Anda di halaman 1dari 6

PANDUAN PELAYANAN PASIEN RESIKO TINGGI

MelayaniSelayaknyaKeluarga

RumahSakitIbudanAnak
UMMU HANI
Jl. Mayjend. DI Panjaitan No. 40 APurbalingga
www.ummuhani.com
PT. UMMUHANI REKSA HUSADA
Rumah Sakit Ibu dan Anak UMMU HANI
Jl. Mayjend. DI Panjaitan No. 40 A PURBALINGGA
Telp. 0281 891373
Fax 0281 891276
e-mail : rsia.ummuhani@gmail.com

PANDUAN PELAYANAN PASIEN RESIKO TINGGI


A. DEFINISI

Pelayanan yang memerlukan peralatan yang kompleks untuk pengobatan penyakit yang
mengancam jiwa , resiko bahaya pengobatan, potensi yang membahayakan pasien atau efek toksik
obat yang beresiko tinggi.
Pelayan pasien dengan resiko tinggi merupakan pelayan pasien dengan peralatan bantuan hidup
dasar, penyakit menular atau imunosupressed peralatan dialisis, peralatan mengikat / restrain
,ketergantungan bantuan. Pelayanan beresiko tinggi berorientasi untuk secara optimal memberikan
pelayanan dan perawatan pasien dengan menggunakan sumber daya obat-obatan dan peralatan
sesuai standard dan pedoman yang berlaku.
Rumah sakit memberi pelayanan bagi berbagai variasi pasien dengan berbagai variasi kebutuhan
pelayanan kesehatan. Beberapa pasien yang digolongkan risiko-tinggi karena umur, kondisi, atau
kebutuhan yang bersifat kritis. Anak dan lanjut usia umumnya dimasukkan dalam kelompok ini karena
mereka sering tidak dapat menyampaikan pendapatnya, tidak mengerti proses asuhan dan tidak dapat
ikut memberi keputusan tentang asuhannya. Demikian pula, pasien yang ketakutan, bingung atau
koma tidak mampu memahami proses asuhan bila asuhan harus diberikan secara cepat dan efisien.
Rumah sakit juga menyediakan berbagai variasi pelayanan, sebagian termasuk yang berisiko tinggi
karena memerlukan peralatan yang kompleks, yang diperlukan untuk pengobatan penyakit yang
mengancam jiwa (pasien dialisis), sifat pengobatan (penggunaan darah atau produk darah), potensi
yang membahayakan pasien atau efek toksik dari obat berisiko tinggi (misalnya kemoterapi).
Kebijakan dan prosedur merupakan alat yang sangat penting bagi staf untuk memahami pasien
tersebut dan pelayanannya dan memberi respon yang cermat, kompeten dan dengan cara yang
seragam. Pimpinan bertanggung jawab untuk :
a) Mengidentifikasi pasien dan pelayanan yang dianggap berisiko tinggi di rumah sakit
b) Menggunakan proses kerjasama (kolaborasi) untuk mengembangkan kebijakan dan
prosedur yang sesuai;
c) Melaksanakan pelatihan staf dalam mengimplementasikan kebijakan dan prosedur.

Panduan ini disusun dalam rangka penyelenggaraan pelayanan pasien berisiko tingi yang
berkualitas mengedepankan mutu dan keselamatan pasien beresiko tinggi di RSIA Ummu Hani
Purbalingga memberi pelayanan berbagai variasi pasien dengan berbagai karakteristik kebutuhan
RSIA ummu Hani membuat kebijakan dan prosedur yang merupakan alat yang sangat penting bagi staf
untuk memahami pasien tersebut dan pelayanannya dan memberi respon yang cermat,kompeten dan
dengan cara yang seragam. Pimpinan bertanggung jawab untuk mengidentifikasi pasien dan
pelayanan yang dianggap beresiko tinggi di rumah sakit.
A. RUANG LINGKUP
1. Tujuan
Pelayanan pada pasien beresiko tinggi berorientasi untuk dapat secara optimal memberikan
pelayanan dan perawatan pasien dengan menggunakan sumberdaya, obat - obatan dan
peralatan sesuai standard dan pedoman yang berlaku. Panduan ini disusun dalam rangka
penyelenggaraaan pelayanan pasien berisiko tinggi yang berkualitas dan mengedepankan
mutu dan keselamatan pasien di rumahsakit.
Pasien dan pelayanan yang diidentifikasikan sebagai kelompok pasien risiko
tinggi dan pelayanan resiko tinggi,apabila ada di rumah sakit maka dimasukkan
dalam daftar prosedur. Rumah  sakit  dapat  pula melakukan identifikasi risiko sampingan
sebagai akibat dari suatu prosedur atau rencana asuhan contohnya perlunya
pencegahan trombosisi vena dalam ulkus dekubitus maka resiko tersebut dapat dicegah.
Beberapa pasien yang digolongkan resiko tinggi karena:
1. Anak-anak,lansia dan populasi yang berisiko diperlakukan kasar/ kejam.
2. Pasien gawat darurat.
C. TATA LAKSANA
Pelayanan Psien Yang Berresiko Tinggi
1. Pasien Gawat Darurat
Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau menjadi terancam jiwanya atau
anggota badannya ( akan menjadi cacat ) bila tidak dilakukan pertolongan secepatnya.
Pengkajian pada pasien gawat darurat dibedakan menjadi dua yaitu : Pengkajian primer
dan sekunder.
Pengkajian orimer meliputi :
A ( Airway ) : Mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas disetrai kontrol
servikal
B ( Breathing ) : Mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan agar
oksigenasi adekuat
C ( Circulation ) : Mengecek sistem sirkulasi disertai kontrol perdarahan
D ( Drug) : mengecek ststus neurologis
E (Exposure,environmel control):buka baju pasien tapi cegah hipotermia.
Pengkajian primer bertujuan untuk mengetahui dengan segera kondisi yang mengancam
nyawa pasien.

2. Restraint

adalah suatu metode/cara pembatasan/restriksi yang disengaja terhadap gerakan/perilaku


seseorang. Dalam hal ini, ‘perilaku‘ yang dimaksudkan adalah tindakan yang direncanakan,
bukan suatu tindakan yang tidak disadari/tidak disengaja/sebagai suatu refleks. Restraint
terdiri dari berbagai jenis, antara lain :

1. Pembatasan Fisik
a. Melibatkan satu atau lebih staf untuk memegangi pasien, menggerakkan pasien, atau
mencegah pergerakan pasien.
b. Pemegangan fisik : biasanya staf memegangi pasien dengan tujuan untuk melakukan
suatu pemeriksaan fisik/tes rutin. Namun, pasien berhak menolak prosedur ini. Apabila
terpaksa memberikan obat tanpa persetujuan pasien, dipilih metode yang paling kurang
bersifat reaktif/sedikit mungkin menggunakan pemaksaan. Pada beberapa keadaan,
dimana pasien setuju untuk menjalani prosedur/ medikasi tetapi tidak dapat berdiam
diri/tenang untuk disuntik/menjalani prosedur, staf boleh memegangi pasien dengan tujuan
prosedur/ pemberian medikasi berjalan dengan lancar dan aman. Hal ini bukan
merupakan restraint.
2. Pembatasan Mekanis
Yaitu melibatkan penggunaan suatu alat, misalnya penggunaan pembatas di sisi kiri dan
kanan tempat tidur ( bedrails) untuk mencegah pasien jatuh/turun dari tempat tidur. Namun
perlu diperhatikan bahwa penggunaan bedrails dianggap berisiko terjebak di antara kasur
dan bedrails dengan kemungkinan mengalami cedera yang lebih berat dibandingkan
tanpa penggunaan bedrails. Jadi, penggunaan bedrails harus mempunyai keuntungan
yang melebihi resikonya. Namun, jika pasien secara fisik tidak mampu turun dari tempat
tidur, penggunaan side rails bukan merupakan restraint karena penggunaan side rails
tidak berdampak pada kebebasan bergerak pasien.
3. Pembatasan Kimia
Yaitu melibatkan penggunaan obat-obatan untuk membatasi pasien. Obat-obatan dianggap
sebagai suatu restraint hanya jika penggunaan obat-obatan tersebut tidak sesuai dengan
standar terapi pasien dan penggunaan obat-obatan ini hanya ditujukan untuk mengontrol
perilaku pasien/membatasi kebebasan bergerak pasien. Kriteria untuk menentukan suatu
penggunaan obat dan kombinasinya tidak tergolong restraint adalah :
a. Obat-obatan tersebut diberikan dalam dosis yang sesuai dan telah disetujui oleh Food and
Drug Administraion (FDA) dan sesuai indikasinya.
b. Penggunaan obat mengikuti/sesuai dengan standar praktik kedokteran yang berlaku.
c. Penggunaan obat untuk mengobati kondisi medis tertentu pasien didasarkan pada gejala
pasien, keadaan umum pasien, dan pengetahuan klinis/dokter yang merawat pasien.
d. Penggunaan obat tersebut diharapkan dapat membantu pasien mencapai kondisi
fungsionalnya secara efektif dan efisien.
e. Jika secara keseluruhan efek obat tersebut menurunkan kemampuan pasien untuk
berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya secara efektif, maka obat tersebut tidak digunakan
sebagai terapi standar untuk pasien.
f. Tidak diperbolehkan menggunakan ‘pembatasan kimia’ (obat sebagai restraint) untuk tujuan
kenyamanan staf, untuk mendisiplinkan pasien, atau sebagai metode untuk pembalasan
dendam.
3. Pasien Lanjut Usia ,Cacat, Anak-anak dan Populasi Yang Beresiko Diperlakukan Kasar dan
kejam
a. Perlindungan pada orang cacat,gangguan kesadaran lansia :
1) Pada rawat Jalan
Pendampingan oleh petugas dan mengantarkan sampai tempat periksa yang di tuju dangan
menggunakan alat bantu yang diperlukan dan mendampingi pasien untuk dilakukan
pemeriksaan sampai selesai.
2) Pada rawat Inap
a) Penempatan pasien di kamar rawat inap sedekat mungkin dengan
kamar perawat.
b) Perawat memastikan dan memasang pengaman tempat Perawat
memastikan bel pasien mudah dijangkau oleh pasien dan dapat
digunakan
c) Meminta keluarga untuk menjaga pasien baik oleh keluarga atau
pihak yang ditunjuk dandipercaya.
b. Tata Laksana terhadap anak-anak
1) R u a n g   p e r i n a t o l o g i h a r u s d i j a g a m i n i m a l s a t u o r a n g p e r a w a t a t a u
b i d a n ,   r u a n g a n t i d a k    boleh ditinggalkan tanpa ada perawat atau bidan yang
menjaga.
2) y a n g dijjinkan masuk ruang perinatologi hanya kepada ibu
kandung bayi bukan kepada keluarga yang lain.
c. Tata Laksana terhadap pasien yang berisiko disakiti mendapatka penyiksaan ,napi
,korban dan tersangka tindak pidana korban KDRT
1) Pasien ditempatkan di kamar perawatan sedekat mungkin dengan kantor
perawat.
2) Pengunjung maupun penjaga pasien wajib lapor dan mencatat identitas di
kantor perawat berikut dengan penjaga maupun pengunjung pasien lain
yang satu kamar perawatan dengan pasien berresiko
3) P e r a w a t   b e r k o o r d i n a s i d e n g a n   s a t u a n p e n g a m a n a n   u n t u k   m e m a n t a
lokasi perawatan pasien
4) K oordinasi dengan pihak berwajib bila diperlukan

D. DOKUMENTASI
Pelaporan Pasien resiko tinggi

Anda mungkin juga menyukai