Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai
setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan
oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada
standar nasional pendidikan.
Sedangkan menurut Axin, pendidikan nonformal adalah kegiatan belajar yang disengaja oleh
warga dan pembelajar di dalam suatu latar yang diorganisasi (berstruktur) yang terjadi di luar
sistem persekolahan.
http://suci1304792.blogspot.com/2015/05/makalah-pendidikan-nonformal.html?m=1
c. Pendidikan Nonformal sebagai Substituti (Pengganti) dimana seseorang yang sama sekali
tidak menikmati pendidikan Formal dia dapat mengikuti Pendididkan Nonformal sebagai
Pengganti . Contoh seseorang yang tidak pernah belajar di SD mereka dapat mengikuti Program
Paket A begitupun juga paket B dan C.
http://mytugasmm.blogspot.com/2015/06/makalah-pendidikan-nonformal.html?m=1
HAKIKAT PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN MASYARAKAT
Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentan Sistem Pendidikan Nasional disebutkan
bahwa pendidikan nonformal menekankan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan
fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian professional. Ini berarti bahwa
penguasaan keterampilan fungsional menunjukkan keterampilan yang diselenggarakan
melalui pembelajaran pada jalur pendidikan nonformal harus sesuai fungsi kebutuhan dan
terkait dengan kehidupan serta pekerjaan sehari-hari dari warga masyarakat yang menjadi
binaannya.
10). Melahirkan wirausaha sejati yaitu manusia yang selalu bertindak efektif, efisien dan
produktif dan 11).
Meyakinkan peserta didik dapat mngubah nasibnya sesuai dengan firman Allah dalam
Al.Quran surat Arrakdu ayat 11. Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum apabila
kaum itu tidak mau merubahnya .
Sagir.S. (1992) Peran Pendidikan Nonformal dalam Meningkatkan Keterampilan Tenaga kerja.
Bandung.IKIP
Pada situasi ini bahan belajar tentang kewirausahaan disajikan dalam dua cara, yakni ( 1 )
secara melebur, menyatu dan simultan pada seluruh bahan pelajaran vokasional.
Kurikulumnya biasa disebut hidden curriculum atau kurikulum kewirausahaan
tersembunyi. (2) disajikan tersendiri sebagai mata ajaran tersendiri atau terpisah dan
definitive. Kurikulumnya biasa disebut appear curriculum b) pola terpisah, pembelajaran
pendidikan kewirausahaan yang diprogramkan dan dilaksanakan secara tersendiri dalam
satu kesatuan program biasanya pendidikan kewirausahaan terpisah ini diselenggarakan
setelah warga belajar menguasai seperangkat kemampuan vokasional. Mereka
membutuhkan kemampuan itu sehingga bisa menghasilkan uang. Pada situasi ini bahan
belajar tentang kewirausahaan disajikan secara positif atau menampak sebagai bahan
belajar definitif.
Berdasarkan hakikat PKM sebagaimana diuraikan diatas dapat dipahami bahwa 1) PKM
adalah sebuah bentuk perilaku dalam berusaha sehingga dari usaha yang ditekuninya itu ia
bisa memperoleh pendapatan untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya, 2) pendidikan
keterampilan yang dibelajarkan dalam program pendidikan nonformal akan bermakna bagi
warga belajarnya, jika dibarengi dengan pemberian pemahaman tentang kewirausahaan.
Hal ini sangat beralasan oleh karena kecakapan yang dimiliki seseorang dapat memiliki nilai jual
ketika dikemas dengan konsep kewirausahaan seperti percaya diri, berorientasi pada tugas dan
hasil, kemampuan menanggung resiko inovatif dan 3) pembelajaran konsep kewirausahaan
dalam program pendidikan nonformal dapat dilakukan secara terintegrasi maupun secara
terpisah
1. Lembaga Kursus
Tentu semua telah familiar dengan istilah kurus atau les.program tambahan pendidikan selain
di sekolah ini menjadi cukup terkenal. Kursus pada umumnya memberikan materi yang sifatnya
pengembangan keterampilan. Pengembangan di sini pun tidak hanya mewakili satu bidang saja,
namun semua bidang pengembangan. Seperti bidang karya seni, banyak kursus yang
ditawarkan dengan banyak pula macamnya seperti musik, drama, menari dan melukis. Bidang
olahraga, dan kegiatan harian seperti mengemudi, menahit dan memasak. Semua itu adalah
bagian dari pendidikan tidak formal.
Kelompok belajar masyarakat merupakan lembaga pendidikan non formal yang dibangun
sebagai tempat untuk belajar bersama dari, oleh dan untuk masyarakat setempat. Dengan
adanya kelompok belajar masyarakat ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, sikap hingga pertumbuhan bakat masyarakat sehingga dapat membawa manfaat
untuk lingkungannya. Salah satu contoh pendidikan belajar masyarakat adalah kelompok
Pemberdayaan Masyarakat Melalui Kelompok Belajar Usaha (KBU).
Ini adalah pendidikan non formal yang dilakukan oleh masyarakat untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap, dimana cakupannya luas dan memerlukan landasan
hukum.
Contoh;
Kepramukaan
Padepokan pencak silat
Sanggar kesenian
Dan lain-lain
Menurut Sutaryat, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat adalah pendidikan non formal yang
berfungsi sebagai tempat untuk belajar dari/ oleh/ dan untuk masyarakat. Tujuannya adalah
untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap, hobi, dan bakat anggota masyarakat
sehingga bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungannya.
https://pakdosen.co.id/pendidikan-non-formal/
Memperoleh pekerjaan adalah impian banyak siswa maupun mahasiswa setelah mereka
mampu menyelesaikan sautu jenjang pendidikan tertentu, hal ini tentu bukanlah hal yang keliru
karena mindset masyarakat saat ini ketika menyekolahkan anak-anaknya adalah untuk dapat
bekerja. Namun satu hal yang tidak dapat dipungkiri adalah saat ini adalah kesempatan kerja
yang tersedia sangatlah terbatas dan tidak berbanding serah dengan lulusan pendidikan.
Kesenjangan antara lapangan pekerjaan dan lulusan institusi pendidikan inilah yang mendorong
semua pihak untuk berfikir lebih dalam mengenai upaya mengatasi masalah ini. bukanlah hal
yang mustahil jika setiap tahun jumlah pengangguran selalu mengalami peningkatan karena
ketidak linieran jumlah lapangan kerja dan lulusan institusi pendidikan.
Pemerintah saat ini tentu saja tidak tinggal diam, berbagai upaya telah dilakukan termasuk
diantaranya dalam kebijakan pendidikan non formal. Saat ini Direktorat Pendidikan Non Formal
dan Informal gencar melaksanakan program pendidikan kesetaraan dasar dan lanjutan yang
terintegrasi dengan pendidikan kecakapan hidup, program tersebut diantaranya adalah
program Kewirausahaan Usaha Mandiri untuk Keaksaraan Fungsional, program Kewirausahaan
Desa dan Kewirausahaan Perkotaan untuk Kejar paket B dan C dan lain sebagainya. Tujuannya
adalah agar warga belajar disamping mendapatkan ijazah pendidikan yang setara dengan
pendidikan formal baik untuk tingkat SD, SLTP maupun SLTA, namun juga mendapatkan
dukungan keterampilan yang diharapkan dapat dijadikan bekal bagi peserta didik di masyarakat
setelah mereka menyelesaikan program pendidikan tersebut.
Program-program ini disamping melibatkan lembaga pemerintah seperti P2PNFI, BPKB, SKB
namun juga melibatkan yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan masyarakat sebagai
pelaksana program. Namun dalam kenyataannya program-program tersebut dilaksanakan
hanya sebatas pada proyek semata, sehingga tidak ada keberlanjutan setelah proyek
pemerintah berhenti. Dari beberapa kasus yang berhasil ditemui di lapangan terkait dengan
pelaksanaan program PNF tersebut, tidak sedikit lembaga penyelenggara yang melaksanakan
program kecakapan hidup atau kewirausahaan tanpa melalui pembekalan pendidikan terlebih
dahulu dan cenderung berorientasi praktis, yang kemudian berdampak pada kemandekan
dalam keberlanjutan program. Sebagai contoh yang terjadi di DIY pada tahun 2007 dalam
program keakapan hidup budidaya ikan lele, lembaga penyelenggara hanya memanfaatkan
bantuan pemerintah untuk membuat kolam lele tanpa memperhatian studi kelayakan
infrastruktur maupun sarana dan prasarana penunjang, sehingga setelah beberapa minggu
program tersebut berhenti dan yang tersisa hanya kolam ikan kosong.
Dalam kasus lain juga ditemui yayasan yang cukup bertanggung jawab dengan memberikan
pembekalan pendidikan kewirausahaan dan materi yang berhubungan dengan bidang
kecakapan hidup yang akan dilaksanakan sebelum praktik di lapangan. Hasilnya cukup berbeda,
pada kasus pertama program sama sekali tidak memiliki dampak apapun terhadap masyarakat,
namun pada kasus yang kedua, masyarakat dapat merasakan manfaat terutama dalam
keterampilan yang diajarkan meskipun masih ada permasalahan terkiat dengan pemasaran
produk.
Dari dua kasus di atas terlihat bahwa program yang saat ini dilaksanakan masih berorientasi
pada penguatan materi kognitif pengetahuan, sementara nilai-nilai yang terkait dengan jiwa
kewirausahaan kurang mendapatkan sentuhan, meskpun ada masih sangat terbatas. Baik di
sadari atau tidak, pendidikan saat ini seringkali mengabaikan nilai-nilai terutama nilai
keagamaan, bahkan cenderung dilupakan dan bahkan lambat laun semakin termarjinalkan
dengan berbagai alasan. Padahal nilai-nilai spiritualitas merupakan puncak kesadaran tertinggi
dari kehidupan manusia. Lebih jauh lagi, praktik pendidikan hanya memandang manusia
sebagai instrumen fisik untuk mempertahankan ideologi yang saat ini dianut oleh dunia barat
yaitu kapitalisme.
Salah satu indikator pendidikan saat ini untuk mempertahankan eksistensi paradigma
kapitalisme adalah bahwa peserta didik hanya diarahkan untuk menjadi buruh atau tenaga
kerja yang berkualitas, bukan semata untuk menjadikan manusia sebagai mahluk mandiri
dengan cita-cita mulia yang tinggi, artinya output pendidikan saat ini dipersiapkan untuk
menyesuaikan diri dengan perubahan yang diskenariokan oleh negara-negara maju untuk
mempertahankan eksistensi mereka di negara berkembang. Output keterampilan diarahkan
pada kemampuan peserta didik untuk mampu melakukan sesuatu atau menghasilkan sesuatu
tanpa dilandasi oleh nilai-nilai yang dapat berfungsi sebagai filter dan pedoman perilaku dalam
bekerja.
Tidak dapat dipungkiri bahwa sanya ilmu-ilmu yang berkembang di negara maju banyak yang
dikembangkan di negara-negara dunia ketiga bahkan di negara dengan penduduk mayoritas
muslim, yang tentu saja bias dengan pandangan negara maju yang notabene adalah negara
sekuler. Bahkan teori kebutuhan yang dikemukakan oleh Maslow tentang hierarki kebutuhan
tidak menempatkan kebutuhan akan Tuhan (Allah) sebagai kebutuhan dasar manusia.
Penggunaan istilah hukum alam dalam memandang fenomena alam adalah merupakan salah
satu upaya pengingkaran peran Tuhan terhadap alam semesta, dimana sangat jarang ditemu
seorang guru yang kemudian memberikan penyadaran kepada peserta didik bahwa alam
semesta adalah sebagai sunatullah, bukan hanya hukum alam semata.
Hal di atas tentu bertentangan dengan esensi pendidikan yang dikemukakan oleh Jonh Dewey
yang menyebutkan bahwa: “Anak didik tidak hanya disiapkan agar siap bekerja, tapi juga bisa
menjalani hidupnya secara nyata sampai mati. Anak didik haruslah berpikir dan pikirannya itu
dapat berfungsi dalam hidup sehari-hari. Kebenaran adalah gagasan yang harus dapat berfungsi
nyata dalam pengalaman praktis.” John Dewey (1859 – 1952) dalam (Syohih, 2008).
Kelemahan lain yang masih terasa dalam beberapa program pendidikan kecakapan hidup yang
terjadi saat ini adalah pengelolaan lingkungan yang kurang baik. Hakekat pendidikan
sebenarnya sebagai alat untuk menginternalisasikan nilai-nilai kurang terfasilitasi dengan baik,
terutama dalam program pendidikan non formal. Instrumental input maupun enviornmental
input pendidikan dalam program PNF kurang mendapat perhatian sebagai bagian yang penting
dalam iklim pembelajaran. Jarang sekali ditemui media yang dapat memperkuat internalisasi
nilai, seperti contoh tidak ada satupun slogan yang dipasang dalam ruang belajar yang berisi
penguatan nilai seperti: “kejujuran adalah kunci kesuksesan” atau yang lainnya. Disamping itu
penyelenggara juga tidak memberikan tauladan sebagai hiden curriculum yang mampu
mempekuat internalisasi nilai-nilai tersebut, antara lain menyelenggarakan program tidak
sesuai dengan pedoman, manipulasi data kegiatan, dan penyimpangan-penyimpangan lainnya,
yang menyebabkan tujuan program itu sendiri tidak dapat terlaksana karena kelalaian
pengelola program.
Strategi penting adalah peran fasilitator dan tutor sebagai orang yang berhadapan langsung
dengan peserta didik, dimana tutor dan fasilitator tidak dipersiapkan untuk mendidik dan
membelajarkan peserta didik dengan nilai-nilai keagamaan maupun nilai-nilai pendidikan
lainnya yang justru merupakan modal utama dari program pendidikan kecakapan hidup.
Pertimbangan menjadi tutor lebih kepada kemampuan seseorang dalam memahami dan
menguasai suatu materi tertentu, tanpa dipertimbangkan mengenai bagaimana seharusnya
tutor disamping menyampaikan materi juga mampu menyisipkan nilai-nilai kewirausahaan
berdasar keagamaan agar peserta didik dapat menjiwai apa yang mereka lakukan sebagai
bagian dari ibadah dan pengabdian terhadap Tuhan
http://suci1304792.blogspot.com/2015/05/makalah-pendidikan-nonformal.html?m=1