Anda di halaman 1dari 21

BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI MUNASHAKHAH

Munasakhah menurut bahasa artinya menyalin dan menghilangkan.


Seperti kalimat ‫( نسخت كتاب‬saya menyalinnya ke naskah lain). ‫نسخت الشمس‬

‫( الظل‬matahari menghilangkan bayangan). Yang bermakna pertama adalah


firman Allah SWT :

) 29 : ‫انا كنا نستنسخ ما كنتم تعملون ( الجاثية‬

"Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat apa yang telah kamu


kerjakan" (QS. Al-Jatsiyah : 29).

Yang bermakna kedua adalah firman Allah SWT :

: ‫ ( البقرة‬...‫ما ننسخ من اية او ننسخ نأت بخير منها او مثلها‬


.) 106

”Apa saja yang Kami nasakhkan (hilangkan) atau Kami jadikan (manusia)
lupa kepadanya, maka Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau
yang sebanding dengannya. (QS. Al-Baqarah: 106).

Adapun munasakhah menurut istilah, terdapat beberapa pengertian


yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain sebagai berikut :

1. Menurut As-Sayyid Asy-Syarif, munasakhah adalah memindahkan bagian


demi bagian ahli waris kepada orang yang mewarisinya akibat
kematiannya sebelum dilakukan pembagian harta peninggalan
dilaksanakan.

2. Menurut Ibnu Umar Al-baqry, munasakhah adalah kematian seseorang


sebelum harta peninggalan dibagi-bagikan sampai seseorang atau beberapa
orang yang mewarisinya menyusul meninggal dunia. Lafal nasakh itu
menurut bahasa berarti izalah (penghapusan) atau naql (pindah).

Baik munasakhah diartikan menurut definisi yang pertama maupun


yang kedua, keduanya sudah mengandung unsur-unsur sebagai berikut :

1. Harta pusaka si pewaris belum dibagi-bagikan kepada ahli waris menurut


ketentuan pembagian harta pusaka.

2. Adanya kematian dari seseorang atau beberapa orang ahli warisnya.

3. Adanya pemindahan bagian harta pusaka dari orang yang mati kemudian
kepada ahli waris yang lain atau kepada ahli warisnya yang semula
menjadi ahli waris terhadap orang yang pertama harus dengan jalan
mempusakai. Kalau pemindahan bagian tersebut karena suatu pembelian
atau penghibahan maupun hadiah, hal itu di luar pembahasan munasakhah.

4. Pemindahan bagian ahli waris yang telah meninggal kepada ahli warisnya.
B. KEADAAN YANG MENYEBABKAN TERJADINYA MUNASAKHAH

Ada 3 keadaan yang menyebabkan munasakhah, yaitu :

1. Apabila pewaris mayit kedua itu adalah mereka yang menjadi pewaris mayit
pertama.

Dalam keadaan ini masalahnya tidak berubah dan cara pewarisan


mereka juga tidak berubah. Misalnya : seorang laki-laki mati
meninggalkan 5 orang anak laki-laki, kemudian salah seorang dari mereka
mati meninggalkan saudara-saudaranya yang lain dan tiada pewaris
baginya selain mereka, maka warisan dalam keadaan ini dibagi antara
orang-orang yang tersisa. Anak laki-laki mayit dianggap seakan-akan tidak
berasal dari mayit itu. Maka warisan dibagikan kepada 4 anak laki-laki
yang tersisa.

2. Bilamana para pewaris kedua adalah juga pewaris mayit pertama disertai
perbedaan nisbah mereka kepada mayit.

Misalnya : seorang laki-laki mempunyai 2 orang isteri dan ia


meninggalkan 1 anak lelaki dari isteri pertama dan 3 anak perempuan dari
isteri kedua. Kemudian orang itu wafat meninggalkan isteri dan anak-
anaknya. Kemudian salah satu putrinya wafat sebelum dilakukan
pembagian harta dan meninggalkan orang-orang tersebut. Maka para
pewaris dalam hal ini adalah sisa pewaris mayit pertama, hanya saja anak
lelaki dalam masalah pertama terhadap anak perempuan yang mati telah
menjadi saudara lelaki seayah dan 2 anak perempuan menjadi 2 saudara
perempuan kandung. Oleh karena itu, pembagiannya di sini berubah dalam
keadaan seperti ini harus ada tindakan baru dan pengeluaran masalah yang
bernama "Al-Jaami'ah", yaitu yang menggabungkan 2 masalah.
3. Bilamana para pewaris mayit kedua lain dari pewaris mayit pertama atau
sebagian mereka mewarisi dari 2 jalur, yaitu dari jalur mayit pertama dan
dari jalur mayit kedua.

C. CARA MELAKUKAN MUNASAKHAH

Dalam proses melakukan munasakhah (sistem pergantian tempat) dan


mengeluarkan "Al-Jaami'ah", haruslah diambil langkah-langkah berikut :

1. Tashih masalah mayit pertama dan memberi setiap waris bagiannya


termasuk mayit kedua.

2.Mengerjakan masalah baru yang khusus bagi mayit kedua, kemudain


mentashihnya tanpa memandang masalah pertama.

3. Perbandingan antara bagian mayit kedua dari masalah pertama dan tashih
masalah para pewarisnya dari masalah kedua.

4.Perbandingan antara keduanya terjadi dalam ketiga nisbah berikut. (Al-


Mumaatsalah, Al-Muwaafaqoh, dan Al-Mubayyanah).

Apabila antara keduanya (yakni antara saham-saham mayit kedua dan


masalah para pewarisnya yang lain) terjadi persamaan, maka maslah ini
menjadi sahih dari tashih pertama.

Dalam membandingkan bagian pewaris dengan bagian kedua


terdapat 3 macam perbandingan, yaitu :

1. Mumasalah
Jika hasil perbandingan dalam tashih pertama dengan kedua itu
mumasalah, tidak perlu adanya perkalian juzussaham dengan asal
masalah semula. Hal ini karena tashih yang pertama di sini berstatus
menempati asal masalah di tempat lain, dan tshih kedua di sini
menempati status adadur ruus yang terbagi atasnya dan apa yang berada
di tangan orang yang meninggal kedua berstatus menempati status
mereka dari asal masalah.

Misalnya :

Seorang meninggal, ahli warisnya terdiri atas: suami, ibu, dan


paman. Kemudian sebelum harta peninggalan dibagikan, suami
meninggal dunia dan ahli warisnya terdiri atas 3 anak laki-laki.

Cara menyelesaikannya adalah:

Penyelesian pertama :

Ahli waris Fard Asal masalah : 6

Suami ½ 1/2 x 6 = 3

Ibu 1/3 1/3 x 6 = 2

Paman Asabah Bin Nafsi 6-5=1

Penyelesaian kedua :

Ahli waris Fard Asal masalah : 6

3 anak laki-laki paman - -

Ibu 1/3 1/3 x 6 = 2

Paman Asabah Bin Nafsi 6-5=1


Karena bagiannya sudah pas dibagikan kepada adadur ruus tidak
perlu tashih. Dengan demikian, bagian dalam tashih pertama dinisbatkan
dengan bagian dalam tashih kedua dalam mumasalah.

2. Muwafaqah

Jika perbandingan bagian dalam tashih pertama dengan tashih


kedua itu muwafaqah maka waqfi (hasil bagi dari pembagi yang sama)
tashih kedua hendaklah dilakukan dengan asal masalah yang pertama.

Misalnya :

Seorang meninggal, ahli warisnya terdiri atas: suami, ibu dan


paman. Kemudian sebelum harta peninggalan dibagikan suami
meninggal dunia dan ahli warisnya terdiri atas 6 anak laki-laki.

2. Muwafaqah

Jika perbandingan bagian dalam tashih pertama dengan tashih


kedua itu muwafaqah maka waqfi (hasil bagi dari pembagi yang sama)
tashih kedua hendaklah dilakukan dengan asal masalah yang pertama.

Misalnya :

Seorang meninggal, ahli warisnya terdiri atas: suami, ibu dan


paman. Kemudian sebelum harta peninggalan dibagikan suami
meninggal dunia dan ahli warisnya terdiri atas 6 anak laki-laki.
Penyelesaiannya adalah :

Penyelesaian pertama adalah :

Ahli waris Fard Asal masalah: 6, sahamnya


Suami ½ 1/2 x 6 = 3

Ibu 1/3 1/3 x 6 = 2

Paman Asabah Bin Nafsi 6–5=1

Penyelesian kedua :

Ahli waris Fard Asal muasal Nisbah Juzus


6, bagian Adadurruus & saham
bagian sahamnya
6 anak laki- - =3 6 : 3 (tawafuq) 2
laki Paman
1/3 1/3 x 6 = 2 - -
Ibu
Asabah 6–5=1 - -
Paman Bin Nafsi

Tashih : 6 x 2 = 12, maka sahamnya = 3 x 2 = 6

2x2=4

1x2=2

Karena bagian laki-laki yang diterima oleh 6 anak laki-laki yang


diwarisi dari ayahnya (suami orang yang meninggal pertama), yaitu tiga
bagian tidak dibagikan kepada mereka tanpa menggunakan angka
pecahan adalah tawafuq, waqfi-nya, yaitu dua digunakan untuk
mebngalikan asal masalah yang pertama, sehingga menjadi 12. Dengan
demikian, kedua asal masalah tersebut sudah tashih dan pembagian
kepada mereka dapat diselesaikan dengan mudah.

3. Mubayanah

Jika hasil perbandingan bagian dalam tashih pertama dengan


tashih kedua itu tabayun, seluruh tashih kedua dikalikan dengan seluruh
tashih pertama.

Contoh :

Seorang meninggal, ahli warisnya terdiri dari : suami, ibu, dan


paman. Kemudian sebelum harta peninggalan dibagi suami meninggal
dunia dan ahli warisnya terdiri atas sepuluh anak laki-laki.

Cara penyelesaiannya adalah :

Penyelesaian pertama :

Ahli waris Fard Asal masalah = 6,


sahamnya
Suami ½ 1/2 x 6 = 3

Ibu 1/3 1/3 x 6 = 2

Paman Asabah Bin Nafsi 6–5=1

Penyelesaian kedua

Ahli waris Fard Asal muasal Nisbah Adadurruus Juzus


6, bagian & bagian sahamnya saham
10 anak - =3 10 : 3 (tabayun) 10
laki-laki
1/3 1/3 x 6 = 2 - -
suami

Asabah 6–5=1 - -
Ibu
Bin Nafsi
Paman

Tashih : 6 x 10 = 60, maka bagiannya

3 x 10 = 30 (30 : 10) = 3

2 x 10 = 20 (30 : 20) = 2

1 x 10 = 10 (30 : 10) = 1

Karena nisbah adadur ruus dengan bagiannya pada penyelesaian


kedua adalah tabayun maka suami dengan kaidah dalam tashih, jumlah
adadur ruus dijadikan untuk mengalikan asal masalah yang pertama.
Dengan demikian, jumlah 10 itu menjadi asal masalah dalam tashih
kedua, kemudian tashih yang kedua ini digunakan untuk mengalikan asal
masalah (yang sudah tashih) yang pertama. Setelah itu, bagian ahli waris
dapat diselesaikan dengan sempurna.

D. MUNASAKHAH DALAM KEMATIAN LEBIH DARI SEORANG

Pada prinsipnya cara menyelesaikan munasakhah dalam kematian


lebih dari seorang tidak jauh berbeda dengan cara yang pertama, hanya lebih
berangkai, yaitu :
1. Mentashih orang yang meninggal lebih dahulu dan memberikan pusaka
kepada setiap ahli waris dari masalah pertama, termasuk juga bagian
orang-orang yang meninggal berikutnya.

2. Mentashih asal masalah yang kedua dan membandingakn bagian mereka


dengan masalah apakah terdapat muwafaqah atau mubayanah. Jika terjadi
demikian, dikerjakan lebih dahulu menurut penyelesaian seperti di atas.

3. Dari kedua masalah yang sudah ditashih tersebut kemudian dibandingkan


dengan bagian-bagian dan masalah pada masalah orang yang meninggal
berikutnya seperti cara-cara yang lalu, demikian seterusnya.

Contoh :

Seorang meninggal, ahli warisnya terdiri atas suami, ibu dan paman.
Kemudian suami meninggal ketika harta peninggalan belum dibagikan
kepada para ahli waris. Ia dengan meninggalkan 5 anak laki-laki.
Selanjutnya ibu juga meninggal dalam keadaan yang sama, dengan
meninggalkan 4 orang saudara seayah. Paman pun meninggal juga dengan
meninggalkan 10 orang anak laki-laki.

Cara penyelesaiannya :

Penyelesaian pertama :

Ahli waris Fard Bagian dari asal masalah : 6


Suami ½ 1/ 2 x 6 = 3

Ibu 1/3 1/3 x 6 = 2

Paman Asabah Bin Nafsi 6–5=1


Penyelesian kedua :

Ahli waris Fard Asal muasal Nisbah Adadurruus Juzus


6, bagian & bagian sahamnya saham
5 anak laki-laki - =3 5 : 3 (tabayun) 5
suami
1/3 1/3 x 6 = 2 - -
Ibu
Asabah 6–5=1 - -
Paman Bin Nafsi

Tashih : 6 x 5 = 30, maka bagiannya : 3 x 5 = 15

2 x 5 = 10

1x5=5

Penyelesaian ketiga :

Ahli waris Fard Asal muasal Nisbah Adadurruus Juzus


6, bagian & bagian sahamnya saham
5 anak laki-laki - = 15 - -

4 saudara seayah - = 20 4 : 10 (tawafuq) 2

Paman - =5 - -

Tashih : 30 x 2 = 60, maka bagiannya : 15 x 2 = 30


10 x 2 = 20

5 x 2 = 10

Penyelesian keempat

Ahli waris Fard Asal muasal Nisbah Adadurruus Juzus


6, bagian & bagian sahamnya saham
5 anak laki-laki - = 30 - 5

4 saudara seayah - = 20 - -

10 anak lelaki - = 10 - -

Tashih : 60, maka bagiannya : penerimaan masing-masing

= 30 3 x 5 = 15

= 20 2 x 5 = 10

= 10 1 x 5 = 5

Dalam contoh tersebut, Imam Muhammad bin Umar Al-Baqry Asy-Syafi'i,


menunjukkan cara yang lebih praktis yaitu :

Ahli waris Fard Asal muasal Nisbah Adadurruus Juzus


6, bagian & bagian sahamnya saham
Suami (4 anak ½ 1/2 x 6 = 3 5 : 3 (tabayun) 5
laki-laki)
1/3 =3 4 : 2 (tawafuq) 2
Ibu (4 saudara
Asabah 1/3 x 6 = 2 10 : 1 (tabayun) 10
seayah)
Bin Nafsi
=2
Paman (10 anak
laki-laki)
6–5=1

=1

Penjelsannya :

Asal masalah yang dipakai adalah asal masalah pertama saja, yaitu 6 untuk
keempat asal masalah.

1. Suami memperoleh 3 bagian kemudian dibagikan kepada pewarisnya 5 anak


laki-laki, ternyata nisbat saham dengan adadurruus-nya adalah tabayun.
Oleh karena itu, juzussaham-nya ditetapkan 5.

2. Ibu mendapat 2 bagian yang kemudian diwarisi oleh pewarisnya sebanyak 4


orang saudara seayah. Nisbat adadurruus dengan sahamnya adalah
tawafuq bin nafsi. Oleh karena itu, diambil waqfi-nya yaitu 2.

3. Paman mendapat 1 bagian yang kemudian diwarisi oleh 10 orang anak laki-
lakinya. Nisabat adadurrus dengan sahamnya adalah tabayun. Oleh karena
itu, sesuai dengan kaidah yang berlaku ditetapkan juzussaham –nya 10.
Kemudian juzussaham-juzussaham tersebut adalah 5, 2, 10. Karena
juzussaham-juzussaham tersebut tadakhul, maka juzussaham
musytaraknya adalah 10. Akhirnya asal masalah semula yang 6 dikalikan
dengan juzussaham musytaraknya 10, hingga menjadi 60 sebagai asala
masalah jami'ah yang sudah tashih. Dengan demikian, mudah diketahui
saham-saham para kelompok ahli waris dan dapat diselesaikan pembagian
masing-masing pada ahli waris sebagaimana tertera di atas.

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Dari isi makalah pada Bab I sebelumnya dapat diambil beberapa kesimpulan,
yaitu :

1. Munasakhah menurut bahasa artinya menyalin dan menghilangkan. Sedangkan


menurut istilah seperti yang dikemukakan As-Sayyid Asy-Syarif munasakhah
adalah memindahkan bagian demi bagian ahli waris kepada orang yang
mewarisinya akibat kematiannya sebelum dilakukan pembagian harta
peninggalan dilaksanakan.

2. Keadaan-keadaan yang menyebabkan terjadinya munasakhah adalah :

a. Apabila pewaris mayit kedua itu adalah mereka yang menjadi pewaris mayit
pertama.

b. Bilamana para pewaris kedua adalah juga pewaris mayit pertama disertai
perbedaan nisbah mereka kepada mayit.

c. Bilamana para pewaris mayit kedua lain dari pewaris mayit pertama atau
sebagian mereka mewarisi dari 2 jalur, yaitu dari jalur mayit pertama dan
dari jalur mayit kedua.

3. Cara melakukan munasakhah adalah :


a. Tashih masalah mayit pertama dan memberi setiap waris bagiannya
termasuk mayit kedua.

b. Mengerjakan masalah baru yang khusus bagi mayit kedua, kemudain


mentashihnya tanpa memandang masalah pertama.

c. Perbandingan antara bagian mayit kedua dari masalah pertama dan tashih
masalah para pewarisnya dari masalah kedua.

d. Perbandingan antara keduanya terjadi dalam ketiga nisbah berikut. (Al-


Mumaatsalah, Al-Muwaafaqoh, dan Al-Mubayyanah).

4. Ada 3 perbandingan yang ada pada munasakhah, yaitu : mumatsalah,


muwafaqah dan mubayanah.

5. Cara menyelesaikan munasakhah kematian lebih dari seorang adalah :

a. Mentashih orang yang meninggal lebih dahulu dan memberikan pusaka


kepada setiap ahli waris dari masalah pertama, termasuk juga bagian
orang-orang yang meninggal berikutnya.

b. Mentashih asal masalah yang kedua dan membandingakn bagian mereka


dengan masalah apakah terdapat muwafaqah atau mubayanah. Jika terjadi
demikian, dikerjakan lebih dahulu menurut penyelesaian seperti di atas.

c. Dari kedua masalah yang sudah ditashih tersebut kemudian dibandingkan


dengan bagian-bagian dan masalah pada masalah orang yang meninggal
berikutnya seperti cara-cara yang lalu, demikian seterusnya.

6. Takharruj ialah pengajuan perdamaian salah seorang ahli waris untuk


mengundurkan diri dari menerima harta waris.

7. Ada 2 kondisi dalam takharruj yaitu :


a. Kondisi pertama, harus diselesaikan oleh semua ahli waris. Dan
ahli waris yang mengundurkan diri dihilangkan dari bagian wris
dan dianggap telah mengambil bagiannya. Sisa harta waris
dibagikan kepada para ahli waris lainnya. Dengan demikian,
jumlah semua ahli waris menjadi asal masalahnya.
b. Kondisi kedua, jika perdamaian pembagian waris itu dilakukan
hanya dengan seorang ahli waris, maka bagian ahli waris yang
mengundurkan diri akan diberikan kepada ahli waris yang
menggantikan kedudukannya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman H, SH, MH, 2004, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Akademika


Pressindo

Al-Baqry, Muhammad Bin Umar, Hasyiyah Muhammad Bin Umar Al-Baqry,


Maktabah Misriyah, Cirebon.

Al-Jurajany, Ali Bin Muhammad, Syarhus Sayyid Syarif 'Ala Sirajiyah, Farjallahu
Zaky Al-Kurdi, Kairo.

Ash-Shabuni, Muchamad Ali DR, alih bahasa H. Zaid Husein Alhamid, Ilmu
Hukum Waris Menurut Ajaran Islam, Surabaya: Mutiara Ilmu.
kata pengantar

Alhamdulillah, rasa puji syukur kepada allah yg telah memberikan segala


nikmat, berkat, rahmat serta hidayahnya , sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah hokum mawaris dengan judul ”MUNASAKHAH”.

Penulis sangatlah memahami bahwa dalam penulisan makalah ini masih


banyak terdapat kesalahan baik dari segi penulisan, penyajian dan lain lainnya.
Maka dari itu penulis sangat mengharapkan masukan berupa kritik dan sarn demi
kebaikan dalam penulisan maalah yang akan datang.
Kotabumi,14
November 2019

NAULI
SAFITRI YANI

DAFTAR ISI

COVER ..........................................................................................................................

KATA PENGANTAR ...................................................................................................

DAFTAR ISI ..................................................................................................................

BAB I : PENDAHULUAN ............................................................................................

BAB II : PEMBAHASAN .............................................................................................


A. Definisi Munasakhah ...........................................................................................

B. Keadaan yang menyebabkan terjadinya munasakhah .........................................

C. Cara melakukan munasakhah ..............................................................................

D. Munasakhah dalam kematian lebih dari seorang .................................................

BAB III : PENUTUP

A. KESIMPULAN ...................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

MAKALAH

MUNASAKHAH

Ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah

Fiqih mawaris
Dosen pengampu:

Bapak Asep Ahmad M.PD

Disusun oleh:

Nauli safitri yani

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA (STAINU)

KOTABUMI-LAMPUNG

TAHUN AKADEMIK

2019

BAB I

PENDAHULUAN
Kata waris berasal dari bahasa Arab yaitu ‫ ميراث‬, bentuk jamaknya adalah ‫موارث‬
yang berarti harta peningglan orang yang meninggal yang akan dibagikan kepada
ahli warisnya.

Setiap ahli waris akan mendapat bagian sesuai dengan kadar atau ukuran bagian
masing-masing yang telah ditentukan oleh syari'at Islam.

Mempelajari ilmu waris hukumnya adalah fardhu kifayah. Dasar hukum waris
adalah Al-Qura'an Suarah An-Nisa ayat 7, 11, 12 dan 176 dan surat-surat lainnya
serta hadits Nabi Muhammad SAW, kemudian di Indonesia ditambah dengan KHI
(Kompilasi Hukum Islam).

Rasulullah SAW bersabda :

( ‫الحقوا الفرائض بأهلها فما بقي فهو ألولى رجل ذكر‬


.)‫متفق عليه‬
"Berilah orang-orang yang mempunyai bagian tetap sesuai dengan bagiannya
masing-masing, sedangkan kelebihannya diberikan kepada asabah yang lebih
dekat, yaitu orang laki-laki yang lebih utama". (HR. Muttafaq 'Alaih).

Kita tidak mengetahui kapan ajal menjemput kita, yang menjadi masalah adalah
jika salah seorang atau lebih dari ahli waris meninggal lebih dahulu sebelum dia
mendapatkan bagiannya. Dan masalah inilah yang akan dibahas dalam makalah
ini. Masalah seperti ini dalam ilmu waris disebut MUNASAKHAH.

Anda mungkin juga menyukai