Mawar BPH FIX
Mawar BPH FIX
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Tugas di Stase Keperawatan Medikal
Bedah
OLEH
Fathur Rohman
NIM 2201031027
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL..................................................................................................I
DAFTAR ISI..................................................................................................................II
LAPORAN PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. Definisi .................................................................................................................1
B. Etiologi .................................................................................................................1
C. Patofisiologis ........................................................................................................3
D. WOC ...................................................................................................................4
E. Klasifikasi.............................................................................................................5
F. Manifiestasi ..........................................................................................................5
ii
1
2. Etiologi
a. Peningkatan DHT (dehidrotestosteron): Peningkatan 5 alfa reduktase dan resepto
androgen akan menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami
hyperplasia.
b. Ketidakseimbangan esterogen-testosteron: Ketidakseimbangan ini terjadi karena
proses degeneratif. Pada proses penuaan, pada pria terjadi peningkatan hormone
estrogen dan penurunan hormon testosteron. Hal ini yang memicu terjadinya
hiperplasia stroma pada prostat.
2
c. Interaksi antar sel stroma dan sel epitel prostat: peningkatan kadar epidermal
growth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan transforming growth
factor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan epitel, sehingga akan terjadi BPH.
d. Berkurangnya kematian sel (apoptosis): Estrogen yang meningkat akan
menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
e. Teori stem sel: Sel stem yang meningkat akan mengakibatkan proliferasi sel transit
dan memicu terjadi benigna prostat hyperplasia
3. Patofisiologi
Pertama kali BPH terjadi salah satunya karena faktor bertambahnya usia dimana
terjadi perubahan keseimbangan testosterone, esterogen, karena produksi
testosterone menurun, produksi esterogen meningkat dan terjadi konversi
testosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Keadaan ini
tergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini
akan dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa
reduktase. Dehidrotestosteron inilahyang secara langsung memacu m-RNA di dalam
sel-sel kelenjar prostat untuk mensistesis protein sehingga mengakibatkan kelenjar
prostat mengalami hyperplasia yang akan meluas menuju kandung kemih sehingga
mempersempit saluran uretra prostatika dan penyumbatan aliran urine. Keadaan ini
menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin,
buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Seiring dengan
penambahan usia,maka prostat akan lebih sensitif dengan stimulasi androgen,
sedangkan estrogen mampu memberikan proteksi terhadap BPH. Dengan
pembesaran yang melebihi dari normal, maka akan terjadi desakan pada traktus
urinarius. Pada tahap awal, obstruksi traktus urinarius jarang menimbulkan keluhan,
karena dengan dorongan mengejan dan kontraksi yang kuat dari m.detrusor
mampu mengeluarkan urin secara spontan. Namun obstruksi yang sudah kronis
membuat dekompensasi dari m.detrusor untuk berkontraksi yang akhirnya
menimbulkan obstruksi saluran kemih. Keluhan yang biasanya muncul dari
obstruksi ini adalah dorongan mengejan saat miksi yang kuat, pancaran urin
lemah,disuria (saat kencing terasa terbakar), palpasi rektal toucher menggambarkan
3
5. Klasifikasi
a. Derajat 1 : Biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberi
pengobatan konservatif.
b. Derajat 2 : Merupakan indikasi untuk melakukan
pembedahan biasanya dianjurkan reseksi endoskopik melalui uretra (
trans urethral resection /TUR).
c. Derajat 3 : Reseksi endoskopik dapat dikerjakan, bila
diperkirakan prostate sudah cukup besar, reseksi tidak cukup 1
jam sebaiknya dengan pembedahan
terbuka, melalui trans retropublik / perianal.
d. Derajat 4 : Tindakan harus segera dilakukan membebaskan klien
dari retensi urine total dengan pemasangan kateter.
6. Manifestasi klinis
a. Gejala prostatimus (nokturia,urgency,penurunan daya aliran urin).
Kondisi ini dikarenakan oleh kemampuan vesika urinaria yang
gagal mengeluarkan urin secara sepontan dan reguler, sehingga
volume urin masih sebagian besar tertinggal dalam vesika.
b. Retensi urin. Pada awal obstruksi,biasanya pancaran urin
lemah, terjadi hesistansi, intermitensi, urin menetes, dorongan
mengejan yang kuat saat miksi dan retensi urin. Retensi urin
sering dialami oleh klaien yang mengalami BPH kronis. Secara
fisiologis, vesika urinaria memiliki kemampuan untuk
mengeluarkan urin melalui kontraksi otot detrusor. Namun
obstruksi yang berkepanjangan akan membuat beban kerja
destrusor semakin berat dan pada akhirnya mengalami
dekompensasi.
c. Pembesaran prostat, Hal ini diketahui melalui pemeriksaan rektal
toucher (RT) anterior. Biasanya didapatkan gambaran pembesaran
prostat dengan konsistensi jinak.
6
Palpasi :
tidak terdapat nyeri tekan dan tidak terdapat pembesaran permukaan
halus.
Perkusi ; tympani
f) Sistem integument
Palpasi : kulit terasa panas karena peningkatan suhu tubuh karena
adanya gejala urosepsis klien menggigil , kesadaran menurun.
g) Sistem musculoskeletal
Traksi kateter direkatkan di bagian paha klien. Pada paha yang
direkatkan kateter
tidak boleh fleksi selama traksi masih diperlukan.
h) Sistem Reproduksi
Pada pemeriksaan penis, uretra, dan skrotum tidak ditemukan
adanya kelainan, kecuali adanya penyakit penyerta seperti stenosis
meatus. Pemeriksaan RC (rectal toucher) adalah pemeriksaan
sederhana yangpaling mudah untuk menegakan BPH. Tujuannya adalah
untuk menentukan konsistensi sistem persarafan unut vesiko uretra
dan besarnya prostate.
i) istem imun: Tidak terjadi kelainan imunitas pada penderita BPH.
j) Sistem endokrin
Inspeksi : adanya perubahan keseimbangan hormon testosteron dan
esterogen pada usia lanjut.
k) Sistem Pengindraan
Inspeksi : pada pasien BPH biasanya pada sistem ini tidak mengalami
gangguan
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan Eliminasi Urine
10
b. Nyeri Akut
c. gangguan pertukaran gas
d. pola napas tidak efektif
e. curah jantung tidak efektif
f. perfusi serebral tidak efektif
g. risiko jatuh
h. perfusi perifer tidak efektif
i. Defisit perawatan diri
3. Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan
Keperawatan
1 Retensi urine Tujuan: Observasi
b.d disfungsi Retensi urine klien a. Periksa kondisi pasien (mis.
neurologis d.d membaik setelah dilakukan kesadaran, tanda-tanda vital, distensi
sensasi perawatan dalam waktu kandung kemih, inkontenensia urine,
keinginan 3x24 jam refleks berkemih)
untuk Kriteria hasil: b. Monitor eliminasi urine
berkemih dan 1. Desakan berkemih (mis.frekwensi, konsistensi, aroma,
disuria menurun volume, dan warna)
2. Distensi kandung kemih Terapeutik
menurun a. Catat waktu haluaran urine
3. Disuria menurun
4. Berkemih tidak tuntas b. Batasi asupan cairan, jika perlu
menurun
5. Frekwensi BAK c. Lakukan pemasangan kateter, jika
membaik perlu
6. Volume residu urine Edukasi
menurun a. Ajarkan tanda dan gejala infeksi
saluran kemih
b. Ajarkan mengukur asupan cairan dan
haluaran urine
c. Anjurkan mengurangi minum
menjelang tidur
d. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemasangan kateter urine
Kalaborasi
Kalaborasi tindakan pembedahan atau
penggunaan obat supositoria urine, jika
11
perlu
2 Ansietas Tujuan Observasi
Setelah dilakukan a. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
(mis. Kondisi, waktu, tressor).
perawatan selama 3x24 b. Idemtifikasi kemampuan mengambil
ansietas pasien berkurang keputusan.
dengan kriteria hasil: c. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan
1. Verbalisasi nonverbal).
Terapeutik
kebingungan d. Ciptakan suasana terapeutik untuk
menurun. menumbuhkan kepercayaan.
2. Perilaku tegang mulai e. Pahami situasi yang membuat ansietas,
menurun. dengarkan dengan penuh perhatian.
f. Gunakan pendekatan yang tenang dan
3. Perilaku gelisah mulai menyakinkan.
meurun. g. Motivasi mengidentifiksi situasi yang
4. Konsentrasi membaik memicu kecemasan.
Pola tidur membaik Edukasi
h. Jelaskan prosedur, termasuksensai yang
mungkin dialami.
i. Informasikan secara faktual mengenai
diagnosis, pengobatan, dan prognosis.
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat anti ansietas,
jika perlu
3 Nyeri akut Tujuan: 1. Observasi
Setelah dilakukan tindakan a. Identifikasi lokasi, karakteristik,
keperawatan selama 3 X durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
24 jam maka tingkat nyeri nyeri
dapat menurun dengan b. Identifikasi skala nyeri
kriteria hasil: c. Identifikasi respon nyeri non verbal
1. Keluhan nyeri d. Identifikasi faktor yang memperberat
berkurang dan memperingan nyeri
2. Wajah rileks 2. Terapeutik
3. Gelisah menurun e. Ajarkan teknik nonfarmakologis
4. Kesulitan tidur (-) untuk mengurangi rasa nyeri
5. Sikap protektif nyeri (-) f. Fasilitasi istirahat dan tidur
6. Frekwensi nadi normal g. Gunakan relaksasi sebagai strategi
(60-100 Kpm) penunjang dengan analgesic atau
7. Dapat menyelesaikan tindakan media lainnya, jika
aktivitas diperlukan
3. Edukasi
h. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan,
dan jenis relaksasi yang tersedia
i. Anjurkan mengambil posisi nyaman
j. Demonstrasikan dan latih teknik
relaksasi
12
4. Kalaborasi
Kalaborasi pemberian obat
pengontrol pendarahan, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
15
Arifin, R.B. 2015. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Benigna Prostat
Hiperplasia Post Open Prostatectomi Hari Ke-1 Di Ruang Gladiol Atas Rsud
Sukoharjo. Program Studi Diploma III Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Baughman, D.C. 2000. Keperawatan Medikal – Bedah : Buku Saku dari Brunner dan
Suddarth. Jakarta : EGC
file:///C:/Users/Van/Downloads/Documents/0914028204-3-BAB%20II.pdf (diakses
pada 9 april 2018 )
Kemenkes RI.2015. INFODATIN situasi dan analisis penyakit tiroid. Pusat data dan
informasi kehehatan RI