Anda di halaman 1dari 19

PEMERINTAH KABUPATEN SIMALUNGUN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PERDAGANGAN


Jl. Radjamin Purba, SH Telepon (0622) 7076032

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PERDAGANGAN


NOMOR : 800.045 /183 / 331 / 2022
TENTANG
PEDOMAN PELAYANAN PASIEN RESIKO TINGGI DAN PENYEDIAAN
PELAYANAN RESIKO TINGGI
DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PERDAGANGAN
Menimbang : a. Bahwa dalam rangka meningkatkan keselamatan dan Keamanan
pasien beresiko tinggi di Rumah Sakit Umum Daerah
Perdagangan Kabupaten Simalungun maka diperlukan adanya
Pedoman Pelayanan Pasien Resiko Tinggi dan Penyediaan
Pelayanan Resiko Tinggi;
b. Bahwa agar Pelayanan Pasien Resiko Tinggi dan Penyediaan
Pelayanan Resiko Tinggi di Rumah Sakit Umum Daerah
Perdagangan Kabupaten Simalungun dapat terlaksana dengan
baik, perlu adanya pedoman Pelayanan Pasien Resiko Tinggi dan
Penyediaan Pelayanan Resiko Tinggi sebagai landasan dalam
melaksanakan kegiatan Keselamatan dan Keamanan di Rumah
Sakit Umum Daerah Perdagangan Kabupaten Simalungun;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
poin a dan b, perlu ditetapkan peraturan direktur tentang Pedoman
Pelayanan Pasien Resiko Tinggi dan Penyediaan Pelayanan
Resiko Tinggi.

Mengingat : 1. Undang Undang no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit;


2. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
3. Undang – undang nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek
Kedokteran;
4. Keputusan menteri kesehatan RI No. 1333 tahun 1999 tentang
Standar Pelayanan Rumah Sakit
5. Surat Keputusan Pimpinan Bupati Simalungun
No.188.45/3101/27.3/2022 tentang Pengangkatan Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan.

MEMUTUSKAN

MENETAPKAN :

KESATU : PEDOMAN PELAYANAN PASIEN RESIKO TINGGI DAN


PENYEDIAAN PELAYANAN RESIKO TINGGI
KEDUA : Pelaksanaan Proses Identifikasi Pasien Risiko Tinggi dan
Pelayanan Risiko Tinggi Sesuai dengan Populasi Pasien Ini
sebagaiman dimaksud dalam Diktum KESATU seperti terlampir
dalam Lampiran Keputusan ini.
KETIGA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan

Ditetapkan di : Perdagangan
Pada Tanggal : 23 Maret 2022
Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan
Direktur,

dr. Lidya Rayawati Saragih, M.Kes


NIP : 197009242007012003
LAMPIRAN
PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH PERDAGANGAN
NOMOR:
800.045 / 183.1 / 331 / 2022
TENTANG PEDOMAN
PELAYANAN PASIEN RESIKO
TINGGI DAN PENYEDIAAN
PELAYANAN RESIKO TINGGI

PEDOMAN PELAYANAN PASIEN RESIKO TINGGI DAN PENYEDIAAN


PELAYANAN RESIKO TINGGI
BAB I
LATAR BELAKANG

A. LATAR BELAKANG
Dalam memberikan asuhan pada pasien resiko tinggi dan pelayanan pasien beresiko tinggi,
pimpinan Rumah Sakit bertanggung jawab untuk :
a. Mengidentifikasi pasien dan pelayanan yang dianggap beresiko tinggi di Rumah Sakit;
b. Menetapkan prosedur, panduan praktek klinis ( PPK ), clinical pathway dan rencana
perawatan secara kolaboratif;
c. Melatih staf untuk menerapkan prosedur, panduan praktek klinis ( PPK ), Clinical pathway
dan rencana perawatan tersebut.

Pelayanan pada pasien beresiko tinggi atau pelayanan beresiko tinggi dibuat berdasarkan
populasi yaitu pasien anak, pasien dewasa dan pasien geriatri. Hal – hal yang perlu diterapkan
dalam pelayanan tersebut meliputi prosedur, dokumentasi, kualifikasi staf dan peralatan medis
meliputi :
a. Rencana asuhan perawatan pasien;
b. Perawatan terintegrasi dan mekanisme komunikasi antar PPA secara efektif;
c. Pemberian Informed Consent jika diperlukan;
d. Pemantauan / observasi pasien selama memberikan pelayanan;
e. Kualifikasi atau kompetensi staf yang memberikan pelayanan;
f. Ketersediaan dan penggunaan peralatan medis Khusus untuk pemberian Pelayanan.

Rumah sakit mengidentifikasi dan memberikan asuhan pada pasien resiko tinggi dan
pelayanan resiko tinggi sesuai kemampuan, sumber daya dan sarana prasarana yang dimiliki
meliputi :
a. Pasien emergency ;
b. Pasien koma;
c. Pasien dengan alat bantu hidup;
d. Pasien resiko tinggi lainnya yaitu pasien dengan penyakit jantung, hipertensi, stroke dan
diabetes ;
e. Pasien dengan resiko bunuh diri ;
f. Pelayanan pasien dengan penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menyebabkan
kejadian luar biasa ;
g. Pelayanan pada pasien dengan “ Immuno – suppressed “;
h. Pelayanan pada pasien yang mendapatkan pelayanan dialisi ;
i. Pelayanan pada pasien yang direstrain ;
j. Pelayanan pada pasien yang menrima kemoterapy ;
k. Pelayanan pasien paliatif ;
l. Pelayanan pada pasien yang menerima radiotherapy ;
m. Pelayanan pada pasien resiko tinggi lainnya ( misalnya terapi hiperbarik dan pelayanan
radiologi intervensi ) ;
n. Pelayanan pada populasi pasien rentan, pasien lanjut usia ( geriatri ) misalnya anak-anak,
dan pasien beresiko tindak kekerasan atau ditelantarkan misalnya pasien dengan gangguan
jiwa.

B. PENGERTIAN
Pelayanan yang memerlukan peralatan yang kompleks untuk pengobatan penyakit yang
mengancam jiwa, risiko bahaya pengobatan, potensi yang membahayakan pasien atau efek
toksik dari obat beresiko tinggi.

C. TUJUAN
Pelayanan pada pasien beresiko tinggi berorientasi untuk dapat secara optimal memberikan
pelayanan dan perawatan pasien dengan menggunakan sumber daya, obat-obatan dan
peralatan sesuai standar dan pedoman yang berlaku. Panduan ini disusun dalam rangka
penyelenggaraan pelayanan pasien beresiko tinggi yang berkualitas dan mengedepankan mutu
dan keselamatan pasien di rumah sakit.

BAB II
RUANG LINGKUP

Kelornpok pasien yang beresiko atau pelayanan yang beresiko tinggi antara lain:
1. Pelayanan kasus emergency/gawat darurat
2. Pelayanan pasien Koma
3. Pelayanan resusitasi
4. Pelayanan pasien dengan alat bantu hidup
5. Pelayanan pasien dengan alat pengikat (restraint)
6. Pelayanan pasien resiko bunuh diri
7. Pelayanan pasien dengan penyakit menular
8. Pelayanan pasien terhadap immuno-suppressed
9. Pelayanan pasien yang rentan, lanjut usia dengan ketergantungan bantuan
10. Pasien risiko kekerasan
11. Resiko Tambahan
BAB III
TATA LAKSANA

A. JENIS PELAYANAN PASIEN YANG BERESIKO


1. Pelayanan kasus emergency/gawat darurat
Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam
nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) hila tidak dilakukan pertolongan
secepatnya. Pengkajian pada kasus gawat darurat dibedakan menjadi dua, yaitu:
pengkajian primer dan pengkajian sekunder. Pertolongan kepada pasien gawat darurat
dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan survei primer untuk mengidentifikasi
masalah-masalah yang mengancam hidup pasien barulah selanjutnya dilakukan survey
sekunder. Tahapan pengkajian primer meliputi: A (Airway) memeriksa jalan nafas dengan
tujuan menjaga jalan nafas disertai control servikal. B (Breathing) memeriksa pernafasan
dengan tujuan mengelola pernafasan agar oksigenasi adekuat. C (Circulation) memeriksa
system sirkulasi disertai control perdarahan. D (Disability) memeriksa status neurologis.
E (Exposure) enviromental control, buka baju penderita tapi cegah hipotermia. Pengkajian
primer bertujuan mengetahui dengan segera kondisi yang mengancam nyawa pasien.
Pengkajian primer dilakukan secara sekuensial sesuai dengan prioritas. Tetapi dalam
prakteknya dilakukan secara bersamaan dalam tempo waktu yang singkat (kurang dari 10
detik) difokuskan pada Airway Breathing Circulation (ABC). Karena kondisi kekurangan
oksigen merupakan penyebab kematian yang cepat. Kondisi ini dapat diakibatkan karena
masalah system pernafasan ataupun bersifat sekunder akibat dari gangguan system tubuh
yang lain. Pasien dengan kekurangan oksigen dapat jatuh dengan cepat ke dalam kondisi
gawat darurat sehingga memerlukan pertolongan segera. Apabila terjadi kekurangan
oksigen 6-8 menit akan menyebabkan kerusakan otak permanen, lebih dari 10 menit akan
menyebakan kematian. Oleh karena itu pengkajian primer pada penderita gawat darurat
penting dilakukan secara efektif dan efisien.

2. Pelayanan Pasien Koma


Pasien dalam keadaan penurunan kesadaran sedang atau berat dapat di kategorikan sebagai
stupor atau koma. Keadaan ini merupakan keadaan emergensi atau gawat darurat bila
terjadinya akut.Banyak variasi penyebab baik itu kesadaran metabolic atau suatu proses
intracranial yang dapat menyebabkan pasien dalam keadaan stupor atau koma.Adapun
manajemen pada pasien seperti ini haruslah berfokus untuk menstabilkan keadaan pasien,
menegakkan diagnosis dan menatalaksana pasien berdasaarkan penyebab dari penyakit
tersebut.

3. Pelayanan resusitasi jantung paru


Resusitasi jantung paru merupakan salah satu tindakanlusaha untuk mengembalikan fungsi
jantung paru, tanpa tindakan ini, maka henti sirkulasi menyebabkan gangguan disfungsi
serebral yang akhirnya dapat menyebabkan kematian sel otak yang irreversible. Tujuan
resusitasi jantung paru (RJP) adalah untuk mengadakan kembali pembagian substrat
sementara sehingga memberikan waktu untuk pemulihan fungsi jantung paru sehingga
memberikan waktu untuk pemulihan fungsi jantung paru secara spontan. RIP dilakukan
jika ada henti nafas dan henti jantung.
4. Pelayanan pasien dengan alat bantu hidup
Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang dapat
mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam waktu yang lama.(Brunner dan
Suddarth, 1996).
Ada beberapa hal yang menjadikan tujuan dan manfaat penggunaan ventilasi mekanik ini
dan juga beberapa kriteria pasien yang perlu untuk segera dipasang ventilator.
Tujuan Ventilator antara lain adalah sebagai berikut :
 Mengurangi kerja pernapasan.
 Meningkatkan tingkat kenyamanan pasien.
 Pemberian MV yang akurat.
 Mengatasi ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi.
Menjamin hantaran O2 ke jaringan adekuat.

5. Pelayanan pasien dengan alat pengikat (restraint)


Definisi restraint ini berlaku untuk semua penggunaan restraint diunit dalarn rumah sakit.
Pada urnumnya, jika pasien dapat melepaskan suatu alat yang dengan mudah, maka alat
tersebut tidak dianggap sebagai suatu restraint. Jika suatu tindakan memenuhi
definisi restraint, hal ini tidak secara otomatis dianggap salah / tidak dapat diterima.
Penggunaan restraint secara berlebihan dapat terjadi, tetapi pengambilan keputusan untuk
mengaplikasikan restraint bukanlah suatu hal yang mudah. Suatu diskusi yang rnendalam
mengenai aspek etik, hukum, praktek dan profesionalisme dilakukan untuk membantu
tenaga kesehatan (misalnya perawat) memahami perbedaan antara
penggunaan restraint yang salah/tidak dapat ditolerir dengan kondisi yang memang
memerlukan tindakan restraint. Tidaklah memungkinkan untuk membuat suatu daftar
mengenai jenis restraint apa saja yang dapat diterapkan kepada pasien dikarenakan
mengaplikasikannya bergantung pada kondisi pasien saat itu. Suatu pembatasan
fisik/mekanisme/kirnia dapat diterapkan pada suatu kondisi tertentu, tetapi tidak pada
kondisi lainnya.

6. Pelayanan pasien resiko bunuh diri


Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk mengakhiri
kehidupannya. Berdasarkan besamya kemungkinan pasien melakukan bunuh diri, kita
mengenal tiga macam perilaku bunuh diri, yaitu:
a. Isyarat Bunuh Diri
Ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri, misalnya
dengan mengatakan: "Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!" atau
"Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya". Pada kondisi ini pasien mungkin sudah
memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya namun tidak disertai ancaman dan percobaan
bunuh diri. Pasien umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah, sedih,
marah, putus asa, tidak berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang
diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.
b. Ancaman Bunuh diri
Umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk mati disertai dengan rencana
untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut.
Secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan
percobaan bunuh diri. Walaupun dalam kondisi ini pasien belum pemah mencoba
bunuh diri, pengawasan ketat harus dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat
dimanfaatkan pasien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya.
c. Percobaan Bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri untuk
mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh diri dengan
cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat
yang tinggi.

7. Pelayanan pasien dengan penyakit menular


adalah asuhan yang diberikan kepada pasien untuk menangani pasien dengan penyakit
menular berdasarkan jenis penularannya.

8. Pelayanan pasien terhadap immuno-suppressed


adalah asuhan yang diberikan kepada pasien yang mengalami gangguan fungsi imunitas
selular dan hormonal yang berlangsung cukup lama sebagai akibat pengobatan dengan
immuno- suppresan ataupun akibat proses penyakit tertentu.

9. Pelayanan pasien yang rentan, lanjut usia dengan ketergantungan bantuan.


Perubahan yang terjadi pada lanjut usia sejalan dengan periode penuaan menunjukkan
adanya kelainan patologi yang multiple merupakan suatu tantangan dalam menilai gejala
klinik, pemberian pengobatan dan rehabilitasi. Menua sehat seringkali digunakan sebagai
sinonim dari bebas dari ketidakmampuan pada lanjut usia. Jadi menua sehat harus diikuti
dengan lanjut usia yang aktif, senantiasa berperan serta pada aktifitas. social, budaya,
spiritual, ekonomi dan peristiwa di masyarakat.. Oleh karena itu pasien lansia dan cacat
merupakan salah satu pasien yang beresiko tinggi yang perlu mendapat perhatiam khusus.

10. Pasien risiko kekerasan


Kekerasan Fisik adalah ekspresi dari apa baik yang dilakukan secara fisik yang
mencerminkan tindakan agresi dan penyerangan pada kebebasan atau martabat seseorang.
Kekerasan fisik dapat dilakukan oleh perorangan atau sekelompok orang. Perlindungan
Pasien Terhadap Kekerasan Fisik adalah suatu upaya rumah sakit untuk melindungi pasien
dari kekerasan fisik oleh pengunjung, pasien lain atau staf rumah sakit. Kekerasan fisik di
rumah sakit dapat dialami oleh bayi baru lahir (neonatus) dan anak-anak, lansia, pasien
koma dan perempuan. Pasien dengan gangguan jiwa terkadang tidak bisa mengendalikan
perilakunya, sehingga pasien tersebut perlu dilakukan tindakan pembatasan
gerak (restraint) atau menempatkan pasien dikamar isolasi. Tindakan bertujuan agar
pasien dibatasi pergerakannya karena dapat menciderai orang lain atau diciderai orang lain.
Bila tindakan isolasi tidak bermanfaat dan perilaku pasien tetap berbahaya. berpotensi
melukai diri sendiri atau orang lain maka alternative lain adalah dengan melakukan
pengekangan pengikatan fisik (restraint).

11. Risiko Tambahan


adalah risiko yang terjadi setalah dilakukan Tindakan atau rencana asuhan antara lain:
a. Luka Dekubitus adalah suatu keadaan dimana timbul ulkus sebagai akibat penekanan
yang lama yang mengenai suatu tempat pada permukaan tubuh pasien.
b. Cedera neurologis dan pembuluh darah pada pasien restrain
c. Infeksi terkait penggunaan ventilator adalah infeksi yang terjadi pada Saluran
Pernafasan akibat pemasangan ETT.
d. Infeksi melalui pembuluh darah pada pasien dialisis.
e. Infeksi saluran /slang sentral
f. Pasien jatuh

BAB IV
DOKUMENT ASI
1. Catatan perkembangan pasien terintegrasi
2. Formulir observasi pasien

BABV
PENUTUP

Demikian Buku Panduan Pelayanan Pasien Resiko Tinggi ini disusun untuk dapat digunakan
sebagai pedoman dan pegangan seluruh karyawan Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan.

Ditetapkan di : Perdagangan
Pada Tanggal : 23 Maret 2022
Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan
Direktur,

dr. Lidya Rayawati Saragih, M.Kes


NIP : 197009242007012003
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
PERDAGANGAN

PANDUAN RESIKO TINGGI

RSUD PERDAGANGAN-KABUPATEN SIMALUNGUN


JLN. RADJAMIN PURBA, SH PERDAGANGAN
0622 7296012,  21184
Email : rumahsakitperdagangan@gmail.com

1
BAB I
LATAR BELAKANG

A. LATAR BELAKANG
Dalam memberikan asuhan pada pasien resiko tinggi dan pelayanan pasien beresiko tinggi,
pimpinan Rumah Sakit bertanggung jawab untuk :
a. Mengidentifikasi pasien dan pelayanan yang dianggap beresiko tinggi di Rumah Sakit;
b. Menetapkan prosedur, panduan praktek klinis ( PPK ), clinical pathway dan rencana
perawatan secara kolaboratif;
c. Melatih staf untuk menerapkan prosedur, panduan praktek klinis ( PPK ), Clinical
pathway dan rencana perawatan tersebut.

Pelayanan pada pasien beresiko tinggi atau pelayanan beresiko tinggi dibuat berdasarkan
populasi yaitu pasien anak, pasien dewasa dan pasien geriatri. Hal – hal yang perlu
diterapkan dalam pelayanan tersebut meliputi prosedur, dokumentasi, kualifikasi staf dan
peralatan medis meliputi :
a. Rencana asuhan perawatan pasien;
b. Perawatan terintegrasi dan mekanisme komunikasi antar PPA secara efektif;
c. Pemberian Informed Consent jika diperlukan;
d. Pemantauan / observasi pasien selama memberikan pelayanan;
e. Kualifikasi atau kompetensi staf yang memberikan pelayanan;
f. Ketersediaan dan penggunaan peralatan medis Khusus untuk pemberian Pelayanan.

Rumah sakit mengidentifikasi dan memberikan asuhan pada pasien resiko tinggi dan
pelayanan resiko tinggi sesuai kemampuan, sumber daya dan sarana prasarana yang dimiliki
meliputi :
a. Pasien emergency ;
b. Pasien koma;
c. Pasien dengan alat bantu hidup;
d. Pasien resiko tinggi lainnya yaitu pasien dengan penyakit jantung, hipertensi, stroke dan
diabetes ;
e. Pasien dengan resiko bunuh diri ;
f. Pelayanan pasien dengan penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menyebabkan
kejadian luar biasa ;
g. Pelayanan pada pasien dengan “ Immuno – suppressed “;
h. Pelayanan pada pasien yang mendapatkan pelayanan dialisi ;
i. Pelayanan pada pasien yang direstrain ;
j. Pelayanan pada pasien yang menrima kemoterapy ;
k. Pelayanan pasien paliatif ;
l. Pelayanan pada pasien yang menerima radiotherapy ;
m. Pelayanan pada pasien resiko tinggi lainnya ( misalnya terapi hiperbarik dan pelayanan
radiologi intervensi ) ;
n. Pelayanan pada populasi pasien rentan, pasien lanjut usia ( geriatri ) misalnya anak-anak,
dan pasien beresiko tindak kekerasan atau ditelantarkan misalnya pasien dengan
gangguan jiwa.

2
B. PENGERTIAN
Pelayanan yang memerlukan peralatan yang kompleks untuk pengobatan penyakit yang
mengancam jiwa, risiko bahaya pengobatan, potensi yang membahayakan pasien atau efek
toksik dari obat beresiko tinggi.

C. TUJUAN
Pelayanan pada pasien beresiko tinggi berorientasi untuk dapat secara optimal memberikan
pelayanan dan perawatan pasien dengan menggunakan sumber daya, obat-obatan dan
peralatan sesuai standar dan pedoman yang berlaku. Panduan ini disusun dalam rangka
penyelenggaraan pelayanan pasien beresiko tinggi yang berkualitas dan mengedepankan
mutu dan keselamatan pasien di rumah sakit.

BAB II
RUANG LINGKUP

Kelornpok pasien yang beresiko atau pelayanan yang beresiko tinggi antara lain:
1. Pelayanan kasus emergency/gawat darurat
2. Pelayanan pasien Koma
3. Pelayanan resusitasi
4. Pelayanan pasien dengan alat bantu hidup
5. Pelayanan pasien dengan alat pengikat (restraint)
6. Pelayanan pasien resiko bunuh diri
7. Pelayanan pasien dengan penyakit menular
8. Pelayanan pasien terhadap immuno-suppressed
9. Pelayanan pasien yang rentan, lanjut usia dengan ketergantungan bantuan
10. Pasien risiko kekerasan
11. Resiko Tambahan

BAB III
TATA LAKSANA

A. JENIS PELAYANAN PASIEN YANG BERESIKO


1. Pelayanan kasus emergency/gawat darurat
Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam
nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) hila tidak dilakukan pertolongan
secepatnya. Pengkajian pada kasus gawat darurat dibedakan menjadi dua, yaitu:
pengkajian primer dan pengkajian sekunder. Pertolongan kepada pasien gawat darurat
dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan survei primer untuk mengidentifikasi
masalah-masalah yang mengancam hidup pasien barulah selanjutnya dilakukan survey
sekunder. Tahapan pengkajian primer meliputi: A (Airway) memeriksa jalan nafas
dengan tujuan menjaga jalan nafas disertai control servikal. B (Breathing) memeriksa
pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan agar oksigenasi adekuat. C (Circulation)
memeriksa system sirkulasi disertai control perdarahan. D (Disability) memeriksa status
neurologis. E (Exposure) enviromental control, buka baju penderita tapi cegah
hipotermia. Pengkajian primer bertujuan mengetahui dengan segera kondisi yang
3
mengancam nyawa pasien. Pengkajian primer dilakukan secara sekuensial sesuai dengan
prioritas. Tetapi dalam prakteknya dilakukan secara bersamaan dalam tempo waktu yang
singkat (kurang dari 10 detik) difokuskan pada Airway Breathing Circulation (ABC).
Karena kondisi kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian yang cepat. Kondisi
ini dapat diakibatkan karena masalah system pernafasan ataupun bersifat sekunder akibat
dari gangguan system tubuh yang lain. Pasien dengan kekurangan oksigen dapat jatuh
dengan cepat ke dalam kondisi gawat darurat sehingga memerlukan pertolongan segera.
Apabila terjadi kekurangan oksigen 6-8 menit akan menyebabkan kerusakan otak
permanen, lebih dari 10 menit akan menyebakan kematian. Oleh karena itu pengkajian
primer pada penderita gawat darurat penting dilakukan secara efektif dan efisien.

2. Pelayanan Pasien Koma


Pasien dalam keadaan penurunan kesadaran sedang atau berat dapat di kategorikan
sebagai stupor atau koma. Keadaan ini merupakan keadaan emergensi atau gawat darurat
bila terjadinya akut.Banyak variasi penyebab baik itu kesadaran metabolic atau suatu
proses intracranial yang dapat menyebabkan pasien dalam keadaan stupor atau
koma.Adapun manajemen pada pasien seperti ini haruslah berfokus untuk menstabilkan
keadaan pasien, menegakkan diagnosis dan menatalaksana pasien berdasaarkan penyebab
dari penyakit tersebut.

3. Pelayanan resusitasi jantung paru


Resusitasi jantung paru merupakan salah satu tindakanlusaha untuk mengembalikan
fungsi jantung paru, tanpa tindakan ini, maka henti sirkulasi menyebabkan gangguan
disfungsi serebral yang akhirnya dapat menyebabkan kematian sel otak yang irreversible.
Tujuan resusitasi jantung paru (RJP) adalah untuk mengadakan kembali pembagian
substrat sementara sehingga memberikan waktu untuk pemulihan fungsi jantung paru
sehingga memberikan waktu untuk pemulihan fungsi jantung paru secara spontan. RIP
dilakukan jika ada henti nafas dan henti jantung.

4. Pelayanan pasien dengan alat bantu hidup


Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang dapat
mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam waktu yang lama.(Brunner dan
Suddarth, 1996).
Ada beberapa hal yang menjadikan tujuan dan manfaat penggunaan ventilasi mekanik ini
dan juga beberapa kriteria pasien yang perlu untuk segera dipasang ventilator.
Tujuan Ventilator antara lain adalah sebagai berikut :
 Mengurangi kerja pernapasan.
 Meningkatkan tingkat kenyamanan pasien.
 Pemberian MV yang akurat.
 Mengatasi ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi.
Menjamin hantaran O2 ke jaringan adekuat.

5. Pelayanan pasien dengan alat pengikat (restraint)


Definisi restraint ini berlaku untuk semua penggunaan restraint diunit dalarn rumah
sakit. Pada urnumnya, jika pasien dapat melepaskan suatu alat yang dengan mudah, maka

4
alat tersebut tidak dianggap sebagai suatu restraint. Jika suatu tindakan memenuhi
definisi restraint, hal ini tidak secara otomatis dianggap salah / tidak dapat diterima.
Penggunaan restraint secara berlebihan dapat terjadi, tetapi pengambilan keputusan
untuk mengaplikasikan restraint bukanlah suatu hal yang mudah. Suatu diskusi yang
rnendalam mengenai aspek etik, hukum, praktek dan profesionalisme dilakukan untuk
membantu tenaga kesehatan (misalnya perawat) memahami perbedaan antara
penggunaan restraint yang salah/tidak dapat ditolerir dengan kondisi yang memang
memerlukan tindakan restraint. Tidaklah memungkinkan untuk membuat suatu daftar
mengenai jenis restraint apa saja yang dapat diterapkan kepada pasien dikarenakan
mengaplikasikannya bergantung pada kondisi pasien saat itu. Suatu pembatasan
fisik/mekanisme/kirnia dapat diterapkan pada suatu kondisi tertentu, tetapi tidak pada
kondisi lainnya.

6. Pelayanan pasien resiko bunuh diri


Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk
mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besamya kemungkinan pasien melakukan bunuh
diri, kita mengenal tiga macam perilaku bunuh diri, yaitu:
a. Isyarat Bunuh Diri
Ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri, misalnya
dengan mengatakan: "Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!" atau
"Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya". Pada kondisi ini pasien mungkin sudah
memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya namun tidak disertai ancaman dan
percobaan bunuh diri. Pasien umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa
bersalah, sedih, marah, putus asa, tidak berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal
negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.
b. Ancaman Bunuh diri
Umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk mati disertai dengan
rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana
tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak
disertai dengan percobaan bunuh diri. Walaupun dalam kondisi ini pasien belum
pemah mencoba bunuh diri, pengawasan ketat harus dilakukan. Kesempatan sedikit
saja dapat dimanfaatkan pasien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya.
c. Percobaan Bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri untuk
mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh diri dengan
cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari
tempat yang tinggi.

7. Pelayanan pasien dengan penyakit menular


adalah asuhan yang diberikan kepada pasien untuk menangani pasien dengan penyakit
menular berdasarkan jenis penularannya.

8. Pelayanan pasien terhadap immuno-suppressed


adalah asuhan yang diberikan kepada pasien yang mengalami gangguan fungsi imunitas
selular dan hormonal yang berlangsung cukup lama sebagai akibat pengobatan dengan
immuno- suppresan ataupun akibat proses penyakit tertentu.

5
9. Pelayanan pasien yang rentan, lanjut usia dengan ketergantungan bantuan.
Perubahan yang terjadi pada lanjut usia sejalan dengan periode penuaan menunjukkan
adanya kelainan patologi yang multiple merupakan suatu tantangan dalam menilai gejala
klinik, pemberian pengobatan dan rehabilitasi. Menua sehat seringkali digunakan sebagai
sinonim dari bebas dari ketidakmampuan pada lanjut usia. Jadi menua sehat harus diikuti
dengan lanjut usia yang aktif, senantiasa berperan serta pada aktifitas. social, budaya,
spiritual, ekonomi dan peristiwa di masyarakat.. Oleh karena itu pasien lansia dan cacat
merupakan salah satu pasien yang beresiko tinggi yang perlu mendapat perhatiam
khusus.

10. Pasien risiko kekerasan


Kekerasan Fisik adalah ekspresi dari apa baik yang dilakukan secara fisik yang
mencerminkan tindakan agresi dan penyerangan pada kebebasan atau martabat seseorang.
Kekerasan fisik dapat dilakukan oleh perorangan atau sekelompok orang. Perlindungan
Pasien Terhadap Kekerasan Fisik adalah suatu upaya rumah sakit untuk melindungi
pasien dari kekerasan fisik oleh pengunjung, pasien lain atau staf rumah sakit. Kekerasan
fisik di rumah sakit dapat dialami oleh bayi baru lahir (neonatus) dan anak-anak, lansia,
pasien koma dan perempuan. Pasien dengan gangguan jiwa terkadang tidak bisa
mengendalikan perilakunya, sehingga pasien tersebut perlu dilakukan tindakan
pembatasan gerak (restraint) atau menempatkan pasien dikamar isolasi. Tindakan
bertujuan agar pasien dibatasi pergerakannya karena dapat menciderai orang lain atau
diciderai orang lain. Bila tindakan isolasi tidak bermanfaat dan perilaku pasien tetap
berbahaya. berpotensi melukai diri sendiri atau orang lain maka alternative lain adalah
dengan melakukan pengekangan pengikatan fisik (restraint).

11. Risiko Tambahan


adalah risiko yang terjadi setalah dilakukan Tindakan atau rencana asuhan antara lain:
a. Luka Dekubitus adalah suatu keadaan dimana timbul ulkus sebagai akibat penekanan
yang lama yang mengenai suatu tempat pada permukaan tubuh pasien.
b. Cedera neurologis dan pembuluh darah pada pasien restrain
c. Infeksi terkait penggunaan ventilator adalah infeksi yang terjadi pada Saluran
Pernafasan akibat pemasangan ETT.
d. Infeksi melalui pembuluh darah pada pasien dialisis.
e. Infeksi saluran /slang sentral
f. Pasien jatuh

BAB IV
DOKUMENT ASI
1. Catatan perkembangan pasien terintegrasi
2. Formulir observasi pasien

6
BABV
PENUTUP

Demikian Buku Panduan Pelayanan Pasien Resiko Tinggi ini disusun untuk dapat digunakan
sebagai pedoman dan pegangan seluruh karyawan Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan.

Anda mungkin juga menyukai