Pembelajaran sejarah selama ini dianggap melelahkan otak karena siswa hanya
berinteraksi dengan guru, siswa lain dan buku. Sehingga dikenal sebagai mata
pelajaran hafalan saja. Padahal untuk menjadikan pembelajaran sejarah yang
bermakna perlu ada interaksi baik dengan orang lain dalam suatu zona keterbatasan
diri siswa dan interaksi dengan lingkungan. Contoh di daerah saya yaitu di
Bondowoso banyak sekali peninggalan manusia praaksara khususnya peninggalan
zaman Megalithikum. Refleksi dari pembelajaran yang selama ini dilakukan siswa
hanya diajarkan peninggalan megalithikum yang tercantum dalam buku siswa saja,
sehingga mereka cenderung hanya mampu menghafalkan materi. Saat nanti diujikan
pada Ujian Akhir Sekolah akhirnya mereka lupa karena terlalu banyak materi yanf
dihafalkan. Bahkan sebagian siswa tidak tau bahwa di daerahnya ditemukan banyak
peninggalan masa pra aksara. Sebaiknya sebagai pendidik mampu memanfaatkan
kondisi lingkungan sekitar ini untuk menciptakan pembelajaran sejarah yang
bermakna bukan sekedar menghafal.