Anda di halaman 1dari 42

PENGELOLAAN

BAHAN BERBAHAYA DAN


BERACUN (B3)

1
UMUM
• Pada dasarnya pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (B3) di
Indonesia mengacu pada prinsip-prinsip dan pedoman
pembangunan berkelanjutan yang telah dituangkan dalam
Undang-Undang No. 32 tahun 2009 sebagai pengganti UU-23/1997
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
• Pasal 1 (21) UU-32/2009 mendefinisikan bahan berbahaya dan
beracun (disingkat B3) adalah zat, energi, dan/atau komponen lain
yang karena sifat, konsentrasi dan/atau jumlahnya, baik secara
langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau
merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan
hidup, kesehatan serta kelangsungan hidup manusia dan mahluk
hidup lain.
2
• Selanjutnya UU-32/2009 menggariskan dalam Ps 58 (1) bahwa setiap
orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan,
memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3 wajib
melakukan pengelolaan B3

• Secara spesifik pengelolaan B3 ini telah diatur dalam Peraturan


Pemerintah (PP) No 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun

3
• Terkait dengan penggunaan bahan kimia organik berbahaya,
maka Indonesia telah merativikasi konvensi Stockholm melalui
Undang-undang No. 19 tahun 2009 tentang Pengesahan Konvensi
Stockholm tentang Bahan Pencemar Organik yang Persisten atau
Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutants (POPs).
• Konvensi ini bertujuan untuk melindungi kesehatan manusia dan
lingkungan hidup dari bahan POPs dengan cara melarang,
mengurangi, membatasi produksi dan penggunaan, serta
mengelola timbunan bahan POPs yang berwawasan lingkungan.
4
• Beberapa peraturan yang secara langsung akan mempengaruhi
kualitas dan kuantitas limbah B3 yang dihasilkan adalah
peraturan-peraturan yang mengatur masalah bahan berbahaya,
yaitu :
• Peraturan Pemerintah No.7/1973 tentang pengawasan atas peredaran,
penyimpanan dan penggunaan pestisida
• Peraturan Menteri Kesehatan No.453/Menkes/Per/XI/1983 tentang bahan
berbahaya
• Keputusan Menteri Perindustrian RI No.148/M/SK/4/1985 tentang
pengamanan bahan beracun dan berbahaya di lingkungan industri
• Keputusan Menteri Pertanian No.724/Kpts/TP.270/9/1984 tentang larangan
penggunaan pestisida EDB
• Keputusan Menteri Pertanian No.536/Kpts/TP.270/7/1985 tentang
pengawasan pestisida

5
• Limbah radioaktif di Indonesia dikelola oleh Badan Tenaga Atom
Nasional (BATAN) yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah
No.33 Tahun 1985 tentang Dewan Tenaga Atom dan Badan Tenaga
Atom Nasional dan Keputusan Presiden No. 82 Tahun 1985 tentang
Badan Tenaga Atom Nasional.
• Semua yang berkaitan dengan ketenaga-atoman pada dasarnya
diatur oleh Undang-undang No. 31 Tahun 1964 tentang Ketentuan-
ketentuan pokok tenaga atom. Selanjutnya beberapa peraturan
lain dibawahnya antara lain:
• Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1975 tentang keselamatan kerja
terhadap radiasi
• Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1975 tentang izin pemakaian zat
radioaktif dan atau sumber radiasi
• Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1975 tentang pengangkutan zat
radioaktif

6
PENGELOLAAN B3 DALAM PP 74/2001
• PP 74/2001 tentang pengelolaan berbahaya dan beracun terdiri
dari 15 bab yang dibagi lagi menjadi 43 pasal.
• Kelima belas bab tersebut adalah :

7
8
• Menurut PP 74/2001: ‘bahan berbahaya dan beracun yang
selanjutnya disingkat dengan B3 adalah bahan yang
karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya,
baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan
atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya’
(pasal 1 angka 1).
• sasaran pengelolaan B3 adalah 'untuk mencegah dan atau
mengurangi resiko dampak B3 terhadap lingkungan
hidup, kesehatan manusia dan mahluk hidup lainnya’
(pasal 2).
9
• Pengertian pengelolaan B3 adalah 'kegiatan yang menghasilkan,
mengangkut, mengedarkan, menyimpan, menggunakan dan atau
membuang B3’ (pasal 1 angka 2)

• Tidak semua pengelolaan bahan yang berbahaya diatur oleh PP


tersebut, antara lain karena telah diatur dalam PP lain, atau telah
diatur oleh instansi lain berdasarkan konvesi internasional seperti
bahan radioaktif.

10
• Bahan berbahaya yang tidak termasuk yang diatur adalah (pasal
3) :
• Bahan radioaktif
• Bahan peledak
• Hasil produksi tambang serta minyak gas dan gas bumi dan hasil
olahannya
• Makanan dan minuman serta bahan tambahan makanan lainnya
• Perbekalan kesehatan rumah tangga dan kosmetika
• Bahan sediaan farmasi, narkotika, psikotropika dan prekursor lainnya
• Bahan aditif lainnya
• Senjata kimia dan senjata biologi

11
Untuk menentukan apakah sebuah bahan termasuk dalam
kelompok B3, maka PP tersebut mengklasifikasikan B3 dalam 9
kelompok, yaitu
1. Mudah meledak (explosisive)
2. Pengoksidasi (oxidizing)
3. Menyala:
• sangat mudah sekali menyala (extremely flammable)
• sangat mudah menyala (highly flammable)
• mudah menyala (flammable)
4. Beracun:
• amat sangat beracun (extremely toxic)
• sangat beracun (highly toxic)
• beracun (moderately toxic)
12
5. Berbahaya (harmful)

6. Korosif (coorosive)

7. Bersifat iritasi (irritant)

8. Berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment)

9. Toksik yang bersifat kronis:


• karsinogenik (carcinogenic)
• teratogenik (teratogenic)
• mutagenik (metagenic)

13
Berdasarkan penggunaannya di lapangan, B3 dibagi menjadi 3
bagian, yaitu :
• B3 yang dapat atau boleh dipergunakan di Indonesia (Lampiran I
PP 74/2001)
• B3 yang dilarang dipergunakan di Indonesia (Lampiran II Tabel 1,
PP 74/2001)
• B3 yang terbatas dipergunakan (Lampiran II Tabel 2, PP 74/2001)

Dengan demikian, bilamana sebuah bahan sudah terdapat dalam


lampiran tersebut, maka bahan tersebut termasuk B3, dan
penggunaannya di Indonesia disesuaikan dengan kelompok tabel
yang berlaku, apakah diperbolehkan dipergunakan, atau terbatas
penggunaannya, atau sama sekali dilarang dipergunakan

14
• Lampiran I PP 74/2001 mencantumkan 209 buah bahan kimia
yang tergolong B3 yang dapat digunakan di Indonesia, 74
diantaranya dibatasi penggunaannya sampai tahun 2040,
semuanya organik-berhalogen
• Lampiran II - Tabel 1 mencantumkan 10 bahan B3 yang dilarang
pengunaannya, dan Lampiran II - Tabel 2 mencantumkan 45
bahan B3 yang dibatasi pengunaannya di Indonesia.
• Setiap bahan kimia dalam daftar tersebut, disertai keterangan:
• No. Reg. Chemical Abstract Sevice yang bersifat universal
• Nama bahan kimia
• Sinonim/nama dagang
• Rumus molekul

15
16
17
18
• Setiap produsen yang menghasilkan B3 baru yang termasuk diatur
dalam PP ini, maka sebelum dipergunakan secara luas produsen
tersebut harus mendaftarkan terlebih dahulu kepada yang berwenang
• bahan berbahaya lain yang tidak diatur dalam PP ini, maka
registrasinya harus diajukan kepada instansi yang bertanggung jawab,
misalnya Badan Tenaga Atom Nasional untuk bahan radioaktif.
• Demikian juga halnya untuk B3 yang diimport dari luar negeri, maka
bahan tersebut terlebih dahulu harus didaftarkan oleh importirnya
untuk diregistrasi sebelum secara rutin diimport
• Bahan tersebut kemudian akan mendapat nomor registrasi sebagai alat
kontrol terhadap peredaran B3 di Indonesia, sehingga dengan mudah
dilakukan pengawasan dan pencegahan terjadinya dampak B3
terhadap lingkungan
• Bila bahan yang akan dimpor adalah termasuk dalam daftar B3 yang
terbatas dipergunakan, maka fihak otorita negara yang akan
memasukkan bahan tersebut ke Indonesia terlebih dahulu harus
menyampaikan notifikasi kepada fihak yang bertanggung jawab di
Indonesia
19
• Jawaban boleh tidaknya barang tersebut masuk ke Indonesia harus
diterima oleh otorita negara pengekspor dalam waktu paling
lambat 30 hari sejak tanggal diterimanya notifikasi tersebut.
• Prosedur ini adalah sesuai dengan Konvensi Basel yang mengatur
lintas batas bahan dan limbah B3 antar Negara
• Prosedur yang sama diberlakukan bagi B3 yang akan dieksport ke
luar negeri
• PP ini mewajibkan eksportir B3 tersebut untuk menyampaikan
notivikasi ke otoritas negara tujuan ekspor, otoritas negara transit
dan instansi yang bertanggung jawab di Indonesia terlebih dahulu
• Sebelum ada persetujuan dari otoritas negara tujuan ekspor dan
otoritas negara transit, serta dari instansi yang berwenang, maka
ekspor B3 tersebut belum boleh dilaksanakan
20
• Salah satu informasi penting yang selalu harus disertakan dalam
produksi B3 adalah Lembar Data Keselamatan Bahan (Material
Safety Data Sheet - MSDS)
• Informasi MSDS disamping harus tercantum pada produksi B3
(pasal 11), juga harus muncul pada dokumen pengangkutan,
penyimpanan, dan pengedaran B3 (pasal 12), dan juga pada
kemasan bahan tersebut
• Lembar MSDS paling tidak berisi :
• Merek dagang
• Rumus kimia B3
• Jenis B3
• Klasifikasi B3
• Teknik penyimpanan, dan
• Tata-cara penanganan bila terjadi kecelakaan

21
DEFINISI TERKAIT PENGELOLAAN B3
• Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat dengan
B3 adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan
atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung,
dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan
atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya
• Pengelolaan B3 adalah kegiatan yang menghasilkan,
mengangkut, mengedarkan, menyimpan, menggunakan dan atau
membuang B3
• Registrasi B3 adalah pendaftaran dan pemberian nomor terhadap
B3 yang ada di wilayah Republik Indonesia

22
• Penyimpanan B3 adalah teknik kegiatan penempatan B3 untuk
menjaga kualitas dan kuantitas B3 dan atau mencegah dampak
negatif B3 terhadap lingkungan hidup, kesehatan manusia, dan
mahluk hidup lainnya
• Pengemasan B3 adalah kegiatan mengemas, mengisi atau
memasukkan B3 ke dalam suatu wadah dan atau kemasan,
menutup dan atau menyegelnya
• Simbol B3 adalah gambar yang menunjukkan klasifikasi B3
• Label adalah uraian singkat yang menunjukkan antara lain
klasifikasi dan jenis B3
• Pengangkutan B3 adalah kegiatan pemindahan B3 dari suatu
tempat ke tempat lain dengan menggunakan sarana angkutan

23
• B3 terbatas dipergunakan adalah B3 yang dibatasi penggunaan,
impor dan atau produksinya
• B3 yang dilarang dipergunakan adalah jenis B3 yang dilarang
digunakan, diproduksi, diedarkan dan atau diimpor
• Impor B3 adalah kegiatan memasukkan B3 ke dalam daerah
kepabeanan Indonesia
• Ekspor B3 adalah kegiatan mengeluarkan B3 dari daerah
kepabeanan Indonesia
• Notifikasi untuk ekspor adalah pemberitahuan terlebih dahulu dari
otoritas negara pengekspor ke otoritas negara penerima dan
negara transit apabila akan dilaksanakan perpindahan lintas batas
B3 yang terbatas dipergunakan

24
• Notifikasi untuk impor adalah pemberitahuan terlebih dahulu dari
otoritas negara pengekspor apabila akan dilaksanakan
perpindahan lintas batas untuk B3 yang terbatas dipergunakan
dan atau yang pertama kali diimpor
• Komisi B3 adalah badan independen yang berfungsi memberikan
saran dan atau pertimbangan kepada Pemerintah dalam
pengelolaan B3 di Indonesia

25
KARAKTERISASI
BAHAN BERBAHAYA DAN
BERACUN (B3)

26
KLASIFIKASI B3 menurut PP 74/2001
EXPLOSIVE (MUDAH MELEDAK) adalah bahan yang :
• pada suhu dan tekanan standar (25oC, 760 mmHg) dapat meledak
• melalui reaksi kimia dan atau fisika dapat menghasilkan gas
dengan suhu dan tekanan tinggi
• cepat dapat merusak lingkungan di sekitarnya.
Pengujiannya : Diffrential Scanning Calorimetry (DSC) atau
Differential Thermal Analysis (DTA), dengan 2,4-dinitrotoluena atau
Dibenzoil-peroksida digunakan sebagai senyawa acuan.
Dari hasil pengujian tersebut, akan diperoleh nilai temperatur
pemanasan. Apabila nilai temperatur pemanasan suatu bahan
lebih tinggi dari senyawa acuan, maka bahan tersebut
diklasifikasikan mudah meledak.
27
OXIDIZING (PENGOKSIDASI) :
• pengujian bahan padat dilakukan dengan metode uji pembakaran
menggunakan ammonium persulfat sebagai senyawa standar.

• Pengujiam bahan cair menggunakan larutan asam nitrat sebagai


senyawa standar.

• Suatu bahan dinyatakan sebagai pengoksidasi apabila waktu


pembakaran bahan tersebut sama atau lebih pendek dari waktu
pembakaran senyawa standar

28
FLAMMABLE (MUDAH MENYALA) :
• Extremely flammable:
 padatan atau cairan yang memiliki titik nyala (flash point)di bawah 0o C dan
titik didih lebih rendah atau sama dengan 35oC.
• Hghly flammable:
 padatan atau cairan yang memiliki titik nyala 0o C – 21 o C
• Flammable:
• cairan: bahan yang mengandung alkohol kurang dari 24%-volume, dan atau
mempunyai titik nyala = 60 oC (140 F), akan menyala apabila terjadi kontak
dengan api, percikan api, atau sumber nyala lainnya, pada tekanan 760 mmHg.
Pengujiannya dapat dilakukan dengan metode Closed-up test.
• padatan: bahan bukan cairan, pada temperatur dan tekanan standar dengan
mudah menyebabkan terjadinya kebakaran melalui gesekan, penyerapan uap
air atau perubahan kimia secara spontan, dan apabila terbakar dapat
menyebabkan kebakaran terus menerus dalam 10 detik. Pengujian dapat pula
dilakukan dengan Seta Closed-cup Flash Point Test, dengan titik nyala di bawah
40 o C.
29
TOXIC (BERACUN) :
• akan menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila
masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, kulit atau mulut.
Tingkatan racun dikelompokkan seperti tabel berikut.

• Tingkat racun menurut PP 74/2001

30
• LD50 adalah dosis tertentu yang dinyatakan dalam miligram berat
bahan uji per kilogram berat badan (BB) hewan uji yang menghasilkan
50% respon kematian pada populasi hewan uji dalam jangka waktu
tertentu.
• Lethal Concentration 50 (LC50) adalah konsentrasi yang menyebabkan
kematian pada 50% binatang percobaan.
• Lethal Concentration time 50 (LCt50) adalah konsentrasi yang
menyebabkan kematian pada 50% binatang percobaan namun di
hubungkan dengan waktu terpapar dari bahan tersebut, biasa di
gunakan untuk bahan gas

31
HARMFUL (BERBAHAYA) :
• padatan maupun cairan ataupun gas yang jika kontak atau
melalui inhalasi (pernafasan) atau melalui oral dapat
menyebabkan bahaya terhadap kesehatan sampai tingkat
tertentu

CORROSIVE (KOROSIF) :
• mempunyai sifat
• Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit
• Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja standar SAE-1020
dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur
pengujian 55o C.
• Mempunyai pH = 2 untuk B3 bersifat asam, dan atau pH = 12,5 untuk B3
bersifat basa

32
IRRITANT (BERSIFAT IRITASI) :
• padatan maupun cairan yang bila terjadi kontak secara langsung, dan
apabila terus menerus kontak dengan kulit atau selaput lendir dapat
menyebabkan peradangan

DANGEROUS TO THE ENVIRONMENT (BERBAHAYA BAGI


LINGKUNGAN) :
• Merusak lapisan ozon (misalnya CFC), persisten di lingkungan (misalnya
PCBs), atau bahan tersebut dapat merusak lingkungan.

33
CHRONIC TOXIC (TOKSIK KRONIS) :

• Carcinogenic (karsinogen): sifat bahan penyebab sel kanker, yaitu


sel liar yang dapat merusak jaringan tubuh

• Teratogenic: sifat bahan yang dapat mempengaruhi pembentukan


dan pertumbuhan embrio

• Mutagenic: sifat bahan yang dapat menyebabkan perubahan


kromosom yang dapat merubah genetika.

34
KLASIFIKASI B3 menurut LaGREGA (1994)

Terbagi menjadi 7 kelas yaitu :


1. Material mudah terbakar (flammable material)
 menyala dengan mudah bila dipapar sumber nyala
2. Materi yang spontan terbakar (spontaneously ignitable material)
 menyala spontan tanpa sumber nyal (perubahan panas,
tekanan, oksidasi, dll)
3. Peledak (explosive)
 meledak jika ada kejitan panas, tekanan, dll)

35
4. Pengoksidasi (oxydizer)

 menghasilkan oksigen

5. Materi korosif

 membakar & merusak jaringan kulit bila kontak dengannya

6. Materi toksik

 dengan dosis kecil dapat membunuh/ mengganggu kesehatan

7. Materi radioaktif

36
A. BAHAN KIMIA KOROSIF
• US Department of Transportation (USDOT) mendefinisikan :
• Cairan atau padatan yang dapat menimbulkan kerusakan pada
jaringan kulit manusia bila berkontak, atau
• Cairan yang mempunyai laju korosi yang kuat terhadap baja/
alumunium dengan kriteria :
• Bila diuji dengan kelinci albino, maka struktur jaringan di lokasi kontak
rusak atau tidak dapat pulih setelah pemaparan 4 jam atau kurang
• Bila laju korosi > 6,25 mm/tahun terhadap baja/ alumunium standar pada
suhu 550C (1310F)
• Contoh: Asam sulfat (sulfuric acid, H2SO4), Asam Nitrat (HNO3), Asam
Khlorida (HCl), Asam Perkhlorat (HClO4), Asam Fluorida (HF), Asam Fosfat
(H3PO4), Sodium Hidroksida (NaOH), Potasium Hidroksida (KOH)
37
B. BAHAN KIMIA REAKTIF TERHADAP AIR

• Proses air mendekomposisi materi disebut Hidrolisis

• Proses ini dapat berbahaya karena dapat menghasilkan api,


ledakan, toksik, dll.

• Hydroscopic : kemampuan bahan untuk menyerap air di udara

• Pyrophoric : materi yang menyala spontan pada udara kering atau


lembab atau pada suhu < 54,50C

38
KRITERIA :
• Tidak stabil & siap mengalami perubahan kimia spontan
• Bereaksi keras bila bercampur dengan air
• Membentuk campuran yang berpotensi meledak bila dicampur air
• Membentuk asap toksik bila bercampur dengan air
• Limbah sianida & sulfida, menimbulkan asap toksik
sebesar HCN > 250 mg/kg limbah, H2S > 500 mg/kg limbah
• Senyawa eksplosif, campuran & turunannya yang dapat menyala spontan
pada suhu 750C selama 48 jam (versi DOT)
• Senyawa eksplosif yang mengandung garam-garam ammonium & klorat
atau garam logam asam dengan khlorat nitroglocerin atau diethylene
glycol dinitrate (versi DOT)
• Contoh : - Logam-logam alkali
- magnesium, zirconium, titanium, Al, Zn
- senyawa organo metalik, dll 39
C. BAHAN KIMIA TOKSIK
• Cara masuk : mulut, kulit, dan pernafasan
• Efek : - efek lokal (di lokasi kontak)
- efek sistemis (di jaringan/ organ lain)
• Pengaruh racun berdasarkan waktu:
• Akut : kerusakan langsung
• Kronis : pengaruhnya muncul sedikit demi sedikit dalam waktu yang
agak lama.
• Latent : pengaruhnya muncul setelah masa inkubasi terlampaui

40
• Untuk menentukan efek toksisitas suatu materi dilakukan
uji terhadap binatang  cocok untuk bahan kimia yang
bersifat akut

• Untuk yang bersifat koronis & latent, percobaan tersebut


kurang relevan karena faalnya tidak sama  suspect
human carcinogen

41
TOLOK UKUR TOKSISITAS AKUT :
1. Lethal dose 50% (LD50) : bila binatang yang mati sebanyak 50% dengan
satuan mg materi/ kg berat binatang
2. Lethal concentration 50% (LC50) : konsentrasi substansi, dalam satuan ppm
(volume), dapat mematikan 50% binatang
3. Treshold limit value (TLV) : Limit teratas dari suatu konsentrasi toxin yang
tidak menimbulkan pengaruh terhadap manusia yang terpapar rutin,
satuan ppm (gas) atau mg/m3 (asap udara)
4. Immediately dangerous to life & health (IDLH) : konsentrasi maksimum
suatu substansi yang memungkinkan manusia menghindar dalam 30 menit
tanpa masalah
5. Time weight average threshold limit value (TWA-TLV): konsentrasi rata-
rata di ruang kerja yang dapat diterima oleh sebagian besar pekerja
selama 40 jam/ minggu atau 8 jam/ hari tanpa pengaruh/ gangguan
• Contoh: oksida karbon, sianida, sulfur, oksida nitrogen, amonia, logam-logam
berat, asbestos, pestisida organik.
42

Anda mungkin juga menyukai