Anda di halaman 1dari 53

PERATURAN

PERUNDANG
UNDANGAN NAPZA
Yuliastuti
• 1. Undang Undang RI nomor 8 tahun1981
tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana
• 2. Undang-Undang RI nomor 23 tahun 1992
tentang Kesehatan
• 3. Undang-Undang RI nomor 22 tahun 1997
tentang Narkotika
• 4. Undang-Undang RI nomor 5 tahun 1997
tentang Psikotropika
• 5. Undang Undang RI nomor 8 tahun1999
tentang Perlindungan Konsumen
• 6. Undang-Undang RI nomor 2 tahun 2002
tentang Kepolisian Republik Indonesia
• 7. Keputusan Presiden Nomor 17 tahun 2002
tentang Badan Narkotika Nasional
• 8. Instruksi Presiden No. 3 tahun 2002 tentang
P4GN (tugas pokok BNN)
• 9. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
943/Menkes/SK/VIII/2002 tentang Akreditasi
Laboratorium Kesehatan
• 10. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
364/Menkes/SK/III/2003 tentang
Laboratorium Kesehatan
• 11. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1575/Menkes/PER/XI/2005 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Departemen Kesehatan
Pengenalan Narkotika

• Ganja
• Morfin dan Heroin
• Kokain
• Metadon
Ganja (Cannabis sativa)
Sikap tegas pemerintah Indonesia terkait
penolakan legalisasi ganja didasarkan pada
• Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1976
Tentang
• PENGESAHAN KONVENSI TUNGGAL
NARKOTIKA 1961 BESERTA PROTOKOL
YANG MENGUBAHNYA
PENGESAHAN KONVENSI TUNGGAL NARKOTIKA
1961 BESERTA PROTOKOL YANG MENGUBAHNYA
• Konvensi tersebut bertujuan untuk:
a.Menciptakan suatu konvensi international yang pada umumnya
dapat diterima oleh negara-negara di dunia ini dan dapat
mengganti peraturan-peraturan pengawasan international atas
narkotika yang bercerai-berai di dalam 8 (delapan) buah perjanjian
international;
• b.Menyempurnakan cara-cara pengawasan narkotika dan membatasi
penggunaannya khusus untuk kepentingan pengobatan dan atau
tujuan ilmu pengetahuan;
• c.Menjamin adanya kerjasama internasional dalam pengawasan agar
maksud dan tujuan tersebut dapat dicapai.
• Pada tanggal 6 Maret sampai dengan tanggal 24 Maret 1972 di
Jenewa telah diselenggarakan suatu konperensi (United Nations
Conference to consider Amendments to the Single Convention on
Narcotic Drugs, 1961) yang menghasilkan Protokol yang Mengubah
Konvensi Tunggal Narkotika 1961 (Protocol Amending the Single
Convention on Narcotic Drugs, 1961), dan yang dibuka untuk
penandatanganan pada tanggal 25 Maret 1972.
• Republik Indonesia telah menandatangani Konvensi
tersebut di atas pada tanggal 28 Juli 1961 dengan
mengajukan persyaratan (reservation) terhadap Pasal 48
ayat (2) tentang keharusan penyelesaian sengketa pada
Mahkamah Internasional dan mengajukan
pernyataan (declaration) terhadap Pasal 40 ayat (1) tentang
negara-negara mana yang dapat menjadi peserta
Konvensi, dan terhadap Pasal 42 yang mengatur tentang
aplikasi territorial. Demikian pula Republik Indonesia telah
menandatangani Protokol yang Mengubah Konvensi
Tunggal Narkotika 1961 pada tanggal 25 Maret 1972.
• Mengingat perkembangan dalam bidang politik dalam negeri
Indonesia, maka pernyataan (declaration) atas Pasal 40 ayat (1) dan
Pasal 42 tersebut di atas perlu ditarik kembali.
• Negara kita kini sedang membina masyarakat adil dan makmur. Untuk
melaksanakan hal itu, diperlukan segenap tenaga dan fikiran dari tiap
warga-negara Indonesia. Tujuan itu akan segera dapat tercapai
apabila rakyat di dalam keadaan sehat jasmaniah dan rohaniah, bebas
dari pengaruh jelek dari narkotika, obat perangsang, obat penenang
dan minuman keras.
• Oleh sebab itu terutama pemakaian narkotika perlu diawasi dengan
ketat dan perlu diadakan tindakan pencegahan terhadap
penyalahgunaan narkotika dan di samping itu para pecandu
narkotika (addicts) yang ada di negara kita perlu diberi perawatan dan
pengobatan untuk kemudian direhabilitasi ke dalam masyarakat.
• Usaha-usaha perawatan dan pengobatan para pecandu narkotika
dapat dilaksanakan oleh Pemerintah atau badan swasta yang telah
mendapat izin dari Menteri Kesehatan.
• Dengan ikut sertanya Indonesia dalam Konvensi Tunggal Narkotika
1961 serta Protokol yang Mengubahnya, dan mengesahkannya
sebagai undang-undang, maka kerjasama internasional dalam bidang
pencegahan dan pemberantasan kejahatan narkotika dapat dilakukan
lebih terjamin dan mantap.
• Di samping itu juga ketentuan-ketentuan di dalam Konvensi Tunggal
tersebut beserta Protokol yang mengubahnya pada umumnya tidak
bertentangan dengan kepentingan-kepentingan Indonesia dan dengan
demikian dapat diterima dan dipergunakan sebagai dasar untuk
menyusun perundang-undangan nasional dalam bidang narkotika.
Pemerintah Berkomitmen Tolak Legali
sasi Ganja
•. Mengenai tanaman cannabis, berdasarkan Lampiran I
butir 8
Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkoti
ka
(“UU 35/2009”), tanaman tersebut termasuk dalam
narkotika golongan I.
Pengecualian Pasal 7 UU 35/2009
• Pasal 8 ayat (1) UU 35/2009
• Narkotika golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan
pelayanan kesehatan.
• Dalam jumlah terbatas, narkotika golongan I dapat
digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostik,
serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan
Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan (Pasal 8 ayat [2] UU 35/2009).
(Penjelasan Pasal 8 ayat (2) UU
35/2009)
• a. reagensia diagnostik adalah narkotika golongan I
tersebut secara terbatas dipergunakan untuk mendeteksi
suatu zat/bahan/benda yang digunakan oleh seseorang
apakah termasuk jenis narkotika atau bukan.
• b. reagensia laboratorium adalah narkotika golongan I
tersebut secara terbatas dipergunakan untuk mendeteksi
suatu zat/bahan/benda yang disita atau ditentukan oleh
pihak Penyidik apakah termasuk jenis narkotika atau
bukan.
Pasal 12 ayat (1) UU 35/2009
• Narkotika golongan I dilarang diproduksi
dan/atau digunakan dalam proses produksi,
kecuali dalam jumlah yang sangat terbatas untuk
kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
(Penjelasan Pasal 12 ayat [1] UU
35/2009)

• Yang dimaksud dengan “produksi” adalah termasuk


pembudidayaan (kultivasi) tanaman yang mengandung
narkotika.

• Yang dimaksud dengan “jumlah yang sangat terbatas”


adalah tidak melebihi kebutuhan yang diperlukan untuk
kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang NARKOTIKA

• Tanggal Berlaku 12-10-2009


Pemerintah Berkomitmen Tolak Legalisasi
Ganja
.
• Berdasarkan
Undang-Undang No. 8 Tahun 1976 tentang Pengesa
han Konvensi Tunggal Narkotika 1961 Beserta Proto
kol yang Mengubahnya

• Beberapa negara melegalisasi ganja (Cannabis sativa)

• Indonesia sampai saat ini menentang legalisasi ganja,


atau melarang peredaran ganja
Pasal 7 UU 35 Tahun 2009
• Narkotika
hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
• Dalam Penjelasan Pasal 7 UU 35/2009, dijelaskan bahwa
yang dimaksud dengan “pelayanan kesehatan” adalah
termasuk pelayanan rehabilitasi medis.

Sambungan Pasal 7 UU 35 Tahun 2009

• Yang dimaksud dengan“pengembangan ilmu pengetahuan


dan teknologi” adalah penggunaan narkotika terutama
untuk kepentingan pengobatan dan rehabilitasi,
• termasuk untuk kepentingan
• Pendidikan
• Pelatihan
• Penelitian
• Pengembangan serta keterampilan
• Yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah yang tugas
dan fungsinya melakukan pengawasan, penyelidikan,
penyidikan, dan pemberantasan peredaran gelap
narkotika.
Sambungan Pasal 7 UU 35 Tahun 2009

• Kepentingan pendidikan, pelatihan dan keterampilan adalah


termasuk untuk kepentingan:
• melatih anjing pelacak narkotika dari
• Pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia
• Bea dan Cukai
• Badan Narkotika Nasional
• Serta instansi lainnya.
Katakan tidak pada narkoba
Say

N O To Drugs
PASAL 36 UU NO 35/2009
• 1) Narkotika dalam bentuk obat jadi hanya dapat diedarkan setelah
mendapat izin edar dari Menteri.

• 2) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara perizinan


peredaran narkotika dalam bentuk obat jadi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri

• 3) Untuk mendapatkan izin edar dari Menteri, Narkotika dalam


bentuk obat jadi sebagaimana dimaksud ayat (1) harus melalui
pendaftaran pada Badan Pengawas Obat dan Makanan.
PASAL 53 UU NO 35/2009
• 1) Untuk kepentingan pengobatan dan berdasarkan indikasi medis,
dokter dapat memberikan Narkotika Golongan II atau Golongan III
dalam jumlah terbatas sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

• 2) Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memiliki,


menyimpan, dan/atau membawa Narkotika untuk dirinya sendiri.

• 3) Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mempunyai


bukti yang sah bahwa Narkotika yang dimiliki, disimpan, dan/ atau
dibawa untuk digunakan diperoleh secara sah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
• Menurut Badan Narkotika Nasional (BNN), jeratan hukuman mati untuk
pengedar diberlakukan pada kasus pelanggaran berat narkotika.
• Menurut putusan Mahkamah Konstitusi, penerapan sanksi pidana mati bagi
pelaku tindak pidana narkotika dinyatakan tidak melanggar sisi hak asasi
manusia (HAM), karena pelakulah yang sudah melanggar HAM orang lain.
• Hal yang terkait hukuman mati telah diatur dalam KUHP pasal 10 dan tidak
bertentangan dengan UUD 1945 atau pun International Covenant on Civil and
Political Rights (ICCPR)
• ICCPR sendiri memperbolehkan hukuman mati atas tindak pidana narkotika
karena dianggap sebagai kejahatan transnasional terorganisasi yang luar biasa
seriusnya.

Baca selengkapnya di artikel "Mengetahui Ancaman Hukuman Bagi Pengedar & Pengguna Narkoba di RI",
https://tirto.id/gh4u
PENGARUH NAPZA terhadap
KESEHATAN

YULIASTUTI
Dampak NAPZA??

• Rusaknya Organ-organ Tubuh


• Infeksi Kulit
• Overdosis
• Kematian
Pecandu NAPZA
(kecantikan fisik menjadi berubah)
Gangguan kesehatan karena obat2 psikotropik

• Penelitian Epidemiologik dan klinik :


a) Terjadi sindrom metabolik:
• Diabetes dan dyslipidaemia  coronary heart disease
(CHD).
• Hal tsb diatas dipicu oleh adanya obesitas, diet yang
buruk, merokok, kurang berolah raga dan tidak
melakukan pemerix. kesehatan yang teratur.
• Mekanisme terjadinya sindrom metabolik belum diketahui
sambungan

b) penyakit sistemik
* gangguan liver
* gangguan ginjal
* hyperthyroidism

c) gangguan pd SusunanSyarafPusat (SSP)


* stroke
* perdarahan intra kranial
Pantauan kesehatan yang dianjurkan

• Status keluarga
• Body Mass Index
• Tekanan darah
• Gula darah puasa
• Profil Lipid puasa
Psikotropik yang banyak beredar di pasaran
• Adderall (methamphetamine dan dextroamphetamine)
• Benzedrine (amphetamine)
• Concerta, Metadate, Ritalin dan Equasym (methylphenidate)
• Daytrana (methylphenidate - skin patch)
• Desoxyn (methamphetamine hydrochloride)
• Dexedrine (dextroamphetamine sulfate)
• Dextrostat (dextroamphetamine)
• Focalin (dexmethylphenidate)
• Methylin (methylphenidate hydrochloride)
Efek samping yang timbul
• Abdominal pain, nausea, vomiting, constipasi, diarrhea, anorexia, loss
of appetite, weight loss
• Aggressive/violent behavior, changes in mood, mania, depression,
hallucination, nervousness psychosis
• Angina (sudden acute pain), chest pain
• Blood pressure and pulse changes, heartburn
• Changes in sex drive or ability
• Changes in vision or blurred vision
• Difficulty breathing or swallowing
• Difficulty falling asleep or staying asleep, insomnia
• Dizziness or faintness
sambungan

• Dry mouth, hoarseness, sore throat


• Fever
• Headaches
• Involuntary tics and twitching
• Itching, Purple blotches under the skin, Rash
• Liver problems
• Muscle or joint pain
• Painful menstruation
• Psychosis
• Seizures
sambungan

• Slow or difficult speech


• Stuffed or runny nose, Swelling inside the nose
• Stunted growth
• Unusual sadness or crying, Suicidal thoughts
• Swelling of the eyes, face, tongue, or throat
• Unusual bleeding or bruising
• Unusual weakness or tiredness
• Weakness or numbness of an arm or leg
• “Zombie” demeanor
Narkotika
• Biasanya opiates seperti morphine atau oxycodone
• Dapat meredakan nyeri
• Diresepkan untuk mengatasi nyeri karena luka ataupun kanker
• Pasien dengan nyeri akibat gangguan kronik fungsi lambung tidak
boleh dimedikasi dengan narkotika
• Ternyata pada beberapa individu penggunaan narkotika dapat
menimbulkan rasa nyeri
Efek Samping
• Sekitar 5-10% individu, narkotika dapat mensensitisasi syaraf sehingga
dapat membuat rasa nyeri memburuk (opioid induced central
hyperalgesia)

• Jangka waktu lama, narkotika  melambatkan kerja lambung

Berakibat :
• nausea
• bloating
• periodic vomiting
• abdominal distension
• constipation

Adiksi/Ketagihan

• Opioid menimbulkan sensasi menyenangkan atau euphoria


 adiksi

• Bila digunakan secara teratur  toleransi (memerlukan dosis


yang meningkat untuk memberikan efek yang sama)
• Toleransi
• Toleransi dapat menyebabkan overdosis  Kematian
Opioid yg biasanya meningkat kekuatannya

• Codeine
• Hydrocodone (Vicodin, Hycodan)
• Morphine (MS Contin, Kadian)
• Oxycodone (Oxycontin, Percoset)
• Hydromorphone (Dilaudid)
• Fentanyl (Duragesic)
Opioid Withdrawal Symptoms:
• Lemas, lelah, mudah tersinggung, gelisah, menyerang, tdk bs
tidur.
• Mata dan hidung berair
• Berkeringat
• Menguap
• Nyeri otot
• Kejang/kram Abdominal , Nausea, Vomiting, Diarrhea
Dapat timbul Syndrome sekunder (Stevens-Johnson
syndrome)

• Diantaranya disebabkan oleh penyakit infeksi


Termasuk
• Herpes virus (herpes simplex or herpes zoster)
• Pneumonia
• HIV
• Hepatitis A

• Idiopathic
• 25 – 50% kasus
Syndrome sekunder
Kematian
• Toxic Epidermal Necrosis (TEN), 25 – 30 %
• SJS (Stephen Johnson Syndrome), 1- 5%
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai