BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1) Pendahuluan
Dalam melakukan pertolongan menggunakan pendekatan sistematis Bantuan Hidup
Dasar Lanjutan (ACLS), maka kita harus melakukan pengamatan dan pemeriksaan
secara sistematis pula. Pengamatan dan pemeriksaan tersebut dimulai dari survey
primer bantuan hidup dasar dilanjutkan dengan survey bantuan hidup jantung
lanjutan.
Survey bantuan hidup dasar primer merupakan dasar untuk tindakan penyelamatan
jiwa setelah terjadi keadaan henti jantung. Tindakan ini bisa dilakukan oleh seorang
penolong ataupun lebih secara simultan. Tujuan awal pelaksanaan survey bantuan
hidup dasar primer adalah memperbaiki sirkulasi sistemik yang hilang pada
penderita henti jantung mendadak dengan melakukan kompresi dada secara efektif
dan benar, diikkuti dengan pemberian ventilasi yang efektif sampai didapatkan
kembalinya sirkulasi sistemik secara spontan atau tindakan dihentikan karena tidak
ada respon dari penderita setelah tindakan dilakukan beberapa saat. Jika setelah
dilakukan survey bantuan hidup jantung lanjutan. Pendekatan yang dilakukan saat
ini sesuai dengan pedoman yang dikeluarkan oleh American Heart Association
tahun200 dengan skuens survey bantuan hidup dasar CAB.
a) Survei bantuan hidup dasar primer
Survey bantuan hidup dasar primer merupakan awal dari rangkaian
sistematis pertolongan yang dilakukan bagi penderita yang mengalami keadaan
henti jantung mendadak baik yang disaksikan atau tidak disaksikan. Jika
penolong melakukan tindakan survey bantuan hidup dasar primer secara benar
dan efektif serta penderita didapatkan sudah kembali ke keadaan sirkulasi
spontan, maka tindakan survey bantuan hidup dasar ini, awalnya dittunjukan
untuk dilakukan tenaga kesehatan yang terlatih, kemudian diikuti oleh tenaga
non kesehatan sepeti petugas pemadam kebakaran atau polisi. Namun beberapa
decade belakangan ini, peranan serta animo masyarakat awam untuk mengetahui,
mengerti dan mampu melaksanakan survey bantuan hidup dasar primer semakin
meningkat.
Survey bantuan hidup dsasar primer berkembang seiring dengan kemajuan ilmu
dan teknologi kedokteran. Berdasarkan panduan yang dikeluarkan American
Heart Association tahun 200, bantuan hidup dasar lebih menitik beratkan
pelaksanaan RJP dengan memompa secara cepat dan kuat segera baik oleh
penolong atau lebih dan dilanjutkan dengan pemberan bantuan nafas dasar dan
defibrilasi segera. Tujuan survey bantuan hidup dasar adalah berusaha
memberikan bantuan sirkulasi sistemik beserta ventilasi dan oksigenasi tubuh
secara efektif dan optimal sampai didapatkan kembali sirkulasi sitemik secara
spontan atau telah tiba bantuan dengan peralatan yang lebih lengkap untuk
melkasanakan tindakan bantuan hidup dasar jantung lanjutan. Pelaksanana
survey bantuan hidup dasar primer sesegera dan seefektif mungkin memperbesar
peluang keberhasilan untuk selamat serta mengurangi gangguan neurologis yang
terjadi.
Survey bantuan hidup dasar primer dilakukan baik untuk penderita yang
mengalami henti jantung mendadak atau tidak sadarkan diri yang kita saksikan
atau datang kerumah sakit yang sudah tidak sadarka diri. Pertama-tama yang
harus kita lakukan adalah memeriksa respon penderita dengan memanggil
penderita sambil menepuk-nepuk pundak atau sambil menggoangkan badan
pasien yang bertujuan untuk mengetahui respon kesadaran penderita. Setelah kita
yakin penderita dalam keadaan tidak sadarkan diri maka kita meminta bantuan
orang lain untuk menghubungi ambulans atau sistem gawat darurat atau rumah
sakit terdekat untuk meminta pertolongan bantuan datang dengan tambahan
tenaga serta peralatan medis yang lebih lengkap. Jika melakukan pertolongan
kita hanya seorang diri, setelah melakukan pemeriksaan respon kesadaran,
penolong segera menghubungi rumah sakit terdekat atau ambulans dan
melakukan pertolongan awal kompresi dada dengan cepat dan kuat dengan
frekuensi 30x dan diselingi dengan pemberian nafas bantuan 2x dalam satu detik
setiap nafas bantuan per 30x kompresi sampai bantuan datang.
Sistematis survey bantuan hidup dasar primer saat ini sekarang lebih
dipermudah, yang memungkinkan orang yang tidak terlatih dapat melakukan
bantuan hidup dasar primer secara baik. urutan sistematis yang digunakan saat in
adalah C-A-B. Perlu diingat sebelum kita melakukan bantuan hidup dasar kita
harus memastikan bahwa langkah yang kita kerjakan adalah langkah yang tepat
dengan melakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Setelah dilakukan pemeriksaan
(kesadaran, sirkulasi, pernafasan, perlu tidaknya defibrilasi), kita harus
menganalis secara cepat dan tepat sebelum melakukan tindakan yang diperlukan.
Setiap langkah yang akan dilakukan dimulai dari pemeriksaan, diikuti dengan
tindakan, sebagai contoh :
Mulai RJP
Cek irama/kejut
listrik bila
indikasi (ulangi
NB : kompresi dengan cepat setiap 2 menit
.
Dalam teknik ini diajarkan bagaimana cara membuka jalan nafas serta
mempertahankan jalan nafas untuk membantu memperbaiki oksigenasi tubuh serta
ventilasi. Dalam prakteknya, tindakan ini sebaiknya dilakukan oleh orang yang sudah
menerima pelatihan bantuan hidup dasar atau tenaga kesehatan professional dengan
menggunakan teknik angkat kepala dan angkat dagu (head tilt chin lift). Cara ini
dilakukan untuk penderita yang tidak diketahui mengalami cedera leher dengan
mengangkat dagu keatas dan mendorong kepala/dahi kebelakang. Sedangkan untuk
penderita yang dicurigai menderita trauma servikal, teknik head tilt chin lift tidak bisa
dilakukan. Teknik yang digunakan pada saat tersebut adalah menarik rahang tanpa
melakukan ekstensi kepala (jaw thrust). Sedangkan untuk penolong yang hanya
mampu kompresi dada saja, belum didapatkan bukti ilmiah yang cukup untuk
melakukan teknik mempertahankan jalan nafas secara pasif seperti mengerjakan
hiperekstensi leher.
Pemberian nafas buatan dilakukan setelah jalan nafas terlihat aman. Tujuan primer
pemberian bantuan nafas adalah untuk mempertaankan oksigenasi yang adekuat
dengan tujuan skunder untuk membuang CO2. Sesuai dengan revisi panduan yang
dikeluarkan oleh American Heart Association mengenai bantuan hidup jantung dasar,
penolong tidak perlu melakukan observasi nafas spontan dengan look, listen and feel ,
karena langkah pelaksanaan yang tidak konsisten dan menghabiskan terlalu banyak
waktu. Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan bantuan nafas antara lain :,2
ii) Berikan nafas buatan sesuai dengan volume tidal yang cukup untuk mengangkat
dinding dada.
iii) Berikan bantuan nafas sesuai dengan kompresi dengan perbandingan 2 kali
bangtuan nafas setelah 30 kali kompresi.
iv) Pada kondisi terdapat 2 penollong atau lebih, jika penolong berhasil memasukkan
alat bantuan nafas lanjut untuk mempertahankan jalan nafas seperti pipa
endotrakeal, combitube atau sungkup laring, maka bantuan nafas diberikan setiap
6-8 detik, ini akan menghasilkan pernafsan dengan frekuensi 8-0 kali/menit.
v) Pasien dengan hambatan jalan nafas atau komplians paru yang memburuk,
memerlukan bantuan nafas dengan tekanan yang lebih tinggi untuk sampai
memperlihatkan dinding dada terangkat.
vi) Pemberian bantuan nafas yang berlebihan tidak diperlukan dan dapat
menimbulkan distensi lambung beserta komplikasintya seperti regurgitasi dan
aspirasi.
d) Defibrilasi
i) Irama dasar jantung yang paling sering didapat pada kasus henti jantung
mendadak yang disaksikan diluar rumah sakit adalah fibrilasi ventrikel.
iv) Perubahan irama dari fibrilasi ventrikel menjadi asistol seiring dengan
berjalannya waktu.
Hal penting yang perlu diingat adalah penggunaan defibrillator untuk tindakan kejut
listrik tidak diindikasikan pada penderita dengan asistol atau pulsuless electrical
activity (PEA).
Detail penggunaan AED dipengaruhi oleh jenis alat dan merek. Tapi pada garis
besarnya adalah sebagai berikut :
i) Hidupkan AED (dengan menekan sakelar “on” atau beberapa alat dengan
membuka tutup AED).
iii) Jangan melakukan kontak langsung dengan penderita saat sedang dilakukan
analisis irama penderita oleh alat AED.
iv) Tekan tombol shock setelah alat AED memerintahkan bahwa irama penderita
adalah irama yang memerlukan tindakan kejut listrik.
v) Setelah kejut listrik segera lakukan RJP. Setelah dilakukan 5 siklus RJP,
dilakukan pemeriksaan ulang irama menggunakan alat AED. Setelah dilakukan
pemeriksaan irama dan AED tidak menginstrusikan kejut listrik, maka dilakukan
tindakan RJP sebanyak 5 siklus
i) Pada kasus henti jantung, RJP adalah tindakan yang mutlak dilakukan dan intrupsi
terhadap kompresi harus diminimalisirkan. Prinsip ini tetap berlaku pada
penggunaan difebrilator. Selama persiapan alat dan pengisisan energy listrik,
korban tetap di RJP.
ii) Tekan tombol power on atau putar kearah gambar EKG atau on untuk menyalakan
monitor.
iii) Tempelkan kancing elektroda atau gunakan pedal defibrillator untuk melakukan
analisis secara cepat
iv) Lihat irama monitor, bila akan melakukan tindakan kejut listrik berikan gel di
defibrillator atau dada pasien agar tidak luka bakar yang berat serta memperbaiki
hantaran listrik sdari pedal ketubuh pasien.
vi) Segera lakukan RJP selama 2 menit, setelah 2 menit lakukan evaluasi. Bila irama
yang terlihat dimonitor adalah irama yang harus diberikan kejut listrik yaitu VT
tanpa nadi atau VF, maka dilakukan kejut listrik kembali. Bila irama yang terlihat
adalah PEA atau asistol , maka dilakukan pemberian RJP sebanyak 2 menit/5
siklus, selanjutnya penatalaksanaan dikerjakan sesuai dengan algoritma
PEA/asistol
Ringkasan Umum Bantuan Hidup Dasar
4) Bantuan Hidup Dasar Pada Dewasa
a) Definisi
Bantuan hidup dasar dewasa adalah tindakan pertolongan medis sederhana yang
dilakukan pada pasien yang mengalami henti jantung sebelum diberikan tindakan
pertolongan medis lanjutan.
b) Tujuan
Memberikan bantuan sirkulasi dan pernafasan yang adekuat sampai keadaan henti
jantung teratasi atau sampai pasien dinyatakan meninggal.
i) Henti nafas dan henti jantung
ii) Henti nafas adalah berhentinya pernafasan spontan disebabkan karena gangguan
jalan nafas baik persial maupun tital atau karena gangguan dipusat pernafasan.
Henti jantung adaalah berhentinya sirkulasi peredaran darah karena kegagalan
jantung untuk melakukan kontraksi secara efektif, keadaan tetrsebut bisa
disebabkan oleh penyakit primer dari jantung atau penyakit skunder non jantung.
Henti nafas dan henti jantung merupakan dua keaadaan yang sering berkaitan
sehingga penatalaksanaannya tidak bisa dipisahkan.
c) Penyebab henti nafas
i) Sumbatan jalan nafas
Jalan nafas dapat mengalami sumbatan total ataupun parsial. Sumbatan jalan nafas
total dapat menimbulkan henti jantung secara mendadak karena berhentuinya
suplai oksigen baik ke otak maupun miokard. Sumbatan jalan nafas parsial
umumnya lebih lambat menimbulkan keadaan henti jantung namun usaha yang
dilakukan tubuh untuk bernafas dapat menyebabkan kelelahan.
Kondisi-kondisi yang menyebabkan sumbatan jalan nafas.
(1) Benda asing (termasuk darah)
(2) Muntahan
(3) Edema laring atau bronkus akibat trauma langsung pada wajah atau
tenggorokan
(4) Spasme laring atau bronkus baik akibat radang atau trauma
(5) Tumor
ii) Gangguan paru
Kondisi-kondisi paru yang menyebabkan gangguan oksigenasi dan ventilasi antara
lain
(1) Infeksi
(2) Aspirasi
(3) Edema paru
(4) Kontusio parukeadaan tertentu yang menyebabkan rongga paru tertekan oleh
benda asing seperti pneumotoraks, hematotoraks, efusi pleura.
E. Penilaian respon
Penilaian respon dilakukan setelah penolong yakin bahwa dirinya sudah aman
untuk melakukan petolongan. Penilaian respon dilakukan dengan cara menepuk-
nepuk dan menggoyang-goyangkan penderita sambil berteriak memanggil
penderita.
Bila penderita menjawab atau bergerak terhadap respon yang diberikan , maka
usahakan tetap mempertahankan posisi pasien seperti pada saat ditemukan atau
usahakan pasien diposisikan kedalam posisi mantap, sambil terus melakukan
Gambar .
2. Berikan bantuan nafas sesuai dengan kapasitas volume tidal yang cukup
untuk memperlihatkan pengangkatan dinding dada.
Breathing (ventilasi)
Metode pertolongan ini merupakan metode yang paling mudah dan cepat
oksigen yang dipakai berasal dari udara yang dikeluarkan oleh penolong.
Cara melakukan pertolongan adalah :
Mempertahankan posisi head tilt chin lift, yang akan dilanjutkan
dengan menjepit hidung menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan
yang melakukan head tilt chin lift .
Buka sedikit mulut pasien, tarik nafas panjang dan tempelkan rapat
bibir
3. Mulut ke sungkup
Letakkan sungkup pada muka pasien dan dipenga dengan kedua ibu
jari
Lakukan head tilt chin lift/jaw thrust, tekan sungkup ke muka pasien
agar rapat kemudian tiup melalui lubang sungkup sampai dda
terangkat
Hentikan tiupan dan amati turunnya pergerakkan dinding dada.
Alat ini terdiri dari kantung yang berbentuk balon dan katup satu
arah yang menempel pada sungkup muka. Volume dari kantung nafas ini
600 ml. alat ini bisa digunakan untuk pemberian nafas buatan dengan atau
disumbangkan dengan sumber oksigen. Bila alat tersebut disambungkan
dengan oksigen, maka kecepatan aliran oksigen bisa sampai 2 L/menit.
Penolong hanya memompa sekitar 400-600 ml (6-7 ml/kg) dalam detik ke
pasien, bila tanpa oksigen dipompakan 0 ml/kg BB pasien dalam detik.
Caranya dengan menempatkan tangan untuk membuka jalan nafas dan
meletakkan sungkup menutupi muka dengan teknik E-C clamp (bila
seorang diri), yaitu ibu jari dan jari telunjuk penolong membentuk huruf
“C” dan mempertahankan sungkup dimuka pasien. Jari- jari ketiga, empat
dan lima membentuk huruf “E” dengan meletakkannya dibawah rahang
bawah untuk mengangkat dagu dan rahang bawah, tindakan ini akan
mengangkat lidah dari belakang faring dan membuka jalan nafas.
Hal yang harus diperhatika pada tindakan ini antara lain :
1. Bila dengan dua penolong, satu penolong pada posisi diatas kepala
pasien menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan kiri dan kanan
untukm encegah agar tidak terjadi kebocoran disekitar sungkup dan
mulut, jari-jari yang lain mengangkat rahang bawah dengan
mengekstensikan kepala sembari melihat
pergerakkan dada. Penolong kedua secara perlahan (2 detik)
memompa kantung sampai terangkat.
2. Bila penolong , dengan ibu jari dan jari telunjuk melingkari pinggir
sungkup dan jari-jari lainnya mengangkat rahang bawah (E-C clamp),
tangan yang lain memompa kantung nafas sembari melihat dada
terangkat.
Bantuan hidup dasar dengan 2 penolong
Selama keadaan aliran darah rendah seperti pada CPR, pengiriman oksigen ke
jantung dan otak dibatasi oleh aliran darah bukan oleh isi arteri oksigen. Oleh
karena itu, penyelamatan nafas kurang penting daripada penekanan dada selama
beberapa menit pertama resusitasi dari VF dan dapat mengurangi CPR karena
gangguan keberhasilan dalam kompresi dada dan peningkatan tekanan intratoraks
yang menyertai positive pressure ventilasi. Jadi, selama beberapa menit pertama
serangan jantung menyaksikan penyelamat tunggal tidak boleh mengganggu
kompresi dada untuk ventilasi.