Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH UPAH MINIMUM TERHADAP

PENYERAPAN TENAGA KERJA BERPENDIDIKAN


RENDAH DI JAWA TIMUR

JURNAL ILMIAH

Disusun oleh :

Mutiara Ayu Maulidina

145020100111011

JURUSAN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL

Artikel Jurnal dengan judul :

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


PENGANGGURAN TERDIDIK DI SATUAN WILAYAH
PEMBANGUNAN GERBANGKERTOSUSILA TAHUN
2010-2017

Yang disusun oleh :


Nama : Dyah Ratri Kusumaningtyas
NIM : 145020100111030
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Jurusan : S1 Ilmu Ekonomi

Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang
dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 14 Mei 2018

Malang, 14
Mei 2018
Dosen
Pembimbing,

Eddy Suprapto, SE., ME.


NIP. 195807091986031002
PENGARUH UPAH MINIMUM TERHADAP
PENYERAPAN TENAGA KERJA BERPENDIDIKAN
RENDAH DI JAWA TIMUR

Mutiara Ayu Maulidina1, Devanto Shasta Pratomo2


Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya
mutiaramaulidina@gmail.com

ABSTRAK

Kebijakan upah minimum merupakan alat proteksi bagi pekerja untuk mempertahankan
agar nilai upah yang diterima tidak menurun, sehingga pekerja dapat memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari. Melihat kondisi upah minimum yang terus meningkat
disetiap tahunnya, mayoritas angkatan kerja Indonesia masih berpendidikan rendah,
dengan presentase sebesar 59,61%. Sejalan pula dengan teori dan penelitian yang telah
dilakukan oleh para ahli, menurut mayoritas literatur yang ada menyatakan bahwa
kelompok pekerja yang rentan terhadap dampak kenaikan upah minimum adalah pekerja
yang berusia muda/remaja, perempuan pekerja, dan pekerja dengan tingkat pendidikan
atau keterampilan yang lebih rendah. angkatan kerja di Jawa Timur juga masih
didominasi oleh penduduk dengan tingkat pendidikan rendah. Jumlah angkatan kerja
tertinggi masih didominasi oleh penduduk dengan tingkat pendidikan sekolah dasar, hal
ini sejalan dengan kondisi angkatan kerja secara nasional dimana penduduk angkatan
kerja tertinggi berasal dari tamatan sekolah dasar Pada penelitian ini menggunakan data
sekunder dengan metode kuantitatif. Analisis data menggunakan analisis data panel,
yaitu gabungan antara data time series dan cross section. Data time series menggunakan
periode tahun 2006-2017 dan data cross section dari 38 kabupaten/kota. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa secara simultan semua variabel berpengaruh signifikan terhadap
pengangguran terdidik. Sedangkan secara parsial menunjukkan bahwa variabel upah
minimum memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja
berpendidikan rendah, variabel proporsi sektor industri terhadap PDRB memiliki
pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja berpendidikan
rendah, serta variabel jumlah angkatan kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap penyerapan tenaga kerja berpendidikan rendah.

Kata kunci: Penyerapan tenaga kerja berpendidikan rendah, upah minimum


kota/kabupaten, angkatan kerja, proporsi sektor industri terhadap PDRB.

A. PENDAHULUAN

Kebijakan upah minimum merupakan sistem pengupahan yang telah banyak


diterapkan di beberapa negara. Kebijakan ini dapat dilihat dari dua sisi, dimana upah
minimum merupakan alat proteksi bagi pekerja untuk mempertahankan agar nilai upah
yang diterima tidak menurun, sehingga pekerja dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-
hari dan di sisi lain, upah minimum digunakan sebagai alat proteksi bagi perusahaan untuk
mempertahankan produktivitas pekerja (Simanjuntak, 1992). Ditinjau dari teori, salah satu
faktor yang memengaruhi produktivitas pekerja adalah jaminan terpenuhinya kebutuhan
hidup pekerja, yang meliputi kebutuhan pangan, sandang, biaya kesehatan, pendidikan,
transportasi, air bersih, dan listrik (Gianie, 2009). Ketika upah yang diterima pekerja
bernilai rendah, akan berdampak pada menurunnya produktivitas pekerja karena tidak
terpenuhi kebutuhan hidupnya. Upah yang rendah juga dapat menyebabkan pekerja
kehilangan motivasi bekerja atau merasa kurang dihargai hasil kerjanya sehingga menurun
loyalitasnya1 terhadap perusahaan tempat ia bekerja. Selanjutnya, jika hal ini berlanjut,
kemungkinan terburuknya dapat menimbulkan kerusakan pada alat produksi dan bahkan
kecelakan kerja.

Indonesia sendiri merupakan negara berpenduduk terbesar ke-5 di dunia, dengan


jumlah angkatan kerja yang sangat besar. Sama seperti negara berkembang pada umumnya,
Indonesia memiliki struktur lapangan pekerjaan dan perekonomian dualistik, yaitu sektor
tradisional (informal) dan sektor modern yang relatif kecil. Pasar kerja Indonesia
umumnya memiliki ciri yaitu tingginya penawaran tenaga kerja, pengangguran yang cukup
besar, dan kualitas tenaga kerja yang relatif rendah. Sejalan pula dengan teori dan penelitian
yang telah dilakukan oleh para ahli, menurut mayoritas literatur yang ada menyatakan
bahwa kelompok pekerja yang rentan terhadap dampak kenaikan upah minimum adalah
pekerja yang berusia muda/remaja, perempuan pekerja, dan pekerja dengan tingkat
pendidikan atau keterampilan yang lebih rendah (Bird dan Manning, 2003).

Tabel 1. Penduduk angkatan kerja di Indonesia berdasarkan tingkat pendidikan

tertinggi yang ditamatkan

Pendidikan tertinggi yang ditamatkan 2016 2017


Tidak/Belum pernah sekolah 4.077.705 3.870.358
Tidak/Belum tamat SD 14.518.351 16.351.582
Sekolah Dasar 32.849.916 32.127.941
SLTP 22.652.513 22.991.130
SLTA Umum 22.364.039 23.042.220
SLTA Kejuruan 13.690.816 14.208.949
Diploma I/II/III/Akademi 3.635.855 3.529.488
Universitas 11.654.553 11.941.078
Jumlah 125.443.748 128.062.746
Sumber: Sakernas (data diolah).

Tabel 1 memberikan informasi mengenai kondisi angkatan kerja di Indonesia


berdasarkan tingkat pendidikannya. Berdasarkan data pada tabel tersebut, angkatan kerja di
Indonesia didominasi oleh penduduk dengan status pendidikan tamatan sekolah dasar, yang
termasuk ke dalam kategori pendidikan rendah. Kemudian disusul oleh angkatan kerja
tamatan SLTP, yang juga termasuk dalam kategori pendidikan rendah. Secara umum,
angkatan kerja di Indonesia masih didominasi oleh penduduk dengan tingkat pendidikan
rendah.

Hal ini diperjelas kembali dengan pernyataan Stewart dan Swaffield (2008); Gindling
dan Terrell (2007), yaitu dengan adanya biaya pekerjaan tetap yang tinggi (seperti biaya
perekrutan, biaya pelatihan, dan tunjangan), kenaikan upah minimum diprediksi akan
menyebabkan peningkatan jam kerja dari pekerja yang tetap bekerja (biasanya pekerja
dengan keahlian tinggi) yang menyebabkan penurunan jumlah pekerja terampil rendah. Jam
kerja dari pekerja dengan keahlian tinggi akan bertambah akibat kenaikan upah minimum,
hal ini dilakukan oleh perusahaan dalam rangka mengkompensasi pengurangan jumlah
pekerja akibat kenaikan upah minimum, kondisi ini dikenal sebagai efek substitusi antara
jam bekerja dengan pekerja.

Pulau Jawa masih menjadi pusat pertumbuhan ekonomi nasional. Dibandingkan


dengan wilayah lainnya, pulau Jawa menyumbang 58,29 persen dari produk domestik bruto
(PDB) nasional. Jawa Timur, merupakan salah satu ibukota Provinsi di Indonesia yang
selalu disorot mengenai pertumbuhan ekonominya secara nasional. Provinsi ini
menampung lebih dari 14.000 unit manufaktur besar dan sedang ditambah dengan 600.000
perusahaan kecil dan industri kerajinan rumah tangga. Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur
juga di prediksi akan mengalami kenaikan yang dapat melampaui pertumbuhan ekonomi.
Besarnya jumlah industri yang beroperasi di Jawa Timur, menandakan bahwa banyak pula
tenaga kerja yang digunakan dalam menjalankan proses produksi barang dan jasa. Namun,
besarnya jumlah industri yang membutuhkan tenaga masih belum dapat mengimbangi
besarnya pula penawaran tenaga kerja, yaitu terjadi ketidakseimbangan supply dan demand
tenaga kerja akibat pertambahan angkatan kerja dan juga rendahnya daya saing kualitas
SDM, terutama dalam mengisi lowongan kerja di sektor formal.

Tabel 2. Penduduk angkatan kerja di Jawa Timur berdasarkan tingkat pendidikan


tertinggi yang ditamatkan

Pendidikan tertinggi yang ditamatkan 2016 2017


Tidak/Belum pernah sekolah 1.049.649 1.138.834
Tidak/Belum tamat SD 2.250.740 2.739.315
Sekolah Dasar 5.595.549 5.791.078
SLTP 3.696.203 3.779.858
SLTA Umum 3.060.797 3.134.338
SLTA Kejuruan 2.345.207 2.295.840
Diploma I/II/III/Akademi 358.426 328.907
Universitas 1.597.275 1.729.546
Jumlah 19.953.846 20.937.716

Sumber : Data Diolah BPS Provinsi Jawa Timur, 2017

Tabel 2 menunjukkan bahwa angkatan kerja di Jawa Timur juga masih didominasi
oleh penduduk dengan tingkat pendidikan rendah. Jumlah angkatan kerja tertinggi masih
didominasi oleh penduduk dengan tingkat pendidikan sekolah dasar, hal ini sejalan dengan
kondisi angkatan kerja secara nasional dimana penduduk angkatan kerja tertinggi berasal
dari tamatan sekolah dasar.

Hingga bulan November 2017 lalu, para pekerja di Jawa Timur masih melakukan
demo dalam rangka menuntut adanya kenaikan upah minimum dan menolak kenaikan
UMK 2018 yang bernilai 8,71 % dari UMK 2017. Secara prinsip, para pekerja di Jawa
Timur merasa kecewa atas keputusan gubernur yang menetapkan UMK berdasarkan PP 78
tahun 2015, dimana kenaikan UMK hanya berpedoman pada kenaikan inflasi dan
pertumbuhan ekonomi, bukan berdasarkan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di
masing-masing daerah. Hal ini secara langsung menggambarkan bahwa upah minimum
yang ditetapkan oleh pemerintah masih dirasa kurang untuk mencukupi kebutuhan sehari-
hari para pekerja. Tidak dapat kita pungkiri, harga kebutuhan pokok di pasar seringkali
mengalami fluktuasi, yang mana cukup meresahkan masyarakat, terutama bagi masyarakat
dengan pendapatan rendah. Tentunya pekerja tersebut menginginkan kenaikan upah atas
hasil kerjanya untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
B. TINJAUAN PUSTAKA

Penyerapan Tenaga Kerja Berpendidikan Rendah


Penyerapan Tenaga Kerja Berpendidikan Rendah yang digunakan oleh peneliti adalah
jumlah pertambahan buruh atau karyawan atau pegawai yang menerima upah/gaji yang
berpendidikan terakhir hanya sampai dengan SLTP atau sederajat per tahun (dalam unit
ribu orang). Berdasarkan berbagai penelitian terdahulu, dinyatakan bahwa buruh pada
kelompok ini adalah kelompok buruh yang rentan terhadap dampak negatif kenaikan upah
minimum. Data yang digunakan bersumber dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas
Badan Pusat Statistik).

Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK)


Upah minimum yang akan digunakan dalam penelitian adalah upah minimum nominal
pada kabupaten/kota i tahun t dalam satuan ribu rupiah. Data diperoleh dari Departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Upah minimum kabupaten/kota (UMK) dipilih untuk
digunakan pada penelitian ini karena objek penelitian yang dipilih adalah Provinsi jawa
Timur, maka untuk melihat secara detail kondisi upah minimun seluruh kota dan kabupaten
di Jawa Timur digunakan Upah Minimum Kabupaten/Kota.

Hubungan Upah Minimum Kabupaten/Kota dengan Penyerapan Tenaga Kerja


Berpendidikan Rendah
Menurut Simanjutak (1992) dimana kenaikan upah minimum akan berpengaruh secara
signifikan terhadap kondisi perusahaan, perusahaan akan cenderung untuk mempekerjakan
tenaga kerja dengan pendidikan dan produktivitas yang tinggi dengan tingkat upah yang
tinggi pula. Kaitannya adalah dengan produktivitas tenaga kerja tersebut, perusahaan akan
merasa kurang diuntungkan akibat produktivitas rendah dari tenaga kerja berpendidikan
rendah namun harus diberi upah tinggi akibat kebijakan upah minimum. Maka pilihannya
adalah perusahaan akan mengurangi tenaga kerja berpendidikan rendah yang kemudian
disubstitusikan dengan tenaga kerja dengan pendidikan tinggi. Hal ini didukung juga oleh
Gindling dan Terrell (2007), yang menyatakan bahwa dengan adanya kenaikan upah
minimum, diprediksi akan menyebabkan peningkatan jam kerja dari pekerja yang tetap
bekerja (biasanya pekerja dengan keahlian tinggi) yang menyebabkan penurunan jumlah
pekerja terampil rendah. Jam kerja dari pekerja dengan keahlian tinggi akan bertambah
akibat kenaikan upah minimum, hal ini dilakukan oleh perusahaan dalam rangka
mengkompensasi pengurangan jumlah pekerja akibat kenaikan upah minimum, kondisi ini
dikenal sebagai efek substitusi antara jam bekerja dengan pekerja.

Proporsi sektor Industri terhadap PDRB


Sektor industri merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja, sektor
industri juga sektor yang system pengupahannya harus mengikuti peraturan mengenai
kebijakan upah minimum yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Proporsi sektor industri
terhadap PDRB ini menunjukkan seberapa besar sumbangsih sektor industri terhadap
PDRB di masing-masing kota/kabupaten di Jawa Timur.

Hubungan Proporsi Sektor Industri terhadap PDRB dengan Penyerapan Tenaga


Kerja Berpendidikan Rendah
Hal ini diperkuat dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Muhtamil (2017),
dimana variabel industri berpengaruh positif terhadap peningkatan proporsi tenaga kerja,
yaitu setiap peningkatan 1% jumlah unit usaha pada sektor industri akan meningkatkan 2%
penyerapan tenaga kerja di Provinsi Jambi.

Jumlah Penduduk Angkatan Kerja


Populasi angkatan kerja adalah jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas di
kota/kabupaten i pada tahun t yang termasuk dalam angkatan kerja, yaitu penduduk yang
bekerja atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja atau pengangguran (dalam
satuan juta orang). Data berasal dari BPS.
Hubungan Jumlah Angkatan Kerja dengan Penyerapan Tenaga Kerja Berpendidikan
Rendah
Bird dan Manning (2003) yang menyatakan bahwa variabel angkatan kerja merupakan
variabel kontrol dari sisi penawaran. Dimana apabila variabel angkatan kerja mengalami
penurunan, maka berlaku pula pada penyerapan tenaga kerja yang juga mengalami
penurunan.

C. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif. Menurut Sugiyono (2008) metode


kuantitatif adalah pendekatan ilmiah yang melihat suatu realitas dapat diklasifikasikan,
konkrit, teramati, dan terukur. Hubungan variabel bersifat sebab akibat yang mana data
penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik.

Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
pengaruh upah minimum terhadap penyerapan tenaga kerja berpendidikan rendah di Jawa
Timur menggunakan data selama 10 tahun yaitu 2006-2015.

Jenis Data dan Sumber Data

Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data panel. Data panel
menggunakan cross section dari 38 kabupaten/kota pada di Jawa Timur dan time series
tahun 2006- 2015. Data pada penelitian ini bersumber dari Badan Pusat Statistik Provinsi
Jawa Timur.

Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini metode analisis data menggunakan regresi data panel untuk
menganalisis hubungan antara variabel dependen dan independen. Dalam analisis data
panel dikenal tiga macam pendekatan yang terdiri dari pendekatan common effect model
(CEM), fixed effect model (FEM), dan random effect model (REM). Dalam analisis data
panel menggunakan uji pemilihan model dengan LM Test, Chow Test dan Hausman Test
untuk mengetahui model penelitian yang cocok. Adapun model penelitian sebagai berikut:

𝒍𝒐𝒈𝒀 𝒊𝒕 = 𝜶 + 𝜷𝟏 𝑿𝟏𝒊𝒕 + 𝜷𝟐 𝑿𝟐𝒊𝒕 + 𝜷𝟑 𝑿𝟑𝒊𝒕 + 𝜺 𝒊𝒕


Keterangan:
i = unit untuk kabupaten/kota (38 kabupaten/kota)
t = unit untuk waktu (2006-2015)
Y = penyerapan tenaga kerja berpendidikan rendah
X1 = upah minimum kabupaten/kota (2006-2015)
X2 = Proporsi sektor industri terhadap PDRB
X3 = Populasi atau jumlah penduduk yang termasuk dalam angkatan kerja
D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Regresi Data Panel

Pada penelitian ini menggunakan Fixed Effect Model (FEM) sebagai model yang tepat
untuk mengetahui pengaruh variabel dependen terhadap variabel independen. Berikut ini
merupakan hasil regresi data panel menggunakan Fixed Effect Model (FEM).

Tabel 1. Hasil Regresi Data Panel

Fixed-effects (within) regression Number of obs = 380


Group variable: daerah Number of groups = 38

R-sq: within = 0.0134 Obs per group: min = 10


between = 0.9433 avg = 10.0
overall = 0.9263 max = 10

F(3,339) = 7,92
corr(u_i, X) = 0 (assumed) Prob > F = 0.0000

----------------------------------------------------------------------------
| Robust
PTKB | Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval]
-----------+----------------------------------------------------------------
UMK | -.1032389 .0522955 -1.97 0.048 -.2057362 -.0007416
PDRB | .0007687 .001498 0.86 0.608 -.0021673 .0037047
AK | .3765576 .1495374 0.02 0.012 .0834698 .6696454
_cons | 3.893454 .963906 4.04 0.000 2.004233 5.782675
-----------+----------------------------------------------------------------
sigma_u | .08112108
sigma_e | .07606241
rho | .53214993 (fraction of variance due to u_i)

Dari hasil regresi data panel tersebut, menghasilkan model persamaan regresi
sebagai berikut :

𝐏𝐓𝐊𝐁 = 𝟑, 𝟖𝟗𝟑𝟒𝟓 − 𝟎, 𝟏𝟎𝟑𝟐𝟑𝟖𝟗 𝐔𝐌𝐊 + 𝟎, 𝟐𝟓𝟖𝟕𝟔𝟖𝟕 𝐏𝐃𝐑𝐁 + 𝟎, 𝟑𝟕𝟔𝟓𝟓𝟕𝟔 𝐀𝐊 + 𝓮

Berdasarkan hasil regresi data panel di atas dapat dilihat hasil uji signifikansi secara
parsial dengan melihat dari nilai probabilitas, jika nilai probabilitas < α (0,05/0,10) maka
secara parsial variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen,
begitu sebaliknya. Dari hasil regresi tersebut menunjukkan bahwa secara parsial variabel
upah minimum dan jumlah angkatan kerja memiliki pengaruh signifikan terhadap
penyerapan tenaga kerja berpendidikan rendah. Sedangkan variabel proporsi sektor
industri terhadap PDRB memiliki pengaruh tidak signifikan terhadap penyerapan tenaga
kerja berpendidikan rendah.

Hasil uji signifikansi secara simultan dapat dilihat berdasarkan nilai probabilitas F
statistik, jika Prob(F-statistic) < α (0,05) maka secara simultan variabel independen
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Dari hasil regresi tersebut
menunjukkan bahwa upah minimum, proporsi sektor industri terhadap PDRB dan jumlah
angkatan kerja secara simultan memiliki pengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga
kerja berpendidikan rendah. Hasil koefisien determinasi dalam penelitian menunjukkan
nilai sebesar 0.9263, dilihat dari nilai R-squared pada hasil regresi. Hal ini menunjukkan
bahwa kontribusi terhadap variabel pengangguran terdidik dijelaskan sebesar 92,63%
oleh variabel upah minimum, proporsi sektor industri terhadap PDRB dan jumlah
angkatan kerja. Sedangkan kontribusi pengaruh terhadap variabel pengangguran terdidik
lainnya sebesar 7,37% dijelaskan oleh variabel lain atau error.
9

Pembahasan

Pengaruh Upah Minimum terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Berpendidikan


Rendah

Berdasarkan hasil regresi, diperoleh hasil bahwa koefisien dari upah minimum
bertanda negatif dengan nilai sebesar -0,1032389 dan nilai signifikansi sebesar -1,97 (lebih
kecil dari α 5% atau 0.05). Artinya bahwa variabel upah minimum memiliki pengaruh
negatif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja berpendidikan rendah di Jawa
Timur. Hal ini menunjukkan bahwa jika upah minimum meningkat, maka penyerapan
tenaga kerja berpendidikan rendah akan menurun, begitu pula berlaku sebaliknya.

Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Simanjutak (1992) dimana kenaikan
upah minimum akan berpengaruh secara signifikan terhadap kondisi perusahaan,
perusahaan akan cenderung untuk mempekerjakan tenaga kerja dengan pendidikan dan
produktivitas yang tinggi dengan tingkat upah yang tinggi pula. Kaitannya adalah dengan
produktivitas tenaga kerja tersebut, perusahaan akan merasa kurang diuntungkan akibat
produktivitas rendah dari tenaga kerja berpendidikan rendah namun harus diberi upah tinggi
akibat kebijakan upah minimum. Maka pilihannya adalah perusahaan akan mengurangi
tenaga kerja berpendidikan rendah yang kemudian disubstitusikan dengan tenaga kerja
dengan pendidikan tinggi. Hal ini didukung oleh Gindling dan Terrell (2007), yang
menyatakan pula bahwa dengan adanya kenaikan upah minimum, diprediksi akan
menyebabkan peningkatan jam kerja dari pekerja yang tetap bekerja (biasanya pekerja
dengan keahlian tinggi) yang menyebabkan penurunan jumlah pekerja terampil rendah. Jam
kerja dari pekerja dengan keahlian tinggi akan bertambah akibat kenaikan upah minimum,
hal ini dilakukan oleh perusahaan dalam rangka mengkompensasi pengurangan jumlah
pekerja akibat kenaikan upah minimum.

Fenomena ini dibuktikan pula dengan adanya pengenaan upah sektoral yang
diberlakukan di Jawa Timur. Pengenaan upah sektoral ini diberlakukan untuk tiga
kabupaten/kota di Jawa Timur, yaitu Surabaya, Sidoarjo, dan Pasuruan. Adanya pengenaan
upah sektoral ini membebani perusahaan sebesar 5%. Hal ini berpengaruh terhadap
keputusan perusahaan untuk bergeser dari industri padat karya menjadi padat modal, dan
bahkan pilihan yang lebih ekstrim lagi yaitu memindahkan perusahaan ke Negara lain. Hal
inilah juga yang kemungkinan besar menjadi salah satu penyebab mengapa pada setiap
tahunnya penyerapan tenaga kerja berpendidikan rendah mengalami penurunan.

Pengaruh Proporsi Sektor Industri terhadap PDRB terhadap Penyerapan Tenaga


Kerja Berpendidikan Rendah

Berdasarkan hasil regresi, diperoleh hasil bahwa koefisien dari Proporsi sektor
industri terhadap PDRB bertanda positif dengan nilai sebesar 0,0007687 dan nilai
signifikansi sebesar 0.86 (lebih besar dari α 5% atau 0.05). Artinya, bahwa variabel
proporsi sektor industri terhadap PDRB memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan
terhadap penyerapan tenaga kerja berpendidikan rendah di Jawa Timur. Hal ini
menunjukkan bahwa jika proporsi sektor industri terhadap PDRB mengalami penurunan,
maka penyerapan tenaga kerja berpendidikan rendah akan menurun pula, berlaku
sebaliknya.

Hal ini diperkuat dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Muhtamil (2017),
dimana variabel industri berpengaruh positif terhadap peningkatan proporsi tenaga kerja,
yaitu setiap peningkatan 1% jumlah unit usaha pada sektor industri akan meningkatkan 2%
penyerapan tenaga kerja di Provinsi Jambi. Selaras dengan penelitian terdahulu, hasil
regresi yang telah dilakukan bahwa setiap kenaikan 1% akan menyebabkan peningkatan
penyerapan tenaga kerja berpendidikan rendah 0,0007687%.
10

Proporsi sektor industri terhadap PDRB mengalami penurunan. Tren menurun ini
selaras dengan penyerapan tenaga kerja berpendidikan rendah yang besarannya setiap tahun
juga menurun. Menurut penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Zilfiyah (2014) penyebab
ketidaksignifikanan dari proporsi PDRB sektor industri terhadap penyerapan tenaga kerja
di adalah bahwa sektor industri di Jawa Timur lebih banyak yang bersifat padat modal.
Sehingga walaupun PDRB sektor industri di Jawa Timur nilainya relatif tinggi, namun
tidak atau belum mampu diikuti dengan perkembangan atau pertumbuhan penyerapan
tenaga kerjanya.

Pengaruh Jumlah Angkatan Kerja terhadap Penyerap an Tenaga Kerja


Berpendidikan Rendah

Berdasarkan hasil regresi, diperoleh hasil bahwa koefisien dari Jumlah Angkatan
Kerja bertanda positif dengan nilai sebesar 0,3765576 dan nilai signifikansi sebesar 0.02
(lebih kecil dari α 5% atau 0.05). Artinya, bahwa variabel jumlah angkatan kerja memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja berpendidikan rendah di
Jawa Timur. Hal ini menunjukkan bahwa jika jumlah angkatan kerja mengalami penurunan,
maka penyerapan tenaga kerja berpendidikan rendah akan menurun pula, berlaku
sebaliknya.

Sesuai dengan hasil regresi yang telah ada bahwa setiap kenaikan 1% akan
menyebabkan peningkatan penyerapan tenaga kerja berpendidikan rendah
0,0007687%.secara umum tren angkatan kerja di Jawa Timur mengalami penurunan di
setiap tahunnya. Begitu pula dengan penyerapan tenaga kerja berpendidikan rendah juga
mengalami penurunan dari tahun ketahun. Hal ini diperkuat pula dengan hasil penelitian
Bird dan Manning (2003) yang menyatakan bahwa variabel angkatan kerja merupakan
variabel kontrol dari sisi penawaran. Dimana apabila variabel angkatan kerja mengalami
penurunan, maka berlaku pula pada penyerapan tenaga kerja yang juga mengalami
penurunan.

Selanjutnya, teori ekonomi neo-klasik mengenai penawaran tenaga kerja juga


memperkirakan bahwa jumlah tenaga kerja seharusnya mengalami peningkatan apabila ada
peningkatan upah. Teori ini dikembangkan oleh Lucas dan Rapping di tahun 1969. (Solihin
dan Sukartini, 2014).

E. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan mengenai
pengaruh upah minimum terhadap penyerapan tenaga kerja berpendidikan rendah di Jawa
Timur, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1) Hasil Variabel upah minimum (X1), proporsi sektor industri terhadap PDRB (X2), dan
jumlah angkatan kerja (X3) sebagai variabel independen menunjukan kemampuan
dalam menjelaskan variabel dependen sebesar 92,63% sedangkan 7,37% dijelaskan oleh
faktor lain diluar dari model penelitian.
2) Variabel upah minimum kabupaten/kota memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif
terhadap penyerapan tenaga kerja berpendidikan rendah, begitupun dengan variabel
jumlah angkatan kerja juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penyerapan
tenaga kerja berpendidikan rendah. Sedangkan untuk variabel proporsi sektor industri
terhadap PDRB memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap penyerapan tenaga
kerja berpendidikan rendah.

Saran

Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan peneliti, maka dapat dikemukakan


11

beberapa saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah maupun bagi pihak-
pihak lain. Adapun saran yang diberikan sebagai berikut:

1.) Pemerintah diharapkan dapat mempertimbangkan permasalahan upah, dimana


berdasarkan hasil penelitian ini, kenaikan upah minimum akan menyebabkan
berkurangnya penyerapan tenaga kerja berpendidikan rendah. Maka yang dapat
dilakukan oleh Pemerintah adalah dengann menurunkan tingkat upah, sehingga
penyerapan tenaga kerja berpendidikan rendah akan mengalami kenaikan di kemudian
hari.
2.) Tingginya jumlah angkatan kerja juga berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap penyerapan tenaga kerja berpendidikan rendah, maka Pemerintah harus
memanfaatkan adanya bonus demografi dimana akan terjadi ledakan penduduk usia
produktif di tahun-tahun mendatang. Pemerintah harus bersiap dengan adanya bonus
demografi ini untuk mendukung peningkatan penyerapan tenaga kerja berpendidikan
rendah, yaitu dengan mempersiapkan lapangan perkerjaan yang cukup untuk penduduk
angkatan kerja.

UCAPAN TERIMA KASIH

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut andil dalam
penelitian sehingga jurnal ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih secara khusus
kami sampaikan kepada jajaran Dosen Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya dan Jurusan
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya yang memungkinkan
jurnal ini bisa diterbitkan.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2006-2016. Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas).

Bird, Kelly and Chris Manning. 2003. Impact of Minimum Wage Policy on Employment
and Earnings in the Informal Sector: The Case of Indonesia.

Gianie, 2009, Pengaruh Upah Minimum terhadap Penyerapan Tenaga Kerja


berpendidikan rendah sektor industri dan perdagangan, Jakarta, Universitas
Indonesia.

Muhtamil. 2017. Pengaruh Perkembangan Industri terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di


Provinsi Jambi. Jurnal Perspektif Pembiayaan dan pembangunan Daerah Vol.4
No.3, Januari-Maret 2017: PP: 199-201.

Sholeh, Maimun. 2007, Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja serta Upah: Teori serta
beberapa potretnya di Indonesia, Yogyakarta, Jurnal Ekonomi dan Pendidikan,
volume 4 nomor 1.

Simanjuntak, Payaman J. 1985. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, Jakarta,


Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Simanjuntak, Payaman J. 1992. Issues on Industrial Relations in Indonesia. The


Department of Manpower of The Republic of Indonesia, Jakarta.

Zilfiyah, Siti. 2013. “Analisis Kontribusi Sektor Industri terhadap Penyerapan Tenaga Kerja
Sektor Industri di Indonesia (periode tahun 2004-2010)”, Malang, Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Brawijaya.

Anda mungkin juga menyukai