Anda di halaman 1dari 9

Mata pelajaran : Akidah akhlak

Kelas / Semester : XI / Genap


Materi : Meneladani Sifat Terpuji Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar al-Ghifari
Pendesain : Muliana Ulfa (2117272)

A. Kompetensi Inti (KI)


KI-1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
KI-2 : Mengembangkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli, santun, ramah
lingkungan, gotongroyong , kerjasama, cinta damai. Responsip dan pro aktif dan
menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa
dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan social dan alam serta dalam
menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
KI-3: Memahami dan menerapkan pengetahuan faktual, konsepteptual, procedural dalam
ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya dan humaniora dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan dan peradaban terkait fenomena kejadian
memecahan serta menerapkan pengetahuan procedural pada bidang kajian yang
spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
KI-4: Mengolah , menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait
dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri dan
mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.

B. Kompetensi Dasar (KD)


1.5 Menghayati keutamaan sifat Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar al-Ghifari
2.5 Meneladani keutamaan sifat Shahabat: Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar alGhifari
3.5 Menganalisis kisah keteladanan Shahabat Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar al-
Ghifari
4.5 Menceritakan kisah keteladanan Shahabat Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar al-
Ghifari
C. Indikator
1. Menjelaskan keutamaan sifat sahabat Abdurrahmanbin Auf dan Abu Dzar al-Gifari
(K)
2. Menjelaskan hikmah dari kisah sahabat Abdurrahmanbin Auf dan Abu Dzar al-Gifari
(K)
3. Menyebutkan metode-metode peningkatan kualitas akidah melalui keteladanan
sahabat Abdurrahmanbin Auf dan Abu Dzar al-Gifari (K)
4. Mengamalkan sikap keteladanan sahabat Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar al-
Gifari pada kehidupan sehari hari (A)
5. Menceritakan kisah keteladanan sahabat abdurrohman bin Auf dan abu dzar al ghifari
(P)

D. Tujuan Pembelajaran
1. Siswa dapat menjelaskan keutamaan sifat sahabat Abdurrahmanbin Auf dan Abu
Dzar al-Gifari (K)
2. Siswa dapat menjelaskan hikmah dari kisah sahabat Abdurrahmanbin Auf dan Abu
Dzar al-Gifari (K)
3. Siswa dapat menyebutkan metode-metode peningkatan kualitas akidah melalui
keteladanan sahabat Abdurrahmanbin Auf dan Abu Dzar al-Gifari (K)
4. Siswa dapat mengamalkan sikap keteladanan sahabat Abdurrahman bin Auf dan
Abu Dzar al-Gifari pada kehidupan sehari hari (A)
5. Siswa dapat menceritakan kisah keteladanan sahabat abdurrohman bin Auf dan abu
dzar al ghifari (P)

E. Strategi / Metode Pembelajaran


1. Strategi: Teacher Center dan Student Center
2. Metode: Ceramah, diskusi, dan tanya jawab
a. Ceramah
Guru menjelaskan mengenai materi Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar al-
Gifari
b. Diskusi
Guru membuat kelompok dengan lima orang anggota, lalu siswa bisa
mendiskusikan mengenai hikmah serta kiprah tokoh Aburrahman bin Auf dan
Abizar al-Ghifari kemudian dikaitkan dengan kehidupan modern atau sehari hari.
c. Tanya Jawab
Guru mengajukan pertanyaan mengenai materi Meneladani Sifat Terpuji
Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar al-Ghifari untuk mengetahui bahwa siswa
sudah memahami ataupun sebaliknya.
3. Pendekatan: Saintifik

F. Media / Alat Pembelajaran


1. Media : Video kisah Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar al-Gifari
2. Alat : Papan tulis, proyektor, LCD
3. Sumber : Buku Pegangan Siswa Akidah Akhlak Kelas XI Kurikulum 2013
LKS Akidah Akhlak Kelas 11 , Moh Andi KA

G. Evaluasi Pembelajaran
1. Aspek Kognitif (Penilaian Pengetahuan)
Tes Tertulis:
a. Pilgan dan
b. Essay
2. Aspek Afektif (Penilaian Sikap)
a. Penilain teman sejawat
b. Penilaian diri
Dari kedua penilaian tersebut guru juga melakukan penilaian kembali apakah
siswa benar benar menilai dengan sesuai apa yang sudah dilakukan oleh siswa
3. Aspek Psikomotorik
Praktek unjuk kerja: yaitu dengan guru membuat kelompok dengan lima
orang anggota, lalu siswa bisa mendiskusikan kiprah tokoh Aburrahman bin Auf dan
Abizar al-Ghifari kemudian dikaitkan dengan kehidupan modern atau sehari hari,
Setelah itu masing masing kelompok diminta untuk mempresentasikan atau maju
kedepan kelas

H. Materi Pembelajaran
1. Abdurrahman bin Auf
a. Riwayat Hidup singkat
Salah seorang sahabat besar Nabi Saw. dan termasuk dalam sepuluh
sahabat yang dijanjikan nabi Saw. akan masuk surga (Al-Asyrah Al- Mubasyarah
= sepuluh yangdigembirakan. Pada masa Jahiliyah, ia dikenal dengan nama Abd
Amr. Setelah masuk Islam, Rasulullah memanggilnya Abdurrahman bin Auf. Ia
memeluk Islam sebelum Rasulullah menjadikan rumah Al-Arqam sebagai pusat
dakwah. Ia mendapatkan hidayah dari Allah dua hari setelah Abu Bakar Ash-
Shiddiq memeluk Islam.
Semenjak masuk Islam sampai wafatnya dalam umur 75 tahun, ia menjadi
teladan yang cemerlang bagi sebagai seorang mukmin yang besar. Hal ini
menyebabkan Nabi Saw. memasukkannya dalam sepuluh orang yang telah diberi
kabar gembira sebagai ahli surga. Umar bin Khatab mengangkatnya menjadi
anggota kelompok musyawarah yang berjumlah enam orang yang sebagai calon
khalifah yang dipilih menjadi penggantinya, seraya berkata “ Rasulullah wafat
dalam keadaan rida kepada mereka! ”
Ketika Nabi saw. memerintahkan para sahabatnya yang hijrah ke
Habasyah (Ethiopia), Abdurrahman bin Auf ikut hijrah untuk kedua kalinya ke
Habasyah dan kemudian ke Madinah. Ia ikut bertempur dalam perang Badr,
Uhud, dan peperangan-peperangan yang lainnya. Abdurrahman bin Auf termasuk
kelompok delapan orang yang mula-mula masuk Islam. Ia juga tergolong sepuluh
sahabat yang diberi kabar gembira oleh Rasulullah masuk surga dan termasuk
enam orang sahabat yang bermusyawarah dalam pemilihan khalifah setelah Umar
bin Al-Khathab. Di samping itu, ia adalah seorang mufti yang dipercayai
Rasulullah berfatwa di Madinah selama beliau masih hidup.
b. Teladan yang bisa diambil
Abdurrahman bin Auf memiliki watak yang dinamis, dan ini dampak
menonjol ketika kaum muslimin hijrah ke Madinah. Telah menjadi kebiasaan
Rasulullah pada waktu itu untuk mempersaudarakan dua orang sahabat, antara
salah seorang Muhajirin warga Mekah dan yang lain dari Ansar penduduk
Madinah. Orang-orang Ansar penduduk Madinah membagi dua seluruh
kekayaan miliknya dengan saudaranya orangorang Muhajirin. Kehidupan Abdur
Rahman bin Auf di Madinah, baik semasa Rasulullah saw maupun sesudah
wafatnya, terus meningkat. Barang apa saja yang ia pegang dan ia jadikan modal
perdagangan pasti menguntungkannya. Seluruh usahanya itu ditujukan untuk
mencapai rida Allah SWT semata sebagai bekal di akherat kelak.
Suatu hari ia menjual tanah seharga 40 ribu dinar, kemudian uang itu
dibagi-bagikannya kepada kelurganya Bani Zuhrah, istri Nabi saw dan kaum
fakir miskin. Pada hari lain, ia menyerahkan 500 ekor kuda untuk perlengkapan
bala tentara Islam. Menjelang wafatnya ia mewasiatkan 50 ribu dinar untuk jalan
Allah SWT dan 400 dinar untuk setiap orang yang ikut Perang Badr dan masih
hidup. Selain pemurah dan dermawan, iadi kenal pula sebagai sahabat Nabi saw
yang banyak meriwayatkan hadis. Aburrahman bin Auf juga termasuk yang
zuhud terhadap jabatan dan pangkat.
2. Abizar al-Ghifari
a. Sebelum Masuk Islam
Tidak diketahui pasti kapan Abizar lahir. Sejarah hanya mencatat, ia lahir
dan tinggal dekat jalur kabilah Makkah, Syria. Riwayat hitam masa lalu Abizar
tak lepas dari keberadaan keluarganya.
Abizar yang dibesarkan di tengah-tengah keluarga perampok besar Al
Ghiffar saat itu, menjadikan aksi kekerasan dan teror untuk mencapai tujuan
sebagai profesi keseharian. Itu sebabnya, Abizar yang semula bernama Jundab,
juga dikenal sebagai perampok besar yang sering melakukan aksi teror di negeri-
negeri di sekitarnya. Kendati demikian, Jundab pada dasarnya berhati baik.
Kerusakan dan derita korban yang disebabkan oleh aksinya kemudian menjadi
titik balik dalam perjalanan hidupnya, insaf dan berhenti dari aksi jahatnya
tersebut. Bahkan tak saja ia menyesali segala perbuatan jahatnya itu, tapi juga
mengajak rekan-rekannya mengikuti jejaknya. Tindakannya itu menimbulkan
amarah besar sukunya, yang memaksa Jundab meninggalkan tanah kelahirannya.
Bersama ibu dan saudara lelakinya, Anis Al Ghifar, Abizar hijrah ke Nejed
Atas, Arab Saudi. Ini merupakan hijrah pertama Abizar dalam mencari kebenaran.
Di Nejed Atas, Abizar tak lama tinggal. Sekalipun banyak ide-idenya dianggap
revolusioner sehingga tak jarang mendapat tantangan dari masyarakat setempat.
b. Masuk Islam
Mendengar datangnya agama Islam, Abizar pun berpikir tentang agama
baru ini. Saat itu, ajaran Nabi Muhammad ini telah mulai mengguncangkan kota
Mekah dan membangkitkan gelombang kemarahan di seluruh Jazirah Arab.
Abizar yang telah lama merindukan kebenaran, langsung tertarik kepada
Rasulullah, dan ingin bertemu dengan Nabi SAW. Ia pergi ke Makkah, dan
sekali-sekali mengunjungi Ka’bah. Sebulan lebih lamanya ia mempelajari dengan
seksama perbuatan dan ajaran Nabi. Waktu itu masyarakat kota Mekah dalam
suasana saling bermusuhan.
Demikian halnya dengan Ka’bah yang masih dipenuhi berhala dan sering
dikunjungi para penyembah berhala dari suku Quraisy, sehingga menjadi tempat
pertemuan yang populer. Nabi juga datang ke sana untuk salat.
Seperti yang diharapkan sejak lama, Abizar berkesempatan bertemu
dengan Nabi. Dan pada saat itulah ia memeluk agama Islam, dan kemudian
menjadi salah seorang pejuang paling gigih dan berani.
Bahkan sebelum masuk Islam, ia sudah mulai menentang pemujaan
berhala. Dia berkata: “Saya sudah terbiasa bersembahyang sejak tiga tahun
sebelum mendapat kehormatan melihat Nabi Besar Islam.” Sejak saat itu, Abizar
membaktikan dirinya kepada agama Islam.
c. Menjadi Sahabat Nabi
Mendapat kepercayaan Nabi SAW, Abizar ditugaskan mengajarkan Islam
di kalangan sukunya. Meskipun tak sedikit rintangan yang dihadapinya, misi
Abizar tergolong sukses. Bukan hanya ibu dan saudara-saudaranya, hampir
seluruh sukunya yang suka merampok berhasil diIslamkan. Itu pula yang
mencatatkan dirinya sebagai salah seorang penyiar Islam fase pertama dan
terkemuka.
Rasulullah sendiri sangat menghargainya. Ketika dia meninggalkan
Madinah untuk terjun dalam “Perang pakaian compang-camping”, dia diangkat
sebagai imam dan administrator kota itu. Saat akan meninggal dunia, Nabi
memanggil Abizar. Sambil memeluknya, Rasulullah berkata: “Abizar akan tetap
sama sepanjang hidupnya.” Ucapan Nabi ternyata benar, Abizar tetap dalam
kesederhanaan dan sangat saleh. Seumur hidupnya ia mencela sikap hidup kaum
kapitalis, terutama pada masa khalifah ketiga, Utsman bin Affan, ketika kaum
Quraisy hidup dalam gelimangan harta.
Bagi Abizar, masalah prinsip adalah masalah yang tak bisa ditawar-tawar.
Itu sebabnya, hartawan yang dermawan ini gigih mempertahankan prinsip egaliter
Islam. Penafsirannya mengenai “Ayat Kanz” (tentang pemusatan kekayaan),
dalam surat Attaubah, menimbulkan pertentangan pada masa pemerintahan
Utsman, khalifah ketiga.
“Mereka yang suka sekali menumpuk emas dan perak dan tidak
memanfaatkannya di jalan Allah, beritahukan mereka bahwa hukuman yang
sangat mengerikan akan mereka terima. Pada hari itu, kening, samping dan
punggung mereka akan dicap dengan emas dan perak yang dibakar sampai merah,
panasnya sangat tinggi, dan tertulis: Inilah apa yang telah engkau kumpulkan
untuk keuntunganmu. Sekarang rasakan hasil yang telah engkau himpun.”
Atas dasar pemahamannya inilah, Abizar menentang keras ide menumpuk
harta kekayaan dan menganggapnya sebagai bertentangan dengan semangat
Islam. Soal ini, sedikit pun Abizar tak mau kompromi dengan kapitalisme di
kalangan kaum Muslimin di Syria yang diperintah Muawiyah, saat itu.
Menurutnya, sebagaimana dikutip dalam buku Tokoh-tokoh Islam yang
Diabadikan Al-Quran, merupakan kewajiban Muslim sejati menyalurkan
kelebihan hartanya kepada saudara-saudaranya yang miskin. Untuk memperkuat
pendapatnya itu, Abizar mengutip peristiwa masa Nabi: “Suatu hari, ketika Nabi
Besar sedang berjalan bersama-sama Abizar, terlihat pegunungan Ohad.
Nabi berkata kepada Abizar, “Jika aku mempunyai emas seberat
pegunungan yang jauh itu, aku tidak perlu melihatnya dan memilikinya kecuali
bila diharuskan membayar utang-utangku. Sisanya akan aku bagi-bagikan kepada
hamba Allah”.
d. Pelayan Dhuafa dan Pelurus Penguasa
Semasa hidupnya, Abizar Al Ghifary sangat dikenal sebagai penyayang
kaum dhuafa. Kepedulian terhadap golongan fakir ini bahkan menjadi sikap hidup
dan kepribadian Abizar. Sudah menjadi kebiasaan penduduk Ghiffar pada masa
jahiliyah merampok kafilah yang lewat. Abizar sendiri, ketika belum masuk
Islam, kerap kali merampok orangrang kaya. Namun hasilnya dibagi-bagikan
kepada kaum dhuafa. Kebiasaan itu berhenti begitu menyatakan diri masuk agama
terakhir ini.
Prinsip hidup sederhana dan peduli terhadap kaum miskin itu tetap ia
pegang ditempat barunya, di Syria. Namun di tempat baru ini, ia menyaksikan
gubernur Muawiyah hidup bermewah-mewah. Ia malahan memusatkan
kekuasaannya dengan bantuan kelas yang mendapat hak istimewa, dan dengan itu
mereka telah menumpuk harta secara besar-besaran. Ajaran egaliter Abizar
membangkitkan massa melawan penguasa dan kaum borjuis itu. Keteguhan
prinsipnya itu membuat Abizar sebagai ‘duri dalamdaging’ bagi penguasa
setempat.
Ketika Muawiyah membangun istana hijaunya, Al Khizra, salah satu ahlus
shuffah (sahabat Nabi saw yang tinggal di serambi Masjid Nabawi) ini mengkritik
khalifah, “Kalau Anda membangun istana ini dari uang negara, berarti Anda telah
menyalahgunakan uang negara. Kalau Anda membangunnya dengan uang Anda
sendiri, berarti Anda melakukan ‘israf’ (pemborosan).” Muawiyah hanya
terpesona dan tidak menjawab peringatan itu.
Muawiyah berusaha keras agar Abizar tidak meneruskan ajarannya. Tapi
penganjur egaliterisme itu tetap pada prinsipnya. Muawiyah kemudian mengatur
sebuah diskusi antara Abizar dan ahli-ahli agama. Sayang, pendapat para ahli itu
tidak mempengaruhinya. Muawiyah melarang rakyat berhubungan atau
mendengarkan pengajaran salah satu sahabat yang ikut dalam penaklukan Mesir,
pada masa khalifah Umar bin Khattab ini. Kendati demikian, rakyat tetap
berduyun-duyun meminta nasihatnya. Akhirnya Muawiyah mengadu kepada
khalifah Utsman. Ia mengatakan bahwa Abizar mengajarkan kebencian kelas di
Syria, hal yang dianggapnya dapat membawa akibat yang serius.
Keberanian dan ketegasan sikap Abizar ini mengilhami tokoh-tokoh besar
selanjutnya, seperti Hasan Basri, Ahmad bin Hanbal, Ibnu Taimiyah, dan lainnya.
Karena itulah, tak berlebihan jika sahabat Ali Ra, pernah berkata: “Saat ini, tidak
ada satu orang pun di dunia, kecuali Abuzar, yang tidak takut kepada semburan
tuduhan yang diucapkan oleh penjahat agama, bahkan saya sendiri pun bukan
yang terkecuali.”

Anda mungkin juga menyukai