Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Hernia berasal dari bahasa Latin, herniae yang berarti penonjolan isi suatu rongga melalui

jaringan ikat tipis yang lemah (defek) pada dinding rongga itu. Diafragmatika adalah struktur

muskulotendinous yang membatasi rongga toraks dan rongga abdomen.

Hernia diafragmatika adalah masuknya organ-organ abdomen melalui defek (lubang) pada

diafragma ke dalam rongga toraks. Penyebab hernia diafragmatika yang sering dijumpai adalah

bersifat bawaan, walaupun masih ditemui kelainan yang didapat.

Secara umum terdapat tiga tipe dasar hernia diafragmatika yaitu hernia Bochdalek (melalui

defek posterolateral), hernia Morgagni (melalui defek anterio retrosternal) dan hernia hiatus esofagus.

2,3 Hernia Bockdalek paling banyak dijumpai pada bayi dan anak-anak. Pada dewasa sangat jarang

(sekitar 10% dari semua kasus) dan sering terjadi misdiagnosis dengan pleuritis atau tuberkulosis

paru. Kadang-kadang pada anak yang lebih besar juga sering diduga sebagai staphylococcal

pneumonia.

Insiden pasti hernia diafragma sulit diperkirakan karena separuhnya meninggal dalam

kandungan atau meninggal saat neonatus belum dibawa ke pusat rujukan atau sebelum diagnosis

ditegakkan Insiden hernia Bochdalek dilaporkan 1 : 2000-4000 kelahiran hidup dengan perbandingan

jenis kelamin laki-laki : perempuan adalah 1,5 : 14 .

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, radiologik, dan

laboratorium. Hernia Bochdalek memberikan gejala kardiopulmonal yang berat, seperti sesak nafas

segera setelah lahir dengan mortalitas yang tinggi, 40-50% sebelum pemakaian dan 30 %, setelah

pemakaian Extracorporeal Membrane Oxygenation (ECMO). Pembedahan dilaksanakan setelah

kondisi bayi stabi

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Embriologi

Diafragma berasal dari 4 struktur embrionik yaitu septum transversum,

membran pleuroperitoneal, mesoderm kulit, dan mesenkim esofagus. Setelah kepala

janin terbungkus pada minggu ke 4-5, maka septum transversum membentuk lapisan

semisirkular yang memisahkan hati dengan jantung. Septumtransversum tidak

menutup secara komplit untuk memisahkan rongga dada dengan rongga perut tetapi

membiarkan kanal perikardioperitoneal berjalan pada kedua sisi esofagus. Pada

kehamilan minggu ke 5, pleuroperitoneal terbentuk dan menghubungkan akar kosta

ke 12 dengan ujung kosta 7-12. Membran pleuroperitoneal tumbuh ke ventral untuk

bergabung dengan margin posterior septum transversum dan mesenterium dorsal

esofagus. Oleh karena itu, pada kehamilan minggu ke 6-7 kanal pleuroperitoneal akan

tertutup, kanal kanan dulu baru kanal kiri. Mesenterium esofagus

memadatuntukmembentukkrurakanandan krura kiri diafragma dan mesoderm dinding

tubuhakanmembentuk rimototdiafragma. Defek diafragma posterolateral diduga

disebabkan oleh kegagalan penutupan kanal pleuroperitoneal yang menyebabkan

kanal tetap terbuka ketika usus sudah masuk ke rongga perut pada minggu 10

kehamilan. Sebagian usus dan visera lainnya masuk ke toraks dan akan menekan paru

yang sementara berkembang dan mengeser mediastinum ke kontralateral.Ini akan

menekan jantung dan juga paru-paru di sisi kontralateral

2.2 Anatomi

Diafragma adalah struktur otot dan tedon yang memisahkan rongga dada

dengan rongga perut. Bagian tengah/sentral diafragma adalah tendon yang dikelilingi

oleh lingkaran otor (muscular rim) di bagian luarnya serta krura diafragmatika kanan

dan kiri. Krura diafragma kanan dan kiri adalah dua pita otot yang masing-masing

2
berasal dari korpus vertebra L1-L3 dan L1-L2. Kedua pita otot ini berakhir

pada(berinsersio) diafragma dorsomedial. Diaphragma thoracica terdiri dari: 1. Pars

muscularis terletak di bagian luar. Terbagi menjadi (1) pars sternalis, (2) pars costalis,

dan (3) pars lumbalis. Ketiga bagian ini melekat pada centreum tendineum. 2. Pars

sternalis melekat pada permukaan dorsal processus xiphoideus. Pada setiap sisi

terdapat sebuah lubang berbentuk segitiga, disebut trigonum sternocostalis yang

dibentuk oleh pars sternalis dan pars costalis. Lubang ini dilalui oleh vasa epigastica

superior dan pembuluh lymphe. Pada lubang ini sering terjadi hernia diafragmatica.

3
Di antara pars costalis dan pars lumbalis terdapat celah dinamakan trigonum

costolumbalis. Hiatus aorticus dibentuk oleh crus mediale sinister dan dexter, letaknya

setinggi vertebraTh. 12-L1. Disebelah ventral hiatus aorticus agak ke kiri terdapat foramen

oesophageum setinggi vertebra Th. 10 dilalui oleh oesophagus dan N.Vagus. Foramen vena

cava yang dilalui oleh vena cava inferior terletak setinggi vertebra Th. 8, sebelah anterior

foramen oesophageum agak ke kanan. Vena azygos dan nn. splanchnici berjalan melawati

celah yang terdapatdi antara crusmedialedancrus intermedius. Antara crus intermedius dan

crus lateral terdapat celah yang dilalui oleh truncus simpaticus.

2.3. Definisi

Hernia Diafragmatika adalah penonjolan organ perut ke dalam rongga dada melalui

suatu lubang pada diafragma. Sesuai penjelasan sebelumnya terdapat tiga tipe dasar hernia

diafragmatika kongenital yaitu hernia Bochdalek (posterolateral), hernia Morgagni

(retrosternal atau anterior), dan hiatus hernia

4
2.4. Insidensi

Hernia Diafragmatica sering mengakibatkan distress pernapasan neonatal dengan

insiden antara 1:2000 sampai 1:5000 bayi yang lahir hidup. 80-90 % hernia diafragmatika

kongenital terjadi pada sisi kiri. Kantung dan sakkus hernia hanya terdapat pada 20% kasus.

Hernia retrosternal disebut hernia Morgagni sangat jarang terjadi yaitu hanya sekitar 2-6%

dari seluruh defek diafragma.

2.5.Etiologi dan Klasifikasi

Etiologi pasti HDK belum diketahui tetapi diduga gangguan pembentukan membran

pleuroperitoneal. Pada mingguminggu pertama pembentukannya, kavum pleura dan kavum

peritoneum bersatu melalui sepasang kanal pleuroperitoneal. Pada minggu ke delapan, kavum

pleura berpisah dari kavum peritoneal dengan terbentuknya membran pleuroperitoneal.

Apabila membran pleuraperitoneal gagal terbentuk, maka penutupan kanal pleuroperitoneal

tidak komplit maka terjadilah defek diafragma posterolateral. Hipotesis terbaru telah muncul

berdasarkan model HDK pada tikus yang terpajan nitrofen. Pemeriksaan dengan mikroskop

elektron pada tikus yang terpajan nitrofen menunjukkan bahwa HDK disebabkan oleh

gangguan pembentukan “posthepatic mesenchymal plate” dimana lempeng ini juga berperan

untuk penutupan kanal pleuroperitoneual. Walaupun pernah dilaporkan kasus yang bersifat

familial (genetik), tetapi pada umumnya kasus HDK bersifat sporadik. HDK berkaitan dengan

trisomi kromosom 18, 21, dan 22 tetapi etiologi genetiknya yang spesifik belum diketahui.

Hernia Morgagni disebabkan oleh kegagalan fusi (penyatuan) bagian sternal dan

bagian krural diafragma. Pada lokasi yang dilintasi oleh arteri epigastrika superior. Hernia

Morgagni berkaitan dengan penyakit jantung kongenital dan trisomi kromosom 21. Terdapat

varian hernia retrosternal yang berkaitan dengan pentalogy Cantrell yaitu omphalokel, inferior

sternal cleft, defek jantung berat (misalnyaectopiacordis), hernia diafragmatika dan defek

perikardial. Varian ini disebabkan oleh kegagalan pembentukan septum transversum pada

masa embrio.

1. Hernia Diaphragmatica Posterolateral (BOCHDALEK) Hernia tipe Bochdalek

5
adalah hernia diafragmatika dari membrane pleuroperitoneal untuk berkembang dan menutup

sebelum usus kembali ke abdomen pada minggu ke 10 gestasi. Usus kemudian memasuki

rongga pleural dan menyebabkan perkembangan paru yang buruk sehingga terjadi hipoplasia

paru (penurunan jumlah alveoli per area paru). Hati dan limpa mungkin juga akan ikut masuk

ke dalam rongga thoraks. Frekuensi hernia ini adalah 1:2000 kelahiran hidup dan umumnya

bayi yang di diagnosis dengan hernia ini sebanyak 60% akan meninggal. Hernia ini paling

sering mengenai foramen Bochdalek bagian kiri (90% terdapat pada bagian kiri diafragma).

Mortalitas dari CDH (Congenital Diaphragmatic Hernia) secara langsung berhubungan

dengan derajat hipoplasia pada bagian paru yang terkena hernia. Kematian disebabkn oleh

hipertensi pulmonal yang menetap dan kegagalan kompensasi paru yang sehat.

2. Hernia Diaphragmatica Retrosternal ( TIPE MORGAGNI) Pertama kali ditemukan

pada 1769. Hernia Morgagni adalah hernia congenital yang jarang terjadi. Terjadi pada

retrosternal atau di kedua sisi sternum (parasternal). Didapatkan kurang dari 2% dari semua

defek diafragma. Hampir selalu asimtomatik, dapat muncul pada anak-anak yang sudah besar

atau bahkan orang dewasa dengan gastrointestinal yang minimal. Ditemukan secara tidak

sengaja pada saat dilakukan radiografi thorak rutin. Defek dari hernia morgagni dapat berisi

hatiatau sebagian usus. Hernia ini dapat disertai dengan defek jantung, trisomy 1 atau

omphalochele.

3. Hernia Esophageal Dua tipe dari hernia esophagus dikenal sebagai hernia hiatal

dan paraesophageal. Hernia hiatal merujuk kepada hernia dari rongga perut ke rongga dada

melalui hiatus esophagus. Hernia hiatal dapat disebabkan oleh factor congenital , traumatic

atau iatrogenic. Kebanyakan menghilang saat penderita memasuki usia 2 tahun, akan tetapi

semua bentuk hernia hiatal dapat menjadi penyebab peptic esofagitis karena refluks

gastroesofageal

2.6. Patologi dan Patofisiologi

Hernia diafragmatika kongenital patofisiologinya cukup kompleks. Hipoplasia paru

adalah konsekuensi langsung dari kompresi paru yang sementara berkembang oleh viscera

6
hernia. Derajat atau beratnya hipoplasia paru tergantung pada lamanya dan waktu herniasi

viscera ke dalam rongga dada. Hipoplasia lebih berat pada sisi yang terkena tetapi terjadi pada

kedua sisi. Pertukaran gas pada paru-paru yang kecil tersebut sangat kurang karena

berkurangnya area fungsional, berkurangnya cabang-cabang bronkus, berkurangnya jumlah

alveoli matur, dan defisiensi surfaktan. Alveoli paru pada HDK immatur dan septum

intraalveolar menebal. Pada vaskularisasi paru terjadi peningkatan otot pada dinding arteriol

Karena vaskuler paru banyak mengandung otot maka terjadi hipertensi pulmoner, dan

akhirnya gagal pernapasan akut. Hipoplasia ventrikel kiri juga terdapat pada HDK dan

semakin memperburuk fungsi kardiopulmoner.(3, 10) Paru hipoplastik pada pasien HDK

secara fungsional immatur dan tidak mampu melakukan pertukaran gas yang adekuat. Pada

kebanyakan kasus, fungsi alveoli tidak optimal sehingga akan cepat terjadi hipoksemia,

hiperkapnea dan asidosis. Arteri paru yang mengalami muskularisasi cepat mengalami

vasokonstriksi sebagai respon terhadap tekanan oksigen yang rendah dan asidosis. Respon

vasokonstriksi yang semakin bertambah dan menetap ini akan mengakibatkan hipertensi

pulmoner. Hipertensi pulmoner pada bayi dengan HDK akan menyebabkan kembali ke pola

sirkulasi janin yaitu rightto left shunting melalui duktus arteriosus dan foramen ovale. Juga

terjadi shunting pada paru. Right to left shunting lebih lanjut akan mengurangi pertukaran gas

sehingga semakin memperberat hipoksia, hiperkapnea, dan asidosis. Lingkaran proses ini

akan terus berlanjut dan akhirnya dengan cepat akan mengakibatkan hipotensi, syok dan

gagal/henti kardiopulmoner. Hernia Morgagni tidak menimbulkan problem patofisiologi

seperti pada defek diafragma posterolateral. Obstruksi gastrointestinal atau iskemia dan

perkembangan patofisiologinya adalah gambaran klinik dari lesi ini apabila simptomatik.

2.7. Manifestasi Klinis

Walaupun hernia morgagni merupakan kelainan kongenital, hernia ini jarang

bergejala sebelum usia dewasa. Sebaliknya hernia Bockdalek menyebabkan gangguan nafas

segera setelah lahir sehingga memerlukan pembedahan darurat. Anak sesak terutama kalau

tidur datar, dada tampak menonjol, tetapi gerakan nafas tidak nyata. Perut kempis dan

7
menunjukkkan gambaran scapoid. Pulsasi apek jantung bergeser sehingga kadang-kadang

terletak d hemithoraks kanan. Bila anak didudukan dan diberi oksigen, maka sianosis akan

berkurang.

Lambung, usus dan bahkan hati dan limpa menonjol melalui hernia. Jika hernianya

besar, biasanya paru-paru pada sisi hernia tidak berkembang secara sempurna. Setelah lahir,

bayi akan menangis dan bernafas sehingga usus segera terisi oleh udara. Terbentuk massa

yang mendorong jantung sehingga menekan paru-paru dan terjadilah sindroma gawat

pernafasan.

Gejalanya berupa: - Gangguan pernafasan yang berat. - Sianosis (warna kulit

kebiruan akibat kekurangan oksigen). - Takipneu (laju pernafasan yang cepat). - Bentuk

dinding dada kiri dan kanan tidak sama (asimetris). - Takikardia (denyut jantung yang cepat).

Secara klinis hernia diafragmatika akan menyebabkan gangguan kardiopulmoner karena

terjadi penekanan paru dan terdorongnya mediastinum ke arah kontralateral.

Pemeriksaan fisik didapatikan gerakan pernafasan yang tertinggal, perkusi pekak,

fremitus menghilang, suara pernafasan menghilang dan mungkin terdengar bising usus pada

hemitoraks yang mengalami gangguan. Kesulitan untuk menegakkan diagnosis hernia

diafragma preoperative menyebabkan sering terjadinya kesalahan diagnosis dan untuk itu

diperlukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis hernia diafragmatika.

2.8 Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik, yaitu: -

Gerakan dada pada saat bernafas tidak simetris. - tidak terdengar suara pernafasan pada sisi

hernia. - bising usus terdengar di dada. - perut teraba kosong. - Rontgen dada menunjukkan

adanya organ perut di rongga dada.

Foto Thoraks akan memperlihatkan adanya bayangan usus didaerah thoraks.

Kadang- kadang diperlukan fluoroskopi untuk membedakan antara paralisis

diafragmatika dengan eventerasi. Bila perlu dapat pula dilakukan untuk membuktikan

apakah kelainan itu eventerasi atau hernia biasa.

8
2.9 Diagnosis Banding

 Pneumatokel akibat stafilokokus

 Malformasi kista adenomatoid paru

 Eventrasio Diafragmatika

 Paralisis diafragma

2.10 Penatalaksanaan

Anak ditidurkan dalam posisi duduk dan dipasang pipa nasogastrik yang dengan

teratur dihisap. Diberikan antibiotika profilaksis dan selanjutnya anak dipersiapkan untuk

operasi. Hendaknya perlu diingat bahwa biasanya (70%) kasus ini disertai dengan hipospadia

paru. Pembedahan elektif perlu untuk mencegah penyulit. Tindakan darurat juga perlu jika

dijumpai insufisiensi jantung paru pada neonatus. Reposisi hernia dan penutupan defek

memberi hasil baik.

2.11. Hernia Bochdalek

2.11.1 Definisi

Hernia Bochdalek dikenal juga sebagai hernia diafragmatika posterolateral, yaitu

herniasi intestinal dan kadang-kadang lien dan hepar melalui defek di daerah posterolateral

dari diafragma.

2.11.2 Patofisiologi

Pada usia kehamilan 2 bulan tidak ada penekanan terhadap diagfragma yang sedang

berkembang baik dari rongga dada maupun dari rongga abdomen. Di dalam rongga dada, paru

belum berkembang, sedangkan di dalam rongga abdomen usus mengambil tempat di luar

abdomen yaitu di umbilikus. Tekanan mekanik pertama yang diterima oleh diafragma adalah

saat usus kembali dari umbilikus ke intra abdomen pada minggu ke–10. Saat itu bagian-

bagian diafragma telah menempati tempat yang normal untuk menerima penekanan sebagai

konsekuensi dari perkembangan organ–organ. Hernia dapat timbul dari gagalnya

pertumbuhan diafragma yang normal atau timbul dari daerah yang memang rawan terhadap

9
penekanan yaitu foramen Bochdalek, foramen Morgagni, dan hiatus esofagus. Gangguan

pembentukan diafragma ini dapat berupa kegagalan pembentukan sebagian diafragma,

gangguan fusi antar unsur-unsur pleuroperitonei atau gangguan pembentukan otot, yang dapat

menyebabkan diafragma menjadi tipis dan mengakibatkan terjadi eventrasi, sedangkan

pelebaran tentang hiatus esofagus dan lemahnya ligamentum phrenoesophageal tidak

diketahui secara jelas.

2.11.3 Insiden

Insiden hernia Bochdalek berkisar 1 dari 2000 – 4000 kelahiran hidup dengan

perbandingan jenis kelamin laki-laki : perempuan 1,5 : 1, merupakan 8% dari seluruh anomali

kongenital mayor, serta terbanyak timbul di daerah sebelah kiri. Risiko timbulnya hernia

Bochdalek pada kelahiran berikutnya sekitar 2%.

2.11.4 Etiologi

Belum diketahui secara pasti, dan tidak ada satupun mutasi gen yang bertanggung

jawab terhadap terjadinya kelainan ini.2 Hernia diafragmatika kongenital familial sangat

jarang dijumpai dan diduga melibatkan banyak faktor atau suatu pola autosomal resesif.2

Skarsgard dan Harrison7 mengemukakan suatu studi populasi yang menunjukkan 30% dari

janin dengan hernia diafragmatika meninggal sebelum lahir dan terkait dengan kelainan

kromosom atau kongenital lain yang letal.

2.11.5 Diagnosis

Diagnosis hernia Bochdalek dapat ditegakkan saat antenatal dan perinatal

berdasarkan Anamnesis: terdapat polihidramnion 80% kasus hernia Bochdalek disertai

dengan polihidramnion.7 Manifestasi klinis: distres pernapasan (Apgar score rendah)

merupakan manifestasi klinis hernia diafragmatika yang dapat terjadi segera setelah lahir atau

timbul 24- 48 jam setelah periode stabil. Manifestasi awal meliputi takipneu, grunting,

retraksi dinding dada, pucat, sianosis dan tanda klinis shunting dan persistent fetal circulation.

10
5 Pada pemeriksaan fisik didapat abdomen yang scaphoid, barrel chest, distress nafas/

sianosis dan pulsasi apeks jantung ke arah kontralateral. Keempat kelainan ini (tetrad)

merupakan salah satu kriteria penting untuk penentuan diagnosis.5 Peristaltik pada sisi toraks

yang terkena, tidak selalu terdengar pada auskultasi.3 Keadaan klinis yang dominan menurut

Johnson dan Steinberg3 adalah terganggunya fungsi pernapasan akibat desakan abdomen

terhadap paru, hipoplasia paru, dan hipertensi pulmonal yang akhirnya dapat menimbulkan

gagal napas akut.

2.11.6 Laboratorium

Analisis gas darah, untuk menentukan adanya asidosis respiratorik akibat distress

nafas, analisis gas darah dapat sebagai indikator sederhana untuk menilai derajat hipoplasia

paru dan dapat diduga adanya hipoplasia paru yang berat bila PCO2 diatas 50 torr.7

Pemeriksaan kromosom, untuk membantu menemukan adanya kelainan kongenital lain

sehingga dapat diperkirakan penyulit yang mungkin terjadi. Kadar elektrolit serum, sebaiknya

diperiksa dan dimonitor untuk mempertahankan homeostasis.

2.11.7 Pemeriksaan Radiologi

Pada foto dada ditemukan gambaran udara intestinal dalam rongga dada. Pemasangan

pipa orogastric dapat membantu menentukan posisi lambung (intra abdominal atau intra

thorakal). Pada hernia Bochdalek kiri dapat ditemukan adanya gambaran udara atau cairan

usus pada hemitorak kiri dan pergeseran bayangan jantung ke kanan. Pemeriksaan radiologis

dada juga dapat menentukan ada tidaknya pneumothorax.

Ultrasonografi (USG), pemeriksaan USG jantung untuk mengetahui adanya kelainan

jantung bawaan. USG ginjal diperlukan untuk menentukan ada tidaknya kelainan saluran

urogenital. USG kepala diperlukan untuk evaluasi adanya perdarahan intraventrikular, infark,

atau kelainan intrakranikal yang lain. Sedangkan USG antenatal (in utero) dapat mendeteksi

adanya polihidramnion (80% kasus hernia Bochdalek disertai dengan polihidramnion), tidak

terdapat gambaran udara dalam lambung di rongga abdomen, terdapat gambaran udara

lambung dalam rongga dada, pergeseran mediastinum dan proyeksi jantung, dan walaupun

jarang mungkin terdapat gambaran hydrops fetalis. Pemasangan pulse oximetry, sangat

11
membantu dalam diagnosis dan tata laksana hipertensi pulmonal persisten yang timbul akibat

adanya hipoplasia pulmonal. Pulse oximetry dipasang pada preductal (tangan kanan) dan

postductal (kaki sisi berlawanan) untuk menentukan adanya shunt kanan ke kiri pada ductus

arteriosus. Ekokardiografi, Suda13 meneliti pemakaian ekokardiografi pada bayi baru lahir

dengan hernia Bochdalek dan mengemukakan bahwa terdapat korelasi terbalik antara

hubungan arteria pulmonalis kiri dengan derajat hipoplasia paru.

2.11.8 Diagnosis Banding

Sebagai diagnosis banding adalah pneumatokel akibat stafilokokus, malformasi kista

adenomatoid paru, eventrasi dan paralisis diafragma, yang juga dapat menimbulkan

kesukaran bernapas. Untuk membedakan satu dengan yang lain harus dilakukan pemeriksaan

foto dada dan fluoroskopi. Pada pneumomatokel dan malformasi kista adenomatoid,

gambaran foto dada tidak menunjukkan adanya rongga dada berisi usus atau organ-organ

viscera lain (biasanya 80% pada sisi kiri) yang bayangannya bersambung dengan bayangan

usus dan organ visera dalam rongga perut. Pada foto abdomen tidak ditemui adanya marked

excess of gas di bawah diafragma. Untuk memastikannya perlu dilakukan pemeriksaan foto

dada dengan pemasangan NGT sebagai petunjuk adanya lambung di dalam rongga dada.

Eventrasi diafragma merupakan duplikasi hernia diafragmatika bawaan sehingga bila hanya

berdasarkan pemeriksaan fisik dan foto dada saja keduanya sering sukar dibedakan.

Pemeriksaan foto dada hanya menunjukkan peninggian diafragma sedangkan pada

pemeriksaan fluoroskopi mula-mula terlihat gerakan diafragma berkurang dan akhirnya

menunjukkan gerakan paradoksal. Paralisis diafragma oleh karena trauma maupun bawaan,

baik yang bersifat sementara atau menetap, pada pemeriksaan foto toraks terlihat letak

diafragma yang makin lama makin meninggi, sedangkan bila dilakukan pemeriksaan

fluoroskopi terlihat pergerakan diafragma berkurang yang pada akhirnya menunjukkan

gambaran paradoksal.

2.11.9 Tatalaksana

Konseling prenatal dilakukan segera setelah diagnosis dibuat berdasarkan USG.

Setelah melalui berbagai pemeriksaan tersebut, tim medis harus menjelaskan segala

12
kemungkinan pilihan tata laksana kepada orang tua seperti terminasi kehamilan, meneruskan

kehamilan dan melahirkan bayi tersebut di pusat pelayanan medis yang memadai termasuk

prognosis dari kasus ini.

Tata laksana hernia Bochdalek yang optimal harus memperhatikan berbagai hal yang

terkait dengan kelainan bawaan ini.

1. Proses persalinan dan unit perawatan intensif neonatus Bayi harus dilahirkan di pusat

kesehatan yang memiliki sarana bedah anak dan perinatologi yang memadai.7 Secara

umum sarana yang diperlukan adalah intubasi endotrakeal dan pemakaian ventilator

mekanik yang disesuaikan dengan derajat keparahan herniasi organ abdomen, (hindari

pemakaian ventilasi dengan manual bag karena lambung dan organ intestinal akan

distensi oleh udara yang berakibat semakin tertekannya paru dan organ-organ

intratorakal), pemasangan pipa nasogastrik untuk dekompresi, menghindari pemakaian

tekanan inspirasi yang tingg

2. Stabilisasi preoperatif Pada hernia diafragmatika terdapat paru yang hipoplastik, tidak

atelektasis vaskularisasi arteriolar yang abnormal dan hipertensi pulmonal sehingga

dipertimbangkan pembedahan ditunda atau dipersiapkan dahulu.11 Umur rata-rata untuk

melakukan pembedahan adalah sekitar 72 jam.

3. Ventilasi mekanik konvensional Pemberian ventilasi mekanik harus mempertimbangkan

faktor-faktor yang diketahui meningkatkan resistensi vaskuler pulmonal (hipoksia,

asidosis, hipotensi dan hiperkarbia). Ventilasi dengan inspirasi bertekanan rendah dipilih

karena menurunkan kemungkinan terjadinya pneumothorax kontralateral yang dapat

meningkatkan ketidakstabilan sistem kardiorespirasi dan dekompensasi.11 Jika dengan

ventilasi mekanik konvensional ini gagal maka dipakai strategi ventilasi yang lain yaitu

high-frequency oscillatory ventilation (HFOV), gentle ventilation dan intratracheal

pulmonary ventilation (ITPV). Selain strategi ventilasi juga dibutuhkan terapi pendukung

untuk menunjang keberhasilan pembedahan dan memperbaiki prognosis

4. Extracorporeal Membrane Oxygenation (ECMO) Alat ECMO adalah perlengkapan paru

buatan yang digunakan untuk mengembangkan sisa jaringan paru agar oksigenasi tetap

13
adekuat selama pembedahan untuk mencegah gagal napas dan hipoksia berat. ECMO

meningkatkan keberhasilan hidup bayi dengan hernia diafragmatika sebesar 42% pada era

awal, menjadi sebesar 79% pada era sekarang ini. Waktu yang tepat untuk memberikan

ECMO masih kotroversial

5. Pemberian surfaktan Gagal nafas pada bayi dengan hernia diafragmatika dapat

berhubungan dengan perkembangan paru yang abnormal dan defisiensi surfaktan. Studi

postmortem menunjukkan adanya penurunan ekskresi surfaktan apoprotein A (SP-A)

yang lebih berat pada sisi dengan hernia diafragmatika dibandingkan dengan sisi yang

lain. Hal ini menunjukan adanya penundaan pematangan fungsional atau perkembangan

dan sintesis SP-A. Analisis cairan amnion mendukung kenyataan tersebut. Surfaktan

sebaiknya diberikan segera saat bayi menarik nafasnya untuk pertama kali.

6. Terapi antenatal Pemberian glukokortikoid antenatal untuk memperbaiki maturitas paru

dan meningkatkan oksigenasi serta kemampuan paru.

7. Terapi pembedahan perinatal Davis dkk.10 mengungkapkan bahwa pembedahan yang

dipersiapkan lebih dahulu diikuti dengan terapi ECMO memberikan hasil yang lebih baik.

Waktu yang tepat untuk melakukan pembedahan belum diketahui dengan pasti, beberapa

ahli menganjurkan pembedahan dapat dilakukan 24 jam setelah bayi stabil, tetapi

penundaan sampai 7-10 hari dapat juga ditoleransi. Banyak ahli bedah lebih menyukai

operasi dikerjakan saat ekokardiografi menunjukkan tekanan arteri pulmonalis stabil

dalam 24-48 jam.2 Drainase dengan chest tube diperlukan bila terdapat tension

pneumothorax. 2 Prinsip pembedahan adalah mengembalikan organ abdomen pada

tempatnya

8. Transplantasi paru Transplantasi paru adalah salah satu teknik pembedahan dalam upaya

mengurangi efek buruk distres pernapasan pada bayi dengan hernia Bochdalek akibat

hipoplasia paru berat yang gagal dengan terapi suportif pernapasan, namun pengobtan ini

masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

9. Perawatan pasca bedah Perawatan pasca bedah meliputi perawatan jangka pendek (segera

setelah pembedahan) dan perawatan jangka panjang.

14
Perawatan jangka pendek: Perawatan pasca bedah jangka pendek meliputi deteksi dan

tata laksana komplikasi yang dapat terjadi setelah pembedahan. Komplikasi yang mungkin

timbul dapat berupa perdarahan, distres pernapasan, hipotermia, produksi urin yang menurun,

infeksi dan obstruksi usus.14 Pengawasan yang dilakukan saat pasien masih dirawat di rumah

sakit meliputi monitoring pernapasan, evaluasi neurologis, dan masalah pemberian makanan.

Perawatan jangka panjang: Perawatan pasca bedah jangka panjang meliputi pemantauan

tumbuh kembang pasien. Pertumbuhan kasus dipantau karena risiko terjadi gagal tumbuh

besar akibat adanya penurunan asupan kalori sebagai akibat penyakit paru kronis,

gastroesophageal refluk dan feeding yang buruk terutama pada pasien dengan defek

neurologis yang berat.

2.11.10 Prognosis

mortalitas hernia diafragmatika sebesar 40-50%. prognosis bervariasi tergantung pada

institusi tempat pasien dirawat; apabila fasilitas memadai termasuk perawatan dengan ECMO

tersedia, maka angka keberhasilan hidup berkisar antara 40-69%. Hal- hal yang mungkin

timbul dan dapat mempersulit kondisi pasien yang bertahan hidup dengan morbiditas jangka

panjang meliputi kelainan fungsi paru dan penyakit paru kronis, gastroesophageal reflux,

rehernia, volvulus, scoliosis, hearing loss dan gangguan perkembangan.

15
BAB III

KESIMPULAN

Hernia diafragmatika merupakan penonjolan sebagian organ intraabdomen ke dalam rongga

dada melalui suatu defek yang terdapat pada diafragma. Defek pada diafragma ini dapat merupakan

kelainan kongenital atau akibat trauma.1 Hernia diafragmatica dapat dibagi menjadi Posterolateral

(Bochdalek), Retrostrenal (Morgagni), di samping esofagus (Paraesofageal), atau pada hiatus esofagus

(Hiatal hernia)

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, radiologik, dan

laboratorium. Hernia Bochdalek memberikan gejala kardiopulmonal yang berat, seperti sesak nafas

segera setelah lahir dengan mortalitas yang tinggi, 40-50% sebelum pemakaian dan 30 %, setelah

pemakaian Extracorporeal Membrane Oxygenation (ECMO). Pembedahan dilaksanakan setelah

kondisi bayi stabil.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R. Diafragma. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta. EGC. 51

2. Shanding B. Diaphragmatic hernia. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM,

Nelson WE, Vaughan VC, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi

keempat belas. Philadelphia: W.B. Saunders company, 2000. h. 1032-3.

3. Hamid A, Putra IS, Semadi IN. Hernia Bochdalek. Sari Pediatri, Vol 7 No.4.

Departemen Ilmu Kesehatan Anak Subbagian Neonatologi FKUNUD-RS Sanglah.

2006. H 232-236

4. Wilkinson D J, Losty P. Management of congenital diaphragmatic hernia in pediatrics and

child health. England: Elsevier; 2009. 555p

17

Anda mungkin juga menyukai