Anda di halaman 1dari 94

MUNASAKHAH, TAKHARUJ,

MAFQUD, ASIR (TAWANAN),


WARISAN BAGI ORANG YANG
MENDAPAT KECELAKAAN SECARA
BERSAMA-SAMA

NENG DJUBAEDAH & YENI SALMA BARLINTI


MKN-FHUI
MUNASAKHAH
• Pengertian Munasakhah:
memindahkan bagian sebagian ahli waris kepada orang yang
mewarisinya karena kematiannya sebelum pembagian harta
warisan dilaksanakan.
• Contoh:
Pewaris meninggalkan dua orang anak lelaki bernama A dan B.
Sebelum pembagian harta warisan dilaksanakan A meninggal
dunia.
Maka, bagian warisan yang seharusnya diterima A diberikan
kepada ahli waris A.
Jika A mempunyai anak lelaki dan/atau anak perempuan
berlakulah pembagian harta warisan A kepada para ahli
warisnya.
UNSUR-UNSUR MUNASAKHAH
1. Harta Warisan belum dibagikan kepada para hali waris
sesuai Hukum Kewarisan Islam.
2. Ada kematian seorang atau beberapa orang ahli waris.
3. Pemindahan harta bagian warisan yang seharusnya
diterima oleh ahli waris yang meninggal pada
sebelum dilaksanakannya pembagian harta warisan
 kepada seluruh para ahli waris dari ahli waris yang
mati kemudian.
4. Pemindahan bagian harta warisan tersebut pada
angka 3 kepada para ahli warisnya adalah berdasarkan
kedudukannya sebagai ahli waris sesuai Hukum
Kewarisan Islam.
MACAM BENTUK MUNASAKHAH
1. Ahli waris yang akan menerima bagian harta warisan dari
ahli waris yang meninggal sebelum pembagian harta
warisan dilaksanakan (Pewaris ke-2) adalah berkedudukan
sebagai ahli waris pula dari Pewaris ke-1.
Contoh: A = Pewaris ke-1 mempunyai anak lelaki B mempunyai
anak lelaki C, D. B meninggal sebelum harta warisan Pewaris
ke-1 dibagikan. Maka C,D = ahli waris Pewaris ke-1.
Contoh: dalam ajaran Patrilineal Syafi’i:
(1) Anak lelaki dari ahli waris yang meninggal (lelaki) adalah ahli
waris dari Pewaris pertama.
(2) Anak dari ahli waris yang meninggal (perempuan) adalah
bukan ahli waris dari Pewaris pertama selama masih ada ahli
waris zul-fara’id dan atau ‘asabah (zul-arham).
(3) ... ISTERI ?
MACAM BENTUK MUNASAKHAH
• Di Indonesia terdapat 3 sistem Hukum
Kewarisan Islam:
• keturunan anak perempuan pewaris menurut
Hazairin: mawali,
• menurut Patrilineal Syafi’i: zul arham,
• menurut KHI: ahli waris pengganti.
MACAM BENTUK MUNASAKHAH
2. Ahli waris yang akan menerima harta warisan
dari ahli waris yang meninggal sebelum
pembagian harta warisan adalah bukan ahli
waris Pewaris pertama.
Contoh 1: Pewaris (A) meninggalkan seorang anak
lelaki (B) dan seorang anak perempuan (C).
B (anak lelaki) meninggal dunia sebelum harta
warisan Pewaris (A) dibagikan. B mempunyai anak
perempuan (D), cucu perempuan Pewaris 1.
MACAM BENTUK MUNASAKHAH
Dua TAHAP Penyelesaian:
pertama: harta warisan dibagikan kepada ahli waris Pewaris
Ke-1, B C = 2 : 1; B (anak lelaki) = 2/3; C (anak perempuan) =
1/3.
B meninggal sebelum HW dibagikan.
kedua: harta warisan bagian B (Pewaris Ke-2) dibagikan
kepada anak perempuannya D = ½ x 2/3 (bagian warisan B) =
2/6 = 1/3; sisa = ½ dari HW B = ½ x 2/3 = 1/3 diberikan kepada
saudara perempuan B, yaitu C, sebagai asabah maal-gairi.
D (sebagai ahl waris B/Pewaris Ke-2) = 1/3;
C (sebagai ahli waris A/Pewaris Ke-1 dan Pewaris Ke-2) = 1/3 +
1/3 = 2/3.
MUNASAKHAH: KEMATIAN AHLI
WARIS LEBIH DARI SEORANG
• Contoh 2: Pewaris meninggalkan suami (A) , ibu (B), seorang
saudara perempuan seibu (C).
• Sebelum harta warisan dibagikan suami (A) meninggal, ia
meninggalkan 5 orang anak lelaki (anak tiri Pewaris).
• Ibu (B) meninggal dengan meninggalkan 5 saudara lelaki seayah dari
ibu.
• Saudara seibu (C) meninggal dengan meninggalkan 10 orang anak
lelaki.
PENYELESAIAN KASUS MUNASAKHAH:
• TAHAP KE-1: HW Pewaris Ke-1 dibagikan kepada SUAMI (A) = ½;
IBU = 1/3; SAUDARA SEIBU (C) = 1/6.
• TAHAP KE-2: HW Pewaris Ke-2 (SUAMI) DIBAGIKAN KEPADA PARA
AHLI WARISNYA; HW Pewaris Ke-3 (IBU) DIBAGIKAN KEPADA
SAUDARA SEAYAH IBU; HW Pewaris Ke-4 (SAUDARA PEREMPUAN
SEIBU): DIBAGIKAN KEPADA ANAK-ANAKNYA.
TAKHARUJ
TAKHARUJ
• Pengertian:
perjanjian para ahli waris untuk mengundurkan
(mengeluarkan) salah seorang ahli waris dari
menerima bagian harta warisan dengan
memberikan bagian warisan sebesar hak warisnya,
baik pemberian harta itu berasal dari harta
warisan atau harta salah seorang / beberapa orang
ahli waris lain yang tidak mengundurkan diri.
• Pasal 189 (2) KHI serupa Takharuj.
• Dasar hukum takharuj atsar Ibnu Mas’ud.
TAKHARUJ
• Contoh 1: Serang ahli waris mentakharuj seorang ahli waris
lainnya.
Pewaris meninggalkan ibu, anak perempuan, ayah, dan saudara
lelaki kandung.
• Ibu mengundurkan diri dari menerima harta warisan sebagai
suatu tegenprestasi (prestasi: kewajiban berdasarkan
perikatan yang harus dipenuhi oleh orang yang berhutang)
atas sejumlah uang yang diberikan oleh anak perempuan
pewaris kepadanya.
TAKHARUJ
Penyelesaian:
• sebelum takharuj:
ibu = 1/6;
anak perempuan = ½;
ayah = 1/6 + sisa (usbah) 1/6 = 1/3;
saudara lelaki = 0 terhijab ayah.
• setelah tahkaruj:
anak perempuan = ½ + 1/6 (TAKHARUJ IBU);
ayah = 1/6 + usbah (1/6) = 1/3;
saudara lelaki = dihijab ayah = 0.
TAKHARUJ
• Contoh 2: Pewaris meninggalkan isteri (A) dan 2 anak lelaki (B
dan C).
B membuat perjanjian dengan ibunya, A (yaitu isteri Pewaaris),
agar A mengundurkan diri dari menerima harta warisan karena A
telah menerima pemberian materi dan jasa dari B yang banyak.
Penyelesaian: sebelum takharuj:
A = 1/8 = 2/16; Sisa = 7/8 diberikan kepada B dan C;
B = ½ x 7/8 = 7/16;
C = ½ x 7/8 = 7/16.
Penyelesaian: setelah takharuj:
B = 7/16 + 2/16 (takharuj IBU= 9/16;
C = 7/16.
TAKHARUJ
• Contoh 3: Beberapa ahliwaris mentakharuj /
mengundurkan seorang ahli waris:
• Pewaris meninggalkan suami (A), ibu (B), saudara lelaki
sekandung (C).
• A diundurkan (mutakharaj) oleh B dan C dengan
prestasi mahar yang terhutang kpd pewaris belum
dibayar A (suami kepada Pearis, isteri A).
• Penyelesaian sebelum takharuj:
A (suami) = ½;
B (ibu)= 1/3 (ingat Syafi’i berbeda dengan Hazairin);
C (saudara lelaki sekandung) = sisa = 1/6.
TAKHARUJ
• Penyelesaian setelah takharuj:
• perolehan B dan C seimbang dengan
penerimaannya sebagai ahli waris sebelum
takharuj:
B = ibu = 1/3 = 2/6;
C = saudara lelaki =1/6;
B (ibu) : C (saudara lelaki) = 2/6 : 1/6 atau 2 : 1.
Ibu = 2/3x1/2 (takharuj suami) = 1/3.
Jadi ibu (B) = 1/3 + 1/3 (takharuj suami) = 2/3;
C (saudara lelaki) = 1/3x1/2 (takharuj suami) = 1/6
Jadi C = 1/6 + 1/6 = 1/3
TAKHARUJ
• Beberapa ahli waris mentakharujkan salah
seorang ahli waris: terdapat 3 macam
penyelesaian:
(1) setiap ahli waris yang mentakharujkan
membayar sesuai dengan bagian warisan yang
diterima masing-masing ahli waris.
Misal ahli waris yang mengundurkan diri adalah
anak perempuan (1/2), ibu (1/6) dan ayah (1/6 +
sisa/’usbah (Syafi’i) = 3/6 : 1/6 : 2/6 = 3 : 1: 2.
(1) Setiap ahli waris yang mentakharujkan
mengeluarkan uang yang sama jumlahnya.
(2) Setiap ahli waris yang mentakharujkan dengan
tidak ditentukan jumlah minimal dan maksimal
yang harus mereka bayar kepada mukharaj.
TAKHARUJ
• Contoh 4: takharuj berdasarkan bagian warisan masing-
masing ahli waris.
• Pewaris meninggalkan anak perempuan (A) , ibu (B),
saudara lelaki kandung (C).
• A dan B mentakharujkan C (saudara laki-laki kandung)
dengan imbalan C DIBERI HARTA A dan HARTA B.
• Penyelesaian sebelum takharuj: A= ANAK PEREMPUAN =
½ = 3/6; B = IBU = 1/6; C = SDR KANDUNG LAKI-LAKI =
SISA = 1/3 = 2/6.
• Penyelesaian setelah takharuj: A = ½; B = 1/6. bagian C
(2/6) dibagikan kpd A dan B dengan perbandingan 3/6 :
1/6 = 3:1.
• Jadi A = ½ + ¼ (3/4 X 1/3 = 3/12 = ¼) = ¾.
• B = 1/6 + 1/12 (1/4 X 1/3 = 1/12) = 3/12 = ¼.
TAKHARUJ
• Contoh 5: TAKHARUJ SAMA.
• Pewaris meninggalkan anak perempuan (A), ibu (B), 2 saudara lelaki
kandung (C dan D).
• Para ahli waris (B, C,D) mentakharuj dengan anak perempuan (A)
dengan masing-masing membayar sejumlah uang yang sama
diberikan kepada A.
• Penyelesaian sebelum takharuj:
A = ½;
B = 1/6;
C dan D = sisa = 2/6, C = 1/6; D = 1/6.
• Penyelesaian setelah takharuj:
B (ibu) = 1/6 + 1/6 (1/3 x ½ (bagian anak perempuan) = 1/6) = 2/6
(1/3);
• C (saudara lelaki sekandung) = 1/6 + 1/6 (1/3 x ½ (bagian anak
perempuan) = 1/6)= 1/3;
• D (saudara lelaki sekandung) = 1/6 + 1/6 (1/3 x ½ (bagian anak
perempuan) = 1/6) = 1/3.
TAKHARUJ
• Contoh 6: takharuj tidak ditentukan dalam jumlah
minimal dan maksimal yang harus dibayar kepada
penerima takharaj.
• Pewaris meninggalkan
• suami (A),
• saudara perempuan sekandung (B),
• saudara perempuan seayah (C),
• saudara perempuan seibu (D).
• 3 saudara perempuan mentakharujkan suami (A) tanpa
perjanjian tentang cara pembagian bagian warisan suami
(A) kepada B,C,D.
TAKHARUJ
• Penyelesaian sebelum takharuj (patrilineal
Syafi’i):
• A (suami) = ½ = 4/8 = AWL = 3/8;
• B (saudara perempuan kandung) = ½ = 4/8
=AWL = 3/8;
• C (saudara perempuan seayah) = 1/6 = AWL =
1/8 (takmilah);
• D (saudara perempuan seibu) = 1/6 =1/8 (zul-
fara’id Q. 4: 12g) = ½+1/2+1/6+1/6= 8/6
awl
TAKHARUJ
• Penyelesaian setelah takharuj:
• B (saudara perempuan kandung) = 3/8 + 3/24
(1/3 x 3/8 (bagian A (suami) = 3/24 ) = 9/24 +
3/24 = 12/24 = ½;
• C (saudara perempuan seayah) = 1/8 + 3/24
(1/3x3/8 (bagian A (suami) = 3/24 ) = 3/24 +
3/24 = 6/24 = ¼;
• D (saudara perempuan seibu) = 1/8 + 3/24
(1/3x3/8 (bagian A (suami) = 3/24 ) = 3/24 + 3/24
= 6/24 = ¼.
• KHUNTSA DAN TRANSGENDER
KHUNTSA
• Al-Khantsu: lemah/pecah; jamaknya Kuntsa: orang
yang mempunyai alat kelamin ganda atau tidak
mempunyai alat kelamin sama sekali (FR:482).
• Cara penentuan jenis kelamin:
(i) air seni yang keluar dari alat kelamin (dzkar atau
farj) mana yang terlebih dahulu mengeluarkan air
seni, disebut khuntsa gairu musykil (Hadis
Rasulullah SAW riwayat Ibnu ‘Abbas).
Air seni yang kelaur bersama-sama melalui dua alat
kelamin: khuntsa musykil, termasuk orang yang
tidak mempunyai alat kelamin.
KHUNTSA

(ii) melihat tanda-tanda kedewasaan (ciri-ciri


fisik).
(iii) tes secara medis: chromosome, hormon.
TRANSGENDER
• MEWARIS SESUAI DENGAN JENIS KELAMIN
ASAL
• TRANSGENFER BUKAN KHUNTSA
• MAFQUD
MAFQUD
• Pengertiam mafqud: orang yang sudah lama
pergi meninggalkan tempat tinggalnya tanpa
kabar berita, tanpa diketahui tempat tinggalnya
dan keadaan dirinya apakah masih hidup atau
sudah meninggal.
• Mati haqiqy: hilangnya nyawa seseorang yang
disaksikan oleh seseorang/beberapa orang atau
kematian yang dapat dibuktikan secara medis
atau alat bukti lainnya.
• Mati hukmy: kematian seseorang berdasarkan
keputusan Hakim, baik pada kenyataannya
mungkin ia masih hidup atau memang sudah
mati.  Harta Warisan dapat dibagikan kepada
para ahli waris sejak keputusan Hakim.
MAFQUD
• Mati taqdiry: kematian seseorang tidak
berdasarkan mati haqiqy dan mati hukmy tetapi
berdasarkan dugaan keras bahwa ia telah mati.
Misalnya seorang bayi diduga keras mati ketika
dilahirkan berdasarkan realita bahwa bagian
perut ibunya dianiaya oleh seseorang atau ibunya
dipaksa meminum racun yang dapat
mengakibatkan janin mati dalam rahim.
• Jika mafqud diputuskan Hakim, terdapat
beberapa macam cara penyelesaian:
1. Jika tidak ada keputusan Hakim tentang mafqud
pada sebelum pewaris mati, dapat
menimbulkan keraguan apakah mafqud masih
hidup atau sudak mati.  Penyelesaiannya:
MAFQUD
•  Penyelesaiannya: penerimaan harta warisan
bagi mafqud ditunda sampai batas waktu yang
ditentukan:
(i) Jika setelah batas waktu tersebut ternyata
mafqud masih hidup, maka bagian warisan
diberikan kepadanya.
(ii) Namun jika paa batas waktu maksimal ternyata
mafqud tidak diketahui bahwa ia masih hidup,
maka bagian warisannnya dibagikan kepada
para ahli warisnya.
MAFQUD
• MAFQUD sebagai Pewaris (muwarits): harta warisan
mafqud ditahan sampai ada kepastian bahwa mafqud
ditentukan telah mati, dengan alasan:
(i) asas kematian;
(ii) membagi harta warisan atas ketidak-jelasan status
keberadaan/kehidupan mafqud dapat merugikan
mafqud. Sedangkan kemudaratan / bahaya itu harus
ditolak
• MAFQUD sebagai Ahli Waris (warits):
(i) bagian warisannya ditahan sampai ada kepstian hukum
bahwa mafqud sudah mati;
(ii) membagikan bagian warisannya kepada para ahli
warisnya dengan dasar hukum mati taqdiry (dugaan
keras bahwa mafqud telah mati).
MAFQUD
• Jika ternyata kemudian mafqud masih hidup maka:
(i) jika ia kembali ketika sebelum / setelah mati hukmy
berdasarkan keputusan Hakim, sedangkan bagian
warisannya belum dibagikan kepada para ahli
warisnya, maka mafqud berhak mengambil bagian
warisannya yang ditahan selama ia belum kembali;
(ii) jika mafqud kembali setelah keputusan Hakim dan
setelah seluruh harta warisannya termasuk bagian
warisannya dibagikan kepada para ahli warisnya, maka
ia berhak mengambil bagian harta warisannya yang
tersisa, yaitu harta yang belum digunakan/dihabiskan
oleh para ahli warisnya.
MAFQUD
• Harta warisan yang telah digunakan / rusak oleh para ahli
warisnya, maka para ahli waris tidak dibebani pertanggung-
jawaban untuk melakukan penggantian atas harta warisan
mafqud.
• Penetapan Mafqud maty hukmy:
1. Imam Hanafi dan Syafi’i: samapi orang yang seusia dengan
mafqud telah mati.
2. Imam Malik: 4 tahun dengan mengqiyaskan pada kehamilan
seorang perempuan setelah ditinggal oleh suaminya.
3. Abdul Malik Ibnu-Majisyun: 90 tahun
4. Imam Ahmad: (i) jika kepergiannya dalam kondisi yang
memungkinkan mendapat bahaya, seperti peperangan: 4
tahun; (ii) jika kepergiannya dalam kondisi biasa, misal untuk
menuntut ilmu: berdasarkan keputusan Hakim.
5. UU Mesir: 4 tahun
MAFQUD
• Besar harta warisan mafqud yang boleh ditahan:
1. Jika mafqud berstatus sebagai ahli waris yang DAPAT
MENGHIJAB AHLI WARIS LAIN, misal anak lelaki sebagai
mafqud bersama dengan saudara lelaki sekandung
pewaris, maka pelaksanaan bagian harta warisan ditunda
terlebih dahulu. Jadi saudara lelaki kandung tidak
mendapat bagian harta warisan selama belum ada
kepastian mengenai status mafqud anak lelaki kandung.
 HIJAB HIRMAN
2. Jika mafqud berstatus sebagai ahli waris yang TIDAK DAPAT
menghijab ahli waris lain TETAPI menjadi ahli waris
bersama-sama dengan ahli waris lainnya, maka BAGIAN
AHLI WARIS LAIN TETAP DIBAGIKAN, sedangkan bagian
warisan mafqud ditahan, dan diberikan ketika ia kembali.
MAFQUD
• Pembagian harta warisan yang salah seorang ahli
warisnya mafqud diselesaikan dengan cara
seperti berikut:
1. Pembagian warisan dengan anggapan semua
ahli waris masih hidup;
2. Pembagian warisan dengan anggapan ahli waris
mafqud telah mati;
3. Harat warisan dibagikan berdasarkan perolehan
bagian warisan yang terkecil bagi masing-masing
ahli waris; sisanya ditahan untuk mafqud.
CONTOH KASUSU MAFQUD
• Contoh 1: Pewaris meninggalkan Saudara lelaki
(A) dan Anak Lelaki (B) yang mafqud.
• Penyelesaian ke-1: A= saudara lelaki = terhijab
oleh anak lelaki. B = Anak lelaki = seluruh harta,
asabah.
• Penyelesaian ke-2: B diperkirakan telah mati.
Maka A= saudara lelaki = seluruh harta, asabah.
• Oleh karena A terhijab – hirman oleh B, maka
kepada A (saudara lelaki) tidak diberikan bagian
harta warisannya sampai ada kepastian status
mafqud B.
MAFQUD
• Contoh 2: Pewaris meninggalkan isteri (A), anak
lelaki (B) yang ada / tidak mafqud, dan anak lelaki
(C) yang mafqud.
• Penyelesaian ke-1: A = 1/8; B dan C = sisa = 7/8,
asabah binafsihi, B = 7/16; C = 7/16.
• Penyelesaian Ke-2: diperkirakan C sudah mati: A =
1/8; B = 7/8.
• Bagian warisan terkecil bagi masing-masing ahli
waris adalah penyelesaian ke-1, yaitu A=1/8; B =
7/16; C = 7/16.
MAFQUD
• Bagian warisan A dan B diberikan kepada mereka,
sedangkan bagian warisan C ditahan sampai ada
kepastian hukum.
• Jika telah ada kepastian hukum bahwa C telah
mati, maka bagian C diberikan kepada B.
• Jika ternyata C masih hidup dan bagian
warisannya telah digunakan oleh B dan tersisa
sebesar 7/32, maka C menerima 7/32 tanpa ada
hak untuk menuntut B agar mengembalikan
bagian warisannya yang telah digunakan oleh B.
MAFQUD
• Contoh 3: Pewaris meninggalkan Ayah (A)
isteri (B), anak perempuan (C), dan cucu
perempuan melalui anak lelaki (D) yang
mafqud.
• Penyelesaian ke-1: jika mafqud diperkirakan
masih hidup: A = 1/6 = 4/24; B= 1/8 = 3/24; C
= ½ = 12/24; D = 1/6 = 4/24(takmilah) 
jumlah seluruhnya 23/24  radd A= 4/23; B =
3/23; C = 12/23; D = 4/24.
MAFQUD
• Penyelesaian ke-2: jika mafqud diperkirakan
sudah mati: A = 1/6 = 4/24; B= 1/8 = 3/24; C = ½ =
12/24;  jumlah seluruhnya 19/24  radd A=
4/19; B = 3/19; C = 12/19.
• Bagian warisan yang terkecil adalah A= 4/23; B =
3/23; C = 12/23; D = 4/24.
• Jika D ternyata telah mati, maka bagian D sebesar
4/24 diberikan kepada ayah (A) saja dengan
alasan jika D tidak ada maka kedudukan A sebagai
zul-fara’id merangkap ‘asabah.
MAFQUD
• Mafqud berstatus sebagai Ahli Waris yang
menghijab Ahli Waris lain:
pembagian HW ditunda sampai ada kepastian
hukum keadaan Mafqud.
• Mafqud berstatus sebagai Ahli Waris yang tidak
menghijab Ahli Waris lain:
(i) bagian warisan Mafqud ditahan, bagian warisan
ahli waris lain dibagikan.
(ii) Jika Mafqud telah dipastikan mati, maka bagian
warisannya dibagikan kembali kepada para ahli
waris lain yang berhak.  harus diketahui waktu
ia dinyatakan mati, apakah sebelum Pewaris atau
setelah Pewaris.
MATI DALAM WAKTU YANG SAMA
MATI DALAM WAKTU YANG SAMA
1. Di antara mereka tidak dapat saling mewaris
sama lain.
Yang dapat mewaris hanya para ahli waris yang masih
hidup saja (Pasal 3 UU Warisan Mesir 1943):
“Apabila kedua orang mati tidak diketahui siapakah di
antara mereka yang mai terlebih dahulu, baik
kematian keduanya dalam sau peristiwa atau tidak,
maka di anattar mereka tidak saling mewaris.”
Dasar hukum: Abu Bakar Shdiddiq r.a sepulang perang
Yamamah, dan Umar Bin Khattab ketika korban
penyakit Tha’un).
2. Di antara mereka saling mewaris
(Ali Bin Abi Thalib)
ORANG YANG MATI BERSAMAAN
• Orang yang mati secara bersamaan: dua orang atau lebih yang
di antara mereka berhak saling mewaris, mialnya anak dengan
ayah kandungnya, terdapat 2 pendapat:
1. Salah seorang dari mereka tidak mewaris dari yang lainnya,
misalnya “anak” tidak mewaris dari ayahnya, dengan alasan
bahwa kematian mereka tidak jelas mana yang meninggal
dunia terlebih dahulu.  Tetapi saat ini sudah terdapat alat-
alat medis yang dapat mendeteksi / menduga kematian
seseorang terjadai pada waktu/jam berapa. Jadi harta warisan
anak dan ayah tersebut diwarisi oleh masing-masing ahli
warisnya.
2. Fuqaha ada yang berpendapat di antara mereka dapat aling
mewaris yaitu untuk menentukan bagian warisan bagi ahli
waris dari masing-masing pewaris.
ORANG YANG MATI BERSAMAAN
1. TIDAK DAPAT SALING MEWARIS: yang dapat menjadi ahli waris
hanya para ahli waris masing-masing yang masih hidup, contoh
UU Mesir. Alasan:
a. Berdasarkan atsar riwayat Khariyah bin Zaid bin Tsabit: Abu
Bakar Sdddiq memerintahkan pembagian harta warisan para
korban perang Yamamah yang dibagikan kepada keluArga
korban yang masih hidup, dan tidak membagikan kepada
korban yang satu dan lainnya yang mempunyai hubungan
mewaris.
b. Asas kematian sebagai unsur mewaris antara pihak yang mati
dengan pihak yang mati lainnya dalam keadaan yang tidak
diketahui secara pasti siapa yang lebih dulu mati.
c. Dengan demikian dianggap keduanya mati secara bersama
dalam waktu yang sama.
ORANG YANG MATI BERSAMAAN
2. Di antara orang yang mati bersamaan itu dapat saling
mewaris  Ali bin Abi Thalib.
Contoh 1: Suami (A) dan isteri (B) mati bersama-sama dan
meinggalkan seorang anak lelaki (C). Suami mempunyai
harta Rp.40,000,000.00. Isteri mempunyai harta
Rp.40,000,000.00
Penyelesaian menurut Zaid bin Tsabit:
C = menerima seluruh harta warisan A (ayahnya)
C = menerima seluruh harta warisan B (ibunya)
A (suami) tidak menjadi ahli waris isteri (B), dan B (isteri)
tidak menajdi ahli waris suami (A).
ORANG YANG MATI BERSAMAAN
Penyelesaian menurut Ali bin Abi Thalib:
A = suami = ¼ harta warisan ISTERI, B = ¼ X
Rp.40 jta = Rp.10.juta
B = isteri = 1/8 harta warisan SUAMI, A = 1/8 X
Rp.40.juta = Rp.5.juta
Harta warisan A, suami = Rp.40.juta – Rp.5.juta
= Rp.35.juta + Rp.10.juta = Rp.45.juta
Harta warisan B, isteri = Rp.40.juta – Rp.10.juta
= Rp.30.juta + Rp.5.juta = Rp.35.juta.
ORANG YANG MATI BERSAMAAN
• Contoh 2: dua orang bersaudara A dan B mati bersama
karena kecelakaan. Mereka meninggalkan ibu (C) dan
masing-masing mempunyai seorang anak perempuan
(D) dan (E). Masing-masing meninggalkan harta
warisan Rp.12.juta
Penyelesaian menurut Zaid bin Tsabit: Pembagian
warisan bagi Pewaris A: C = ibu = 1/6 = 2/12 = 2/8 = ¼ =
Rp.3.juta; D = ½ = 6/12 = 6/8 = ¾ = Rp.9.juta radd
8/12.
• Pembagian warisan bagi Pewaris B: C = ibu = 1/6 = 2/12
= 2/8 = ¼ = Rp.3.juta; E = ½ = 6/12 = 6/8 = ¾ =
Rp.9.juta radd 8/12.
ORANG YANG MATI BERSAMAAN
• Penyelesaian menurut Ali bin Abi Thalin:
1. A dianggap mati lebih dulu dari B: C = ibu = 1/6 = 2/12 =
Rp.2.juta; D = anak perempuan A = ½ = 6/12 = Rp.6.juta; sisa
= 4/12 = Rp.4.juta diberikan kepada B sebagai ‘asabah.
2. B dianggap mati lebih dulu dari B: C = ibu = 1/6 = 2/12 =
Rp.2.juta; E = anak perempuan A = ½ = 6/12 = Rp.6.juta; sisa
= 4/12 = Rp.4.juta diberikan kepada A sebagai ‘asabah.
3. Harta warisan A = Rp.4 juta dibagikan kepada ibu A = 1/6 =
2/12 = 2/8 = ¼ = Rp.1.juta; D = ½ = 6/12 = 6/8 = 3/4 =
Rp..3juta radd 8/12.
Ibu A = Rp.2.juta + Rp. 1juta = Rp.3.juta.
D = anak perempuan = Rp.6.juta + Rp.3.juta = Rp.9.juta
MATI DALAM WAKTU YANG SAMA
• Contoh: Suami (A), iateri (B) meninggal bersama-sama
meninggalkan seorang anak lelaki (C). HW A = 4 M; HW B = 4 M
1. Zaid Bin Tsabit: anak lelaki (C) menerima seluruh HW sebagai
‘asabah ayahnya (A); dan C menerima seluruh HW B (ibynya)
sebagi ‘asabah
2. Ali Bin Thalib:
(i) A (suami) = ¼ Bagian HW Isteri (B) = ¼ X 4M = 1 M;
(ii) Isteri = 1/8 Bagian HW suami (A) = 1/8 X 4M = 500Juta.
(iii) HW A seluruhnya = 4M – 500Juta = 3,5M + 1M = 4,5M;
(iv) HW B seluruhnya = 4M-1M = 3M+500Juta = 3,5M.
(v) Anak lelaki (C) mendapat warisan dari ayahnya + 4,5M;
(vi) C mendapat warisan dari ibunya = 3,5M = 8M
ANAK HASIL ZINA
DAN
ANAK LI’AN
ANAK HASIL ZINA DAN ANAK LI’AN
• Pasal 186 KHI dan Penjelasannya; anak hasil zina
hanya dapat saling mewaris dengan ibunya dan
kelaurga ibunya saja.
• Zaid Bin Tsabit: HW Anak Hasil Zina dan Anak
Li’an meninggalkan ibunya saja = 1/3 HW, sisa
diberikan ke Baitul-Mal (ingat Radd yang
difahami Zaid Bin Tsabut).
• Jika AHZ atau Anak Li’an meninggalkan saudara-
saudara seibu = 1/3 HW (Q.4:12h)
ANAK HASIL ZINA DAN ANAK LI’AN
• Ali Bin Abi Thalib, Umar Bin Khatab, Ibnu Mas’ud:
asabah AHZ atau Alnak i’an adalah asabah ibunya:
AW lelaki (asabah) yang berhak mewarisi ibunya =
berhak menerima sisa HW AHZ atau Anak Li’an.
• Contoh 1: Perempuan (meninggal) meninggalkan
AW: IBU, Anak Lelaki HZ, 2 saudara kandung:
IBU = 1/6;
Anaka Lelak HZ = sisa HW = 5/6, asabah;
2 saudara peempuan sekandung mhajub oleh AHZ.
Contoh kasus
• Contoh 2: Pewaris (Lelaki) meninggalkan IBU,
AYAH, Saudara Perempuan Kandung, Anak
Lelaki HZ:
IBU = 1/3;
Ayah = sisa HW; (Saudara terhijab oleh ayah) 
pewaris tidak kalalah
AHZ = bukan ahl waris (bukan AW ayah
Biologis)
ANAK HASIL ZINA DAN ANAK LI’AN
• Contoh : Pewaris AHZ meninggalkan ahli
waris: IBU, 2 Saudara Lelaki Seibu, 2 Saudara
Seayah:
• IBU = 1/6;
• 2 Saudara Lelaki Seibu = 1/3;
• 2 Saudara Seayah = bukan ahli waris AHZ.
ASIR: ORANG TAWANAN
MUSUH
ASIR: ORANG TAWANAN MUSUH
• Asir: seseorang yang ditawan usuh dalam
peperangan, yang tidak diketahui lokasi ia
ditawan, sehingga tidak diketahi pula apakah
ia masih hidup atau sudah mati = mafqud.
• Apabila diketahui lokasi dan keadaan orang
ang ditawan = tidak terjadi masalah
kewarisan, karena sudah jelas dapat diketahui
keaddan orang yang ditawan.
MASALAH AKTUAL DALAM
MASYARAKAT
MASALAH AKTUAL DALAM
MASYARAKAT
1. PEMBAGIAN HARTA WARISAN SUAMI POLIGAMI
2. WASIAT, WASIAT WAJIBAH bagi:
a. ANAK ANGKAT,
b. ANAK TIRI/ORANG-TUA TIRI,
c. KELUARGA SESUSUAN;
d. ANAK HASIL ZINA / ANAK LUAR KAWIN: PUTUSAN MK
NO. 46/PUU-VIII/2010, 12 FEBRUARI 2012, FATWA MUI
NO. 11, 10 MARET 2012;
e. PERBEDAAN AGAMA: FATWA MUI.
3. PERKAWINAN CAMPURAN
PRINSIP HARTA MENURUT HUKUM
ISLAM
• ASAS KEPEMILIKIAN INDIVIDUAL
• SURAH AL-NISA: 32:
1. BAGI LAKI-LAKI MEMPEROLEH HARTA
SEBESAR YANG DIUSAHAKANNYA
2. BAGI LAKI-LAKI MEMPEROLEH HARTA
SEBESAR YANG DIUSAHAKANNYA
PEMBAGIAN HARTA BERSAMA
PEWARIS (SUAMI) POLIGAMI: KE-1
• SUAMI PENCARI NAFKAH SENDIRI:
• AMINAH - BUDI = MENIKAH PADA TAHUN 1990, PUNYA
ANAK LELAKI DEDI
• BUDI PADA 2000 MENIKAH LAGI DENGAN CANTIK, PUNYA
ANAK PEREMPUAN ENDANG
• 2010 BUDI MENINGGAL
CARA PERTAMA:
• HARTA BERSAMA 1990 – 2000 = AMINAH DAN BUDI =
RP.1.000.000.000,-
• HARTA BERSAMA DIBAGI 2:
1. AMINAH = RP.500.000.000,-
2. BUDI = RP.500.000.000,-  HARTA WARISAN
PEMBAGIAN HARTA BERSAMA
PEWARIS (SUAMI) POLIGAMI: KE-1
• HARTA YANG DIPEROLEH 2000-2010 =
RP.1.500.000.000
• HARTA YANG DIPEROLEH 2000-2010 =
RP.1.500.000.000 DIBAGI 3
1. AMINAH RP. 500.000.000,-,
2. BUDI RP. 500.000.000,-,
3. CANTIK RP. 500.000.000,-,
PEMBAGIAN HARTA BERSAMA
PEWARIS (SUAMI) POLIGAMI: KE-1
• HARTA AMINAH = RP. RP.500.000.000 + RP.500.000.000 =
RP.1.000.000.000,-.
• HARTA CANTIK = RP.500.000.000,-
• HARTA BUDI (PEWARIS) = RP.500.000.000 + RP.500.000.000
= RP.1.000.000.000,-
• ISTERI = AMINAH + CANTIK = 1/8 X RP.1.000.000.000,-=
RP.125.000.000; -
AMINAH = ½ X RP.125.000.000,- = RP.62.500.000,- CANTIK =
RP.62.500.000,-
• SISA = RP.875.000.000,- DIBAGIKAN kepada DEDI dan
ENDANG = 2 : 1
• DEDI = 2/3 X RP.875.000.000,- = RP.583.333.333,-
• ENDANG = 1/3 X RP.750.000.000,- = RP.291.666.666,-
HASIL AKHIR: METODE KE-1
• AMINAH = RP.1.000.000.000,- + RP.62.500.000
= RP.1.062.500.000,-
• CANTIK = RP.500.000.000,- + RP.62.500.000
=RP.562.500.000
• DEDI = RP.583.333.333,-
• ENDANG = RP.291.666.666,-
PEMBAGIAN HARTA BERSAMA
PEWARIS (SUAMI) POLIGAMI: KE-2
CARA KEDUA:
• HARTA BERSAMA 1990 – 2000 = AMINAH
DAN BUDI = RP.1.000.000.000,-
• HARTA BERSAMA DIBAGI 2:
1. AMINAH = RP.500.000.000,-
2. BUDI = RP.500.000.000,-  HARTA WARISAN
PEMBAGIAN HARTA BERSAMA
PEWARIS (SUAMI) POLIGAMI: KE-2
• HARTA BERSAMA YANG DIPEROLEH 2000-2010 =
RP.1.500.000.000
• HARTA YANG DIPEROLEH 2000-2010 =
RP.1.500.000.000 DIBAGI SEPERTI BERIKUT:
1. PERKAWINAN AMINAH – BUDI = 20 TAHUN
2. PERKAWINAN BUDI - CANTIK = 10 TAHUN
3. PERKAWINAN AMINAH – BUDI = 20 TAHUN
BERBANDING PERKAWINAN BUDI - CANTIK = 10
TAHUN = 20 TAHUN : 10 TAHUN atau 20 : 10
atau 2 : 1
PEMBAGIAN HARTA BERSAMA
PEWARIS (SUAMI) POLIGAMI : KE-2
4. HARTA BERSAMA BUDI – AMINAH = 2/3 X
RP.1.500.000.000,- = RP.1.000.000.000,
a. AMINAH = 1/2 X RP.1.000.000.000 =
RP.500.000.000,-
b. BUDI = 1/2 X RP.1.000.000.000 =
RP.500.000.000,- HARTA WARISAN
PEMBAGIAN HARTA BERSAMA
PEWARIS (SUAMI) POLIGAMI : KE-2
5. HARTA BERSAMA BUDI – CANTIK = 1/3 X
RP.1.500.000.000,- = RP.500.000.000,-
a. CANTIK = 1/2 X RP.500.000.000,- =
RP.250.000.000,-
b. BUDI = 1/2 X RP.500.000.000,- =
RP.250.000.000,- HARTA WARISAN
PEMBAGIAN HARTA BERSAMA
PEWARIS (SUAMI) POLIGAMI : KE-2
1. HARTA AMINAH sebagai Bagian Harta
Bersama = RP.500.000.000 + RP.500.000.000 =
RP.1.000.000.000,-
2. HARTA CANTIK sebagai Bagian Harta Bersama
= RP.250.000.000,-
3. HARTA WARISAN BUDI = RP.500.000.000,- +
RP.500.000.000 + RP.250.000.000,- =
RP.1.250.000.000,- yang belum dibagikan
kepada para Ahli Waris
PEMBAGIAN HARTA BERSAMA
PEWARIS (SUAMI) POLIGAMI : KE-2
HARTA WARISAN BUDI = RP.1.250.000.000,-
1. AMINAH + CANTIK = 1/8 X RP.1.250.000.000,- =
RP.156.250.000,-; AMINAH = 1/2X RP.156.250.000,- =
RP.78.125.000,- ; CANTIK = 1/2X RP.156.250.000,- =
RP.78.125.000,-
2. SISA = RP.1.250.000.000,- - RP.156.250.000,- =
RP.1.093.750.000,- DIBAGIKAN KEPADA DEDI DAN
ENDANG
3. DEDI dan ENDANG = SISA = RP.1.093.750.000,-
4. DEDI : ENDANG = 2 : 1
a. DEDI = 2/3 X RP.1.093.750.000,- = RP.729.166.666
b. ENDANG = 1/3 X RP.1.093.750.000,- = RP.364.583.333,-.
HASIL AKHIR: METODE KE-2
1. AMINAH = RP.1.000.000.000,- +
RP.78.125.000 = RP.1.078.125.000,-
2. CANTIK = RP.250.000.000,- + RP.78.125.000 =
RP.328.125.000,-
3. DEDI = RP.729.166.666
4. ENDANG = RP.364.583.333,-.
PERBANDINGAN HASIL AHKIR
HASIL AKHIR: METODE KE-1 HASIL AKHIR: METODE KE-2
• AMINAH (isteri Ke-1) = • AMINAH (isteri Ke-1) =
RP.1.000.000.000,- + RP.1.000.000.000,- +
RP.62.500.000 = RP.78.125.000 =
RP.1.062.500.000,- RP.1.078.125.000,-
• CANTIK (isteri Ke-2) = • CANTIK (isteri Ke-2) =
RP.500.000.000,- + RP.250.000.000,- +
RP.62.500.000 RP.78.125.000 =
=RP.562.500.000 • RP.328.125.000,-
• DEDI = RP.583.333.333,- • DEDI = RP.729.166.666
• ENDANG = • ENDANG =
RP.291.666.666,- RP.364.583.333,-.
PROF. AHMAD AZHAR BASYIR:
DALAM ISLAM:
• PEMBAGIAN HARTA BERSAMA TERGANTUNG
KEPADA BESARNYA USAHA MASING-MASING
SUAMI ISTERI.
1. JIKA USAHA SUAMI LEBIH BESAR HASILNYA,
MAKA BAGIAN SUAMI LEBIH BESAR
2. JIKA USAHA ISTERI LEBIH BESAR HASILNYA,
MAKA BAGIAN ISTERI LEBIH BESAR.
• JADI TIDAK PASTI HARUS SEPERDUA BAGI
MASING-MASING SUAMI ISTERI
PEMBAGIAN HARTA BERSAMA YANG DIPEROLEH
ISTERI dalam MASA PERKAWINAN MASING-MASING
apabila TIDAK ADA PERJANJIAN PERKAWINAN
• HARTA BERSAMA ATAS • HARTA BERSAMA ATAS
USAHA ISTERI KE-1: USAHA ISTERI KE-2:
1. 1/2 HAK ISTERE KE-1 1. 1/2 HAK ISTERE KE-2
(sebagai Bagian Harta (sebagai Bagian Harta
Bersama Pasal 96 KHI); Bersama Pasal 96 KHI);
2. 1/2 HAK SUAMI 2. 1/2 HAK SUAMI
(PEWARIS)  HARTA (PEWARIS)  HARTA
WARISAN SUAMI WARISAN SUAMI
WASIAT, WASIAT WAJIBAH
a. ANAK ANGKAT,
b. ANAK TIRI/ORANG-TUA TIRI,
c. KELUARGA SESUSUAN;
d. ANAK HASIL ZINA / ANAK LUAR KAWIN:
PUTUSAN MK NO. 46/PUU-VIII/2010, 12
FEBRUARI 2012, FATWA MUI NO. 11, 10
MARET 2012;
e. PERBEDAAN AGAMA: FATWA MUI.
ANAK LUAR KAWIN
PUTUSAN MK NO. 46/PUU-VIII/2010
• PASAL 186 KHI
ANAK HASIL ZINA:
FATWA MUI No. 11 Tahun 2012
1. Paal 186 KHI:
2. FATWA MUI No. 11 Tahun 2012 Tentang Kedudukan Anak
Hasil Zina dan Perlakuan Terhadapnya, 10 Maret 2012.
a. Anak Hasil Zina tidak mempunyai hubungan nasab, wali nikah,
waris dengan lelaki yang menyebabkan ia dilahirkan.
b. Anak Hasil Zina tidak menanggung dosa orang perzinaan yang
oleh orang yang menyebabkan ia dilahirkan.
c. Pemerintah (Hakim) dapat hukuman ta’zir kepada lelaki pezina
yang mengakibatkan lahirnya anak, dengan mewajibkannya:
(i) Mencukupi kebutuhan anak;
(ii) Memberikan harta setelah ia meninggal melalaui wasiat
wajibah.
(Lihat Tesis Neng Djubaedah: Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam
di Kapbupaten Pandeglang, Banten, FHUI, 2000)
ANAK TIRI
• SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NO. 7 TAHUN
2012, tanggal 12 September 2012:
• Rumusan ke-5:
RUMUSAN HASIL RAPAT KAMAR AGAMA MAHKAMAH
AGUNG R I TANGGAL 3 s/d 8 mei 2012, angka 19:
Anak Tiri yang dipelihara sejak kecil BUKAN SEBAGAI
AHLI WARIS, tetapi dapat diberi Harta Warisan
berdasarkan WASIAT WAJIBAH.
(Lihat Tesis Neng Djubaedah: Pelaksanaan Hukum
Kewarisan Islam di Kapbupaten Pandeglang, Banten,
FHUI, 2000)
FATWA MUI No. 5/MUNAS VII/MUI/2005
TENTANG KEWARISAN BEDA AGAMA:
1. Hukum waris Islam tidak memberikan hak
saling mewaris antar orang-orang yang
berbeda agama (antara muslim dengan non-
muslim).
2. Pemberian harta antar orang yang berbeda
agama hanya dapat dilakukan dalam bentuk
hibah, wasiat dan hadiah.
TAKHARUJ
• TAKHARUJ = perjanjian mengundurkan salah
seorang AW dalam menerima bagian HW
dengan memberikan Prestasi, baik berasal
dari orang yang mengundurkan dirinya atau
berasal dari HW yang akan dibagikan.
TAKHARUJ
• Pasal 189 KHI:
1) Bila harta warisan yang akan dibagi berupa lahan
pertanian yang luasnya kurang dari 2 hektar,
supaya dipertahankan kesatuannya sebagaimana
semula, dan dimanfaatkan untuk kepentingan
bersama para ahli waris yang bersangkutan.
2) Bila ketentuan tersebut pada ayat (1) pasal ini tidak
dimungkinkan karena di antara para ahli waris yang
bersangkutan ada yang memerlukan uang, maka
lahan tersebut dapat dimiliki oleh seorang atau
lebih ahli waris dengan cara membayar harganya
kepada ahli waris yang berhak sesuai dengan
bagiannya masing-masing.
MUNASAKHAH
• PENGERTIAN: memindahkan bagian ahli waris
(Pewaris Ke-2) yang meninggal sebelum Pembagian
Harta Warisan Pewaris Ke-1 Dilaksanakan, kepada
ahli waris.
Contoh:
• Pewaris meninggalkan ahli waris 1 orang anak lelaki
(A), 1 orang anak perempuan (B).
• Sebelum harta warisan Pewaris Ke-1 dibagikan, A
meninggal dunia.
• Maka bagian harta warisan yang seharusnya diterima
A karena ia telah meninggal sebelum HW dibagikan,
HW peningggalan A (Pewaris Ke-2) dibagikan kembali
kepada ahli waris A, yaitu saudara perempuannya B.
HIBAH
• RUKUN HIBAH:
1. PEMBERI HIBAH: ORANG YANG
MEMBERIKAN BARANG DENGAN CARA
MENGHIBAHKAN ketika mash hidup
2. PENERIMA HIBAH: ORANG YANG MENERIMA
HARTA YANG DIHIBAHKAN ketika mash hidup
3. HARTA HAK MILIK PEMBERI HIBAH
HIBAH
• Pasal 210 KHI
(1) Orang yang telah berumur 21 tahun, berakal
sehat, dan tanpa adanya paksaan dapat
menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3
harta bendanya kepada orang lain atau
lembaga dihadapan dua orang saksi (Akta
Notaris) untuk dimiliki.
(2) Harta benda yang dihibahkan harus
merupakan hak dari penghibah.
TRANSAKSI HIBAH: PASAL 692 KHES
(1) Suatu transaksi hibah dapat terjadi dengan
adanya IJAB dan KABUL
(2) Kepemilikan (harta hibah) menjadi sempurna
setelah barang hibah diterima oleh Penerima
Hibah
PASAL 694 KHES:
Transaksi Hibah dapat terjadi dengan suatu
TINDAKAN, seperti seseorang PENGHIBAH
memberikan SESUATU dan DITERIMA oleh
PENERIMA HIBAH  TENTUNYA HARUS DI
HADAPAN DUA ORANG SAKSI
IJAB HIBAH: PASAL 693 KHES
• IJAB dalam HIBAH dapat dinyatakan dengan
kata-kata (lisan), tulisan, atau isyarat yang
mengandung arti beralihnya kepemilikan
harta secara hibah.
HIBAH ORANG YANG SEDANG SAKIT
KERAS kepada ORANG LAIN
• Pasal 731 KHES:
Jiak (i) seseorang YANG TIDAK MEMPUNYAI AHLI
WARISA (ii) MENGHIBAHKAN SELURUH HARTA
HARTA KEKAYAANNYA (iii) KEPADA ORANG LAIN (iv)
ketika SEDANG MENDERITA SAKIT KERAS (v) lalu
MENYERAHKAN HIBAH itu, maka HIBAH adalah
SAH, dan (vi) baitul-mal (Balai harta Peninggalan)
tidak mempunyai hak untuk campur tangan
dengan barang (harta) peninggalan tersebut
setelah yang bersangkutan (pemberi hibah)
meninggal.
HIBAH ORANG YANG SEDANG SAKIT
KERAS kepada SUAMI /ISTERI
• Pasal 732 KHES:
Jika SUAMI yang tidak mempunyai keturnan. Atau seorang ISTERI
yang tidak mempunyai keturnan dari SUAMINYA, m
MENGHIBAHKAN SELURUH KEKAYAANNYA KEPADA ISTERI atau
SUAMI, KETIKA salah seorang dari mereka sedang menderita
SAKIT KERAS, dan lalu menyerahkannya, (maka) penerima hibah
itu adalah sah, dan baitul-mal (Balai harta Peninggalan) tidak
mempunyai hak untuk campur tangan dengan harta peninggalan
dari salah seorang dari mereka (pemberi hibah) meninggal.
DILIHAT dari Hukum Kewarisan Islam: SUAMI / ISTERI adalah AHLI
WARIS.
SISA HARTA WARISAN: HAZAIRIN : DIRADKAN KEPADA SUAMI
/ISTERI.
IMAM SYAFI’ & KHI: BAITUL-MAL
HIBAH ORANG YANG SEDANG SAKIT
KERAS kepada SALAH SEORANG AHLI
WARIS
• Pasal 733 KHES:
Jika seseorang memberi hibah kepada salah seorang Ahli
Warisnya, ketika orang itu sedang sakit keras , dan
kemudianmeninggal, hibah tidak sah kecuali ada
persetujuan dari Ahli Waris yang lain.
Tetapi jika hibah itu diberi dan diserahkan kepada Orang
Lain yang Bukan Ahli Warisnya, dan tidak melebihi 1/3
harta peningglannya, dan Ahli Waris tidak menyetujui
hibah tersebut, hibah itu masih (tetap) sah untuk 1/3
harta peninggalan, dan orang yang diberi hibah harus
mengembalikan kelebihannya.
HIBAH KEPADA ORANG LAIN
• Pasal 213 KHI:
Hibah yang diberikan pada saat Pemberi Hibah
dalam keadaan sakit yang terdekat dengan
kematian, harus mendapat persetujuan dari
Ahli Warisnya
HIBAH ORANG TUA KEPADA ANAKNYA
• Pasal 211 KHI:
Hibah dari rang tua kepada anaknya dapat
diperhitungkan sebagai warisan.
• Pasal 212 KHI:
Hibah tidak dapat ditarik kembali, kecuali hibah
orang tua kepada anaknya.
HAL-HAL LAIN DALAM HUKUM
KEWAISAN ISLAM
• PEWARIS TIDAK MENINGGALKAN AHLI WARIS:
BAITUL - MAL
• PENGGANTIAN KELAMIN: UU No. 23 Tahun
2006 jo. UU No. 24 Tahun 2013
• PENYEMPURNAAN KELAMIN
• MAFQUD
PMNA NO. 3 / 1997:
UNTUK TIONGHOA
PMNA NO. 3 / 1997: UNTUK
TIONGHOA
• Surat ma no MA/kumdil//171/V/K/1991, 8 MEI
1991  MENUNJUK SE Direktorat Agraria
Direktorat Pendaftaran Tanah (Kaaste) NO.
Dpt/12/63/12/69 20 des 1969:
1. gol keturun Eropah dIbUat oleh Notaris
2. Gol Penduduk Asli Surat Keterangan oleh Ahli
Waris, disakiskan oleh Lurah/Desa dan diketahui
oleh Camat
3. Gol Tiong Hoa oleh Notaris;
4. Gol Timur asing Bukan Tionh Hoa oleh Balai
Harta Peminggalan.
Wallahu ‘alam bishawab
• Wassalamu ‘alaikum
• Warahmatullahi wabarakatuh

Anda mungkin juga menyukai