukan dengan
menerima dampak, efek dan komplikasi nyeri. Perbedaan perkembangan,
yang ditemukan diantara kelompok usia anak-anak yang masih kecil
memiliki kesulitan memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan
perawat.
4. Makna nyeri
Beberapa pasien dapat lebih mudah menerima nyeri dibandingkan
pasien lain, bergantung pada keadaan dan interpretasi pasien mengenai
makna nyeri tersebut. Seorang pasien yang menghubungkan rasa nyeri
dengan hasil akhir yang positif dapat menahan nyeri dengan sangat baik.
Sebaliknya, pasien yang nyeri kroniknya tidak mereda dapat merasa lebih
menderita. Mereka dapat berespon dengan putus asa, ansietas, dan
depresi karena mereka tidak dapat mengubungkan makna positif atau
tujuan nyeri.

5. Kepercayaan spiritual
Kepercayaan spiritual dapat menjadi kekuatan yang memengaruhi
pengalaman individu dari nyeri. Pasien mungkin terbantu dengan cara
berbincang dengan penasihat spiritual mereka.
6. Perhatian
Tingkat seorang pasien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan
dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan (distraksi)
dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun.
7. Ansietas
Stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem limbik yang diyakini
mengendalikan emosi seseorang, khususnya ansietas
8. Lingkungan dan dukungan keluarga
Individu dari kelompok sosiobudaya yang berbeda memiliki harapan
yang berbeda tentang orang, tempat mereka menumpahkan keluhan
mereka tentang nyeri, pasien yang mengalami nyeri seringkali
bergantung pada anggota keluarga atau teman untuk memperoleh
dukungan, bantuan, atau perlindungan. Apabila tidak ada keluarga atau
teman, seringkali pengalaman nyeri membuat pasien semakin tertekan.
9. Pengalaman nyeri
Pengalaman nyeri sebelumnya tidak berarti bahwa individu akan
mengalami nyeri yang lebih mudah pada masa yang akan datang. Apabila
individu sejak lama sering mengalami serangkaian nyeri tanpa pernah
sembuh maka rasa takut akan muncul dan sebaliknya.

G. Batasan Karakteristik Nyeri


Batasan karakteristik nyeri menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
(2016) yaitu:
1. Mengeluh nyeri
2. Tampak meringis
3. Bersikap protektif (misalnya waspada, posisi menghindari nyeri)
4. Gelisah
5. Frekuensi nadi meningkat
6. Sulit tidur
7. Tekanan darah meningkat
8. Pola nafas berubah
9. Nafsu makan berubah
10. Proses berpikir terganggu
11. Menarik diri
12. Berfokus pada diri sendiri
13. Diaphoresis

H. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang diambil dari pasien post operasi adalah yaitu:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik di tandai dengan tampak
meringis dan mengeluh nyeri (D. 0077)
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot di
tandai dengan kekuatan otot menurun dan nyeri saat bergerak (D. 0054)

I. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri Akut
a. Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x13 jam di harapkan:
Tingkat nyeri (L. 08066)
1) Keluhan nyeri dari skala 1 meningkat menjadi skala 4 cukup
menurun
2) Meringis dari skala 1 meningkat menjadi skala 4 cukup menurun
3) Gelisah dari skala 1 meningkat menjadi skala 4 cukup menurun
b. Intervensi Keperawatan
Manajemen nyeri (I. 08238)
O : - identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
- identifikasi skala nyeri
T : - berikan Tehnik non farmokologi (tehnik relaksasi)
E: - ajarkan Teknik non farmakologi (Teknik relaksasi) untuk
mengurangi rasa nyeri
K: - pemberian analgestik (norages 3x1 dan pronalges 1x1)
2. Gangguan mobilitas Fisik
a. Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x13 jam di harapkan:
Mobilitas Fisik (L. 05042)
1) Nyeri dari skala 1 meningkat menjadi skala 4 cukup menurun
2) Kekuatan otot dari skala 1 menurun menjadi skala 4 cukup
meningkat
3) Rentan gerak ROM dari skal 1 menurun menjadi skala 4
meningkat
b. Intervensi Keperawatan
Dukungan ambulasi (I. 06171)
O: - Identifikasi adanya nyeri/keluhan fisik lainnya
- Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
T: - Fasilitasi aktifitas ambulasi dengan alat bantu (kruk)
E: - Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi

J. Alat Ukur Skala Nyeri


Menurut Potter & Perry tahun 2012, pengkajian nyeri subjektif dapat
digunakan pada pasien yang sadar. Berikut beberapa instrumen yang dapat
digunakan:
1. NRS (Numeric Ratting Scale)
Cara mengkaji nyeri secara subjektif yang sering digunakan. Metode yang
digunakan adalah angka 0-10, dengan menggunakan NRS kita dapat
menentukan tingkat/derajat nyeri pasien dimana 0 (tidak ada nyeri), 1-4
(nyeri ringan), 5-6 (nyeri sedang), 7-10 (nyeri berat).

2. VAS (Visual Analog Scale)


Skala berupa garis lurus yang panjangnya 10 cm, dengan deskripsi pada
masing-masing angkanya. <4 (nyeri ringan), 4-7 (nyeri sedang) dan 7-19
(nyeri berat).
3. Wong-Baker Faces Pain Scale
 Instrumen pengkajian nyeri ini biasanya digunakan pada pasien anak-anak
kurang dari 12 tahun. Pengkajian nyeri dipusatkan pada ekspresi wajah
yang terdiri dari enam animasi wajah, dari ekspresi tersenyum, kurang
bahagia, sedih, dan wajah penuh air mata (rasa sakit yang paling  buruk). 

Pengkajian nyeri objektif dapat digunakan pada pasien yang mengalami


penurunan kesadaran (terintubasi) berikut adalah cara mengkaji yeri pada
pasien yang mengalami penurunan kesadaran:
1. Nonverbal Adult Pain Scale (NVPS)
Instrumen ini dapat digunakan pada pasien dewasa yang mengalami
penurunan kesadaran (terintubasi dan tersedasi). NVPS terdiri dari 3
indikator perilaku dan fisiologi (tekanan darah, denyut jantung,
respiratory rate, kulit). Perhatikan gambar di bawah untuk memahami
bagaimana penilaian nyeri dengan NVPS
2. FLACC Scale
Pengkajian nyeri yang terdiri dari item wajah, kaki, aktivitas, tangisan,
dan kenyamanan. Instrumen ini dapat digunakan pada orang dewasa
yang mengalami gangguan komunikasi verbal. Hasil FLACC dapat
ditentukan dengan skor 0 (nyaman), 1-3 (ringan), 4-6 (sedang) dan 7-10
(berat).

3. Comfort Scale
Instrumen ini sangat cocok digunakan dalam mengkaji tingkat distres
psikologis pada pasien kritis anak-anak di bawah usia 18 tahun dan juga
pada pasien dewasa yang terpasang ventilator. Comfort scale terdiri dari
8 item indikator penilaian yakni kewaspadaan, ketenangan, respon
pernapasan, gerakan fisik, ketegangan wajah, gerakan otot, tekanan
darah dan denyut nadi. Hasil penilaian terdiri dari 1-5, dimana 1
merupakan tidak berespon dan 5 paling tidak nyaman. Perhatikan
gambar dibawah ini.

4. Behavior Pain Scale (BPS) 


Instrumen pengkajian nyeri pada pasien kritis. BPS terdiri dari tiga item
penilaian yakni ekspresi wajah, pergerakan bibir atas dan komplians
terhadap ventilator. Setiap item tersebut memiliki 1-4 skor. Jika
ditemukan hasil <3 menandakan tidak nyeri, sementara jika skor 12
(sangat nyeri).
5. CRIES Scale
Pengkajian nyeri dengan melihat adanya tangisan, oksigenasi, vital
signs, ekspresi wajah dan tidur (sleepless).

6. Critical-Care Pain Observasion Tool (CPOT)


Instrumen pengkajian nyeri yang terdiri dari 4 item penilaian yakni
ekspresi wajah, pergerakan badan, tegangan otot dan keteraturan
dengan ventilator (pasien terintubasi) dan tidak terintubasi. Total skor
CPOT adalah 8 (semakin tinggi skor yang didapat mengindikasikan
tingkat nyeri yang dialami pasien).
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn. S

DENGAN APENDISITIS AKUT DI RUANG TERATAI 2

RSUD KAB. KARANGANYAR

Tgl/Jam MRS : 6 November 2022/05.44 WIB

Tanggal/Jam Pengkajian : 7 November 2022/06.00 WIB

Metode Pengkajian : Autoanamnesa

Diagnosa Medis : Apendisitis Akut

No. Registrasi : 57XXXX

A. PENGKAJIAN
I. BIODATA
1. Identitas Klien
Nama Klien : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jetis, Suruhkalang, Karanganyar.
Umur : 59 Tahun
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Wiraswasta
2. Identitas Penanggung jawab
Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 55 Tahun
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jetis, Suruhkalang, Karanganyar
Hubungan dengan Klien : Istri
II. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama
Nyeri perut bagian kanan bawah
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri perut bagian kanan bawah sejak
1 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri hilang timbul dan
kadang-kadang merasakan mual, tidak ada masalah dalam BAB. Pasien
tampah merintih menahan rasa sakit nyerinya, setelah dilakukan pemeriksaan
diperoleh hasil pemeriksaan TTV:
TD : 160/80
N : 63x
SpO2 : 98%
S : 37,3
RR : 20x/menit
Tn. S ketika sudah dipindahkan keruang rawat inap dan dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut, diperoleh diagnose apendisitis akut.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Tn. S mengatakan belum pernah mengalami sakit yang dirasakan saat ini
pada masa lalunya, pasien mengatakan hanya memiliki Riwayat hipertensi.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga


Tn. S mengatakan bahwa anggota keluarganya tidak ada yang menderita
riwayat penyakit keturunan.
Genogram :

Tn.S

Keterangan:

: Keluarga laki-laki

: Keluarga perempuan

: Pasien

: Keluarga satu rumah

III. PENGKAJIAN KEBUTUHAN DASAR HENDERSON


1. Oksigenasi
Sesak napas : tidak ada
Frekuensi : konstan 22x/menit
Kapan terjadi : pasien tidak sesak napas
Kemungkinan faktor pencetus : tidak ada
Faktor yang memberatkan : tidak ada
Faktor yang meringankan : tidak ada
Batuk : tidak
Sputum : tidak
Nyeri dada : tidak
Hal yang dilakukan untuk meringankan nyeri dada : tidak ada
Riwayat penyakit : tidak ada
Riwayat merokok : pasif
2. Nutrisi
Frekuensi makan : 3 X Sehari
BB/TB : 68kg/175cm
BB dlm 1 bulam terakhir : tetap
Jenis makanan : nasi, sayur, lauk-pauk, makanan ringan
dan buah-buahan.
Makanan yang disukai : sayur mayor
Makanan pantang : tidak ada makanan pantangan
Alergi : tidak ada alergi makanan dan tidak ada
alergi minuman.
Nafsu makan : baik
Masalah pencernaan : tidak ada
Riwayat operasi/trauma GI : tidak ada
Diit RS : Habis
Kebutuhan pemenuhan ADL makan : mandiri
3. Cairan, elektrolit dan asam basa
Frekuensi minum : 8 gelas konsumsi air/hari : 2 lt/hr
Turgor kulit : baik
Support IV line : ya, jenis: RL
Dosis : 20tpm
4. Eliminasi Bowel
Frekuensi : 2x sehari penggunaan pencahar: tidak menggunakan
pencahar
Waktu : pagi/siang/malam
Warna : kuning jernih darah : tidak ada
Konsistensi : padat
Gangguan eliminasi bowel : tidak ada
Kebutuhan pemenuhan ADL Bowel : dengan bantuan
5. Eliminasi bladder
Frekuensi : 6x sehari penggunaan pencahar: tidak menggunakan
pencahar
Warna : kuning jernih darah : tidak ada
Gangguan eliminasi bladder : tidak ada
Riwayat penyakit : tidak ada
Penggunaan kateter : iya
Kebutuhan pemenuhan ADL bladder : dengan bantuan
6. Aktivitas dan Latihan
Pekerjaan : swasta
Olahraga rutin : tidak ada
Alat bantu : tidak ada
Terapi : tidak ada
Kemampuan melakukan ROM : aktif
Kemampuan ambulasi : dengan bantuan
7. Tidur dan istirahat
Lama tidur : 6-8 jam
Tidur siang : tidak
Kesulitan tidur di RS : Ya
Kesulitan tidur : Ya, karena merasakan nyeri
8. Kenyamanan dan nyeri
Nyeri : ya, skala nyeri (1-10) :
Paliatif/provokatif : nyeri biologis
Quality : nyeri panas
Region : nyeri di perut bagian kanan
Severity : skala nyeri 5
Time : hilang timbul
Ambulasi di tempat tidur : dengan bantuan
9. Sensori, persepsi dan kognitif
Gangguan penglihatan : tidak
Gangguan pendengaran : tidak
Gangguan penciuman : tidak
Gangguan sensasi taktil : tidak
Gangguan pengecap : tidak
Riwayat penyakit : tidak ada
Persepsi klien terhadap penyakitnya :
Klien mengatakan nyeri yang di rasakan di perut bagian kanan. Klien
berharap rasa nyeri bisa hilang dan bisa kembali aktivitas kembali.
Respon klien mencari solusi untuk masalah kesehatannya :
Klien mencoba untuk menahannya dan mencoba untuk tidur agar rasa
nyeri di perut bagian kanan bisa teralihkan.
10. Komunikasi
Hubungan klien dengan keluarga dan sekitarnya :
Klien mengatakan jika hubungan dengan keluarga sangat baik dan
hubungannya dengan sekitar juga baik
Cara klien menyatakan emosi, kebutuhan, dan pendapat :
Klien mengatakan selalu berdiskusi dengan istri dan anak mengenai
kebutuhan dan juga perasaannya.
11. Aspek spiritual dan dukungan sosial
Kepercayaan klien dan aspek ibadah :
Klien mengatakan beragama Islam, mengatakan juga sholat serta
menjalankan apa yang telah ditentukan. Klien mengatakan walaupun sakit
tetap menjalankan ibadah.
Dukungan keluarga klien terhadap klien :
Klien mengatakan bahwa keluarga klien mendukung kesembuhan
klien.
12. Kebutuhan rekreasi
Klien mengatakan sering rekreasi dengan teman-temannya.

IV. PEMERIKSAAN FISIK


a. Keadaan umum : baik
b. Kesadaran : composmentis
c. Tanda-tanda vital
1) Tekanan darah : 160/80 mmHg
2) Nadi
- Frekuensi : 63x/menit
- Irama : teratur
- Kekuatan : kuat
3) Pernafasan
- Frekuensi : 20x/menit
- Irama : teratur
4) Suhu : 37,2 0C

1. Pemeriksaan Head To Toe


a. Kepala
a) Bentuk dan ukuran kepala : meshocephal
b) Pertumbuhan rambut : merata
c) Kulit kepala : baik, tidak ada lesi
b. Muka
1) Mata
a) Kebersihan : bersih
b) Fungsi penglihatan : baik
c) Palpebra : tidak ada oedema
d) Konjungtiva : berwarna merah muda/tidak
anemis
e) Sclera : berwarna putih/tidak ikterik
f) Pupil : pupil isokor
g) Diameter ka/ki : 2 mm ka/ki
h) Reflek terhadap cahaya : positif +/+
i) Penggunaan alat bantu penglihatan : tidak
2) Hidung
a) Fungsi prnghidu : baik
b) Secret : tidak ada
c) Nyeri sinus : tidak ada nyeri
d) Polip : tidak ada pembesaran polip
e) Napas cuping hidung : tidak ada
3) Mulut
a) Kemampuan bicara : baik
b) Keadaan bibir : mukosa kering, tidak ada sariawan
c) Selaput mukosa : kering
d) Warna lidah : merah muda
e) Keadaan gigi : bersih, lengkap
f) Bau nafas : bau nafas khas
4) Gigi
a) Jumlah : 30
b) Kebersihan : bersih
c) Masalah : tidak ada
5) Telinga
a) Fungsi pendengaran : baik
b) Bentuk : kanan dan kiri simetris
c) Kebersihan : bersih
d) Serumen : tidak ada
e) Nyeri telinga : tidak ada
c. Leher
1) Bentuk : simetris kanan dan kiri
2) Pembesaran tyroid : tidak ada
3) Kelenjar getah bening : tidak ada
4) Nyeri waktu menelan : tidak ada
5) JVP : tidak ada pembesaran
d. Dada (Thorax)
1) Paru-paru
a) Inspeksi : simetris kana dan kiri, tidak ada lesi
b) Palpasi : vocal vomitus kana dan kiri sama, tidak ada nyeri
tekan, tidak ada pembengkakan, tidak ada benjolan
c) Perkusi : sonor
d) Auskultasu : veskuler, tidak ada suara nafas tambahan
2) Jantung
a) Inspeksi : IC tidak tampak, tidak ada lesi, tidak tampak
pembengkakan
b) Palpasi : IC teraba di ICS V midklafikula sinistra, tidak
nyeri tekan, tidak ada benjolan
c) Perkusi : pekak
d) Auskultasi : terdengar bunyi jantung 1-11, tidak terdengar
bunyi jantung tambahan
e. Abdomen
1) Inspeksi : simetris, datar, tidak ada lesi, tidakada benjolan
2) Palpasi : terdapat nyeri tekan
3) Perkusi : hipertimpani
4) Auskultasi : suara peristaltic tidak normal
f. Genetalia : tidak ada masalah, normal
g. Anus dan rectum : tidak ada hemoroid
h. Ekstremitas
1) Atas
a) Kekuatan otot kanan dan kiri : 5/5
b) ROM kanan dan kiri : aktif
c) Peruahan bentuk tulang : tidak ada perubahan bentuk
tulang
d) Pergerakan sendi bahu : tidak terdapat
keluhan/masalah
e) Perabaan akral : akral hangat
f) Pitting edema : Kembali dalam 2 detik
g) Terpasang infus : terpasang infuse kiri
2) Bawah
a) Kekuatan otot kanan dan kiri : 5/5
b) ROM kanan dan kiri : aktif
c) Perubahan bentuk tulang : tidak ada perubahan bentuk
tulang
d) Varises : tidak ada varises
e) Perabaan akral : akral hangat
f) Pitting edema : kemali dalam 2 detik
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Tanggal pemeriksaan : 07 – 11 – 2022

Nilai Keterangan
Jenis Pemeriksaan Satuan Hasil
normal hasil
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12.3-17.0 g/dl 15.7 Normal
Hematokrit 40-52 % 46.4 Normal
Lekosit 4.4-11.3 ribu/ul 7.39 Normal
Trombosit 132-356 ribu/ul 240 Normal
Eritrosit 4.5-5.9 juta/ul 5.35 Normal
MPV 6.5-12.00 fL 10.7 Normal
PDW 9.0-17.0 - 12.7 Normal
INDEX
MCV 82.0-92.0 fl 86.7 Normal
MCH 28-33 pg 29.3 Normal
MCHC 32.0-37.0 % 33.8 Normal
HITUNG JENIS
Neutrofil% 50-70 % 53.9 Normal
Limfosit% 20-40 % 38.2 Normal
Monosit% 3-9 % 6.0 Normal
Eosinofil 0.5-5.0 % 1.5 Normal
Basofil 0.0-1.0 % 0.4 Normal
NLR < 3.13 % 1.41 Normal
ALC > 1.5 % 2.82 Normal
P-LCR 30.4
RDW-CV 11-16 % 12.3 Normal
RDW-SD fl 40.0
Masa Pembekuan (CT) 2-8 menit 06.00
Masa Pendarahan (BT) 1-3 menit 02.00
KIMIA
GULA DARAH
Gula Darah Sewaktu 70-150 mg/100ml 92 Normal
GINJAL
Creatinin <1.0 mg/100ml 0.97 Normal
Ureum 10-50 mg/dl 21 Normal
IMUNO-SEROLOGI
- HBs Ag (Rapid) Non Reaktif NON REAKTIVE
- HIV (I) ½ (FAST Negative NEGATIVE
CLEAR)

2. Pemeriksaan diagnostik
Tanggal pemeriksaan

Jenis pemeriksaan Hasil pemeriksaan


Radiologi -
USG Appendicitis

VI. TERAPI MEDIS

Hari/ Jenis terapi Dosis Golongan & Fungsi


Tgl kandungan
Senin, Cairan IV :
07/11/2022 RL 20tpm Elektrolit Memenuhi
cairan
tubuh

Inf. Metronidazole 500 mg Antibiotik Mengatasi


/8jam infeksi
Injeksi Ceftriaxone Antibiotik Mengatasi
1 gr/12 j infeksi
Mengham
Injeksi OMZ PPI bat
40 mg/12 j produksi
asam
lambung

Mencegah
Injeksi Ondansetron 4 mg/12 j Antiemetik mual

Mengatasi
Injeksi Ketorolac 10 mg/12 j Antiinflamasi nyeri
nonsteroid

B. ANALISA DATA
Nama : Tn. S No. CM : 57XXXX
Umur : 59 tahun Diagnosa Medis : Apendisitis Akut

N Hari/ Data Fokus Masalah Etiologi Diagnosa


o. Tgl/Jam
1. Senin/ 7 DS: Nyeri akut Agen cidera Nyeri akut
Nov -pasien (D. 0077) fisik berhubungan
2022/ mengatakan nyeri dengan agen
10.00 di perut bagian cidera fisik di
kanan buktikan
P : nyeri dengan
bertambah saat mengeluh
bergerak nyeri perut
Q : nyeri terasa dibagian
panas kanan,
R : perut bagian tampak
kanan meringis
S : skala nyeri 5 kesakitan,
T :nyeri hilang sulit
timbul tidur,bersikap
-pasien mengeluh protektif dan
sulit tidur gelisah.
DO :
-pasien tampak
meringis
kesakitan
-pasien tampak
gelisah
-pasien tampak
menahan sakit
-TD : 160/80
mmHg
-suhu : 37,20C
2. Senin/ 7 Ds : - Risiko Efek Risiko infeksi
Nov Do : infeksi prosedur dibuktikan
2022/ -TD : 160/80 (D.0142) invasive dengan efek
10.30 mmHg (prosedur prosedur
-suhu : 37,20C operasi atau invasif
pembedahan ( prosedur
) operasi atau
pembedahan)
3. Senin/ 7 Ds : Nausea Distensi Nausea
Nov -pasien mengeluh (D.0076) lambung berhubungan
2022/ mual, merasa dengan
10.40 ingin muntah, dan distensi
tidak berminat lambung
makan dibuktikan
Do : dengan
- pasien tampak mengeluh
pucat mual, merasa
- pasien tampak ingin muntah,
lemas dan tidak
berminat
makan,
tampak pucat

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik di buktikan dengan
mengeluh nyeri perut dibagian kanan, tampak meringis kesakitan, sulit
tidur,bersikap protektif dan gelisah (D. 0077)
2. Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif (prosedur operasi
atau pembedahan) (D.0142)
3. Nausea berhubungan dengan distensi lambung dibuktikan dengan
mengeluh mual, merasa ingin muntah, dan tidak berminat makan, tampak
pucat (D.0076)
D. RENCANA KEPERAWATAN/INTERVENSI
Nama : Tn. S No. CM : 57XXXX
Umur : 59 Tahun Diagnosa Medis : Apendisitis Akut

No Tgl/Jam Dx. Kep Tujuan & Intervensi


. Kriteria Hasil
1. 7 Nov Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen
2022/ berhubungan dengan intervensi nyeri (I. 08238)
08.30 agen cidera fisik di keperawatan 3x24 O:
buktikan dengan jam maka tingkat -identifikasi
mengeluh nyeri perut nyeri (L. 08066) lokasi,
dibagian kanan, menurun dengan karakteristik,
tampak meringis kriteria hasil: durasi, frekuensi,
kesakitan, sulit -nyeri menurun kualitas,
-meringis menurun intensitas nyeri
tidur,bersikap
-gelisah menurun -identifikasi skala
protektif dan gelisah
-kesulitan tidur nyeri
(D. 0077) menurun T:
-berikan Tehnik
non farmokologi
(tehnik relaksasi
nafas dalam)
E:
-ajarkan Teknik
non farmakologi
(Teknik relaksasi
nafas dalam)
untuk mengurangi
rasa nyeri
K:
-pemberian
analgestik (injeksi
ketorolac 1
ampul/12jam
2. 7 Nov Risiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan
2022/ dibuktikan dengan intervensi infeksi (I.14539)
08.35 efek prosedur invasif ( keperawatan 3x24 Observasi
prosedur operasi atau jam maka tingkat -Monitor tanda
pembedahan) infeksi (L. 14137) gejala infeksi
(D.0142) menurun dengan lokal dan sistemik
kriteria hasil: Terapeutik
-nyeri menurun -Batasi jumlah
-demam menurun pengunjung
-Berikan
perawatan kulit
pada area edema
-Cuci tangan
sebelum dan
sesudah kontak
dengan pasien
dan lingkungan
pasien
Edukasi
-Jelaskan tanda
gejala infeksi
-Ajarkan cara
memeriksa
kondisi luka atau
luka operasi
Kolaborasi
-Kolaborasi
pemberian
imunisasi

E. TINDAKAN KEPERAWATAN
Nama : Tn. S No. CM : 57XXXX
Umur : 59 tahun Diagnosa Medis : Apendisitis Akut

Hari/Tgl/Jam No. Dx Implementasi Respon Ttd


Senin, 7 Nov 1 Mengidentifikasi S:
2022 / 08.30 lokasi, karakteristik, P : nyeri bertambah
WIB durasi, frekuensi, saat bergerak
kualitas, intensitas nyeri Q : nyeri terasa panas
dan keluhan fisik R : perut bagian
lainnya kanan
S : skala nyeri 5
T :nyeri hilang
timbul
O:
-pasien tampak
meringis kesakitan
-pasien tampak
gelisah
-pasien tampak
menahan sakit

09.00 1 Kolaborasi pemberian S:


analgesik (injeksi -pasien mengatakan
ketorolac 10 mg/12 nyeri berkurang
jam) setelah obat
diberikan
nyeri
O:
-Pasien tampak
kooperatif
-pasien tampak rileks
Skala nyeri : 4

09.10 2 Memonitor tanda dan S:


gejala infeksi lokal dan -pasien mengatakan
sistematik tidak nyaman pada
luka post operasi
dibagian kanan
bawah
O:
-luka post operasi
tampak kemerahan
-pasien tampak tidak
nyaman

09.15 2. Memberikan perawatan S:


kulit (medikasi luka) -pasien mengatakan
sudah lebih nyaman
sesudah di medikasi
O:
-pasien tampak
nyaman

Selasa,4 Nov 1 Mengidentifikasi skala S:


2022 / 08.00 nyeri -pasien mengatakan
WIB nyeri berada di skala
4
O:
-pasien tampak
meringis menahan
nyeri

08.15 1 Kolaborasi pemberian S:


analgesic (injeksi -pasien mengatakan
ketorolac 30 mg/12 nyeri berkurang
jam) setelah diberkan
terapi obat
O:
-pasien tampak rileks
setelah diberikan
obat
Skala nyeri : 3

Memberikan perawatan
kulit (medikasi luka) S:
-pasien mengatakan
sudah lebih nyaman
sesudah di medikasi
O:
-pasien tampak
nyaman
Mengajarkan teknik
manajemen nyeri non- S:
farmakologi relaksasi -pasien mengatakan
08.20 2 nafas dalam lebih rileks setelah
diajsrkan teknik
relaksasi nafas dalam
dan distraksi musik
O:
-pasien tampak lebih
tenang
-pasien tampak rileks
08.35 1 Skala nyeri 3

Rabu 9 Nov 1 Mengidentifikasi skala S:


2022/ 08.00 nyeri -pasien mengatakan
nyeri berada di skala
3
O:
-pasien tampak lebih
tenang dari
sebelumnya

08.10 1 Kolaborasi pemberian S:


analgesic (injeksi -pasien mengatakan
ketorolac 10 mg/12jam) nyeri berkurang
setelah diberkan
terapi obat
O:
-pasien tampak tidak
rileks
Skala nyeri : 2
08.30 2 Memberikan perawatan S:
kulit (medikasi luka) -pasien mengatakan
sudah lebih nyaman
sesudah di medikasi
O:
-pasien tampak
nyaman
Mengajarkan teknik -pasien tampak lega
1 manajemen nyeri non- S:
farmakologi relaksasi -pasien mengatakan
nafas dalam lebih rileks setelah
diajsrkan teknik
relaksasi nafas dalam
dan distraksi musik
O:
-pasien tampak lebih
tenang
-pasien tampak rileks
Skala nyeri 3

F. EVALUASI
Nama : Tn. S No. CM : 57XXXX
Umur : 59 Tahun Diagnosa Medis : Apendisitis Akut

No. Dx Hari/ Evaluasi Ttd


Tanggal/Jam
1 Senin/ 7 Nov S:
2022/ 14.00 P= nyeri bertambah saat bergerak
Q= nyeri terasa panas
R= perut bagian kanan
S= skala nyeri 5
T= nyeri hilang timbul

O:
- pasien tempak meringis kesakitan
- pasien tampak gelisah
- pasien tampak menahan sakit

A: Masalah belum teratasi


P: Lanjutkan intervensi
- Identifikasi skala nyeri
- Kolaborasi pemberian analgetic (injeksi
analgetic ketorolac 10 mg/12 jam)
- Ajarkan Teknik menejemen nyeri non-
farmakologi (terapi napas dalam)

2 14.00 S: pasien mengatakan tidak nyaman dengan


luka operasinya

O:
- Luka post operasi tampak kemerahan
- Pasien terlihat tidak nyaman

A: Masalah teratasi Sebagian


P: Lanjutkan Intervensi
- Berikan perawatan luka
1 Selasa/ 8 nop S:
2022/ 14.00 P= nyeri bertambah saat bergerak
Q= nyeri terasa panas
R= perut bagian kanan
S= skala nyeri 4
T= nyeri hilang timbul

O:
- pasien tempak meringis kesakitan
- pasien tampak gelisah
- pasien tampak menahan sakit

A: Masalah belum teratasi

P: Lanjutkan intervensi
- Identifikasi skala nyeri
- Kolaborasi pemberian analgetic (injeksi
analgetic ketorolac 1amp/12 jam)
- Ajarkan Teknik menejemen nyeri non-
farmakologi (terapi napas dalam)
2 14.00 S: pasien mengatakan tidak nyaman dengan
luka operasinya

O:
- Luka post operasi tampak kemerahan
- Pasien terlihat tidak nyaman

A: Masalah belum teratasi

P: Lanjutkan Intervensi
Berikan perawatan luka
1 Rabu/ 8 nop S:
2022/14.00 P= nyeri bertambah saat bergerak
Q= nyeri terasa panas
R= perut bagian kanan
S= skala nyeri 2
T= nyeri hilang timbul

O:
- pasien tempak meringis kesakitan
- pasien tampak gelisah
- pasien tampak menahan sakit

A: Masalah teratasi Sebagian


P: Lanjutkan intervensi
- Identifikasi skala nyeri
- Kolaborasi pemberian analgetic (injeksi
analgetic ketorolac 1amp/12 jam)
- Ajarkan Teknik menejemen nyeri non-
farmakologi (terapi napas dalam)
2 14.00 S: pasien mengatakan tidak nyaman dengan
luka operasinya
O:
- Luka post operasi tampak membaik
- Pasien terlihat tidak nyaman
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan Intervensi
-Berikan perawatan luka

Anda mungkin juga menyukai