Anda di halaman 1dari 16

MODUL

HUKUM KEWARISAN PERDATA DAN ISLAM

MODUL
PERKULIAHAN KE EMPAT

DISUSUN OLEH
I Gede Hartadi Kurniawan SE,SH,M.Kn

UNIVERSITAS ESA UNGGUL


2020

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
0 / 16
TOPIK

A. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan

Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa mampu :


1. Mahasiswa lebih memahami pembagian waris untuk kedua orang tua
pewaris
2. Mahasiswa mengerti pembagian golongan hukum waris perdata

B. Uraian dan Contoh


Dalam sesi ini pembahasan pembagian waris untuk salah satu orangtua kandung
yang masih hidup berikut juga pembagian nya untuk saudara kandung .Adapun
pasal yang mengatur adalah Pasal 855 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata . Isi
dari pasal tersebut adalah :
Pasal 855
Bila seseorang meninggal tanpa meninggalkan keturunan dan suami atau isteri,
dan bapak atau
ibunya telah meninggal lebih dahulu daripada dia, maka bapaknya atau ibunya
yang hidup
terlama mendapat separuh dan harta peninggalannya, bila yang mati itu
meninggalkan saudara
laki-laki atau perempuan hanya satu orang saja; sepertiga, bila saudara laki-laki
atau perempuan
yang ditinggalkan dua orang; seperempat bagian, bila saudara laki-laki atau
perempuan yang
ditinggalkan lebih dan dua. Sisanya menjadi bagian saudara laki-laki dan
perempuan tersebut.

Contoh soal dari pasal diatas dijabarkan dibawah ini :


1. Pewaris meninggalkan seorang Ibu kandung yang masih hidup yaitu A dan
seorang saudara kandung laki laki yaitu B. Bagaimana pembagian harta
peninggalan dari pewaris ?

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
1 / 16
Jawab :
A = 1/2
Maka sisa harta peninggalan adalah bagian B yaitu 1/2

2. Pewaris meninggalkan Ayah Kandung yang masih hidup yaitu A dan 2


orang saudara kandung yaitu B (laki-laki) dan C ( perempuan). Bagaimana
pembagian harta peninggalan dari pewaris ?
Jawab :
A = 1/3
Sisa harta peninggalan yaitu = 1 – 1/3
= 3/3 – 1/3 = 2/3
Maka bagian B yaitu = 2/3 x 1/2 = 2/6
Bagian C yaitu = 2/3 x 1/2 = 2/6
Resume : A = 1/3 = 2/6
B = 2/6
C = 2/6
_____________________________ +
Total = 6/6 = 1
3. Pewaris meninggalkan seorang Ibu kandung yang masih hidup yaitu A dan
4 saudara kandung yaitu B (laki-laki), C (laki-laki ), D (perempuan ) dan E
(perempuan). Bagaimana pembagian harta peninggalan dari pewaris ?
Jawab :
A = 1/4
Pembagian sisa harta peninggalan = 1 - 1/4
= 4/4 - 1/4
= 3/4
Maka bagian B = 3/4 x 1/3 = 3/12
C = 3/4 x 1/3 = 3/12
D = 3/4 x 1/3 = 3/12

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
2 / 16
Resume A = 1/4 = 3/12
B = 3.12
C = 3/12
D = 3/12
_________________________________________+
Total = 12/12
=1

Ketentuan ketentuan KUHPerdata yang juga berkaitan dengan waris adalah


sebagai berikut:

1. Status istri kedua dan anak-anaknya tidak diakui. Karena KUHPerdata


menganut asas monogami dalam perkawinan (pasal 27 KUHPer), maka
kedudukan atau status dari istri kedua tidak diakui menurut ketentuan
KUHPerdata. Dengan demikian istri kedua serta anak-anaknya tidak berhak
menjadi ahli waris dari ayah Saudara.

2. Perjanjian atau kesepakatan pemberian bagian tertentu dari harta warisan


kepada istri kedua dan anak-anaknya diakui. Seluruh ahli waris dapat
memperjanjikan bahwa mereka akan membagi atau menghibahkan sebagian harta
waris yang mereka terima kepada istri kedua serta anak-anaknya. Hal ini
dimungkinkan karena menurut KUHPerdata, suatu perjanjian berlaku sebagai
undang-undang oleh para pihak yang membuatnya (pasal 1320). Namun, jika ada
ahli waris yang tidak setuju dengan pembagian tersebut, maka dia dapat
memohonkan pembatalan perjanjian itu.

3. Anak tiri tidak punya hak waris. Pasal 832 KUHPerdata menyatakan bahwa
yang berhak untuk mewaris adalah keluarga sedarah baik sah maupun luar kawin
dan si suami atau istri yang hidup terlama. Oleh karena ibu kandung Saudara tidak
mempunyai hubungan darah dengan istri kedua dan juga status istri kedua tersebut
tidak diakui menurut KUHPerdata, maka anak-anak dari istri kedua tersebut

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
3 / 16
(anak-anak tiri) tidak dapat menuntut harta milik ibu kandung Saudara yang telah
meninggal.
etentuan hukum waris dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH
Perdata”) menyatakan bahwa keluarga sedarah yang lebih dekat menyingkirkan
atau menutup keluarga yang lebih jauh. Keluarga sedarah tersebut disusun dalam
kelompok yang dikenal dengan Golongan Ahli Waris yang terdiri dari Golongan I,
II, III dan IV, yang diukur menurut jauh dekatnya hubungan darah dengan si
pewaris, di mana golongan yang lebih dekat menutup golongan yang lebih jauh,
sebagai berikut:
Golongan I: Suami/Isteri yang hidup terlama dan anak/keturunannya.
Golongan II: Orang tua dan saudara kandung pewaris.
Golongan III: Keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah orang tua pewaris.
Golongan IV: Paman dan bibi pewaris baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu
atau keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari Pewaris, dan
saudara dari kakek dan nenenk beserta keturunannya sampai derajat keenam
dihitung dari pewaris.
Berdasarkan kasus yang Anda sampaikan, Pewaris A (Nenek) meninggalkan 3
(tiga) orang Ahli Waris Golongan I yaitu ketiga anaknya B, C, dan D. Namun
karena B telah meninggal dunia maka hak warisnya digantikan oleh keturunannya
yaitu F dan G sebagai Ahli Waris karena Penggantian Tempat (bij
plaatsvervulling). Ahli Waris karena Penggantian Tempat diatur dalam Pasal 841
dan 842 KUH Perdata sebagai berikut:
Pasal 841 KUH Perdata
Penggantian memberikan hak kepada orang yang mengganti untuk bertindak
sebagai pengganti dalam derajat dan dalam segala hak orang yang digantikannya.
Pasal 842 KUH Perdata
Penggantian yang terjadi dalam garis lurus ke bawah yang sah, berlangsung terus
tanpa akhir. Penggantian itu diizinkan dalam segala hak, baik bila anak-anak dan
orang yang meninggal menjadi ahli waris bersama-sama dengan keturunan-
keturunan dan anak yang meninggal lebih dahulu, maupun bila semua keturunan
mereka mewaris bersama-sama, seorang dengan yang lain dalam pertalian
keluarga yang berbeda-beda derajatnya.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
4 / 16
Lebih lanjut, J. Satrio dalam bukunya Hukum Waris (hal. 56) menyatakan :
Ahli waris karena penggantian tempat adalah ahli waris yang merupakan
keturunan/keluarga sedarah dari pewaris, yang muncul sebagai pengganti tempat
orang lain, yang seandainya tidak mati lebih dahulu dari pewaris.
Berdasarkan ketentuan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa yang berhak
menggantikan tempat B sebagai ahli waris adalah keturunan sedarahnya, yaitu
kedua anaknya yang bernama F dan G dengan ketentuan mereka secara bersama-
sama bertindak dengan derajat yang sama dan hak yang sama dengan ahli waris
lainnya, yaitu C dan D. Sedangkan E selaku istri dari B atau menantu dari Pewaris
A (Nenek) tidak termasuk sebagai Ahli Waris Pengganti, sebab ia tidak memiliki
hubungan darah dengan pewaris.
Lain halnya jika A (Nenek) meninggal terlebih dahulu dari pada B, maka sebagian
harta warisan akan jatuh ke tangan B. Selanjutnya apabila B meninggal dunia,
maka E juga mendapatkan bagian dari harta peninggalan B dengan kedudukannya
sebagai Ahli Waris Golongan I dari B (istri).
Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata (untuk selanjutnya disebut KUH
Perdata), sebab seseorang menerima warisan karena adanya hubungan
nashab/kekerabatan dan karena perkawinan.
Dalam Pasal 852 KUH Perdata menyatakan :
Anak-anak atau sekalian keturunan mereka, biar di lahirkan dari lain-lain
perkawinan sekalipun, mewarisi dari kedua orang tua, kakek, nenek atau semua
keluarga sedarah mereka selanjutnya dalam garis lurus keatas, dengan tiada
perbedaan antara lelaki atau perempuan dan tiada perbedaan berdasarkan
kelahiran lebih dahulu. Mereka mewarisi kepala demi kepala, jika dengan si
meninggal mereka bertalian keluarga dalam derajat ke satu dan masing-masing
mempunyai hak karena diri sendiri; mereka mewarisi pancang demi pancang, jika
sekalian mereka atau sekadar sebagian mereka bertindak sebagai pengganti.
Dari Pasal 852 KUH Perdata dapat diketahui bahwa yang berhak mewaris adalah
orang yang memiliki hubungan darah atau garis lurus keatas, kebawah, dan
kesamping dengan si pewaris. Disamping itu juga KUH Perdata mengenal adanya
ahli waris karena penunjukan(erfstelling), yang di kelompokan kepada cara

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
5 / 16
pewarisan karena adanya wasiat (testamentair erfrecht) selain pewarisan karena
Undang-undang (wettelijk erfrecht).
Untuk terjadinya pewarisan, diperlukan adanya unsur-unsur sebagai berikut :
a. Adanya orang yang meninggal dunia (erflater) yaitu orang yang meninggalkan
harta warisan dan disebut Pewaris.
b. Adanya orang yang masih hidup (erfgenaam) yaitu orang yang menurut
undang-undang atau testamen berhak mendapatkan warisan dari orang yang
meninggal dunia mereka disebut Ahli Waris.
c. Adanya benda yang di tinggalkan (erftenis, nalatenschap) yaitu sesuatu yang di
tinggalkan oleh pewaris pada saat ia meninggal dunia, yang disebut harta warisan,
wujud harta warisan inibisa berbentik Activa (piutang, tagihan) atau Pasiva
(hutang).
Untuk terjadinya pewarisan, maka si pewaris haruslah sudah meninggal dunia,
sebagaimana di sebutkan dalam Pasal 830 KUH Perdata yang menyatakan
bahwa :
”Pewarisan hanya berlangsung karena kematian”.
Dalam Pasal 831 KUH Perdata menyatakan bahwa :
Apabila beberapa orang antara mana yang satu adalah untuk menjadi waris yang
lain, karena satu malapetaka yang sama, atau pada satu hari, telah menemui
ajalnya, dengan tak dapat diketahui siapakah kiranya yang mati terlebih dahulu,
maka dianggaplah mereka telah meninggal dunia pada detik yang sama, dan
perpindahan warisan dari yang satu kepada yang lain taklah berlangsung
karenanya.

Sedangkan, dalam Pasal 894 KUH Perdata menyatakan bahwa :


Apabila karena satu-satunya malapetaka atau pada hari yang sama si yang
mewariskan, seperti pun si waris, atau penerima hibah, atau sekalian mereka yang
karena suatu pengangkatan waris renteng diperbolehkan, sedianya harus
mengganti mereka, semua itu menemui ajalnya, dengan tak dapat diketahui,
siapakah kiranya yang meninggal lebih dahulu, maka dianggaplah mereka telah
meninggal dunia pada detik waktu yang sama, sehingga pun tak terjadilah suatu
perpindahan hak karena surat wasiat itu.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
6 / 16
Pasal 831 KUH Perdata dan Pasal 894 KUH Perdata menjelaskan bahwa apabila
ada dua orang atau beberapa orang yang meninggal dunia bersama-sama, pada
detik yang sama sehingga sulit untuk di ketahui siapakah yang meninggal terlebih
dahulu, padahal di antara mereka terjadi saling mewarisi (baik karena pewarisan
menururut undang-undang ataupun wasiat), maka perpindahan warisan dari yang
satu kepada yang lain tidaklah berlangsung karenanya atau di antara mereka tidak
terjadi suatu pewarisan.
Sistem pewarisan dimana pewaris dan ahli warisnya meninggal pada saat yang
bersamaan karena suatu malapetaka dan diantara mereka tidak dapat diketahui
siapakah terlebih dahulu yang meninggal adalah tidak dapat terjadinya
perpindahan warisan.
Pasal 831 dan Pasal 894 KUH Perdata merupakan dasar dari tidak dapat
berlangsungnya
suatu pewarisan dikarenakan pewaris dan ahli warisnya meninggal pada saat yang
bersamaan.
Hukum waris Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
Sesuai dengan isi Pasal 830 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata),
atau populernya disebut juga dengan hukum waris perdata barat, ditegaskan
bahwa pembagian harta warisan baru bisa dilakukan kalau terjadi kematian. Jadi
kalau pemilik harta masih hidup, harta yang dimilikinya gak dapat dialihkan
melalui pengesahan prosedur atau ketentuan waris.

Siapa aja yang berhak menjadi ahli waris menurut KUHPerdata?


Pasal 832 menyebutkan orang-orang yang berhak menjadi ahli waris, yaitu:

Golongan I: keluarga yang berada pada garis lurus ke bawah, yaitu suami atau
istri yang ditinggalkan, anak-anak, dan keturunan beserta suami atau istri yang
hidup lebih lama.
Golongan II: keluarga yang berada pada garis lurus ke atas, seperti orang tua dan
saudara beserta keturunannya.
Golongan III: terdiri dari kakek, nenek, dan leluhur.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
7 / 16
Golongan IV: anggota keluarga yang berada pada garis ke samping dan keluarga
lainnya hingga derajat keenam.
Berikut ini adalah cara hitung pembagian harta warisan menurut KUH Perdata.

Suami atau istri dan anak-anak yang ditinggal mati pewaris mendapat seperempat
bagian.
Kalau pewaris belum punya suami atau istri dan anak, hasil pembagian warisan
diberi ke orang tua, saudara, dan keturunan saudara pewaris sebesar seperempat
bagian.
Kalau pewaris gak punya saudara kandung, harta warisan dibagi ke garis ayah
sebesar setengah bagian dan garis ibu sebesar setengah bagian.
Keluarga sedarah dalam garis atas yang masih hidup berhak menerima warisan
sesuai dengan ketentuan yang besarannya setengah bagian.
Dengan kata lain, urutan ahli waris ini dibuat berdasarkan asas prioritas. Selama
Golongan I masih hidup, maka Golongan II gak sah untuk menerima warisan di
mata hukum. Begitu juga selanjutnya, baru setelah Golongan I dan II gak ada,
maka Golongan III yang berhak menerima warisan.

Ketentuan penunjukan dan pencoretan ahli waris


Walau begitu, tetap ada ketentuan yang menjadikan suatu pihak dinyatakan
sebagai ahli waris atau dicoret sebagai ahli waris.

1. Pihak yang menjadi ahli waris secara alami.

Mereka yang ditunjuk sesuai undang-undang, antara lain suami/istri, anak,


kakek/nenek, dan lainnya sebagaimana termasuk dalam Golongan I hingga
Golongan IV. Hak ini disebut dengan ab intestato.
Pihak yang ditunjuk secara khusus sebagai ahli waris sesuai isi wasiat milik
pewaris. Umumnya disebut surat wasiat, surat ini tetap perlu disahkan oleh notaris.
Hak ini disebut dengan testamenter.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
8 / 16
Anak yang masih berada di dalam kandungan. Walau belum dilahirkan, statusnya
bisa disahkan langsung sebagai ahli waris jika diperlukan. Hak ini diperkuat oleh
ketentuan Pasal 2 KUHPerdata.
2. Pasal 838 KUHPerdata menyatakan pihak-pihak yang akan dicoret sebagai ahli
waris jika melakukan tindakan kriminal seperti berikut.

-Melakukan pencegahan untuk mengesahkan atau mencabut surat wasiat.


-Memalsukan, merusak, atau menggelapkan keberadaan surat wasiat.
-Berupaya membunuh atau telah membunuh pewaris.
-Terbukti bersalah berusaha merusak nama baik pewaris.
Hak-hak yang dimiliki ahli waris
Setelah keberadaan ahli waris dapat dipastikan dan disahkan, maka timbullah hak-
hak bagi para ahli waris tersebut, yaitu:
Para ahli waris dapat mengusulkan pemisahan harta warisan yang telah dibagikan.
Berdasarkan Pasal 1066 KUHPerdata, hal ini dapat direalisasikan lima tahun
setelah harta waris dibagikan. Namun, hal ini gak wajib dan hanya bersifat
kesepakatan internal di antara para ahli waris dengan mengikuti ketentuan hukum
yang sah.
Suatu pihak dinyatakan secara alami sebagai ahli waris yang sah yang mana
berhak menerima semua hak warisan berupa harta benda dan piutang dari pewaris.
Namun, sesuai Pasal 833 KUHPerdata, ahli waris tersebut memiliki hak saisine,
yaitu hak untuk mempertimbangkan atau menolak menerima warisan.
Ahli waris berhak meminta penjelasan atau rincian terkait warisan yang
diterimanya. Bentuknya bisa dalam pembukuan yang berisi jenis-jenis hak,
kewajiban, utang, dan/atau piutang dari pewaris. Permintaan ini adalah bagian dari
hak beneficiary sesuai Pasal 1023 KUHPerdata.
Ahli waris pertama berhak untuk menggugat ahli waris kedua atau pihak terkait
lainnya yang menguasai harta warisan yang menjadi bagian dari hak ahli waris
pertama. Hal ini disebut dengan hak hereditas petitio yang diperkuat oleh Pasal
834 KUHPerdata.
Hukum waris adat
Pembagian harta warisan

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
9 / 16
Beragamnya suku di Indonesia tentu aja diikuti dengan beragamnya hukum adat
yang digunakan. Secara garis besar, hukum waris adat di Indonesia terbagi dalam
tiga bagian menurut sistem kekerabatannya, yaitu:

Sistem patrilineal, yang didasarkan pada garis keturunan laki-laki atau ayah.
Hukum adat berdasar sistem patrilineal ini terdapat dalam masyarakat Tanah
Gayo, Alas, Batak, Bali, Papua, dan Timor.
Sistem matrilineal, yang didasarkan pada garis keturunan perempuan atau ibu.
Hukum adat berdasar sistem matrilineal terdapat dalam masyarakat Minangkabau.
Sistem parental atau bilateral, yang didasarkan pada garis keturunan ayah dan ibu.
Hukum adat berdasar sistem ini terdapat pada masyarakat Jawa, Madura, Sumatra,
Aceh, Riau, Sumatra Selatan, Kalimantan, Ternate, dan Lombok
Hukum kewarisan Perdata dikenal ada dua cara seseorang
memperoleh hak warisan, yaitu pewarisan menurut UndangUndang (secara Ab
Intestato) dan pewarisan secara testamentair (wasiat).5Ada dua cara perolehan
berdasar Undang-undang yaitu karena diri sendiri (uit eigen hoofed) dan mewarisi
tidak langsung atau dengan cara mengganti (bijplaatsvervulling) ialah mewaris
untuk orang sudah meninggal terlebih dahulu dari pada si pewaris. Ia
menggantikan ahli waris yang telah meninggal lebih dulu dari si pewaris. Uiteigen
hoofed berdasarkan Pasal 852 ayat (2) KUHPer dimana haknya adalah haknya
sendiri, mewarisi kepala demi kepala artinya tiap-tiap ahli waris menerima bagian
yang sama besarnya. Sehingga, apabila dimasukkan dalam kategori, maka yang
berhak mewaris ada empat golongan besar,
yaitu:
1. Anak, atau keturunannya dan istri (suami) yang hidup;
2. Orang Tua (ayah dan ibu) dan saudara pewaris;
3. Nenek dan kakek, atau leluhur lainnya dalam garis lurus ke atas (Pasal 853
KUHPer);
4. Sanak keluarga dalam garis ke samping sampai tingkat
keenam (Pasal 861 ayat1 KUHPer).

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
10 / 16
Golongan ahli waris ini ditetapkan secara berurutan, artinya jika dari golongan
pertama, mereka itulah yang bersama-sama berhak mewaris semua harta
peninggalan pewaris. Jika tidak terdapat anggota keluargadari golongan pertama,
maka orangorang yang termasuk dalam golongankedualah yang berhak menjadi
ahli waris. Jika tidak terdapat anggota keluargadari golongan kedua, maka orang-
orang yang termasuk dalam golongan ketigalahyang berhak mewaris. Jika semua
golongan ini tidak ada barulah mereka yangtermasuk dalam golongan keempat
secara bertingkat berhak mewaris. Jika semua golongan ini sudah tidak ada, maka
Negaralah yang mewaris semua hartapeninggalan pewaris.
Pembagian Warisan Terhadap Ahli Waris Pengganti Dalam Hukum waris Perdata
Subjek dari hukum waris adalah pewaris dan ahli waris, pewaris adalah seseorang
yang meninggal dunia, baik laki-laki maupun perempuan yang meninggalkan
sejumlah harta kekayaan maupun hak-hak yang diperoleh beserta kewajiban-
kewajiban yang harus dilaksanakan selama hidupnya, baik dengan surat wasiat
maupun tanpa surat wasiat sedangkan ahli waris adalah anggota keluarga yang
meninggal dunia yang menggantikan kedudukan pewaris dalam bidang hukum
kekayaan karena meninggalnya pewaris.
Menurut Pasal 832 KUHPer yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga
sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan,
dan suami atau istri yang hidup terlama, menurut peraturan-peraturan berikut ini.
Bila keluarga sedarah dan suami atau istri yang hidup terlama tidak ada, maka
semua harta peninggalan menjadi milik negara, yang wajib melunasi utang-utang
orang yang meninggal tersebut, sejauh harga harta peninggalan mencukupi untuk
itu.
Berdasarkan Pasal 852a KUHPer, dimana dibedakan menjadi empat golongan ahli
waris, yaitu:
1. Golongan pertama, keluarga dalam garis lurus ke bawah, meliputi anak-anak
beserta keturunan mereka beserta suami atau istri yang ditinggalkan atau yang
hidup paling lama;
2. Golongan kedua, meliputi orang tua dan saudara pewaris, baik laki-laki maupun
perempuan, serta keturunan mereka.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
11 / 16
Bagi orang tua ada peraturan khusus yang menjamin bahwa bagian mereka tidak
akan kurang dari ¼ (seperempat) bagian dari harta peninggalan, walaupun mereka
mewaris bersama-sama saudara pewaris;
3. Golongan ketiga, meliputi kakek, nenek, dan leluhur selanjutnya ke atas dari
pewaris;
4. Golongan keempat, meliputi anggota keluarga dalam garis ke samping dan
sanak keluarga lainnya sampai derajat keenam.
Ahli waris berdasarkan penggantian (plaatsvervulling) dalam hal ini disebut ahli
waris tidak langsung. Perkataan Plaatsvervulling dalam bahasa Belanda berarti
Penggantian tempat, yang dalam hukum waris berarti penggantian ahli
waris.Lembaga penggantian tempat ahli waris bertujuan untuk memberi
perlindungan hukum kepada keturunan yang sah dari ahli waris yang telah
meninggal dunia lebih dahulu dari pewaris dengan cara menyerahkan hak ahli
waris tersebut kepada keturunannya yang sah. Mewaris secara tidak langsung atau
mewaris karena penggantian (plaatsvervulling) pada dasarnya menggantikan
kedudukan ahli waris yang telah lebih dulu meninggal dari pewaris diatur dalam
Pasal 841 s/d 848 KUH Perdata.
Menurut KUHPer dikenal 3 (tiga) macam penggantian tempat(Plaatsvervulling),
yaitu :
1. Penggantian dalam garis lencang ke bawah, yaitu penggantian seseorangoleh
keturunannya, dengan tidak ada batasnya, selama keturunannya itu tidak
dinyatakan onwaarding atau menolak menerima warisan (Pasal842).
Dalam segala hal, pergantian seperti di atas selamanyadiperbolehkan, baik dalam
hal bilamana beberapa anak si yang meninggalmewaris bersama-sama, satu sama
lain dalam pertalian keluarga yangberbeda-beda derajatnya.
Ahli waris golongan kedua yaitu orang tua, saudara laki-laki,saudara perempuan
dan keturunan saudara laki dan perempuan tersebut. Ahli waris golongan kedua
diatur dalam pasal-pasal berikut ini Pasal 854 ayat (1)
“Bila seseorang meninggal dunia tanpa meninggalkan dan suami istri, maka
ayahnya dan ibunya yang masih hidup masing-masing mendapat sepertiga bagian
dari harta peninggalannya,bila yang mati itu hanya meninggalkan satu orang
saudara laki-laki atau perempuan, yang mendapat sisa sepertiga bagian. Ayahnya

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
12 / 16
dan ibunya masing-masing mewarisi seperempat bagian, bila si mati
meninggalkan lebih banyak saudara laki-laki atau perempuan, dan dalam hal itu
mereka yang tersebut terakhir mendapat sisanya yang dua perempat bagian”.
Pasal tersebut dapat ditarik hal-hal sebagai berikut seorang meninggal dunia tanpa
meninggalkan keturunan maupun suami istri, berarti sudah tidak ada golongan I,
maka golongan II, yaitu bapak , ibu , dan saudarasaudara tampil sebagai ahli waris.
Besarnya bagian masing-masing Ahli Warisan golongan II besarnya bagian bapak
dan ibu (kedua orang tua pewaris masih hidup) berarti ada bapak,ibu dan saudara.
Berdasarkan Pasal 854 KUHPerdata, Bapak dan ibu mewaris bersama seseorang
saudara baik laki-laki maupun perempuan, mereka masing-masing memperoleh
1/3 harta warisan, dan apabila ternyata pewaris mempunyai saudara lebih dari 2
orang, maka bapak dan ibu tidak boleh mendapat bagian kurang dari ¼ harta
warisan bagian bapak dan ibu dijamin masing-masing ¼ bagian bapak dan ibu
tersebut dikeluarkan terlebih dahulu
setelah itu sisanya dibagikan antara saudarasaudara pewaris.Bagian atau ibu
masing-masing dijamin tidak boleh kurang dari 1/4. Saudarasaudara selebihnya
dua atau lebih mendapat
sisanya secara bersama-sama dibagi rata.
Apabila bapak ataupun ibu pewaris telah meninggal dunia,maka bagian saudara-
saudara
pewaris diatur dalam Pasal 856 KUHPerdata
“Bila seseorang meninggal tanpa meninggalkan keturunan dan suami atau
istri,sedang ayah dan
ibunya telah meninggal lebih dahulu,maka saudara laki-laki dan perempun
mewarisi
seluruh warisannya”.
Bagian saudara sekandung ataupun saudara seayah dan seibu ,menurut Pasal 857
KUHPerdata. Pembagian saudara sekandung atau saudara seayah dan seibu.
Menghitung jumlah/ banyaknya saudara yang turut mewaris bersama-sama
dengan bapak/ibu, tidak dibedakan saudara sekandung atau saudara

Ketentuan Pasal 857 KUHPerdata, pembagian diantara para saudara-sudara

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
13 / 16
adalah sebagai berikut:
1. Bagian saudara-saudara sekandung Saudara sekandung mereka berasal dari
perkawinan yang sama maka mereka berbagi dalam bagian yang sama. Berasal
dari perkawinan yang sama disini
maksudnya mereka mempunyai bapak-ibu yang sama, sehingga dikatakan saudara
kandung. Dengan demikian saudara kandung mendapatkan bagian yang
sama,tanpa membedakan laki-laki ataupun perempuan
2. Saudara Kandung dan Saudara Tiri Saudara tiri berasal dari lain-lain
perkawinan. Apabila mereka berasal dari “lain perkawinan” maka warisan terlebih
dahulu dibagi dua. Setengah bagian untuk saudara dalam garis bapak, setengah
lainnnya untuk saudara dalam garis bapak setengah lainnya untuk saudara dalam
garis ibu pembagiannya adalah sebagai
berikut:
a. Saudara laki-laki maupun perempuan sekandung menerima dari kedua
garis.
b. Saudara yang bukan kandung,hanya menerima bagian dari garis dimana dia
berada.

Masalah warisan biasanya mulai timbul pada saat pembagian dan pengurusan
harta warisan. Sebagai contoh, ada ahli waris yang tidakberbesar hati untuk
menerima bagian yang seharusnya diterima atau dengan kata lain ingin
mendapatkan bagian yang lebih. Guna menghindari hal tersebut, ada beberapa
tahapan yang perlu dilakukan oleh seseorang yang kebetulan akan mengurus harta
warisan, khususnya untuk harta warisan berupa benda tidak bergerak (tanah dan
bangunan).Langkah pertama yang harus dilakukanadalahmembuat Surat
Keterangan Kematian di Kelurahan/Kecamatan setempat. Setelah itu membuat
Surat Keterangan Waris di Pengadilan Negeri setempat atau Fatwa Waris di
Pengadilan Agama setempat, atau berdasarkan Peraturan Daerah masing-masing.
Surat/fatwa tersebut akan dinyatakan secara sah dan resmi siapa-siapa saja yang
berhak mendapatkan warisan dari pewaris. Apabila di antara para ahli waris

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
14 / 16
disepakati bersama adanya pembagian warisan, maka kesepakatan tersebut wajib
dibuat dihadapan Notaris. Jika salah satu pembagian yang disepakati adalah
pembagian tanah maka Anda harus melakukan pendaftaran di Kantor Pertanahan
setempat dengan melampirkan Surat Kematian,

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
15 / 16

Anda mungkin juga menyukai