Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN BENIGNA


PROSTAT HYPERPLASIA (BPH) DIRUANG MAWAR RSD dr.
SOEBANDI JEMBER PERIODE 21 – 27 NOVEMBER 2022

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Tugas di Stase Keperawatan Medikal
Bedah

OLEH

Fathur Rohman

NIM 2201031027

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
November ,2022
ii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL..................................................................................................I

DAFTAR ISI..................................................................................................................II

LAPORAN PENDAHULUAN.....................................................................................1

A. Definisi .................................................................................................................1

B. Etiologi .................................................................................................................1

C. Patofisiologis ........................................................................................................3

D. WOC ...................................................................................................................4

E. Klasifikasi.............................................................................................................5

F. Manifiestasi ..........................................................................................................5

G. Penatalaksanaan medis dan keperawatan ...........................................................6

H. Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji.............................................7

I. Diagnosis Keperawatan .........................................................................................10

J. Perencanaan/Nursing care plan .............................................................................10

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................15

ii
1

A. Konsep Dasar BPH


1. Definisi
BPH ( Benigna Prostat Hyperplasia ) adalah suatu keadaan dimana kelenjar prostat
mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan
menyumbat aliran urine dengan menutup orifisium uretra. Benigna prostat
hiperplasia (BPH) adalah pembesaran pada jaringan selular kelenjar prostat dan
sel- sel epitel mengakibatkan prostat menjadi membesar. ketika prostat cukup besar
akan menekan saluran uretra menyebabkan obstruksi uretra baik secara parsial
maupun total. Hal ini dapat menimbulkan gejala - gejala urinary hesitancy, sering
berkemih, peningkatan resiko infeksi sluran kemih dan retensi urin. Benigna Prostat
Hiperplasia adalah pertumbuhan nodul - nodul fibriadenomatosa majemuk dalam
prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi
yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa. Benigna
Prostat Hiperplasia (BPH) adalah suatu penyakit perbesaran atau Hipertrofi dari
prostate. Kata - Kata hipertrofi sering kali menimbulkan kontroversi di kalangan klinik
karena sering rancu dengan hiperplasia. Hipertrofi bermakna bahwa dari segi
kualitas terjadi pembesaran sel, namun tidak diikuti oleh jumlah (kualitas).
Namun, hiperplasia merupakan pembesaran ukuran sel (kualitas) dan diikuti oleh
penambahan jumlah sel (kuantitas).

2. Etiologi
a. Peningkatan DHT (dehidrotestosteron): Peningkatan 5 alfa reduktase dan resepto
androgen akan menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami
hyperplasia.
b. Ketidakseimbangan esterogen-testosteron: Ketidakseimbangan ini terjadi karena
proses degeneratif. Pada proses penuaan, pada pria terjadi peningkatan hormone
estrogen dan penurunan hormon testosteron. Hal ini yang memicu terjadinya
hiperplasia stroma pada prostat.
2

c. Interaksi antar sel stroma dan sel epitel prostat: peningkatan kadar epidermal
growth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan transforming growth
factor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan epitel, sehingga akan terjadi BPH.
d. Berkurangnya kematian sel (apoptosis): Estrogen yang meningkat akan
menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
e. Teori stem sel: Sel stem yang meningkat akan mengakibatkan proliferasi sel transit
dan memicu terjadi benigna prostat hyperplasia

3. Patofisiologi
Pertama kali BPH terjadi salah satunya karena faktor bertambahnya usia dimana
terjadi perubahan keseimbangan testosterone, esterogen, karena produksi
testosterone menurun, produksi esterogen meningkat dan terjadi konversi
testosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Keadaan ini
tergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini
akan dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa
reduktase. Dehidrotestosteron inilahyang secara langsung memacu m-RNA di dalam
sel-sel kelenjar prostat untuk mensistesis protein sehingga mengakibatkan kelenjar
prostat mengalami hyperplasia yang akan meluas menuju kandung kemih sehingga
mempersempit saluran uretra prostatika dan penyumbatan aliran urine. Keadaan ini
menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin,
buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Seiring dengan
penambahan usia,maka prostat akan lebih sensitif dengan stimulasi androgen,
sedangkan estrogen mampu memberikan proteksi terhadap BPH. Dengan
pembesaran yang melebihi dari normal, maka akan terjadi desakan pada traktus
urinarius. Pada tahap awal, obstruksi traktus urinarius jarang menimbulkan keluhan,
karena dengan dorongan mengejan dan kontraksi yang kuat dari m.detrusor
mampu mengeluarkan urin secara spontan. Namun obstruksi yang sudah kronis
membuat dekompensasi dari m.detrusor untuk berkontraksi yang akhirnya
menimbulkan obstruksi saluran kemih. Keluhan yang biasanya muncul dari
obstruksi ini adalah dorongan mengejan saat miksi yang kuat, pancaran urin
lemah,disuria (saat kencing terasa terbakar), palpasi rektal toucher menggambarkan
3

hipertrofi prostat,distensi vesikan hipertrofi fibromuskuler yang terjadi pada klien


BPH menimbulkan iritasi pada mukosa uretra. Iritabilitas ini lah nantinya akan
menyebabkan keluhan frekuensi, urgensi, inkontinensia urgensi dan nukturia.
Obstruksi yang berkelanjutan akan menimbulkan komplikasi yang lebih besar,
misalnya hidronefrosis, gagal ginjal dan lain sebagainya. Oleh karena itu
kateterisasi untuk tahap awal sangat efektif untuk mengurangi distensi vesika
urinaria. Pembesaran pada BPH terjadi secara bertahap mulai dari zona periuretral
dan transisional.Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat zona transsisional yang
posisinya proksimal dari spinter externus dikedua sisi dari verumontanum dan di
zona periuretral.kedua zona tersebut hanya merupakan hanya dua persen dari
volume prostat.sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat.Hiperplasia ini terjadi
secara nodular dan sering diiringi oleh proliferasi fibro muskular untuk lepas dari
jaringan epitel. Oleh karena itu, hiperplasia zona transisional ditandai oleh
banyaknya jaringan kelenjr yang tumbuh pada pucuk dan cabang dari pada duktus.
Sebenarnya ploriferasi zona transisional dan zona sentral pada prostat berasal dari
turunan duktus Wolffi dan proliferasi zona periferberasal dari sinus urogenital.
Sehingga, berdasarkan latar belakang embriologis inilah bisa diketahui mengapa
BPH terjadi pada zona transisional dan sentral, sedangkan Ca prostat terjadi pada
zona perifer. Kurangnya informasi dapat menyebabkan pasien mengalami defisit
pengetahuan dan juga akan mengalami ansietas. Proses pembedahan juga akan
menyebabkan terjadinya luka insisi yang mana hal ini akan menyebabkan risiko infeksi
dan juga kerusakan jaringan atau kerusakan intergitas kulit. Pelepasan mediator nyeri
dapat menyebabkan impuls saraf ke otak diterima sehingga mengakibatkan reaksi nyeri
akut. Pembedahan juga dapat menyebabkan perdarahan yang akan mengakibatkan
masalah kesehatan gangguan pertukaran gas, pola napas tidak efektif, curah jantung
tidak efektif , perfusi serebral tidak efektif , risiko jatuh, DPD, perfusi perifer tidak
efektif. Serabut syaraf urin yang emnglami iritas akan menyebabkan retensi urin dan
juga terjadi hematuria.
4
5

5. Klasifikasi
a. Derajat 1 : Biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberi
pengobatan konservatif.
b. Derajat 2 : Merupakan indikasi untuk melakukan
pembedahan biasanya dianjurkan reseksi endoskopik melalui uretra (
trans urethral resection /TUR).
c. Derajat 3 : Reseksi endoskopik dapat dikerjakan, bila
diperkirakan prostate sudah cukup besar, reseksi tidak cukup 1
jam sebaiknya dengan pembedahan
terbuka, melalui trans retropublik / perianal.
d. Derajat 4 : Tindakan harus segera dilakukan membebaskan klien
dari retensi urine total dengan pemasangan kateter.

6. Manifestasi klinis
a. Gejala prostatimus (nokturia,urgency,penurunan daya aliran urin).
Kondisi ini dikarenakan oleh kemampuan vesika urinaria yang
gagal mengeluarkan urin secara sepontan dan reguler, sehingga
volume urin masih sebagian besar tertinggal dalam vesika.
b. Retensi urin. Pada awal obstruksi,biasanya pancaran urin
lemah, terjadi hesistansi, intermitensi, urin menetes, dorongan
mengejan yang kuat saat miksi dan retensi urin. Retensi urin
sering dialami oleh klaien yang mengalami BPH kronis. Secara
fisiologis, vesika urinaria memiliki kemampuan untuk
mengeluarkan urin melalui kontraksi otot detrusor. Namun
obstruksi yang berkepanjangan akan membuat beban kerja
destrusor semakin berat dan pada akhirnya mengalami
dekompensasi.
c. Pembesaran prostat, Hal ini diketahui melalui pemeriksaan rektal
toucher (RT) anterior. Biasanya didapatkan gambaran pembesaran
prostat dengan konsistensi jinak.
6

d. Inkontinensia: Inkontinensia yang terjadi menunjukan bahwa


m.detrusor gagal dalam melakukan kontraksi. Dekompensasi
yang berlangsung lama akan mengiritabilitas serabut syaraf
urinarius, sehingga kontrol untuk miksi hilang.
7. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi medikamentosa
1) Penghambat adrenergik, misalnya prazosin, doxazosin, afluzosin.
2) Penghambat enzim, misalnya finasteride
3) Fitoterapi, misalnya eviprostat
b. Terapi bedah
Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung
beratnya gejala dan komplikasi, adapun macam-macam tindakan
bedah meliputi:
1) Prostatektomi: Prostatektomi suprapubis , adalah salah satu
metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen yaitu suatu
insisi yang di buat kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat
diangkat dari atas. Prostaktektomi perineal, adalah mengangkat
kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum.
2) Prostatektomi retropubik, adalah suatu teknik yang lebih
umum dibanding [endekatan suprapubik dimana insisi
abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat yaitu antara
arkuspubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih.
3) Insisi prostat transurethral (TUIP) Yaitu suatu prosedur
menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen melalui
uretra. Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran
kecil (30 gr / kurang) dan efektif dalam mengobati banyak kasus
dalam BPH.
4) Transuretral Reseksi Prostat (TURP) Adalah operasi
pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan
resektroskop dimana resektroskop merupakan endoskopi
7

dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang


dilengkapi dengan alat pemotong dan counter yang di
sambungkan dengan arus listrik.
B. Asuhan Keperawatan Teori
1. Pengkajian
a. Anamnese :
1) Identitas : identitas digunakan untuk mengetahui klien yg mengalami
BPH yang sering dialami oleh laki – laki diatas umur 45 tahun
2) Keluhan Utama : pada klien post operasi BPH biasanya muncul
keluhan nyeri, sehingga yang perlu dikaji untk meringankan
nyeri (provocative/ paliative), rasa nyeri yang dirasakan
(quality), keganasan/intensitas (saverity) dan waktu serangan, lama,
(time)
3) Riwayat penyakit sekarang: Keluhan yang sering dialami klien BPH
dengan istilah LUTS (Lower Urinary Tract Symtoms). Antara
lain: hesistansi, pancaran urin lemah, intermittensi, ada sisa urine
pasca miksi, frekuensi dan disuria (jika obstruksi meningkat).
4) Riwayat penyakit dahulu : tanyakan pada klien riwayat penyakit
yang pernah diderita, dikarenakan orang yang dulunya
mengalami ISK dan faal darah beresiko terjadinya penyulit pasca
bedah

b. Pemeriksaan fisik (Data Objektif)


1) Vital sign (tanda vital): Pemeriksaan temperature dalam batas normal.
Pada klien post operasi BPH mengalami peningatan RR Pada klien
post operasi BPH mengalami peningkatan nadi. Pada klien post
operasi BPH mengalami peningkatan tekanan darah.
2) Keadaan umum
a) Kesadaran: Pada pasien Benigna Prostat Hiperplasia, keluhan
yang sering dialami dikenal dengan istilah LUTS (lower urunary
8

tract symtoms) yaitu pancaran urin lemah, intermitensi,ada sisa urin


pasca miksi, urgensi, frekuensi dan disuria.
3) Body Sistem
a) Sistem pernafasan
Inspeksi : biasanya klien terjadi sesak nafas ,frekuensi pernafasan
Palpasi : pada palpasi supra simfisis akan teraba distensi bladder.
Auskultasi : biasanya terdengar suara nafas tambahan seperti ronchi,
wheezing,suara nafas menurun, dan perubahan bunyi nafas.
b) Sistem kardiovaskuler
Inspeksi : tidak terdapat sianosis , tidak terdapat perubahan letak
maupun pemeriksaan pada inspeksi. Palpasi : biasannya denyut nadi
meningkat akral hangat CRT < 2 detik
Perkusi : pada pemeriksaan manusia normal pemeriksaan perkusi yang
didapatkan pada thorax adalah redup.
c) Sistem persarafan
Inspeksi : klient menggigil, kesadaran menurun dengan adanya infeksi
dapat terjadi urosepsis berat sampai pada syok septik.
d) Sistem perkemihan
Inspeksi : terdapat massa padat dibawah abdomen bawah (distensi kandung
kemih)
Palpasi : pada palpasi bimanual ditemukan adanya rabaan pada ginjal.
Dan pada palpasi supra simfisis akan teraba distensi bladder dan terdapat
nyeri tekan.
Perkusi: dilakukan untuk mengetahui adatidaknya residual urin terdapat
suara redup dikandung kemih karena terdapat residual (urin).
e) Sistem pencernaan
Mulut dan tenggorokan : hilang nafsu makan mual dan muntah.
Abdomen : datar (simetris)
Inspeksi : bentuk abdomen datar , tidak terdapat masa dan
benjolan.Auskultasi : biasanya bising usus normal.
9

Palpasi :
tidak terdapat nyeri tekan dan tidak terdapat pembesaran permukaan
halus.
Perkusi ; tympani
f) Sistem integument
Palpasi : kulit terasa panas karena peningkatan suhu tubuh karena
adanya gejala urosepsis klien menggigil , kesadaran menurun.
g) Sistem musculoskeletal
Traksi kateter direkatkan di bagian paha klien. Pada paha yang
direkatkan kateter
tidak boleh fleksi selama traksi masih diperlukan.
h) Sistem Reproduksi
Pada pemeriksaan penis, uretra, dan skrotum tidak ditemukan
adanya kelainan, kecuali adanya penyakit penyerta seperti stenosis
meatus. Pemeriksaan RC (rectal toucher) adalah pemeriksaan
sederhana yangpaling mudah untuk menegakan BPH. Tujuannya adalah
untuk menentukan konsistensi sistem persarafan unut vesiko uretra
dan besarnya prostate.
i) istem imun: Tidak terjadi kelainan imunitas pada penderita BPH.
j) Sistem endokrin
Inspeksi : adanya perubahan keseimbangan hormon testosteron dan
esterogen pada usia lanjut.
k) Sistem Pengindraan
Inspeksi : pada pasien BPH biasanya pada sistem ini tidak mengalami
gangguan

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan Eliminasi Urine
10

b. Nyeri Akut
c. gangguan pertukaran gas
d. pola napas tidak efektif
e. curah jantung tidak efektif
f. perfusi serebral tidak efektif
g. risiko jatuh
h. perfusi perifer tidak efektif
i. Defisit perawatan diri

3. Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan
Keperawatan
1 Retensi urine Tujuan: Observasi
b.d disfungsi Retensi urine klien a. Periksa kondisi pasien (mis.
neurologis d.d membaik setelah dilakukan kesadaran, tanda-tanda vital, distensi
sensasi perawatan dalam waktu kandung kemih, inkontenensia urine,
keinginan 3x24 jam refleks berkemih)
untuk Kriteria hasil: b. Monitor eliminasi urine
berkemih dan 1. Desakan berkemih (mis.frekwensi, konsistensi, aroma,
disuria menurun volume, dan warna)
2. Distensi kandung kemih Terapeutik
menurun a. Catat waktu haluaran urine
3. Disuria menurun
4. Berkemih tidak tuntas b. Batasi asupan cairan, jika perlu
menurun
5. Frekwensi BAK c. Lakukan pemasangan kateter, jika
membaik perlu
6. Volume residu urine Edukasi
menurun a. Ajarkan tanda dan gejala infeksi
saluran kemih
b. Ajarkan mengukur asupan cairan dan
haluaran urine
c. Anjurkan mengurangi minum
menjelang tidur
d. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemasangan kateter urine

Kalaborasi
Kalaborasi tindakan pembedahan atau
penggunaan obat supositoria urine, jika
11

perlu
2 Ansietas Tujuan Observasi
Setelah dilakukan a. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
(mis. Kondisi, waktu, tressor).
perawatan selama 3x24 b. Idemtifikasi kemampuan mengambil
ansietas pasien berkurang keputusan.
dengan kriteria hasil: c. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan
1. Verbalisasi nonverbal).
Terapeutik
kebingungan d. Ciptakan suasana terapeutik untuk
menurun. menumbuhkan kepercayaan.
2. Perilaku tegang mulai e. Pahami situasi yang membuat ansietas,
menurun. dengarkan dengan penuh perhatian.
f. Gunakan pendekatan yang tenang dan
3. Perilaku gelisah mulai menyakinkan.
meurun. g. Motivasi mengidentifiksi situasi yang
4. Konsentrasi membaik memicu kecemasan.
Pola tidur membaik Edukasi
h. Jelaskan prosedur, termasuksensai yang
mungkin dialami.
i. Informasikan secara faktual mengenai
diagnosis, pengobatan, dan prognosis.
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat anti ansietas,
jika perlu
3 Nyeri akut Tujuan: 1. Observasi
Setelah dilakukan tindakan a. Identifikasi lokasi, karakteristik,
keperawatan selama 3 X durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
24 jam maka tingkat nyeri nyeri
dapat menurun dengan b. Identifikasi skala nyeri
kriteria hasil: c. Identifikasi respon nyeri non verbal
1. Keluhan nyeri d. Identifikasi faktor yang memperberat
berkurang dan memperingan nyeri
2. Wajah rileks 2. Terapeutik
3. Gelisah menurun e. Ajarkan teknik nonfarmakologis
4. Kesulitan tidur (-) untuk mengurangi rasa nyeri
5. Sikap protektif nyeri (-) f. Fasilitasi istirahat dan tidur
6. Frekwensi nadi normal g. Gunakan relaksasi sebagai strategi
(60-100 Kpm) penunjang dengan analgesic atau
7. Dapat menyelesaikan tindakan media lainnya, jika
aktivitas diperlukan
3. Edukasi
h. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan,
dan jenis relaksasi yang tersedia
i. Anjurkan mengambil posisi nyaman
j. Demonstrasikan dan latih teknik
relaksasi
12

k. Anjurkan rileks dan merasakan


sensasi relaksasi
4. Kalaborasi
Kolaborasi pemberian analgesik, jika
perlu
4 Gangguan Tujuan: 1. Observasi
Pola Tidur Pola tidur klien dapat a. Identifikasi pola aktivitas
ditingkatkan setelah istirahat tidur
dilakukan tindakan b. Identifikasi pengganggu tidur
keperawatan 3x24 jam c. Intensitas tidur
Kriteria Hasil: 2. Terapeutik
1. Tidak ada keluhan a. Modifikasi lingkungan
kesulitan tidur b. Batasi waktu tidur siang, jika
2. Peningkatan istirahat perlu
tidur c. Fasilitasi menghilangkan stress
3. Bangun dengan sebelum tidur
perasaan lebih bugar d. Lakukan prosedur untuk
meningkatkan kenyamanan
e. Ajarkan teknik relaksasi
sebelum tidur
3. Edukasi
Jelaskan pentingnya pemenuhan
tidur yang cukup selama sakit
4. Kalaborasi
Lakukan kalaborasi dengan dokter
terkait pemberian obat tidur pada
klien, jika perlu
5 Gangguan Tujuan: 1. Anjurkan pasien untuk
integritas Risiko kerusakan integritas menggunakan pakaian yang
jaringan kulit klien tidak terjadi longgar
2. Hindari kerutan pada tempat tidur
Kriteria hasil
3. Jaga kebersihan kulit agar tetap
1. Kulit lembab bersih dan kering
2. Tidak ada tanda-tanda 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi
dekubitus pasien) setiap dua jam sekali
3. Integritas kulit yang 5. Monitor kulit akan adanya
baik dapat kemerahan
dipertahankan 6. Oleskan lotion atau minyak/baby
oil pada derah yang tertekan
4. Tidak ada lesi
7. Monitor aktivitas dan mobilisasi
5. Keluarga mampu pasien
memberikan perawatan 8. Monitor status nutrisi pasien
kebersihan kulit 9. Keluarga dapat menyeka dan
mempertahankan kelembapan kulit
klien
13

6 Risiko infeksi Tujuan: 1. Lakukan monitoring dan evaluasi


Risiko infeksi menurun terhadap:
setelah dilakukan tindakan a. Suhu tubuh
keperawatan selama 3x24 b. Tanda infeksi seperti kemerahan
jam
Kriteria hasil: dan luka
1. Tanda infeksi (-) c. Leukosit
2. Suhu tubuh (36,5- 2. Lakukan manajemen risiko infeksi:
37,5) a. Lakukan cuci tangan sebelum
3. Tali pusat kering dan dan sesudah ke klien
lepas b. Lakukan perawatan luka dengan
4. Kulit bersih dan tidak memperhatikan teknik asertif,
ada luka
jika perlu
5. Kadar leukosit (5,0 –
21,0) c. Lekukan seka pada klien
d. Ganti pampers jika sudah penuh
e. Ganti baju dan linen tempat
tidur klien jika sudah kotor
3. Edukasi
Lakukan edukasi kepada klien atau
keluarga untuk menjaga kebersihan
diri
4. Kalaborasi dengan tim terkait
a. Pengambilan sampel darah
Pemberian obat antibiotik
7 Risiko Tujuan: 1. Observasi
perdarahan Risiko perdarahan dapat a. Monitor tanda dan gejala
tertasi setelah dilakukan perdarahan
tindakan keperawatan b. Monitor nilai hasil darah
selama 3x24 jam lengkap
Kriteria hasil: c. Monitor koagulasi
1. Membran mukosa 2. Terapeutik
lembab a. Pertahankan bed rest selama
2. CRT < 2 detik perdarahan
3. Hemoglobin dalam b. Batasi tindakan invasif, jika
rentang normal perlu
4. Tanda-tanda vital c. Berikan posisi kepala lebih
dalam rentang normal tinggi
5. Perdarahan (-) d. Lakukan penekanan atau balut
teka, jika perlu
3. Edukasi
a. Jelaskan tanda-tanda perdarahan
b. Anjurkan untuk segara melapor
jika terjadi perdarahan
14

4. Kalaborasi
Kalaborasi pemberian obat
pengontrol pendarahan, jika perlu

DAFTAR PUSTAKA
15

Arifin, R.B. 2015. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Benigna Prostat
Hiperplasia Post Open Prostatectomi Hari Ke-1 Di Ruang Gladiol Atas Rsud
Sukoharjo. Program Studi Diploma III Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta

http://eprints.ums.ac.id/34009/16/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf diakses pada


09 april 2018

Baughman, D.C. 2000. Keperawatan Medikal – Bedah : Buku Saku dari Brunner dan
Suddarth. Jakarta : EGC

Brunner & Suddarth. 2013. KEPERAWATAN MEDIKAL-BEDAH edisi 12. Jakarta:


Penerbit Buku kedokteran EGC

Darmayanti, N. (2012). Endemic goiter. Denpasar: Bagian Bedah Fakultas


Kedokteran Udayana. Available online at :
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/4265 diakses pada 09 april
2018

Davey, Patrick. 2005. Medicine At A Glance. Jakarta: Erlangga

file:///C:/Users/Van/Downloads/Documents/0914028204-3-BAB%20II.pdf (diakses
pada 9 april 2018 )

Kemenkes RI.2015. INFODATIN situasi dan analisis penyakit tiroid. Pusat data dan
informasi kehehatan RI

Mochtar, Chaidir A. Dkk. 2015. Panduan Pelaksanaan Klinis PEMBASARAN


PROSTAT JINAK (Benign Prostatic Hyperplasia/BHP). Jakarta: Ikatan  Ahli
Urologi  Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai