Anda di halaman 1dari 12

HIGEIA 4 (Special 2) (2020)

HIGEIA JOURNAL OF PUBLIC HEALTH


RESEARCH AND DEVELOPMENT
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/higeia

Kondisi Sanitasi Lingkungan dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Sekolah
Dasar

Adeilla Dyah Safitri 1

1
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel Abstrak


________________ ___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Anak usia sekolah dasar rentan terserang penyakit menular dari lingkungan dan perilaku salah
Diterima 4 Juni 2020 satunya diare. Jumlah penderita diare usia 5-14 tahun 2018 di wilayah Puskesmas Sekaran
Disetujui 1 Oktober 2020 sebanyak18,2%. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kondisi sanitasi lingkungan dan PHBS di
Dipublikasikan 12 lingkungan sekolah dasar Kecamatan Gunungpati. Metode penelitian ini adalah mix methods
Oktober 2020 dengan rancangan sequential explanatory design. Penelitian ini dilaksanakan bulan Juli s.d.
________________ November 2019. Sampel penelitian ini 34 sekolah dasar dengan 100 siswa kelas V dan 9 informan.
Keywords: Hasil penelitian ini adalah sanitasi lingkungan 74% baik dan 26% kurang baik. Tingkat
Healthy Behavior, pengetahuan baik sebanyak 73% dan kurang baik 23%, sikap yang baik sebanyak 60% dan kurang
Environmental Sanitation baik sebanyak 40%, tindakan yang baik sebanyak 56% dan kurang baik sebanyak 44%. Terdapat
____________________ hubungan pengetahuan dan tindakan p-value 0,011 dan terdapat hubungan sikap dan tindakan p-
DOI: value 0,015. Sanitasi dan PHBS sekolah dasar Kecamatan Gunungpati cukup baik akan tetapi
https://doi.org/10.15294 kondisi sanitasi lingkungan belum sesuai dengan peraturan dan program PHBS disekolah sedang
/higeia.v4iSpecial%202/ melemah.
35672
____________________
Abstract
___________________________________________________________________
Primary school-aged children are vulnerable to infectious diseases related with the environment and behavior,
one of them is diarrhea. The number of diarrhea patients aged 5-14 years old year 2018 in Sekaran Primary
Health Care was 18.2%. The purpose of this study was to find out the condition of environmental sanitation
and the clean and healthy behavior in Gunungpati elementary school environment. The method used in this
research was a mixed methods with a sequential explanatory design. This research was conducted in July until
November 2019. The research sample was 34 elementary schools with 100 fifth grade students and 9
informants. The results of this study were 74% good environmental sanitation and 26% less good. There was a
correlation between knowledge with actions p-value 0.011 and there was a correlation between attitudes with
actions p-value 0.015. Sanitation and healthy behavior in primary schools in Gunungpati Subdistrict were
good, but environmental sanitation conditions were not in accordance with the regulations

© 2020 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi:
p ISSN 1475-362846
Gedung F5 Lantai 2 FIK Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229 e ISSN 1475-222656
E-mail: adeilladyah16@gmail.com

392
Adeilla, D, S. / Kondisi Sanitasi Lingkungan / HIGEIA 4 (Special 2) (2020)

PENDAHULUAN WHO mencatat setiap tahun 100.000 anak di


Indonesia meninggal dunia akibat diare.
Menurut teori H. L Blum lingkungan dan Mencuci tangan secara tepat dengan
perilaku mempunyai andil yang paling besar menggunakan sabun dapat mengurangi risiko
terhadap status kesehatan yang disusul oleh penyakit diare hingga 47% (Kemenkes, 2014).
perilaku. Lingkungan sangat berpengaruh Cuci tangan merupakan teknik dasar yang
terhadap individu karena lingkungan paling penting dalam pencegahan dan
merupakan lahan untuk perkembangan pengontrolan penularan infeksi (Sulistyowati,
perilaku. Lingkungan di tempat-tempat umum 2016).
memiliki potensi sebagai tempat terjadinya Diare adalah penyakit yang banyak
penularan penyakit, pencemaran lingkungan, diderita oleh anak-anak dan balita. Diare dapat
ataupun gangguan kesehatan lainnya. Tempat dipengaruhi oleh lingkungan dan perilaku
umum yang wajib menyelenggarakan sanitasi hygiene. Mencuci tangan dengan sabun dapat
lingkungan yaitu hotel, pasar, warung makan, menurunkan angka penderita diare sebanyak
kantin sekolah, taman hiburan, tempat ibadah 44%. Untuk sanitasi dapat menurunkan angka
dan lain-lain. diare sebanyak 32 % dan penyediaan air
Sekolah berperan menjadi pintu masuk sebanyak 25%. Sedangkan sumber air yang
dari perubahan perilaku sehat bahwa diolah sebanyak 11% (Kemenkes, 2014). Kasus
pengetahuan tentang perilaku sehat pada anak diare di Kota Semarang pada tahun 2016
dan orang tua yang masih kurang sehingga sebanyak 18% per1000 penduduk sedangkan
peran sekolah menjadi sangat penting dalam pada tahun 2017 sebanyak 23,2 % per 1000
merubah dan memberikan pemahaman tentang penduduk. Kasus paling banyak pada usia >5
perilaku hidup sehat. Terkait dengan kurangnya tahun yaitu 25.578. Di Wilayah Kecamatan
pengetahuan tentang perilaku sehat tersebut Gunungpati penderita diare juga meningkat dari
tingkat perilaku hidup sehat siswa sekolah tahun 2016 hingga 2017, sedangkan jumlah
masih rendah dibuktikan dengan masih penderita diare usia 5-14 tahun 2018 yaitu 168
rendahnya tingkat pengetahuan serta praktik kasus atau 12,5%. Di Wilayah Puskesmas
tentang perilaku hidup sehat siswa sekolah dasar Sekaran jumlah penderita diare usia 5-14 tahun
(Irwandi, 2016). 2018 sebanyak 97 kasus atau 18,2%. Di wilayah
Faktor predisposisi dari terlaksananya Kecamatan Gunungpati kasus diare untuk usia
perilaku hidup bersih dan sehat yaitu 5-14 tahun sebanyak 25,7 %. Selain diare
pengetahuan dan sikap. Teori L. Green penyakit menular karena lingkungan dan
menjelaskan bahwa suatu perilaku ditentukan perilaku yang terjadi pada anak-anak meliputi
oleh faktor predisposisi (predisposing factors). ISPA, Pneumonia, infeksi mata, infeksi cacing,
Faktor-faktor ini digunakan untuk dan penyakit kulit (Kemenkes, 2014).
mempermudah seseorang untuk berperilaku, ISPA di wilayah Kecamatan
misalnya pengetahuan, sikap, keyakinan, adat Gunungpati pada tahun 2018 sebanyak 77% per
istiadat, tradisi, dan sebagainya. Menerapkan 1000 penduduk. ISPA di wilayah Kerja
PHBS di lingkungan sekolah, maka diperlukan Puskesmas Gunungpati usia ≥5 tahun sebanyak
adanya pendidikan terkait perilaku hidup sehat. 59%. ISPA di wilayah Kerja Puskesmas Sekaran
Pemberian pengetahuan ini, diharapkan dapat usia 5-14 tahun sebanyak 23%. Kasus demam
membentuk sikap siswa tentang kehidupan yang tifoid tahun 2018 di Kecamatan Gunungpati
sehat, sehingga hal tersebut dapat diterapkan sebanyak 5,3% per 1000 penduduk. Di wilayah
menjadi suatu kebiasaan untuk berperilaku Kecamatan Gunungpati kasus demam tifoid
bersih dan sehat di sekolah. untuk usia 5-14 tahun sebanyak 25,7 %. Tifoid
Salah satu indikator perilaku hidup merupakan salah satu penyakit endemis yang
bersih dan sehat di lingkungan sekolah yang ada di Indonesia, mayoritas mengenai anak usia
penting bagi anak–anak adalah cuci tangan. sekolah dan kelompok usia produktif.

393
Adeilla, D, S. / Kondisi Sanitasi Lingkungan / HIGEIA 4 (Special 2) (2020)

Sanitasi lingkungan merupakan faktor sekolah menggunakan sumur akan tetapi jarak
pendukung dalam mewujudkan perilaku hidup sumber air dengan sumber pencemar tidak
bersih dan sehat siswa. Pada penelitian mencapai 10 meter, 4 sekolah tidak ada
terdahulu menyatakan ada hubungan antara pemisahan jamban untuk siswa laki-laki dan
sarana prasarana dengan PHBS di sekolah perempuaan, kondisi toilet siswa kurang bersih
dengan p value 0,021 (Rorimpandey, 2015). dan lubang penghawaan yang kecil. Saluran
Perilaku hidup bersih dan sehat di sekolah pembuangan air limbah dari kantin tidak kedap
adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikan air dan tidak tertutup, 4 sekolah tempat sampah
oleh peserta didik, guru, dan masyarakat tidak tertutup, sedangkan tempat pengumpulan
lingkungan sekolah, sehingga secara mandiri sampah kondisi sampah berserakan dan tidak
mampu mencegah penyakit, meningkatkan dikelola. Sarana cuci tangan terbatas dan hanya
kesehatannya, serta berperan aktif dalam 1 sekolah yang di lengkapi dengan sabun. Studi
mewujudkan lingkungan yang sehat pendahuluan pada 18 siswa kelas V di 5 sekolah
(Proverawati, 2016). Keputusan Menteri dasar Kecamatan Gunungpati terkait PHBS
Kesehatan Nomor 1429 tahun 2006 tentang dengan indikator siswa selalu melakukan cuci
Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan tangan pada saat jajan sebanyak 2 siswa, 10
Lingkungan Sekolah, fasilitas sanitasi siswa selalu cuci tangan dengan air mengalir, 2
lingkungan disekolah meliputi penyediaan air siswa sering cuci tangan dengan sabun. Untuk
bersih, toilet, sarana pembuangan air limbah, perilaku penggunaan jamban terdiri dari 6 siswa
dan sarana pembuangan sampah. Fasilitas kadang-kadang buang air kecil sembarangan, 10
sanitasi sekolah ini harus memenuhi syarat siswa kadang tidak menyiram jamban dengan
kesehatan yang telah ditentukan agar dapat bersih setelah buang air kecil. Perilaku
mendukung penyelenggaraan kesehatan membuang sampah yaitu 5 siswa selalu
lingkungan di sekolah dan mencegah penularan membuang sampah pada tempatnya, 12 siswa
penyakit di lingkungan sekolah. Dalam jenjang kadang-kadang membuang sampah
pendidikan sanitasi dasar di sekolah akses sembarangan apabila tempat sampah jauh.
sanitasi dasar paling rendah. Akses jamban Perilaku hidup bersih dan sehat di
sekolah dasar, sebanyak 12,19% tidak memiliki sekolah adalah sekumpulan perilaku yang
jamban. Sekitar 34,9% sekolah dasar tidak dipraktikan oleh peserta didik, guru, dan
memiliki sarana cuci tangan (Kemendikbud, masyarakat lingkungan sekolah, sehingga secara
2017). mandiri mampu mencegah penyakit,
Berdasarkan penelitian terdahulu peran meningkatkan kesehatannya, serta berperan
personil sekolah dalam menumbuhkembangkan aktif dalam mewujudkan lingkungan yang sehat
perilaku hidup bersih dan sehat pada siswa yang (Proverawati, 2016). Sedangkan sanitasi dasar
mencakup, peran kepala sekolah sebagai adalah meliputi sarana pembuangan kotoran
pendidik, inovator, dan motivator (pemberi manusia, sarana pembuangan sampah, saluran
motivasi) dan sebagai climator (suasana pembuangan air limbah, dan penyediaan air
kondusif). Peran guru sebagai pembimbing bersih (Sidhi, 2016).
siswa, sebagai motivator, dan sebagai evaluator Penelitian analisis kondisi sanitasi
serta peran tenaga kependidikan dengan lingkungan dan PHBS di sekolah dasar
memberikan pelayanan yang maksimal berupa Kecamatan Gunungpati, belum pernah
pelayanan administrasi dan pelayanan teknis dilakukan di SD se-Kecamatan Gunungpati.
yang mendukung program sekolah (Irwandi, Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juli –
2016). November pada tahun 2019. Perbedaan
Studi pendahuluan sanitasi lingkungan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
dilakukan pada 5 sekolah dasar di wilayah yaitu pada metode penelitian yang digunakan.
Kecamatan Gunungpati didapatkkan hasil Pada penelitian ini menggunakan metode
bahwa penyediaan air bersih tercukupi, 2 kombinasi kuantitatif dan kualitatif. Tujuan dari

394
Adeilla, D, S. / Kondisi Sanitasi Lingkungan / HIGEIA 4 (Special 2) (2020)

penelitian ini untuk mengetahui kondisi sanitasi mewakili masing-masing sekolah dengan
lingkungan dan perilaku hidup bersih dan sehat populasi 1074. Informan dalam penelitian ini
di Sekolah Dasar Kecamatan Gunungpati. sebanyak 9 orang yang mencakup 2 sekolah dan
2 puskesmas, untuk sekolah dengan informan
METODE kepala sekolah dan guru SD, sedangkan untuk
Puskesmas Sekaran dan Puskesmas Gunungpati
Penelitian ini menggunakan metode yang mencakup pelaksana program sanitasi
kombinasi (mixed methods) dengan pendekatan tempat-tempat umum dan PHBS sekolah.
sequential explanatory design. Pada metode Instrumen penelitian yang digunakan
penelitian kombinasi model ini untuk tahap yaitu lembar observasi, angket dan pedoman
pertama dengan penelitian kuantitatif yang wawancara. Teknik pengumpulan data
bertujuan untuk menguraikan aspek-aspek dilakukan dengan observasi, wawancara
sanitasi lingkungan serta pengetahuan, sikap, terstruktur, dan wawancara mendalam.
dan tindakan PHBS di lingkungan sekolah dasar Observasi dilakukan untuk mengetahui kondisi
Kecamatan Gunungpati. Tahap selanjutnya sanitasi lingkungan. Wawancara terstruktur
pada penelitian ini dengan kajian kualitatif yang yang dilakukan pada responden siswa untuk
digunakan untuk menguji, memperdalam dan mengetahui pengetahuan, sikap, tindakan siswa
memperluas data kuantitatif terkait dengan terkait PHBS. Sedangkan wawancara
gambaran sanitasi lingkungan sekolah dan mendalam yang dilakukan kepada kepala
PHBS sekolah di Sekolah Dasar Kecamatan sekolah-kepala sekolah, guru-guru olahraga, dan
Gunungpati. Rancangan penelitian ini petugas puskesmas Sekaran dan Gunungpati
dilakukan untuk mengetahui gambaran tentang untuk mengetahui gambaran PHBS dan sanitasi
kondisi sanitasi lingkungan, pengetahuan, sikap, lingkungan sekolah. Sumber data dalam
praktik PHBS, dan gambaran PHBS dan penelitian ini dari data primer dan data
sanitasi lingkungan sekolah. sekunder. Data primer diperoleh dari
Penelitian ini dilakukan di sekolah dasar wawancara dengan pengisian kuisioner pada
dan MI wilayah Kecamatan Gunungpati. siswa di Sekolah Dasar Kecamatan Gunungpati,
Waktu penelitian ini pada bulan Juli – selain wawacara dengan kuesioner juga
November tahun 2019. Variabel pada penelitian dilakukan observasi terhadap sanitasi
ini terdiri dari fasilitas sanitasi lingkungan lingkungan sekolah. Observasi terkait variabel
sekolah dan PHBS. Sanitasi lingkungan yang kondisi fasilitas sanitasi lingkungan yang
mencakup penyediaan air, jamban, meliputi penyediaan air bersih, fasilitas jamban,
pembuangan sampah, SPAL, dan tempat cuci SPAL, fasilitasi pembuangan sampah dan
tangan. Sedangkan variabel PHBS mencakup fasilitas cuci tangan. Wawancara terstruktur
variabel pengetahuan, sikap, dan tindakan yang mencakup indikator PHBS sekolah cuci
terhadap perilaku membuang sampah, tangan dengan sabun, membuang sampah pada
penggunaan jamban, cuci tangan, dan perilaku tempatnya dan penggunaan jamban sehat
jajan. Variabel yang diuji kualitatif meliputi dengan variabel tingkat pengetahuan, tingkat
gambaran sanitasi lingkungan dan PHBS secara sikap, dan tindakan terkait PHBS. Wawancara
mendalam. mendalam terkait dengan gambaran PHBS dan
Populasi pada penelitian ini adalah Sanitasi Lingkungan secara mendalam. Data
seluruh SD/MI Kecamatan Gununpati yang sekunder diperoleh dri instansi terkait seperti
berjumlah 51 sekolah. Sampel pada penelitian Puskesmas Sekaran dan Puskesmas Gunungpati
ini yaitu 34 SD dan MI di Kecamatan berupa data sekolah dan data kasus penyakit
Gunungpati, pengambilan sampel dengan pada anak usia sekolah
metode simple random sampling. Untuk Analisis data yang dugunakan terdiri dari
melengkapi data PHBS maka digunakan sampel analisis data kuantitatif dan analisis data
siswa sebanyak 100 siswa kelas V yang kualitatif. Data kuantitati terdiri dari analisis

395
Adeilla, D, S. / Kondisi Sanitasi Lingkungan / HIGEIA 4 (Special 2) (2020)

univariat untuk mengetahui tingkat sanitasi


lingkungan, pengetahuan, sikap, dan tindakan Meskipun sarana sanitasi sudah tersedia,
PHBS, sedangkan analisis bivaria menggunakan akan tetapi kondisi perawatannya masih banyak
uji chi square untuk mengetahui hubungan yang belum sesuai dengan peraturan seperti
pengetahuan dan sikap dengan tindakan PHBS. pada fasilitas cuci tangan 15% sekolah yang
Analisis data kualitatif yang digunakan analisis tersedia sabun cuci tangan padahal 97% sekolah
data model Miles and Hubermand terdiri dari sudah memiliki sarana cuci tangan. Pada
data reduction (reduksi data), data display fasilitas pembuangan sampah sebanyak 85%
(penyajian data), conclusion drawing/verification sekolah tersedia tempat sampah disetiap
(penarikan kesimpulan/verifikasi). ruangan namun hanya 12% sekolah yang
menyediakan tempat sampah tertutup.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi sanitasi yang kurang baik dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya
Berdasakan hasil penelitian diketahui kepedulian dalam merawat sarana oleh
jumlah sanitasi sekolah yang kurang baik yaitu penggunanya. Karena pengguna sanitasi paling
sebanyak 9 sekolah (26%). Sedangkan jumlah banyak adalah anak usia sekolah dasar maka
sekolah yang memiliki fasilitas sanitasi tingkat kepedulian dalam merawat
lingkungan baik sebanyak 25 sekolah (74%). lingkungannya masih kurang. Meskipun sarana
Pada saat observasi jumlah petugas kebersihan sanitasi sudah lengkap, namun apabila tidak
di sekolah dasar Kecamatan Gunungpati hanya dikelola dengan baik dapat mempengaruhi
satu orang tiap sekolah sedangkan kebersihan kondisi sarana sanitasi tersebut. Pada saat
sekolah ditugaskan kepada petugas kebersihan. observasi jumlah petugas kebersihan di sekolah
Sarana sanitasi lingkungan dari sekolah dasar dasar Kecamatan Gunungpati hanya satu orang
yang diteliti meliputi sarana air bersih, jamban, tiap sekolah. Maka petugas kebersihan yang
pembuangan sampah, saluran pembuangan air menjaga kondisi sanitasi lingkungan. Sarana
limbah. sanitasi lingkungan berpengaruh terhadap
Tingkat sarana sanitasi sekolah dasar perilaku hidup bersih dan sehat siswa. Karena
dinilai baik apabila seluruh sarana tersebut dalam pelaksanaannya untuk melakukan
dapat dipenuhi dan sesuai dengan standar tindakan perilaku hidup bersih dan sehat
peraturan yang ada. Pada penelitian ini membutuhkan sarana sanitasi tersebut. Apabila
peraturan yang digunakan adalah Kepmenkes sarana sanitasi kurang baik maka perilaku hidup
1429/MENKES/SK/XII/2006 tentang bersih dan sehat siswa dilingkungan sekolah
Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan juga akan kurang baik. Sesuai dengan penelitian
Lingkungan Sekolah. Dari hasil penelitian di Sulastri (2014) yang menyebutkan bahwa
sekolah dasar Kecamatan Gunungpati terdapat terdapat hubungan perilaku hidup bersih dan
25 sekolah yang memiliki tingkat sarana sanitasi sehat dengan ketersediaan fasilitas sanitasi di
lingkungan yang baik. sekolah.
Hampir semua sekolah sudah tersedia Faktor yang mendukung atau kondisi
sarana sanitasi lingkungan akan tetapi kondisi yang memungkinkan untuk terwujudnya suatu
sarana sanitasi yang tidak memenuhi kriteria tindakan antara lain adalah karena adanya
atau tidak memenuhi syarat. fasilitas atau saran prasarana. Tersedianya
fasilitas yang dimiliki akan berpengaruh
Tabel 1. Hasil Univariat Tingkat Fasilitas terhadap tindakan para siswa untuk
Sanitasi Lingkungan Sekolah melaksanakan tindakan yang baik atau positif.
No. Variabel n Persentase Sekolah harus menyediakan fasilitas yang
1 Kurang Baik 25 74% lengkap dan memenuhi syarat untuk
2 Baik 9 26% mendukung terlaksananya kegiatan PHBS.
Jumlah 34 100% Apabila fasilitas ini tersedia, maka siswa akan

396
Adeilla, D, S. / Kondisi Sanitasi Lingkungan / HIGEIA 4 (Special 2) (2020)

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Fasilitas Sanitasi Lingkungan


Tidak Memenuhi Memenuhi Syarat
Jumlah
Variabel Syarat
n % n % N %
Penyediaan Air Bersih
Kuantitas Air
Tersedia air 15 liter/orang/hari 0 0 34 100 34 100
Kualitas Air
Sumber air terlindungi 0 0 34 100 34 100
Air tidak berbau 0 0 34 100 34 100
Air tidak berasa 0 0 34 100 34 100
Air tidak berwarna 0 0 34 100 34 100
Lokasi sumber air bersih
10 m dari septic tank 1 2,9 33 97,1 34 100
10 m dari SPAL 5 14,7 29 85,3 34 100
10 m dari TPA 0 0 34 100 34 100
Fasilitas Jamban
Ketersediaan Jamban
Toilet terpisah lakilaki dan perempuan 9 26,5 25 73,5 34 100
Toilet terpisah dari ruangan lain 1 2,9 33 97,1 34 100
Toilet laki-laki 1/40 25 73,5 9 26,5 34 100
Toilet perempuan 1/25 30 88,2 4 11,8 34 100
Tersedia toilet guru 3 8,8 31 91,2 34 100
Jumlah minimum 3 toilet 1 2,9 33 97,1 34 100
Kondisi Jamban
Toilet dalam keadaan bersih 8 2,5 26 76,5 34 100
Tidak ada genangan air di lantai 8 23,5 26 76,5 34 100
Tersedia lubang penghawaan 3 8,8 31 91,2 34 100
Lubang penghawaan 30% luas lantai 4 11,8 30 88,2 34 100
Bak air tidak terdapat jentik 10 29,4 24 70,6 34 100
Toilet tidak bau 32 94,1 2 5,9 34 100
Tersedia sabun cuci tangan 32 94,1 2 5,9 34 100
Tersedia gayung 1 2,9 33 97,1 34 100
SPAL
Ketersediaan SPAL
Tersedia SPAL kedap air 10 29,4 24 70,6 34 100
Tersedia SPAL tertutup 22 64,7 12 35,3 34 100
Tersedia SPAL mengalir lancar 8 23,5 26 76,5 34 100
SPAL terpisah dari saluran air hujan 3 8,8 31 91,2 34 100
Kondisi SPAL 34 100
SPAL tidak mencemari lingkungan 14 41,2 20 58,8 34 100
SPAL terdapat bak control 21 61,8 13 38,2 34 100
Fasilitas Pembuangan Sampah
Ketersediaan Fasilitas
Tempat sampah disetiap ruangan 5 14,7 29 85,3 34 100
Tersedia TPS 4 11,8 30 88,2 34 100
TPS 10 m dari ruang kelas 22 64,7 12 35,3 34 100
TPS 10 m dari kantin 19 56,9 15 44,1 34 100
Kondisi Fasilitas 34 100
Tempat sampah dilengkapi tutup 30 88,2 4 11,8 34 100
TPS dilengkapi tutup 30 88,2 4 11,8 34 100
Fasilitas Tempat Cuci Tangan
Ketersediaan Fasilitas
Tersedia tempat cuci tangan 1 2,9 33 97,1 34 100
Tersedia air mengalir 1 2,9 33 97,1 34 100
Kondisi Fasilitas 34 100
Tersedia sabun cuci tangan 29 85,3 5 14,7 34 100
Tersedia kain/lap 33 97,1 1 2,9 34 100
Tempat cuci tangan kondisi bersih 12 35,3 22 64,7 34 100
Kran tidak kondisi berkarat 3 8,8 31 91,2 34 100

terdorong untuk melaksankan PHBS. Jika mempengaruhi penerapan dan pelaksanaan


fasilitas sekolah tidak lengkap, maka akan perilaku hidup bersih dan sehat oleh siswa.

397
Adeilla, D, S. / Kondisi Sanitasi Lingkungan / HIGEIA 4 (Special 2) (2020)

Siswa dapat merasa enggan untuk Pengelolan fasilitas sanitasi yang


melaksanakan indikator PHBS karena dilakukan yaitu dengan membersihkan setiap
kurangnya fasilitas yang disediakan oleh pagi dan sepulang sekolah oleh petugas
sekolah. kebersihan sekolah. Apabila ada kerusakan kecil
Berdasakan hasil wawancara mendalam seperti kran yang rusak maka segera diperbaiki
dengan informan bahwa fasilitas sanitasi oleh petugas kebersihan. Jika terdapat
sekolah dasar di wilayah Kecamatan kerusakan yang besar maka menunggu biaya
Gunungpati secara keseluruhan baik akan tetapi yang akan diajukan ke pihak BOS. Siswa juga
belum sesuai dengan peraturan. Hasil penelitian diajak untuk berperan dalam menjaga fasilitas
kuantitatif diperoleh bahwa jamban belum sanitasi sekolah seperti pada kegiatan Jumat
memenuhi proporsi yang sesuai peraturan Bersih. Pada hasil penelitian seluruh sekolah
kesehatan lingkungan sekolah, jamban dasar yang menjadi sampel penelitian memiliki
perempuan yang belum memenuhi proporsi kegiatan Jumat bersih yaitu kegiatan gotong
sebanyak 73,5% dan jamban laki-laki yang royong membersihkan sekolah yang melibatkan
belum memenuhi proporsi sebanyak 88,2%. seluruh warga sekolah. Selain itu, siswa selalu
Penyediaan air disekolah berdasarkan hasil diingatkan setiap pagi oleh guru-guru untuk
wawancara sudah tercukupi dan menggunakan menjaga kebersihan sekolah dan kebersihan diri.
sumber air terlindungi, hal ini sesuai dengan Tujuan dari siswa diajak untuk berperan dalam
hasil penelitian kuantitatif bahwa 100% sekolah menjaga fasilitas sanitasi lingkungan sekolah
dasar di Kecamatan Gunungpati yang menjadi yaitu untuk meningkatkan kesadaran dan upaya
sampel penelitian sudah menggunakan sumber membentuk kebiasaaan dalam menjaga
air telindungi dan secara fisik tidak terdapat kebersihan.
masalah pada kualitas air. Meskipun pada Sikap siswa dalam menjaga fasilitas
musim kemarau panjang kuantitas air menjadi sanitasi lingkungan sekolah baik. Siswa
terganggu, akan tetapi masih cukup untuk mendengarkan informasi yang diberikan seperti
memenuhi kebutuhan air bersih disekolah yang dilakukan pada saat pagi yang
karena penggunaan air juga tidak banyak. Air disampaikan oleh guru-guru. Siswa juga
limbah sekolah dialirkan ke septic tank dan melaksanakan yang diperintahkan oleh guru
selokan, untuk yang dari jamban dialikran ke dalam menjaga kebersihan sekolah seperti
septic tank, sedangkan untuk air limbah dari cuci membuang sampah pada tempatnya. Akan
tangan kegiatan kantin dialirkan ke selokan. tetapi masih ada siswa yang tidak melaksanakan
Berdasarkan hasil penelitian kuantitatif 68% air perintah guru dalam menjaga kebersihan
limbah toilet yang dilairkan ke septic tank. sekolah. Hal ini sesuai dengan penelitian Nurul
Pengelolaan sampah disekolah dasar (2016) menyatakan bahwa sikap siswa sekolah
Kecamatan Gunungpati yaitu dengan diangkut dasar terhadap kebersihan lingkungan
oleh petugas kebersihan Kota Semarang untuk menunjukan hasil yang baik. Perilaku siswa
dibawa ke TPA dan sebagian di bakar oleh dalam menjaga fasilitas sanitasi lingkungan
petugas kebersihan sekolah. Fasilitas cuci sekolah terdapat perbedaan pada perilaku siswa
tangan di sekolah sudah tersedia disertai dengan kelas atas dan kelas bawah, untuk siswa yang
air mengalir, namun jumlah sarana cuci tangan kelas atas sudah mengerti dalam menggunakan
belum memenuhi proporsi jumlah siswa. Selain jamban, membuang sampah pada tempatnya
itu sarana cuci tangan sangat jarang disediakan dan cuci tangan akan tetapi masih ada siswa
sabun untuk cuci tangan, sedangkan dengan yang belum melakukan atau merusak fasilitas
cuci tangan menggunakan sabun dapat yang dilakukan oleh siswa kelas atas, namun
mencegah penularan penyakit. Hal ini sesuai hanya sebagian kecil. Siswa kelas bawah masih
dengan hasil penelitian kuantitatif bahwa banyak yang belum bisa menggunakan jamban
sekolah yang menyediakan sabun cuci tangan dan masih banyak yang membuang sampah
sebanyak 15%. sembarangan.

398
Adeilla, D, S. / Kondisi Sanitasi Lingkungan / HIGEIA 4 (Special 2) (2020)

Kendala dalam menjaga fasilitas sanitasi kebijakan dari sekolah yaitu dengan
lingkungan sekolah bagi pihak sekolah yaitu melihat RKS karena kegiatan sekolah dalam
perilaku siswa yang masih kurangnya kesadaran setahun sudah dirancang dalam RKS. Sehingga
terhadap kebersihan lingkungan sekolah. masukan yang diberikan akan ditindaklanjuti
Perilaku siswa menjadi kendala dalam pihak sekolah dalam jangka yang cukup lama
meningkatkan kualitas sanitasi lingkungan di apabila dalm pelaksanaannya membutuhkan
sekolah. Hal tersebut sesuai dengan penelitaian biaya.
Sinatryo (2017) bahwa faktor perilaku siswa Pihak puskesmas selaku pemegang
yang masih kekanak-kanakan atau lebih suka program kesehatan lingkungan melakukan
bermain-main, untuk menerapkan peraturan sosialisasi ke sekolah-sekolah agar kesehatan
PHBS kepada mereka sangatlah diperlukan lingungan sekolah dapat terwujud. Sosialisasi
usaha yang lebih maksimal dan berulang-ulang. dilakukan pada guru UKS atau guru olahraga
Sedangkan bagi pihak puskesmas sebagai pihak karena di sekolah dasar Kecamatan Gunungpati
yang menyosialisasikan kesehatan lingkungan guru olahraga juga merupakan guru UKS yang
sekolah yaitu kurang kooperatifnya pihak diberikan pembinaan oleh pihak puskesmas.
sekolah, seperti sekolah yang sudah diberikan Hasil yang diharapkan dengan terwujudkan
masukan tidak semua menindaklanjuti kesehatan lingkungan sekolah yaitu
sedangkan kebijakan ada pada masing-masing meningkatnya derajat kesehatan disekolah.
sekolah, atau guru UKS yang sibuk sehingga Upaya dalam meningkatkan kesadaran siswa
kurang konsisten dalam mewujudkan kesehatan dalam menjaga kebersihan sekolah perlu
lingkungan sekolah. diterapkan dalam kurikulum sebagai wujud
Pihak sekolah melakukan pengawasan penanaman karakter peduli lingkungan sejak
untuk mengetahui kondisi fasilitas sanitasi dini. Pengembangan kesehatan sekolah dapat
lingkungan sekolah. Berdasarkan hasil meliputi kondisi fasilitas yang sesuai dengan
penelitian pengawasan dilakukan oleh guru peratuan dan adanya promosi hygiene di sekolah
maupun kepala sekolah. Pengawasan dilakukan (Trahati, 2015).
untuk mengetahui apabila ada kerusakan atau Berdasarkan hasil analisis uji statistic
ada fasilitas yang belum bersih. Apabila belum diperoleh p-value 0,011 < 0,05, berarti ada
bersih maka melaporkan kepada petugas hubungan yang bermakna dengan tindakan
kebersihan untuk dibersihkan kembali. PHBS. Selaras dengan hasil penelitian yang
Sedangkan apabila terjadi kerusakan maka dilakukan oleh (Raharjo, 2014) yang
dilakukan pemeliharaan menggunakan dana menunjukkan bahwa ada hubungan antara
BOS. pengetahuan dan penerapan PHBS membuang
Pengawasan yang dilakukan oleh pihak sampah pada tempatnya dengan p-value 0,037.
puskesmas yaitu dengan kegiatan inspeksi Selain itu pada penelitian Chandra (2017)
kesehatan lingkungan sekolah yang dilakukan menunjukkan adanya hubungan bermakna
setiap 6 bulan sekali. Hasil inspeksi juga antara pengetahuan dan penerapan PHBS di
diserahkan kepada masing-masing sekolah dan sekolah dengan p-value 0,029. Tindakan dalam
diberikan masukan apabila terdapat kekurangan penerapan PHBS di sekolah dipengaruhi oleh
dan kebijakan diserahkan kembali kepada pihak pengetahuan responden terhadap PHBS. Hasil
sekolah. Berdasarkan hasil wawancara penelitian menunjukkan bahwasa

Tabel 3. Hasil Bivariat Hubungan Pengetahuan terhadap Tindakan PHBS


PHBS
Kategori Kurang Baik Baik Total p-value r
n % n % N %
Kurang Baik 18 11,9% 9 15,1% 27 27% 0,011 0,268
Baik 26 32,1% 47 40,9% 73 73%
Total 44 44% 56 56% 100 100%

399
Adeilla, D, S. / Kondisi Sanitasi Lingkungan / HIGEIA 4 (Special 2) (2020)

Tabel 4. Hasil Bivariat Hubungan Sikap terhadap Tindakan PHBS


PHBS
Kategori Kurang Baik Baik Total p-value r
n % n % N %
Kurang Baik 24 17,6% 16 22,4% 40 40% 0,015 0,255
Baik 20 26,4% 40 33,6% 60 60%
Total 44 44% 56 56% 100 100%

pengetahuan kurang baik dengan tindakan peran serta dari berbagai pihak baik itu orang
kurang baik sebanyak 18 siswa (11,9%) dan tua, guru, tenaga kesehatan, komite sekolah dan
pengetahuan yang baik dengan tindakan yang masyarakat. Siswa sekolah pada hakekatnya
baik sebanyak 47 siswa (40,9%,), sedangkan merupakan kelompok usia yang paling mudah
untuk pengetahuan yang kurang baik dengan dan cepat untuk menerima perubahan yang
tindakan PHBS yang baik sebanyak 9 siswa diberikan. Diharapkan dengan pemberian
(15,1%) dan pengetahuan yang baik dengan pemahaman tentang hidup bersih dan sehat
tindakan yang kurang baik sebanyak 26 siswa pada anak sekolah ini dapat menimbulkan
(32,1%). Hal ini diketahui bahwa responden kebiasaan yang positif untuk memelihara dan
siswa kelas V di sekolah dasar Kecamatan meningkatkan kesehatan, budaya hidup bersih
Gunungpati banyak yang memiliki pengetahuan dan sehat akan terbawa sampai besar dan pada
sebanding dengan tindakan. Sebagian besar saat dewasa budaya tersebut tidak akan berubah
hasil penelitian bahwa responden memiliki lagi (Maryunani, 2013).
pengetahuan baik dengan tindakan baik, maka Berdasarkan hasil analisis uji statistic
diketahui bahwa responden melakukan apa diperoleh p-value 0,015 < a 0,05, berarti ada
yang telah diketahui terkait PHBS hubungan yang bermakna dengan tindakan
Berdasarkan hasil uji statsitisk chi square PHBS. Selaras dengan hasil penelitian yang
didapatkan hasil r sebesar 0,268, hal ini dilakukan oleh Chandra (2017) yang
menunjukkan hubungan pengetahuan dan menunjukkan adanya hubungan bermakna
tindakan PHBS di sekolah dasar Kecamatan antara sikap dan penerapan PHBS di sekolah
Gunungpati lemah akan tetapi berpengaruh dengan p value 0,015. Pada penelitian Yaslina
positif. Pengetahuan PHBS yang semakin baik (2018) yang menunjukkan bahwa ada hubungan
maka tindakan PHBS juga semakin baik. yang signifikan antara sikap dan penerapan
Pengetahuan atau cognitive sangat penting untuk PHBS dengan p value 0,002.
terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) Sikap yang baik dapat mempengaruhi
dalam penerimaan perilaku baru bagi diri responden untuk berperilaku hidup bersih dan
seseorang melalui tahap-tahap kesadaran, sehat yang baik, begitu juga sebaliknya bahwa
merasa tertarik menilai dalam mencoba serta sikap yang kurang juga dapat berpengaruh pada
mengadopsi perilaku yang disadari atas kurangnya tindakan PHBS. Hasil penelitian
pengetahuan kesadaran, dan sikap positif, maka menunjukan bahwa reponden yang memiliki
perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Tingkat sikap kurang baik dengan tindakan yang kurang
pengetahuan terhadap PHBS yang baik dapat baik sebanyak 24 siswa (17,6%) dan sikap baik
membentuk tindakan PHBS yang baik juga. dengan tindakan yang baik sebanyak 40 siswa
Maka penting untuk meningkatkan (33,6%). Sikap kurang baik dengan tindakan
pengetahuan pada siswa sekolah dasar untuk yang baik sebanyak 16 siswa (22,4%), dan sikap
membentuk PHBS di sekolah. baik dengan tindakan kurang baik sebanyak 20
Anak usia sekolah sangat peka terhadap siswa (26,4%). Diketahui bahwa lebih banyak
stimulus yang diberikan. Oleh sebab itu anak responden dengan sikap yang baik dan tindakan
usia ini mudah untuk dibimbing, diarahkan, dan yang baik. Sikap merupakan kecenderungan
ditanamkan kebiasaan untuk berperilaku hidup untuk bertindak, sikap yang baik maka dapat
bersih dan sehat. Untuk itu sangat diperlukan mendorong untuk bertindak yang baik. Sikap

400
Adeilla, D, S. / Kondisi Sanitasi Lingkungan / HIGEIA 4 (Special 2) (2020)

siswa yang menunjukkan sikap negatif, sebagian seperti kantin sehat, kebiasaan cuci tangan
besar memiliki nilai PHBS yang kurang, dan belum terpenuhi. Berdasarkan hasil wawancara
siswa yang menunjukkan sikap positif lebih dengan informan bahwa fasilitas sanitasi di
banyak memiliki nilai PHBS yang baik. sekolah juga berpengaruh terhadap PHBS
Kekuatan korelasi sikap dan tindakan disekolah, diketahui hasil inspeksi oleh pihak
PHBS pada penelitian ini adalah 0,255 yang Puskesmas di Kecamatan Gunungpati bahwa
menyatakan bahwa hubungan sikap dan kondisi sanitasi yang kurang biasanya PHBS
tindakan PHBS memiliki hubungan yang lemah juga mengikuti. Hal tersebut sesuai dengan
dan postiif, berarti semakin baik sikap PHBS penelitian Ningsih (2014) menunjukkan bahwa
maka dapat mendorong tindakan PHBS terdapat hubungan antara kondisi sanitasi
menjadi semakin baik. Sikap sebagai salah satu lingkungan dengan PHBS pada siswa sekolah
faktor perdisposisi dari terbentuknya perilaku, dasar dengan p-value 0,009. Adanya sarana dan
hal ini sesuai pada teori Lawrence Green bahwa prasarana merupakan dukungan fisik yang
sikap dan pengetahuan sebagai faktor diperlukan untuk melakukan praktik PHBS
predisposisi dari perilaku. Sikap yang baik tersebut.
tentang dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan Upaya untuk mewujudkan PHBS siswa
responden terhadap manfaat dari PHBS tersebut yaitu dengan meningkatkan pengetahuan PHBS
dan kecenderungan untuk mendukung atau pada siswa. Pihak sekolah melakukan upaya
mengikuti perilaku hidup bersih dan sehat yang dengan mengingatkan setiap hari baik pada saat
baik (Karaeng, 2017). Sikap terhadap cara di dalam kelas maupun diluar kelas, selain itu
pemeliharaan dan cara hidup sehat didasari oleh pihak sekolah juga memberikan nasehat pada
persepsi akan manfaat (Perceived Benefits) siswa yang melakukan kesalahan seperti
sebagaimana dalam Teori Health Belief Model membuang sampah sembarangan atau merusak
yang menyatakan bahwa individu akan fasilitas sanitasi sekolah. Pada penelitian
mempertimbangkan apakah alternatif tindakan Sinatryo (2017) menyatakan bahwa dalam
itu bermanfaat untuk mengurangi ancaman menciptakan suatu budaya perilaku bersih dan
penyakit (Setiyaningsih, 2016). sehat di sekolah memerlukan waktu yang tidak
Berdasarkan wawancara mendalam singkat dan dimulai secara bertahap.Tahapan
dengan 9 informan yang terdiri dari petugas yang dilakukan oleh pihak sekolah yaitu dengan
puskesmas, kepala sekolah, guru olahraga, dan mengingatkan pada saat didalam kelas maupun
petugas kebersihan disimpulkan bahwa perilaku diluar kelas. Pihak Puskesmas Kecamatan
hidup bersih dan sehat siswa di sekolah dasar Gunungpati selaku pemegang program
Kecamatan Gunungpati cukup baik akan tetapi melakukan penyuluhan kepada siswa dan juga
belum ada penekanan sekolah untuk guru UKS. Penyuluhan yang dilakukan seperti
mewujudkan PHBS dan saat ini untuk PHBS informasi cuci tangan, gosok gigi, dan penyakit
disekolah sedang melemah atau menurun. Hal pada anak-anak. Selain itu pihak puskesmas
ini sesuai dengan hasil penelitian kuantitatif juga melakukan pemetaan untuk mengobservasi
bahwa PHBS siswa di sekolah 56% baik, akan pelaksanaan PHBS di sekolah. Hasil penelitian
tetapi hubungan pengetahuan dan sikap dengan kuantitatif didapatkan hasil bahwa 73% siswa
tindakan PHBS lemah. memiliki pengetahuan PHBS yang baik.
Program PHBS disekolah saat ini Sikap siswa terhadap PHBS di sekolah
melemah atau menurun karena PHBS disekolah berdasarkan hasil wawancara yaitu kategori
masih kurang ditekankan. Saat ini kegiatan baik, hal ini sesuai dengan penelitian kuantitatif
seperti cuci tangan bersama, gosok gigi bersama bahwa sebesar 60% siswa memiliki sikap yang
masih dilakukan akan tetapi masih jarang. baik terhadap PHBS. Siswa melaksanakan
Menurut pihak puskesmas untuk PHBS sekolah perintah dari guru dan mendengarkan informasi
di SD Kecamatan Gunungpati rata-rata sudah yang diberikan. Akan tetapi siswa juga mudah
sehat utama meskipun beberapa indikator lupa setalah diberikan informasi. Siswa juga

401
Adeilla, D, S. / Kondisi Sanitasi Lingkungan / HIGEIA 4 (Special 2) (2020)

merasa senang pada saat diberikan penyuluhan pelaksanaan program PHBS secara rutin dapat
oleh pihak puskesmas. Sebagian besar siswa meningkatkan pengetahuan dan tindakan siswa.
dapat menerima PHBS dengan baik. Sikap Karena siswa akan lebih menerima informasi
siswa yang mau menerima PHBS maka dapat yang disampaikan oleh guru disekolah.
menumbuhkan keinginan untuk bertindak atau Sehingga diperlukan dukungan baik dari
berperilaku PHBS. Tindakan siswa sebagian sekolah maupun dari lingkungan keluarga untuk
besar sudah baik, meskipun masih ada yang menciptakan kebiasaan PHBS pada anak. Pada
membuang sampah sembarangan dan sebagian usia dini, anak akan belajar langsung dari
besar tidak mencuci tangan pada saat istirahat, lingkungannya. Lingkungan disini dapat
hal ini sesuai dengan hasil penelitian kuantitatif diartikan sebagai orang tua, guru, dan teman
bahwa 9% siswa yang selalu mencuci tangan sepermainan (Lina, 2016)
pada saat jam istirahat. Praktik cuci tangan
dengan sabun penting untuk dilakukan karena PENUTUP
dapat mencegah penularan penyakit,
berdasarkan penelitian Anjarsari (2018) terdapat Sarana sanitasi dasar di sekolah dasar
hubungan antara mencuci tangan dengan sabun Kecamatan Gunungpati meliputi sarana air
dan kejadian enterobiasis p-value 0,000. ada saat bersih, sarana jamban, sarana SPAL, sarana
kegiatan Jumat bersih hampir semua siswa mau pembuangan sampah, sarana cuci tangan
berpartisipasi untuk gotong-royong sebanyak 53% kategori baik. Siswa yang
membersihkan lingkungan sekolah. memiliki pengetahauan baik sebanyak 73% dan
Pengawasan yang dilakukan oleh pihak yang memiliki pengetahuan kurang baik
sekolah yaitu ada saat dikelas maupun diluar sebanyak 23%. Siswa yang memiliki sikap baik
kelas seperti pada saat istirahat. Pada saat sebanyak 60% dan yang memiliki sikap kurang
dikelas siswa diawasi oleh guru kelas sedangkan baik sebanyak 40%. Siswa yang memiliki
pada saat istirahat guru-guru tetap mengawasi tindakan baik sebanyak 56% dan yang memiliki
siswa. Pengawasan yang dilakukan secara tindakan kurang baik sebanyak 56%. Terdapat
general, sehingga belum ada penekanan untuk hubungan pengetahuan terhadap tindakan
pengawasan pada PHBS siswa di sekolah. Pihak dalam penerapan PHBS dengan p-value sebesar
puskesmas juga melakukan pengawasan untuk 0,011. Terdapat hubungan sikap terhadap
mengetahui perkembangan pelaksanaan PHBS tindakan dalam penerapan PHBS dengan p-
disekolah melalui program pemetaan. Program value sebesar 0,015. Gambaran fasilitas sanitasi
pemetaan dilakukan setahun sekali, sehingga lingkungan sekolah dasar Kecamatan
setiap tahun diperoleh data yang baru terkait Gunungpati sebagian besar sudah baik akan
PHBS siswa. Kebijakan yang diberikan tetapi pemahaman kesesuaian dengan peraturan
disekolah terkait dengan PHBS yaitu melalui masih kurang. PHBS sekolah dasar Kecamatan
pengaktifan UKS yang dibina oleh guru Gunungpati cukup baik, akan tetapi pada saat
olahraga. Pengaktifan UKS yaitu salah satunya ini kegiatan PHBS sedang melemah dan belum
dengan adanya dokter kecil yang dibina oleh ada penekanan untuk mewujudakan PHBS di
Puskesmas Kecamatan Gunungpati. Pihak sekolah.
puskesmas tidak memberikan kebijakan bagi Kelemahan dari penelitian ini adalah
sekolah karena untuk kebijakan pelaksaan kurang mendalami faktor-faktor yang dapat
PHBS disekolah diserahkan kepada masing- mempengaruhi PHBS di sekolah. Pada
masing sekolah. penelitian hanya melihat sanitasi lingkungan
Hambatan dalam pelaksaan PHBS dan PHBS terdiri dari pengetahuan, sikap, dan
disekolah yaitu dalam mengubah perilaku tindakan. Saran yang dapat diberika bagi
merupakan bukan hal yang mudah, diperlukan penelitian selanjutnya untuk mengembangkan
dukungan yang maksimal dari pihak sekolah. penelitian dengan menambahkan variabel
Adanya penekanan terhadap PHBS seperti lainnya seperti dukungan dari orang tua, karena

402
Adeilla, D, S. / Kondisi Sanitasi Lingkungan / HIGEIA 4 (Special 2) (2020)

lingkungan keluarga merupakan lingkungan Raharjo, A.S., Indarjo, S. 2014. Hubungan antara
terdekat bagi siswa. Selain itu, juga dapat Pengetahuan, Sikap, dan Ketersediaan
menambahkan variabel-variabel lain yang Fasilitas di Sekolah dalam Penerapan PHBS
Membuang Sampah pada Tempatnya. Journal
belum ada pada penelitian ini.
of Public Health, 3(1) : 1–10.
Rorimpandey, H. M., Rattu, A. J., & Tumuraang, M.
DAFTAR PUSTAKA N. 2015. Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Anjarsari, M. D. 2018. Personal Hygiene Kejadian (PHBS) pada Siswa di SMP Negeri 2
Enterobiasis Siswa Sekolah Dasar Negeri. Tompaso. Tumou Tou,1(2) : 29–36.
HIGEIA (Journal of Public Health Research and Setiyaningsih, R., Tamtomo, D., & Suryani, N. 2016.
Development), 2(3), 441–452. Health Belief Model : Determinantsof
Chandra, Fauzan, A., Aquarista, M. F. 2017. Hypertension Prevention BehaviorinAdults at
Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap Community Health Center , Sukoharjo ,
dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Central Java. Journal of Health Promotion and
(PHBS) pada Siswa Sekolah Dasar (SD) di Behavior, 1(3) : 161–171.
Kecamatan Cerbon tahun 2016. Jurnal Sidhi, A. N., Raharjo, M., Astorina, N., Dewanti, Y.
Kesehatan Masyarakat Khatulistiwa, 4(3) : 202– 2016. Hubungan Kualitas Sanitasi
205. Lingkungan dan Bakteriologis Air Bersih
Irwandi, S. 2016. Peran Sekolah dalam terhadap Kejadian Diare pada Balita di
Menumbuhkembangkan Perilaku Hidup Wilayah Kerja Puskesmas Adiwerna
Bersih dan Sehat pada Siswa Sekolah Dasar Kabupaten Tegal. Jurnal Kesehatan Masyarakat
(Studi Multisitus di SD Negeri Mataram dan (e-Journal), 4(3) : 441–452.
SD Negeri 41 Mataram Kota Mataram Nusa Sinatryo, Y. 2017. Usaha dan Peran Kepala Sekolah
Tenggara Barat). Jurnal Pendidikan, 1(3) : 492– dalam Mewujudkan PHBS di SD Hang Tuah
493. 10 Sidoarjo. Inspirasi Manajemen Pendidikan,
Karaeng, V. D., Umboh, J. M. L., Akili, R. H. 2017. 5(1) : 1-7
Gambaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Sulastri. 2014. Hubungan Tingkat Pengetahuan
(PHBS) pada Siswa Sekolah Dasar Negeri dengan Perilaku Anak Sekolah tentang Hidup
Inpres Karatung Kecamatan Manganitu Bersih dan Sehat di Sekolah Daar Wilayah
Kabupaten Sangihe. Jurnal Kesma Unsrat, 6(2) Puskesmas Selemadeg Timur II. Jurnal
: 81–88. Keperawatan Global, 4(1) : 99–106.
Kemendikbud. 2017. Profil sanitasi sekolah. Jakarta: Sulistyowati, D. 2016. Hubungan Tingkat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pengetahuan dan Sikap Perawat tentang
Kemenkes. 2014. Infodatin CTPS. Jakarta: Kemenkes Infeksi Nosokomial (Inos) dengan Perilaku
RI. Pencegahan Inos di Ruang Bedah RSUD Dr.
Lina, H. P. 2016. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Moewardi Surakarta. Jurnal Keperawatan
(PHBS) di SDN 42 Korong Gadang Global, 1(1) : 41–54.
Kecamatan Kuranji. Jurnal Promkes, 4(1) : 92– Trahati, M. R. 2015. Implementasi Pendidikan
103. Karakter Peduli Lingkungan di Sekolah Dasar
Maryunani, A. 2013. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Negeri Tritih Wetan 05 Jeruk Legi Cilacap.
Jakarta: CV Trans Info Media. Basic Education, 5(12) : 1-10
Ningsih, D. Y. 2014. Hubungan Kondisi Lingkungan Yaslina, Nofradi, & Andini, B. 2018. Hubungan
Sekolah dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sikap dan Motivasi dengan Penerapan
Sehat ( PHBS) pada Siswa SMA Negeri Di Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Kota Sanggau Tahun 2014. Jurnal Mahasiswa Jurnal Kesehatan Perintis, 5(1) : 82–89.
PSPD FK Universitas Tanjungpura, 1(1) : 1–16.
Nurul, H. 2016. Persepsi Siswa terhadap Kebersihan
Lingkungan. Jurnal Ilmiah Mahasiswa, 1(1) :
78–87.
Proverawati, A. 2016. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS). Yogyakarta: Nuha Medika.

403

Anda mungkin juga menyukai