Anda di halaman 1dari 48

LAMPIRAN : PERATURAN DIREKTUR

TENTANG PEDOMAN
PENGELOLAAN BAHAN
BERBAHAYA DAN
BERACUN (B3) RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH
CILACAP
NOMOR :

BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3)


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penggunaan bahan kimia dalam kebudayaan manusia sudah dimulai
sejak zaman dahulu. Bahan kimia merupakan salah satu ilmu pengetahuan
alam, yang berkaitan dengan komposisi materi, termasuk juga perubahan
yang terjadi di dalamnya, baik secara alamiah maupun sintetis. Senyawa-
senyawa kimia sintetis inilah yang banyak dihasilkan oleh peradaban modern,
namun materi ini pulalah yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan
yang berbahaya. Dengan mengetahui komposisi dan memahami bagaimana
perubahan terjadi, manusia dapat mengontrol dan memanfaatkannya untuk
kesejahteraan manusia. Menurut World Bank ada 3 pola pertumbuhan industri
yang perlu diperhatikan, yaitu :
- Kecepatan pertumbuhan sektor industri
- Distribusi spasial yang belum merata
- Pergeseran jenis industri
Sektor lain yang berpotensi dampak negatif pada lingkungan adalah kegiatan
pertambangan - perminyakan, kegiatan medis dan kegiatan pertanian
Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 23/1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (menggantikan UU No. 4/1982),
menempatkan masalah bahan dan limbah berbahaya sebagai salah satu
perhatian utama, akibat dampaknya terhadap manusia dan lingkungan bila
tidak dikelola secara baik, dengan definisi sebagai bahanberbaya dan beracun.

1
Pasal 58 sampai Pasal 61 UU-32/2009 mengatur larangan membuang dan
mengatur pengelolaan limbah dan B3. Selanjutnya Peraturan
Pemerintah (PP) No. 74/2001 mengatur lebih lanjut tentang pengelolaan
bahan berbahaya dan beracun (B3), dan PP 18/99 juncto 85/99 mengatur lebih
lanjut tentang pengelolaan limbah B3.
Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (B3) dan limbahnya harus
menjadi perhatian serius, karena efek samping terhadap manusia dan
pencemaran lingkungan yang besar jika tidak mendapatkan perlakuan yang
benar. Mulai dari penggunaan bahan baku, pemilihan proses produksi,
kegiatan kesehatan (seperti limbah infectious dari rumah sakit) atau dari
kegiatan rumah tangga (misalnya penggunaan batere merkuri). Namun
sebagian besar jenis limbah yang dihasikan, biasanya berasal dari kegiatan
industri. Limbah berkatagori non-hazardous tidak perlu ditangani seketat
limbah hazardous, walaupun limbah tersebut berasal dari industri. Sesuai
dengan PP 18/99 juncto 85/99, padanan kata untuk Hazardous Waste yang
digunakan di Indonesia adalah Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dan
disingkat menjadi Limbah B3.
Kegiatan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap mulai dari alat
medis, tindakan medis, non medis, laboratorium, farmasi, kelistrikan, gas
medis sedikit atau banyak juga menggunakan Bahan Berbahaya dan Beracun
yang berpotensi menghasilkan limbah toksik dan infeksius. Sehingga perlu
adanya pengelolaan yang benar mulai dari bahan baku sampai dengan limbah
yang dihasilhan, sehingga dampak negatif dari Bahan Berbahaya dan
Beracun yang digunakan dapat dihindari.

B. RUANG LINGKUP
Pedoman ini sebagai pedomam penanganan Bahan Berbahaya dan
Beracun yang dilakukan di lingkungan Rumah Sakit Cilacap dalam
melakukan pengelolaan B3 pada dasarnya pengelolaan bahan berbahaya dan
beracun (B3) di Indonesia mengacu pada prinsip-prinsip dan pedoman
pembangunan berkelanjutan yang telah dituangkandalam Undang-Undang

2
No. 32 tahun 2009 sebagai pengganti UU-23/1997 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 1 (21) UU-32/2009 mendefinisikan
bahan berbahaya dan beracun (disingkat B3) adalah zat, energi, dan/atau
komponen lain yang karena sifat, konsentrasi dan/atau jumlahnya, baik
secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau
merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan serta kelangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lain.

C. BATASAN OPERASIONAL
Pedoman pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun meliputi empat
aktivitas utama, yaitu:
1. Aktivitas yang berhubungan perencanaan Berbahaya dan Beracun
a. Merencanakan jenis Berbahaya dan Beracun apa saja yang
dibutukkan di Rumah Sakit guna mendukung pelayanan terhadap
pelanggan Rumah sakit
b. Memilih bahan yang tidak dilarang peredarannya di iIndonesia
c. Menjamin mutu Bahan berbahaya dan beracun yang digunakan di
rumah Sakit.
2. Aktivitas yang berhubungan dengan pengadaan Berbahaya dan
Beracun , dengan kegiatan :
a. Melakukan Pembelian Bahan Berbahaya dan beracun kepada
distributor yang telah melakukan kerja sama
b. Pemenuhan MSDS untuk setiap pengadaan Bahan Berbahaya dan
Beracun yang dikirim oleh distributor
c. Memastikan bahwa bahan yang dibeli sudah memenuhi standar
peraturan yang berlaku
3. Aktivitas yang berhubungan dengan Penyimpanan Berbahaya dan
Beracun, dengan kegiatan:
a. Tempat penyimpanan Bahan Berbahaya dan Beracun
b. Pengelompokkan Bahan sesuai dengan sifat kimia dari Bahan

3
4. Aktivitas yang berhubungan dengan pendistribusian Berbahaya dan
Beracun, dengan kegiatan:
a. Memastikan keamanan bahan saat dilakukan pendistribusian ke unit
yang membutuhkan
b. Pemberian label setiap bahan yang keluar dari gudang B3
c. Pemberian simbol bahaya pada setiap kemasan primer
5. Aktivitas yang berhubungan dengan penanganan limbah dan tumpahan
Berbahaya dan Beracun, dengan kegiatan:
a. Pengadaan Spill Kit untuk penanganan tumpahan B3
b. Sosialisasi penggunaan Spill Kit kepada seluruh karyawan

D. LANDASAN HUKUM
1. PENGELOLAAN B3 DALAM PP 74/2001
Menurut PP 74/2001: ‘bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya
disingkat dengan B3 adalah bahan yang karena sifat dan atau
konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau
dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta makhluk hidup lainnya’ (pasal 1 angka 1). Sedangkan sasaran
pengelolaan B3 adalah 'untuk mencegah dan atau mengurangi resiko dampak
B3 terhadap lingkungan hidup, kesehatan manusia dan mahluk hidup
lainnya’ (pasal 2).
Pengertian pengelolaan B3 adalah 'kegiatan yang menghasilkan,
mengangkut, mengedarkan, menyimpan, menggunakan dan atau membuang
B3’ (pasal 1 angka 2). Dalam kegiatan tersebut, terkait berbagai fihak yang
merupakan mata rantai dalam pengelolaan B3. Setiap mata rantai tersebut
memerlukan pengawasan dan pengaturan. Oleh karenanya, pasal-pasal
berikutnya mengatur masalah kewajiban dan perizinan bagi mereka yang
akan memproduksi (menghasilkan), mengimpor, mengeksport,
mendistribusikan, menyimpan, menggunakan dan membuang bahan tersebut
bilamana tidak dapat digunakan kembali. Disamping aspek yang terkait
dengan pencegahan terjadinya pencemaran lingkungan dan atau kerusakan
lingkungan yang menjadi kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap

4
fihak yang terkait, maka aspek keselamatan dan kesehatan kerja serta
penanggulangan kecelakaan dan keadaan darurat diatur dalam PP tersebut.
Tidak semua pengelolaan bahan yang berbahaya diatur oleh PP tersebut,
antara lain karena telah diatur dalam PP lain, atau telah diatur oleh instansi
lain berdasarkan konvesi internasional seperti bahan radioaktif. Bahan
berbahaya yang tidak termasuk yang diatur adalah (pasal 3):
- Bahan radioaktif
- Bahan peledak
- Hasil produksi tambang serta minyak gas dan gas bumi dan hasil
olahannya
- Makanan dan minuman serta bahan tambahan makanan lainnya
- Perbekalan kesehatan rumah tangga dan kosmetika
- Bahan sediaan farmasi, narkotika, psikotropika dan prekursor lainnya
- Bahan aditif lainnya
- Senjata kimia dan senjata biologi
Untuk menentukan apakah sebuah bahan termasuk dalam kelompok B3,
maka PP tersebut mengklasifikasikan B3 dalam 8 kelompok, yaitu (pasal 5):
- Mudak meledak (explosisive)
- Pengoksidasi (oxidizing)
- Menyala
- Sangat mudah sekali menyala (extremely flammable)
- Sangat mudah menyala (highly flammable)
- Mudah menyala (flammable)
- Beracun:
- Amat sangat beracun (extremely toxic)
- Sangat beracun (highly toxic)
- Beracun (moderately toxic)
- Berbahaya (harmful)
- Korosif (coorosive)
- Bersifat iritasi (irritant)
- Berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment)

5
- Toksik yang bersifat kronis:
- Karsinogenik (carcinogenic)
- Teratogenik (teratogenic)
- Mutagenik (metagenic)
PP 74/2001 mengatur juga secara umum pengangkutan B3 (pasal 13),
pengemasan B3
(pasal 15), pemberian label dan simbol (pasal 17), penyimpanna B3 (pasal
18). Lokasi dan konstruksi tempat penyimpanan B3 membutuhkan
pengaturan tersendiri, agar tidak terjadi kecelakaan akibat kesalahan dalam
penyimpanan tersebut. Salah satu persyaratan kelengkapan pada tempat
penyimpanan tersebut adalah sistem tanggap darurat dan prosedur
penanganan B3 (pasal 19). B3 yang dianggap kadaluwarsa, atau tidak
memenuhi spesifikasi, atau bekas kemasan, yang tidak dapat digunakan tidak
boleh dibuang sembarangan, tetapi harus dikelola sebagai limbah B3 (pasal
20). B3 kadaluwarsa adalah bahan yang karena kesalahan dalam
penanganannya menyebabkan terjadinya perubahan komposisi dan atau
karakteristik sehingga bahan tersebut tidak sesuai lagi dengan spesifikasinya.
Sedang B3 yang tidak memenuhi spesifikasi adalah bahan yang dalam proses
produksinya tidak sesuai dengan yang ditentukan.
Salah satu kehawatiran utama dalam penanganan B3 adalah kemungkinan
terjadinya
kecelakaan baik pada saat masih dalam penyimpanan maupun kecelakaan
pada saat
dalam pengangkutannya. Kecelakaan B3 adalah lepasnya atau tumpahnya B3
ke
lingkungan, yang memerlukan penanggulangan cepat dan tepat (pasal 24).
Bila terjadi
kecelakaan, maka kondisi awalnya adalah berstatus keadaan darurat
(emergency).
Langkah darurat yang harus dilakukan adalah (pasal 25):
1. Mengamankan (mengisolasi) tempat terjadinya kecelakaan

6
2. Menanggulangi kecelakaan sesuai dengan prosedur standar
penanggulangan
kecelakaan
3. Melaporkan kecelakaan atau keadaan darurat tersebut kepada aparat
Kota/Kabupaten setempat
4. Memberikan informasi, bantuan dan melakukan evakuasi masyarakat
sekitar lokasi kejadian.

2. KARAKTERISASI B3 MENURUT PP 74/2001


Penjelasan PP 74/2001 menguraikan secara singkat klasifikasi B3 sebagai
berikut:
a) Explosive (mudah meledak): adalah bahan yang pada suhu dan
tekanan standar 25oC, 760 mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi
kimia dan atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan
tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan di
sekitarnya. Pengujiannya dapat dilakukan dengan menggunakan
Diffrential Scanning Calorimetry (DSC) atau Differential Thermal
Analysis (DTA), sedang 2,4-dinitrotoluena atau Dibenzoil-peroksida
digunakan sebagai senyawa acuan. Dari hasil pengujian tersebut, akan
diperoleh nilai temperatur pemanasan. Apabila nilai temperatur
pemanasan suatu bahan lebih tinggi dari senyawa acuan, maka bahan
tersebut diklasifikasikan mudah meledak.
b) Oxidizing (pengoksidasi): pengujian bahan padat dilakukan
denganemtode uji pembakaan menggunakan ammonium persulfat
sebagai senyawa standar. Sedang untuk bahan cair, senyawa standar
yang digunakan adalah larutan asam nitrat. Suatu bahan dinyatakan
sebagai pengoksidasi apabila waktu pembakaran bahan tersebut sama
atau lebih pendek dari waktu pembakaran senyawa standar.
c) Flammable (mudah menyala):

7
o Extremely flammable: padatan atau cairan yang memiliki titik
nyala (flash point) di bawah 0oC dan titik didih lebih rendah atau

sama dengan 35 o C.
 Hghly flammable: padatan atau cairan yang memiliki titik nyala 0
C - 21
o Flammable: Bila cairan: bahan yang mengandung alkohol kurang
dari 24%- volume, dan atau mempunyai titik nyala = 60 oC
(140oF), akan menyala apabila terjadi kontak dengan api, percikan
api, atau sumber nyala lainnya, pada tekanan 760 mmHg.
Pengujiannya dapat dilakukan dengan metode Closed-up test.
 Bila padatan: bahan bukan cairan, pada temperatur dan tekanan
standar dengan mudah menyebabkan terjadinya kebakaran melalui
gesekan, penyerapan uap air atau perubahan kimia secara spontan,
dan apabila terbakar dapat menyebabkan kebakaran terus menerus
dalam 10 detik.
Pengujian dapat pula dilakukan dengan Seta Closed-cup Flash
Point Test, dengan titik nyala di bawah 40oC.
d) Toxic (beracun): akan menyebabkan kematian atau sakit yang serius
apabila masuk ke
dalam tubuh melalui pernafasan,
e) Harmful (berbahaya): padatan maupun cairan ataupun gas yang jika
kontak atau melalui inhalasi (pernafasan) atau melalui oral dapat
menyebabkan bahaya terhadap kesehatan sampai tingkat tertentu.
f) Corrosive (korosif): mempunyai sifat
o Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit
o Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja standar SAE-
1020 dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun dengan
temperatur pengujian 55oC.
o Mempunyai pH = 2 untuk B3 bersifat asam, dan atau pH = 12,5
untuk B3 bersifat basa.

8
g) Irritant (bersifat iritasi): padatan maupun cairan yang bila terjadi
kontak secara langsung, dan apabila terus menerus kontak dengan
kulit atau selaput lendir dapat menyebabkan peradangan
h) Dangerous to the Environment (berbahaya bagi lingkungan): seperti
merusak lapisan ozon (misalnya CFC), persisten di lingkungan
(misalnya PCBs), atau bahan tersebut dapat merusak lingkungan.
i) Chronic toxic (toksik kronis):
 Carcinogenic (karsinogen): sifat bahan penyebab sel kanker, yaitu
sel liar yang dapat merusak jaringan tubuh
 Teratogenic: sifat bahan yang dapat mempengaruhi pembentukan
dan pertumbuhan embrio
 Mutagenic: sifat bahan yang dapat menyebabkan perubahan
kromosom yang dapat merubah genetika.

E. PELABELAN DAN PENYIMPANAN


1. PELABELAN
Fungsi pelabelan adalah untuk mengidentifikasi sekaligus
mengklasifikasikan B3, yang nantinya akan sangat berguna sebagai
informasi penting dalam pengelolaannya.
Identifikasi yang digunakan untuk penandaan B3 tediri dari dua jenis yaitu
simbol dan label. Simbol B3 merupakan gambar yang menunjukan
klasifikasi B3 Label adalah uraian singkat yang menunjukkan antara lain
klasifikasi dan jenis B3.
I. SIMBOL
A. Bentuk dasar, ukuran dan bahan Simbol berbentuk bujur sangkar
diputar 45 derajat sehingga membentuk belah ketupat berwarna
dasar putih dan garis tepi belah ketupat tebal berwarna merah (lihat
gambar A). Simbol yang dipasang pada kemasan disesuaikan dengan
ukuran kemasan. Sedangkan simbol pada kendaraan pengangkut dan
tempat penyimpanan kemasan B3 minimal berukuran 25 cm x 25
cm.

9
B. Simbol harus dibuat dari bahan yang tahan terhadap air, goresan dan
bahan kimia yang akan mengenainya
C. Jenis simbol B3
1. Untuk B3 klasifikasi bersifat mudah meledak (explosive)Warna
dasar putih dengan garis tepi tebal berwarna merah. Simbol
berupa gambar bom meledak (explosive/exploded bomb)
berwarna hitam.Simbol ini menunjukkan suatu bahan yang pada
suhu dan tekanan standar (25 oC, 760 mmHg) dapat meledak
dan menimbulkan kebakaran atau melalui reaksi kimia dan/atau
fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi
yang dengan cepat dapat merusak lingkungan di sekitarnya.

2. Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat pengoksidasi


(oxidizing), Warna dasar putih dengan garis tepi tebal berwarna
merah. Gambar simbol berupa bola api berwarna hitam yang
menyala. Simbol ini menunjukkan suatu bahan yang dapat
melepaskan banyak panas atau menimbulkan api ketika bereaksi
dengan bahan kimia lainnya, terutama bahan-bahan yang sifatnya
mudah terbakar meskipun dalam keadaan hampa udara.

3. Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat mudah menyala


(flammable) Warna dasar putih dengan garis tepi tebal berwarna
merah. Gambar simbol berupa gambar nyala api berwarna putih
dan hitam.

10
4. Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat beracun (toxic)
Warna dasar putih dengan garis tepi tebal berwarna merah.
Simbol berupa gambar tengkorak dan tulang bersilang.

5. Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat iritasi (irritant),


Warna dasar putih dengan garis tepi tebal berwarna merah.
Simbol berupa gambar tanda seru berwarna hitam.

6. Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat korosif (corrosive),


Warna dasar putih dengan garis tepi tebal berwarna hitam.
Simbol terdiri dari 2 gambar yang tertetesi cairan korosif.

7. Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat bahaya lain berupa


gas bertekanan (pressure gas) Warna dasar putih dengan garis
tepi tebal berwarna merah. Simbol berupa gambar tabung gas
silinder berwarna hitam. Simbol ini untuk menunjukkan bahaya
gas bertekanan yaitu bahan ini bertekanan tinggi dan dapat
meledak bila tabung dipanaskan/terkena panas atau pecah dan
isinya dapat menyebabkan kebakaran.

11
8. Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat Karsinogenisitas
Mutagenisitas Sel Induk Toksik terhadap Reproduksi Sensitisasi
Pernafasan Toksisitas Sistemik terhadap Organ Sasaran
Spesifik, warna dasar putih dengan garis tepi warna merah ,
ditengah ada gambar manusia.

9. Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat Berbahaya bagi


lingkunga aquatik

2. PENYIMPANAN
PROSEDUR PENYIMPANAN B3
1. Kelompokkan berdasarkan sifat bahan kimianya
2. Simpan sesuai dengan sifat kimia/klasifikasinya serta diatur urut secara
alfabetis.
3. Lengkapi ruang penyimpanan dengan simbol dan label serta menyimpan
MSDS di dekat gudang peyimpanan B-3.
4. Atur penyimpanan B-3 yang datang terlebih dahulu diletakkan di depan
sehingga pada waktu pengambilan memudahkan untuk di ambil terlebih
dahulu (penyimpanan dan pengambilan sistem FIFO dan/atau FEFO).

12
5. Jaga ventilasi dan suhu ruang penyimpanan yang dikontrol dengan
indikator alat pengukur suhu.
6. Catat setiap transaksi B3 (pemasukan dan pengeluaran B3) pada kartu
stok dan in put data pada sistem komputer
Pencatatan pada Kartu stock, meliputi :
- Tanggal keluar atau tanggal masuk.
- Jumlah yang masuk atau yang keluar.
- Nama PBF / institusi pemasok B-3.
- Depo Farmasi, Instalasi atau Unit di Rumah sakit dimana B-3
didistribusikan
7. Letakkan kartu stock yang masih berlaku di samping barang dan
mengarsip kartu stok yang sudah tidak terpakai.
8. Jaga kebersihan dan kerapihan gudang.
9. Lakukan stock opname setiap periode tertentu
10.Laporkan kegiatan dan permasalahan penyimpanan B-3 kepada kepala
Instalasi Farmasi.

E. JENIS-JENIS B3 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILACAP


1. Daftar B3 RSUD Cilacap

Bentuk Msd
No Nama Dagang Kandungan Kategori Tanda
Sediaan s
Ada
Cairan mudah
1. Alkohol 96% Alkohol 96% Cairan
terbakar,

Ada
Cairan mudah
2. Alcohol 70 % Alcohol 70 % Cairan
terbakar

13
Ada
Cairan mudah
3. Spiritus Spiritus Cairan
terbakar

Ada

Oksidator,
Natrium
4. NaOCl Cairan Cairan mudah
Hipoklorit
terbakar

Ada

5. Asam Sitrat Asam sitrat anhidrat Serbuk Oksidator

Ada

6. Argenti Nitrat AgNO3 Serbuk Korosif

Ada
Hydrogen
7. H2O2 50% Cairan Korosif
peroxide

Ada
H2O2 Corosif
8. Renalin Asam asetat Cairan (simpan suhu
Aquadest 24oC)

Ada

Tablet formaldehyde Karsinogenik,


9. Paraformaldehide Padatan
100mg Beracun

14
Ada

Karsinogenik,
10. Formalin Formalin Cair 37% Cairan
Beracun

Ada
Kristal
11. Phenol crystal Phenol crystal Beracun
cairan

Ada
12. Povidone Iodine Povidone Iodine Cairan Beracun

Ada
Bahaya bagi
13. Resorcinol Resorcin Cairan
lingkungan

N,N-didecyl-N-metil Ada
poli (heksametil
ammonium propionate),
14. Aniosym Cairan Iritasi
Poli(hemametilen
biguanid) hidrocloride,
Excipients,
Ada

15. Barium Sulfat Barium Sulfat (BaSO4) Serbuk Iritasi

Ada
Monopropilenglikol
16. Cidezym Cairan Iritasi
Monotrietanol

Ada
Desinfectan L-
17. Liquor cresoli saponatus Cairan Iritasi
100

15
Ada
Polymhexamehylene
18. Gigazym Biguanide Cairan Iritasi
Hydrochloride

Succindialdehyde, Ada
Dimethoxytetrahydrofur
ane,
Ethanol,
Propanol,
19. Gigasept Cairan Iritasi
Methanol,
Alcohols,
ethoxylated,
sulfosuccinates,
disodium salts
Ada
Sodalime carbon dioxide
20. Intersorb plus Cairan Iritasi
absorbent

Ada
Water soluble high Semi
21. Jelly Lacer Iritasi
polymer Padat

Ada
Chlorheksidine
22. Microshield Cairan Iritasi
gluconate 4% b/v

Propane, Ada
Didecyldi metil
ammonium chloride,
23. Maliseptol Cairan Iritasi
Eksipient (non ionic
surfactant),
Purified water
Ada
1-Propanol,
24. Primasept 2-Propanol, Cairan Iritasi
2-Bipenilol

Ada
AmmoniumTthiosulphat Iritasi
25. Rapid fixer Cairan
e

16
Ada
Etanol,
26. Softa-man Cairan Iritasi
Propanol

Cocopropilen diamine, Ada


Surfactant,
27. Stabimed Solvent, Cairan Iritasi
Complexing agent,
Corotion inhibitor
Ada

28. Zinc Oxide ZnO Serbuk Iritasi

Ada
Mudah
28. Solar solar Cairan terbakar dan
meledak

2. Daftar Reagensia RSUD Cilacap

Bentuk
No Nama Dagang Kandungan Kategori Tanda
Sediaan

Campuran spiritus, Mudah


1. EA- 50 metil alkohol, isopril Cairan terbakar, dan
alkohol, eosin_Y beracun

Campuran spiritus, Mudah


2. Eosin Y 1 % metil alkohol, isopril Cairan terbakar, dan
alkohol, eosin_Y beracun

17
HCT
HydroxylatingKonversi
(HydroxylatingKon Cairan
3. versi Treatment)
Treatment) Iritasi

Air deionisasi
Isopropyl alkohol Iritasi,
4. Collection fluid Metil alkohol Cairan mudah
Trihidrat biru metile terbakar

b-Dihydrobenz [b]
indeno [1,2 -
5. Hematoxilin d] pyran-3, 4,6 a, 9,10 Cairan Iritasi
(6H)-pentol

SODIUM
CARBONATE
6. Bluing Cairan Iritasi
LITHIUM
CARBONATE

Xylene (isomer
campuran) {Benzene,
dimetil-}
Iritasi mudah
7. Xylol Etilbenzena Cairan
terbakar
{Ethylbenzol;
Phenylethane}

Asam orange 10; 7-


Hydroxy-8-
(phenylazo) -1,3 -
8. Orange G Cairan Iritasi
acid disodium salt
Naphthalenedisulfonic

18
3. Daftar X – Ray RSUD Cilacap

Bentuk
No NamaDagang Kandungan Kategori Tanda
Sediaan
X-RAY C-ARM
UPP UK 210MM X Lembaran Mudah
1. 25M TIPE II @ 20
Negative film
film terbakar
CM

X-RAY FCR UK
Lembaran Mudah
2. 20X25CM @150 Negative film
(RADIOLOGI) film terbakar

X-RAY FCR UK
Lembaran Mudah
3. 26X36CM @150 Negative film
(RADIOLOGI) film terbakar

X-RAY FCR UK
Lembaran Mudah
4. 35X43CM @100 Negative film
(RADIOLOGI) film terbakar

X-RAY FILM 18 X Lembaran Mudah


5. 24 (RADIOLOGI)
Negative film
film terbakar

X-RAY FILM 24 X Lembaran Mudah


6. 30 (RADIOLOGI) Negative film
film terbakar

X-RAY FILM 30 X Lembaran Mudah


7. 40 (RADIOLOGI)
Negative film
film terbakar

X-RAY FILM 35 X Lembaran Mudah


8. 35 (RADIOLOGI) Negative film
film terbakar

X-RAY FILM CT
Lembaran Mudah
9. SCAN 8 X 10 (20 Negative film
X 25 CM RO) film terbakar

19
X-RAY FILM CT
Lembaran Mudah
10. SCAN 11 X 14 (28 Negative film
X 35 CM/ RO) film terbakar

X-RAY FILM CT
Lembaran Mudah
11. SCAN 11 X 17 (35 Negative film
X 43 /RO) film terbakar

X-RAY FILM
PANORAMIC
Lembaran Mudah
12. 15X30 (AGFA Negative film
FILM) film terbakar
(RADIOLOGI)

Ammonium
13. FIXER Thiosulphate Cairan Iritasi

Iritasi,
14. DEVELOPER Hydroquinon Cairan
Beracun

20
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA


1. Apoteker
a. Apoteker memenuhi persyaratan administrasi:
1) Memiliki ljazah dari institusi pendidikan farmasi yang
terakreditasi
2) Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker
3) Memiliki Sertifikat Kompetensi yang masih berlaku
4) Memiliki Surat lzin Praktik Apoteker
b. Memiliki kesehatan fisik dan mental
c. Berpenampilan profesional, sehat, bersih, rapih
d. Menggunakan atribut praktik/ tanda pengenal
e. Wajib mengikuti Continuing Professianal Development (CPD)
dan mampu memberikan pelatihan berkesinambungan tentang
Cara Pelayanan Kefarmasian Yang Baik (CPFB) untuk seluruh
personil
Dalam melakukan pelayanan kefarmasian seorang Apoteker harus
memiliki dan memelihara tingkat kompetensi sesuai dengan standar
kompetensi yang berlaku, dan menjalankan peran sebagai :
a. Care-giver( Pemberi layanan)
Apoteker sebagai pemberi pelayanan dalam bentuk pelayanan klinis,
analitis, teknis, sesuai peraturan perundang-undangan. Dalam
memberikan pelayanan, apoteker harus berinteraksi dengan pasien
secara individu maupun kelompok. Apoteker harus
mengintegrasikan pelayanannya pada sistem pelayanan kesehatan
secara berkesinambungan dan pelayanan kefarmasian dilakukan
dengan kualitas tertinggi.
b. Decision-maker (Pengambil keputusan)
Apoteker dalam melakukan pekerjaannya harus berdasarkan
pada kecukupan, kebermanfaatan (keefikasian), biaya yang
efektif dan efisien terhadap seluruh penggunaan sumber daya seperti
sumber daya manusia, obat, bahan kimia, peralatan. prosedur dll.

21
Untuk mencapai tujuan tersebut kemampuan dan keterampilan
apoteker perlu dievaluasi dan hasilnya menjadi dasar dalam
penentuan pendidikan dan pelatihan yang dibutuhkan.
c. Communicator (Komunikator)
Apoteker mempunyai kedudukan yang penting dalam berhubungan
dengan pasien maupun profesi kesehatan lainnya. Oleh karena itu
harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik.
Komunikasi itu meliputi verbal, nonverbal, mendengar dan
kemampuan menulis.
d. Leader (Pemimpin)
Apoteker diharapkan memitiki kemampuan untuk menjadi
pemimpin. Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian
mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan
mengkomunikasikan dan mengelola hasil keputusan.
e. Manager (Pengelola)
Apoteker harus efektif mengelola sumber daya (manusia, fisik,
anggaran) dan informasi, juga harus dapat dipimpin dan
memimpin orang lain dalam tim kesehatan. Lebih jauh lagi
Apoteker harus tanggap terhadap kemajuan teknologi informasi
dan bersedia berbagi informasitentang obat dan hal-hal lain yang
berhubungan dengan obat.
f. Life-long-learner (Pembelajar seumur hidup)
Apoteker harus senang belajar sejak dari kuliah dan semangat
belajar harus selalu dijaga walaupun sudah bekerja untuk menjamin
bahwa keahlian dan keterampilannya selalu baru (up-date) dalam
melakukan praktek profesi. Apoteker juga harus mempelajari cara
belajar yang efektif. Apoteker perlu melaksanakan pengembangan
profesionalitas berkelanjutan (Continuing Professional
Development/CPD) untuk meningkatkan pengetahuan sikap, dan
keterampilan profesi
g. Teacher (Pengajar)

22
Apoteker memiliki tanggung jawab untuk mendidik dan melatih
apoteker generasi mendatang. Partisipasinya tidak hanya dalam
berbagi ilmu pengetahuan baru satu sama lain, tetapi juga
kesempatan memperoleh pengalaman dan peningkatan keterampilan.
h. Researcher (Peneliti)
Apoteker harus selalu menerapkan prinsip / kaidah ilmiah dalam
mengumpulkan informasi sediaan farmasi dan pelayanan
kefarmasian dan memanfaatkannya dalam pengembamgan dan
pelaksanaan pelayanan kefarmasian.
Apoteker harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap
peraturan perundang-undangan, sumpah apoteker, standar profesi (standar
pendidikan, standar pelayanan, standar kompeiensi dan kode etik) yang
berlaku. Seorang apoteker harus mampu mengidentifikasi dirinya/ menilai
dirinya kebutuhan akan pengembangan diri baik melatui pelatihan,
seminar, pendidikan berkelanjutan maupun belajar secara mandiri.
2. Tenaga Teknis Kefarmasian
Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu
Apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas
Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi dan Tenaga
Menengah Farmasi/Asisten Apoteker;
Kualifikasi pendidikan berdasarkan Keputusan Meneri Kesehatan
RI No. 679/ Menkes/SK/2003, dikelompokan sebagai berikut :

a. Jenjang pendidikan menengah : Lulusan Sekolah Asisten Apoteker


dan Lulusan Sekolah Menengah Farmasi
b. Jenjang Pendidikan Tinggi
1) Diploma III Farmasi : Lulusan Akademi Farmasi dan Lulusan
Politeknik Kesehatan Jurusan Farmasi
2) Diploma III Analisa Farmasi dan Makanan : Lulusan Akademi
Analisa Farmasi dan Makanan dan Lulusan Politeknik
Kesehatan Jurusan Analisa Farmasi dan Makanan

23
Tenaga Teknis Kefarmasian yang membantu apoteker dalam
menjalankan pekerjaan kefarmasian yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli
Madya Farmasi, Analis Farmasi dan Tenaga Menengah Farmasi/ Asisten
Apoteker yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis
Kefarmasian.

B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
1. Instalasi farmasi di kepalai oleh Seorang Apoteker yang telah memiliki
Surat Ijin Praktik Apoteker.
2. Kepala Instalasi di bantu oleh seorang apoteker sebagai sekretaris
instalasi farmasi.
3. Pada Depo Farmasi Rawat Inap ditunjuk seorang apoteker sebagai
koordinator depo dan dapat dibantu oleh apoteker dan sejumlah tenaga
teknis kefarmasian dan tenaga non kefarmasian.
4. Pada Depo Farmasi Rawat Jalan ditunjuk seorang apoteker sebagai
koordinator depo dan dapat dibantu oleh apoteker dan sejumlah tenaga
teknis kefarmasian dan tenaga non kefarmasian.
5. Pada Depo Farmasi Insalasi Gawat Darurat ditunjuk seorang apoteker
sebagai koordinator depo dan dapat dibantu oleh apoteker dan sejumlah
tenaga teknis kefarmasian.
6. Pada Depo Farmasi Instalasi Bedah Sentral ditunjuk seorang apoteker
sebagai koordinator depo dan dapat dibantu oleh apoteker dan sejumlah
tenaga teknis kefarmasian.

BAB III
STÁNDAR DAN FASILITAS

Bahan Berbahaya dan Beracun harus disimpan sesuai dengan ketentuan dan
persyaratannya. Sesuai dengan sifat dan karakteristik bahan yang akan disimpan.

24
Karena penyimpanan B3 dijadikan dalam satu ruangan maka perlu adanya
pengelompokkan penyimpanan bahan B3 berdasarkan sifat kimianya.
Materi tersebut kadangkala menjadi lebih berbahaya bila berada dalam
kondisi tercampur dengan bahan lain. Kadangkala secara tidak sengaja terjadi
pencampuran antara 2 materi yang asalnya tidak berbahaya. Pencampuran bahan
berbahaya dapat menyebabkan:
o Timbulnya bahan toksik
o Timbulnya gas bakar yang dapat menimbulkan kebakaran atau ledakan, atau
o Panas akibat reaksi kimia yang terjadi akan dapat membakar bahan mudah
terbakar di sekitarnya.
A. Penyimpanan Bahan Berbahaya dan Beracun :
1. Sarana gudang Penyimpanan
Persyaratan umum yang harus dipenuhi supaya tempat atau ruangan
dapat digunakan untuk menyimpan B 3 adalah :
1) Terlindung dari sinar matahari langsung
2) Sirkulasi udara yang baik mempunyai alat pengatur suhu dan
monitor suhu ruangan (suhu ruangan 15 -25°C)
3) Alat Pemadam Api Ringan
4) Alat Pelindung Diri
5) Peralatan Komunikasi
6) Tanda Peringatan

Gambar Tanda Peringatan


7) Nama Gudang B3

2. Sarana produksi dan Pengemasan Kembali

25
Persyaratan umum yang harus dipenuhi supaya tempat atau ruangan
dapat digunakan untuk menyimpan B 3 adalah :
a. Meja kerja untuk melakukan produksi B3 atau pengemasan
kembali menjadi kemasan yang lebih kecil
b. Alat Pelindung Diri ( masker, hand scoen, kacamata goggles)
c. Gelas ukur
d. Kran air untuk mencuci alat
e. Kran Eye Wash untuk pertolongan pertama jika mata petugas
terpercik B3

Gambar kran eye wash


f. Sirkulasi udara yang baik mempunyai alat pengatur suhu dan
monitor suhu ruangan (suhu ruangan 15 -25°C)

3. Sarana Penyimpanan B3 di Bangsal atau Unit lain yang membutuhkan


Persyaratan umum yang harus dipenuhi supaya tempat atau ruangan
dapat digunakan untuk menyimpan B 3 adalah
1) Mempunyai tempat penyimpanan B3 yang terpisah dengan bahan
bahan lain.
2) Setiap bahan B3 harus disertai dengan MSDS (material safety data
sheet)
3) Tempat penyimpanan B3 dibeli label

26
B. LABEL
1. Bentuk, warna dan ukuran.
Label B3 berbentuk persegi panjang dengan ukuran disesuaikan dengan
kemasan yang digunakan, ukuran perbandingannya adalah panjang : lebar
= 3:1, dengan warna dasar putih dan tulisan serta garis tepi berwarna
hitam.

Gambar label

2. Pengisian label B3.


Label diisi dengan huruf cetak yang jelas terbaca, tidak mudah terhapus
dan dipasang pada setiap kemasan B3.
3. Pemasangan label B3
Label B3 dipasang pada kemasan di sebelah bawah simbol dan harus
terlihat dengan jelas. Label ini juga harus dipasang pada wadah yang akan
dimasukkan ke dalam kemasan yang lebih kecil.
C. STÁNDAR FASILITAS
a. Ruang kantor/ administrasi
b. Ruang penyimpanan
c. Ruang ditribusi/ pelayanan

BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

27
Bahan Berbahaya dan Beracun di Rumah Sakit Umum Cilacap pada
dasarnya merupakan bagian dari perbekalan farmasi, sehingga dalam proses
perencanaan sampai dengan distribusinya mengacu pada tata laksana pengelolaan
perbekalan farmasi.

BAB V
KESELAMATAN PASIEN

A. PENGERTIAN
Pemilihan B3 yang digunakan di Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap
disuaikan dengan kebutuhan dan manfaat yang diperlukan untuk menunjang
pelayanan pasien. Keselamatan pasien dan karyawan merupakan bagian
penting dalam program pengelolaan B3 di rumah sakit, mengingat bahaya
yang ditimbulkan akan merugikan bagi manusia mataupun lingkungan.

28
Mengidentifikasi resiko tiap Bahan Berbahaya dan Beracun adalah
langkah awal yang dilakukan untuk mengenali bahaya atau efek yang tidak
diinginkan dari bahan, dari identifikasi yang dilakukkan digunakan sebagai
dasar penilaian tingkat resiko, dari tingkat rendah, sedang, tinggi, atau
extrim.

B. TUJUAN
1. Identifikasi bahaya dari B3 yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah
Cilacap
2. Mengendalikan faktor bahaya yang muncul dari B3 yang ada di Rumah
Sakit Umum Daerah Cilacap
3. Meminimalkan terjadinya kecelakaan akibat kerja dalam penanganan
B3

C. TATA LAKSANA IDENTIFIKASI RESIKO B3


1. IDENTIFIKASI RESIKO B3 ( BARANG BERBAHAYA DAN
BERACUN ) DI RS CILACAP
N DETAIL JALAN KELUAR
AREA AKTIVITAS BAHAYA PENYEBAB DAMPAK
O AKTIFITAS ATAU PENCEGAHAN
HAND MENEKAN
SELURUH AREA MENUANG LEBIH BEHATI HATI
HYGINE TERPERCIK TUAS IRITASI
1 LINGKUNGAN CAIRAN KE DALAM MENEKAN
DENGAN KE MATA TERLALU MATA,
RUMAH SAKIT TANGAN TUAS
SOFTAMAN KERAS
MENUANG
IRITASI
FORMALIN KE MENUANG
FARMASI IBS, TUMPAHAN MATA, GATAL MEGGUNAKAN APD
BOTOL FORMALIN KE KARSINOGE
2 LABORATORIU FORMALIN PADA KULIT, MASKER,SARUNG
TEMPAT WADAH YANG NIK
M PA DI LANTAI SESAK TANGAN
MENYIMPAN LEBIH KECIL
NAFAS
JARINGAN
MENUANG
PENYIAPAN
CAIRAN B3 YANG TUMPAHAN IRITASI MEGGUNAKAN APD
GUDANG PERMINTAAN TERPELESET,
3 DIMINTA KE B3 DI MATA, GATAL MASKER,SARUNG
FARMASI B3 UNTUK TERJATUH
WADAH YANG LANTAI PADA KULIT TANGAN
RUANGAN
LEBIH KECIL
MENUANG
TUMPAHAN
HCL, XYLOL,
TERPERCIK CAIRAN KE MENGGUNAKAN APD
LABORATORIU BLUING, MENUANG
4 KEBADAN MEJA IRITASI MATA (MASKER, SARUNG
M PA EOSIN, CAIRAN REAGEN
DAN MATA KERJA/ TANGAN, GOOGLE
ORANGE G,
LANTAI
HEMATOXILIN
TUMPAHAN
MENUANG MENUANG MEGGUNAKAN APD
TERPAPAR FIXER DAN
5 RADIOLOGI FIXER DAN CAIRAN KE IRITASI MASKER,SARUNG
KE BADAN DEVELOPER
DEVELOPER WADAH TANGAN
KE LANTAI
TUMPAHAN
MENGENCER MENUANG HATI HATI SAAT
TERPAPAR BARIUM TERPELESET,
6 RADIOLOGI KAN BARIUM CAIRAN KE MENGENCERKAN
KE BADAN SULFAT KE TERJATUH
SULFAT WADAH LARUTAN
LANTAI

29
MENGGUNAKAN APD
MENUANG
MENUANG TERPERCIK TUMPAHAN (MASKER, SARUNG
UNIVERSAL IRITASI MATA
7 RUANG CSSD CAIRAN KE KE BADAN CAIRAN KE TANGAN, BERHATI-
DETERGENT,R DAN KULIT
MESIN WASHER DAN MATA BADAN HATI DALAM
INSE AID
MENUANG CAIRAN

MENYEBABK MENGGUNAKAN APD


MENUANG
TERPERCIK TUMPAHAN AN/ SAKIT (MASKER, SARUNG
MENUANG CAIRAN SAAT
8 RUANG CSSD KEBADAN CAIRAN KE RASA NYERI TANGAN, BERHATI-
PEROKSIDA MEMBERSIHKAN
DAN MATA BADAN DI KULIT HATI DALAM
ALAT
DAN MATA MENUANG CAIRAN

MENGGUNAKAN APD
MENUANG
TERPERCIK TUMPAHAN IRITASI (MASKER, SARUNG
MENUANG CAIRAN SAAT
9 RUANG CSSD KEBADAN CAIRAN KE KULIT DAN TANGAN, BERHATI-
ALKAZYM MEMBERSIHKAN
DAN MATA BADAN MATA HATI DALAM
ALAT
MENUANG CAIRAN

MENYEBABK MENGGUNAKAN APD


MENUANG
TERPERCIK TUMPAHAN AN/ SAKIT (MASKER, SARUNG
RUANG MENUANG CAIRAN SAAT
10 KEBADAN CAIRAN KE RASA NYERI TANGAN, BERHATI-
PERAWATAN PEROKSIDA NENGGANTI
DAN MATA BADAN DI KULIT HATI DALAM
BALUT PASIEN
DAN MATA MENUANG CAIRAN
TERPELESET,
IRITASI
TERPERCIK MENGGUNAKAN APD
MENUANG MENYEMPROT KULIT DAN
KE BADAN TUMPAHAN (MASKER, SARUNG
LARUTAN CAIRAN MATA,
11 SANITASI DAN MATA, CAIRAN KE TANGAN, BERHATI-
MUSTANG, MENGGUNAKAN KERACUNAN,
TERHIRUP LANTAI HATI DALAM
KLERAT,HCT ALAT SESAK
UAPNYA MENUANG CAIRAN
NAFAS
,PUSING
TERPELESET,
TERPERCIK MENGGUNAKAN APD
MEMBERSIHAN IRITASI
MENUANG KE BADAN TUMPAHAN (MASKER, SARUNG
RUANG PERALATAN KULIT DAN
12 CAIRAN DAN MATA, CAIRAN KE TANGAN, BERHATI-
PERAWATAN DENGAN CAIRAN MATA, SESAK
DISINFEKTAN TERHIRUP LANTAI HATI DALAM
DISINFEKTAN NAFAS
UAPNYA MENUANG CAIRAN
,PUSING
TERPERCIK MENGGUNAKAN APD
TUMPAHAN
MENUANG MENUANG SAAT KE BADAN TERPELESET , (MASKER, SARUNG
RUANG CAIRA KE
13 LARUTAN MELAKUKAN DAN MATA, IRITASI TANGAN, BERHATI-
PERAWATAN BADAN DAN
BETADIN TINDAKAN TERHIRUP RINGAN HATI DALAM
LANTAI
UAPNYA MENUANG CAIRAN

MENGAMBIL MENGGUNAKAN APD


MENUANG ATAU TERPERCIK IRITASI
CAIRAN TUMPAHAN (MASKER, SARUNG
LABORATORIU MENGAMBIL KE BADAN KULIT ,
REAGEN CAIRA KE TANGAN, BERHATI-
14 M KLINIK DAN CAIRAN DENGAN DAN MATA, MATA,
UNTUK BADAN DAN HATI DALAM
PA PIPET ATAU ALAT TERHIRUP PERNAFASAN
PENGUJIAN LANTAI MENUANG CAIRAN
YANG LAIN UAPNYA , TERPELESET
SAMPEL REAGEN

MENGGUNAKA APD
MENMGAMBIL,
YANG SESEUAI
MENGENCERKA TERPERCIK OBAT MUTAGENIK,
MELAKUKAN DENGAN STANDART
RUANG N, KE KULIT TERJATUH BERACUN,
15 PENYIAPANER UNTUK
KEMOTERAPI MEMINDAHKAN DAN MATA, KELANTAI TERATOGENI
AN PENANGANAN OBAT
OBAT TERHIRUP DAN PECAH K
SITOSTATIKA,
SITOSTATIKA
PELAKSANAAN SPO
RASA SAKIT
MENMGAMBIL, TERPERCIK MENGGUNAKA APD
DIKULIT,
DEPO FARMASI MEMBUAT MENGENCERKA KE KULIT YANG SESUAI
CAIRAN IRITASI
RAWAT INAP, LARUTAN N, MENUANG, ATAU MATA, DENGAN STANDART
16 TUMPAH DI BERAT PADA
DEPO FARMASI PEROKSIDA 3 MEMINDAHKAN DAN UNTUK MELAKUKAN
MEJA KERJA MATA,
RAWAT JALAN % PEROKSIDA MENGENAI PENGENCERAN
PAKAIAN
PEKAT PAKAIAN PEROKSIDA
RUSAK

30
MENMGAMBIL,
CAIRAN MENGGUNAKA APD
DEPO FARMASI MEMBUAT MENGENCERKA
TERPERCIK TUMPAH DI IRITASI YANG SESUAI
RAWAT INAP, LARUTAN N, MENUANG,
17 KE KULIT MEJA KERJA KULIT DAN DENGAN STANDART
DEPO FARMASI CARBOGLISE MEMINDAHKAN
ATAU MATA DAN MATA UNTUK MELAKUKAN
RAWAT JALAN RIN FENOL DAN
MEMERCIK PENCAMPURAN B3
GLISERIN

MENGGUNAKA APD
MENGAMBIL, CAIRAN
YANG SESUAI
SELURUH AREA MENUANG MENUANG, TERPERCIK TUMPAH DI IRITASI
DENGAN STANDART
18 LINGKUNGAN POVIDON MELAKUKAN KE KULIT MEJA KERJA KULIT DAN
UNTUK MELAKUKAN
RUMAH SAKIT IODIN 10% TINDAKAN ATAU MATA DAN MATA
PENGENCERAN
MEDIS MEMERCIK
PEROKSIDA

CAIRAN
MENGGUNAKAN APD
TERPERCIK TUMPAH
MENMGAMBIL, YANG SESUAI
SELURUH AREA MENUANG KE KULIT SAAT IRITASI
MENUANG, DENGAN STANDART
19 LINGKUNGAN ALKOHOL 70 ATAU MATA, DITUANG KE KULIT DAN
MEMINDAHKAN UNTUK MELAKUKAN
RUMAH SAKIT % DAN 96 % DAN BASKOM MATA
ALKOHOL PENGENCERAN
PAKAIAN ATAU
PEROKSIDA
EMBER

MENGAMBIL, CAIRAN IRITASI


MENGGUNAKA APD
BANGSAL MENGENCERKA TERPERCIK TUMPAH DI KULIT DAN
MENGENCER YANG SESUAI
20 BOUGENVILLE N, MENUANG, KE KULIT MEJA KERJA MATA
KAN KAPORIT STANDART SAAT
VK MEMINDAHKAN ATAU MATA DAN MERUSAK
MENUANG KAPORIT
KAPORIT MEMERCIK PAKAIAN

MENGAMBIL, KRISTAL MENGGUNAKA APD


MEMINDAHKAN AgNO3 RASA YANG SESUAI
DEPO FARMASI MENIMBANG TERKENA
21 KRISTAL AgNO3 JATUH SAAT TERBAKAR DENGAN STANDART
RAWAT INAP AgNO3 KULIT
KE TIMBANGAN AKAN DI PADA KULIT SAAT MENAGMBIL
ATAU POT TIMBANG AgNO3
MENGGUNAKA APD
TERKENA
MEMBERSIHKAN CAIRAN IRITASI YANG SESUAI
RUANG MENUANG KULIT,
22 ALAT RENALIN KULIT DAN DENGAN STANDART
HEMODIALISA RENALIN TERPERCIK
HEMODIALISA TUMPAH MATA SAAT MENUANG
KE MATA
RENALIN

2. ANALISA RESIKO
DETAIL
NO AREA AKTIVITAS BAHAYA PENYEBAB DAMPAK PROBABILITAS SKORING
AKTIFITAS
MENEKAN
SELURUH AREA HAND HYGINE MENUANG
TERPERCIK KE TUAS
1 LINGKUNGAN DENGAN CAIRAN KE 3 3 9
MATA TERLALU
RUMAH SAKIT SOFTAMAN TANGAN
KERAS
MENUANG
MENUANG
FAMASI IBS, FORMALIN KE TUMPAHAN
FORMALIN KE
2 LABORATORIUM BOTOL TEMPAT KARSINOGENIK FORMALIN 3 3 9
WADAH YANG
PA MENYIMPAN DI LANTAI
LEBIH KECIL
JARINGAN
MENUANG
PENYIAPAN CAIRAN B3 YANG TUMPAHAN
GUDANG TERPELESET,
3 PERMINTAAN B3 DIMINTA KE B3 DI 3 3 9
FARMASI TERJATUH
UNTUK RUANGAN WADAH YANG LANTAI
LEBIH KECIL
TUMPAHAN
MENUANG HCL,
TERPERCIK CAIRAN KE
LABORATORIUM XYLOL, BLUING, MENUANG
4 KEBADAN DAN MEJA 3 3 9
PA EOSIN, ORANGE G, CAIRAN REAGEN
MATA KERJA/
HEMATOXILIN
LANTAI
5 RADIOLOGI MENUANG FIXER MENUANG TERPAPAR KE TUMPAHAN 3 3 9
DAN DEVELOPER CAIRAN KE BADAN FIXER DAN
WADAH DEVELOPER

31
KE LANTAI

TUMPAHAN
MENUANG
MENGENCERKAN TERPAPAR KE BARIUM
6 RADIOLOGI CAIRAN KE 3 3 9
BARIUM SULFAT BADAN SULFAT KE
WADAH
LANTAI
MENUANG
MENUANG TERPERCIK KE TUMPAHAN
UNIVERSAL
7 RUANG CSSD CAIRAN KE BADAN DAN CAIRAN KE 3 3 9
DETERGENT,RINSE
MESIN WASHER MATA BADAN
AID
MENUANG
TERPERCIK TUMPAHAN
MENUANG CAIRAN SAAT
8 RUANG CSSD KEBADAN DAN CAIRAN KE 3 3 9
PEROKSIDA MEMBERSIHKAN
MATA BADAN
ALAT
MENUANG
TERPERCIK TUMPAHAN
MENUANG CAIRAN SAAT
9 RUANG CSSD KEBADAN DAN CAIRAN KE 3 3 9
ALKAZYM MEMBERSIHKAN
MATA BADAN
ALAT
MENUANG
TERPERCIK TUMPAHAN
RUANG MENUANG CAIRAN SAAT
10 KEBADAN DAN CAIRAN KE 3 3 9
PERAWATAN PEROKSIDA NENGGANTI
MATA BADAN
BALUT PASIEN
TERPERCIK KE
MENUANG MENYEMPROT
BADAN DAN TUMPAHAN
LARUTAN CAIRAN
11 SANITASI MATA, CAIRAN KE 3 3 9
MUSTANG, MENGGUNAKAN
TERHIRUP LANTAI
KLERAT,HCT ALAT
UAPNYA
TERPERCIK KE
MEMBERSIHAN
MENUANG BADAN DAN TUMPAHAN
RUANG PERALATAN
12 CAIRAN MATA, CAIRAN KE 3 3 9
PERAWATAN DENGAN CAIRAN
DISINFEKTAN TERHIRUP LANTAI
DISINFEKTAN
UAPNYA
TERPERCIK KE TUMPAHAN
MENUANG MENUANG SAAT BADAN DAN CAIRA KE
RUANG
13 LARUTAN MELAKUKAN MATA, BADAN 3 3 9
PERAWATAN
BETADIN TINDAKAN TERHIRUP DAN
UAPNYA LANTAI
MENGAMBIL MENUANG ATAU TERPERCIK KE TUMPAHAN
CAIRAN REAGEN MENGAMBIL BADAN DAN CAIRA KE
LABORATORIUM
14 UNTUK CAIRAN DENGAN MATA, BADAN 3 3 9
KLINIK DAN PA
PENGUJIAN PIPET ATAU ALAT TERHIRUP DAN
SAMPEL YANG LAIN UAPNYA LANTAI
MENMGAMBIL,
TERPERCIK KE OBAT
RUANG MENGENCERKAN,
MELAKUKAN KULIT DAN TERJATUH
15 HANDLING MEMINDAHKAN 3 3 9
PENYIAPANERAN MATA, KELANTAI
SITOSTATIKA OBAT
TERHIRUP DAN PECAH
SITOSTATIKA
MENMGAMBIL,
TERPERCIK KE
MENGENCERKAN, CAIRAN
MEMBUAT KULIT ATAU
DEPO FARMASI MENUANG, TUMPAH DI
16 LARUTAN MATA, DAN 3 3 9
RAWAT INAP MEMINDAHKAN MEJA
PEROKSIDA 3 % MENGENAI
PEROKSIDA KERJA
PAKAIAN
PEKAT
MENMGAMBIL,
CAIRAN
DEPO FARMASI MENGENCERKAN,
MEMBUAT TERPERCIK KE TUMPAH DI
RAWAT INAP, MENUANG,
17 LARUTAN KULIT ATAU MEJA 3 3 9
DEPO FARMASI MEMINDAHKAN
CARBOGLISERIN MATA KERJA DAN
RAWAT JALAN FENOL DAN
MEMERCIK
GLISERIN
CAIRAN
MENGAMBIL,
SELURUH AREA MENUANG TERPERCIK KE TUMPAH DI
MENUANG,
18 LINGKUNGAN POVIDON IODIN KULIT ATAU MEJA 3 3 9
MELAKUKAN
RUMAH SAKIT 10% MATA KERJA DAN
TINDAKAN MEDIS
MEMERCIK

32
CAIRAN
TUMPAH
MENMGAMBIL, TERPERCIK KE SAAT
SELURUH AREA MENUANG
MENUANG, KULIT ATAU DITUANG
19 LINGKUNGAN ALKOHOL 70 % 3 3 9
MEMINDAHKAN MATA, DAN KE
RUMAH SAKIT DAN 96 %
ALKOHOL PAKAIAN BASKOM
ATAU
EMBER
MENMGAMBIL, CAIRAN
BANGSAL MENGENCERKAN, TERPERCIK KE TUMPAH DI
MENGENCERKAN
20 BOUGENVILLE MENUANG, KULIT ATAU MEJA 3 3 9
KAPORIT
VK MEMINDAHKAN MATA KERJA DAN
KAPORIT MEMERCIK

MENMGAMBIL, KRISTAL
MEMINDAHKAN AgNO3
DEPO FARMASI MENIMBANG TERKENA
21 KRISTAL AgNO3 JATUH SAAT 3 3 9
RAWAT INAP AgNO3 KULIT
KE TIMBANGAN AKAN DI
ATAU POT TIMBANG
TERKENA
MEMBERSIHKAN CAIRAN
RUANG MENUANG KULIT,
22 ALAT RENALIN 3 3 9
HEMODIALISA RENALIN TERPERCIK KE
HEMODIALISA TUMPAH
MATA

3. MANAJEMEN RESIKO
Setelah semua resiko teridentifikasi dan diperoleh peringkat resiko
dengan cara mengalikan dampak dengan probabilitas didapatkan hasil
bahwa semua bahan B3 masuk dalam katagori resiko tinggi sehingga
pengelolaannya harus diawasi, di lakukan modifikasi dalam
penangannya sehingga dapat menurunkan resikonya dan untuk
selanjutnya dimasukkan ke dalam program manajemen resiko Rumah
Sakit

BAB VI
KESELAMATAN KERJA

A. PENGERTIAN
Prosedur kerja yang dilakukan dalam pengelolaan B3 yang dapat
melindungi pekerja dari bahaya atau kecelakaan yang terjadi selama
melakukan pekerjaan yang berhubungan dangan Bahan Berbahaya dan
beracun

33
B. TUJUAN
Terlaksananya kesehatan dan keselamatan kerja di lingkungan Rumah
Sakit Umum Daerah Cilacap.

C. TATA LAKSANA
1. Petugas menggunakan alat pelindung diri (APD) pada saat bekerja
a. Masker
b. Sarung tangan
c. Alat peredam suara /ear plug/ear murf.
d. Desinfektan pencuci tangan.
e. Biologycal Safety Cabinet
f. Baju Pelindung
g. Kaca mata
h. Cover Shoes
2. Depo dan gudang farmasi dilengkapi dengan alat pemadam api ringan
(APAR) dan alarm bahaya kebakaran serta washtafel
3. Meja dan kursi penyiapan, pelayanan dipilih yang bersifat ergonomis.
4. Gudang penyimpanan bahan berbahaya dan beracun dilengkapi dengan
label bahan berbahaya dan beracun.
5. Clean room/ ruang bersih untuk penanganan sitostatika
6. Spillkit tumpahan B3
Spill kit adalah peralatan yang berisi
a. APD ( masker , Handscoen, Penutup Kepala, Gogles, Apron)
b. Pengki dan sapu
c. Lap
d. Pasir sebagai bahan penyerap
e. Plastik sampah
f. Penanda tumpahan
Yang berfungsi untuk penanganan tumpahan dan darah dan B3 yang
ditempatkan pada setiap tempat yang mempunyai B3 dan yang beresiko
terjadinya tumpahan

34
Gambar spill kit

BAB VII
PENGENDALIAN MUTU

A. PENGERTIAN
Pengelolaan B3 di Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap dilakukan secara
benar dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, untuk
menjamin setiap B3 yang ada aman dari segala efek yang tidak diinginkan
yang muncul karena pemakaiannya.
Material Safety Data Sheet (MSDS)
Material safety data sheet atau dalam SK Menteri Perindustrian No 87/M-
IND/PER/9/2009 dinamakan Lembar Data Keselamatan Bahan (LDKB)
adalah lembar petunjuk yang berisi informasi bahan kimia meliputi sifat
fisika, kimia, jenis bahaya yang ditimbulkan, cara penanganan, tindakkan
khusus dalam keadaan darurat, pembuangan dan informasi lain yang
diperlukan.

35
Semua bahan kimia berbahaya diwajibkan memiliki MSDS, hal ini diatur
dalam berbagai peraturan seperti keputusan menteri Kesehatan nomor 472
tahun 1996, keputusan menteri tenaga kerja nomor 187 tahun 1999, PP 74
tahun 2001 tentang B3 dan keputusan menteri perindustrian no 87 tahun 2009
tentang global harmonize system (GHS).
Didalam OSHA Hazard Communication 29 CFR 1919.1200 juga
dinyatakan bahwa pihak manufaktur bahan kimia harus memastikan bahwa
semua bahaya bahan kimia yang diproduksi sudah dievaluasi dan memastikan
bahwa bahaya tersebut diinformasikan kepengguna bahan kimia tersebut
melalui MSDS. Menurut OSHA, yang bertanggung jawab membuat MSDS
adalah pihak manufaktur yang memproduksi bahan kimia tersebut. Dan
semua pihak-pihak yang berkaitan dengan aliran distribusi bahan kimia
tersebut bertanggung jawab menyampaikan MSDS tersebut sampai
kepengguna. Bahkan MSDS tersebut harus selalu menyertai bahan kimia
tersebut sepanjang pendistribusiannya.
Pembuatan MSDS adalah kewajiban pembuat bahan kimia dan pengguna
bahan kimia memiliki hak untuk memperoleh MSDS dari pihak pemasok,
meskipun pihak pemasok bukan pembuat atau manufaktur bahan kimia
tersebut, namun pihak pemasok berkewajiban menyediakan MSDS dari bahan
kimia yang didistribusikan yang dia peroleh dari pihak manufaktur. Pihak
perusahaan sebagai pengguna berkewajiban menyediakan MSDS ditempat
kerja atau area yang mudah dijangkau atau diketahui oleh pekerja. Pihak
perusahaan juga berkewajiban memberikan training mengenai MSDS kepada
pekerja agar mereka dapat membaca dan memahami MSDS tersebut.
Kenapa MSDS atau LDKB diperlukan?
MSDS atau LDKB merupakan sumber informasi yang sangat penting
mengenai sifat-sifat bahaya bahan kimia yang diggunakan, misalnya sifat
mudah terbakar, beracun, korosive, mudah meledak, bersifat reaktif, bahan
sensitive dan lain-lain. MSDS juga merupakan sumber informasi cara
penanganan jika terjadi kecelakaan dengan bahan kimia tersebut seperti
tumpah, keracunan, terkena pada tubuh pekerja dan terhisap serta informasi

36
alat pelindung diri (APD) yang diperlukan saat penanganan atau penggunaan
bahan kimia tersebut seperti kacamata safety, respirator dan sarung tangan
(glove). Semua informasi tersebut sangatlah penting bagi pengguna untuk
menghindari terjadi kecelakaan bahan kimia yang bisa berakibat fatal bagi
pengguna.
Persyaratan dan Format MSDS
MSDS harus mengandung informasi semua sifat bahaya yang terkandung
didalam bahan kimia tersebut, tidak boleh menyembunyikan dengan sengaja
salah satu atau lebih sifat bahaya yang terkandung didalamnya. Bahkan
MSDS juga harus mencantumkan ingredient pembentuk produk tersebut,
meskipun diijinkan untuk menyembunyikan salah satu atau lebih ingredient
(trade secret) yang dianggap penting untuk melindungi kepentingan bisnis
perusahaan. Namun pihak perusahaan harus membuka trade secret tersebut
kepada pihak pengguna jika dalam keadaan emergency, seperti ada pekerja
yang kerancunan dan perlu diketahui bahan apa yang merancuninya
berdasarkan permintaan dari dokter yang menanganinya.
Secara umum MSDS harus mengandung:
 Identitas semua ingredient yang terkandung <1% jika memiliki sifat
bahaya terhadap kesehatan atau jika dapat melepaskan bahan berbahaya
melebihi nilai ambang batas (NAB) yang ditentukan.
 Bahaya kesehatan termasuk tanda-tanda dan gejala jika terpajan.
 Kondisi medis yang terjadi jika terpajan.
 Rute utama masuk kedalam tubuh (route of entry)
 Bahaya kanker jika ada.
 Sifat fisik dan kimia
 Batas pajanan (NAB)
 Peringatan bahaya
 Prosedur pembersihan
 Pertolongan pertama atau darurat
Format MSDS sebaiknya mengikuti format global harmonize system (GHS)
yang sudah ditetapkan oleh peraturan menteri perindustrian nomor 87 tahun

37
2009. Dalam peraturan ini ditetapkan bahwa MSDS harus terdiri dari 16
section dengan urutan sebagai berikut:
1. Indentifikasi Senyawa (Tunggal atau Campuran)
2. Identifikasi Bahaya
3. Komposisi / Informasi tentang Bahan Penyusun Senyawa Tunggal
4. Tindakan Pertolongan Pertama
5. Tindakan Pemadaman Kebakaran
6. Tindakan Penanggulangan jika terjadi Kebocoran
7. Penanganan dan Penyimpanan
8. Kontrol Paparan / Perlindungan Diri
9. Sifat Fisika dan Kimia
10. Stabilitas dan Reaktifitas
11. Informasi Teknologi
12. Informasi Ekologi
13. Pertimbangan Pembuangan / Pemusnahan
14. Informasi Transportasi
15. Informasi yang berkaitan dengan Regulasi
16. Informasi lain termasuk informasi yang diperlukan dalam pembuatan dan
revisi MSDS.
Penggunaan dan Penyimpanan MSDS
Sebagian besar MSDS berbahasa Inggris terutama MSDS bahan kimia yang
diimport dari Negara lain, meskipun dalam peraturan pemerintah sudah
ditetapkan bahwa semua MSDS harus menggunakan bahasa Indonesia, ini
berarti para pemasok dan importir bertanggung jawab menterjemahkan MSDS
tersebut kedalam bahasa Indonesia. Penggunaan MSDS dalam bahasa
Indonesia memang lebih tepat mengingat sebagian besar pengguna bahan
kimia dilapangan (para pekerja) tidak bisa berbahasa Inggris. Jika MSDS yang
disediakan dilapangan berbahasa Inggris dan para pekerja tidak memahaminya
maka MSDS tersebut menjadi tidak berguna. Maka sebaiknya pihak
perusahaan meminta kepada pihak pemasok untuk menyediakan MSDS dalam
bahasa Indonesia, jika tidak mungkin maka perusahaan sebaiknya

38
menterjemahkan sendiri MSDS tersebut kedalam bahasa Indonesia sebelum
diberikan kepada pengguna dilapangan.
Para pekerja atau pengguna MSDS juga harus diberi training bagaimana
menggunakan, membaca, memahami dan menginterpretasikan kandungan
MSDS tersebut agar tidak terjadi kesalahan dalam tindakan karena ketidak
pahaman terhadap isi MSDS. Tidak semua pekerja memilki latar belakang
pendidikan Kimia atau sejenisnya, sehingga banyak sekali pekerja yang tidak
memahami istilah-istilah kimia seperti titik didih (boiling point), titik nyala
(ignition point), LD50, pH, dan lain-lain.
MSDS juga harus ditempatkan ditempat yang mudah dijangkau atau
diketahui oleh semua pekerja, dan sebaiknya dekat dengan tempat
penggunaan bahan kimia tersebut, misalnya di gudang penyimpanan,
area produksi dan laboratorium. MSDS yang digunakan juga harus
dipastikan mutakhir, maka sebaiknya ditanyakan secara berkala kepada
pemasok untuk memastikan tidak ada perubahan, dan jika ada perubahan
MSDS tersebut maka harap segera diminta yang mutakhir (revisi terakhir).
Selama transportasi atau pengiriman bahan kimia juga harus disertai dengan
MSDS, misalnya pada saat bahan kimia tersebut dikirim dengan menggunakan
truk container maka MSDS bahan kimia harus dibawa oleh sopir truk
bersamaan dengan dokumen pengiriman lainnya. Jangan sekali-kali
menyimpan MSDS didalam container atau packaging bahan kimia yang
dikirim karena akan sulit untuk diambil jika terjadi kecelakaan.
Jangan mengirimkan MSDS kepada pengguna atau pembeli dengan cara
memasukkan MSDS tersebut kedalam kemasan bahan kimia, tetapi dapat
dikirim melalui email, fax atau system database menggunakan internet.
Semua pendistribusian B3 mulai dari pengiriman dari distributor sampai
ke unit unit harus disertai label tanda bahaya sesuai dengan sifat dan
karakteristik bahan. harus berkualitas dan sesuai dengan standar ada harus
Pelayanan kefarmasian menyelenggarakan suatu sistem jaminan mutu
sehingga obat yang didistribusikan terjamin mutu, khasiat, keamanan dan
keabsahannnya sampai ke tangan konsumen. Distribusi obat harus menjamin

39
bahwa obat yang didistribusikan dengan kondisi penyimpanan yang sesuai
terjaga mutunya, dan selalu dimonitor termasuk selama transportasi serta
terhindar dari kontaminasi.
Pengendalian mutu merupakan kegiatan pengawasan, pemeliharaan dan audit
terhadap perbekalan farmasi untuk menjamin mutu, mencegah kehilangan,
kadaluarsa, dan rusak.

B. TUJUAN
Agar setiap pelayanan yang berhubunga dengan B3 di seluruh lingkungan
Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap aman, baik untuk manusia ataupun
untuk lingkungan

C. TATALAKSANA
Instalasi farmasi rumah sakit menjaga dan mengendalikan mutu B3 dilakukan
dengan cara :
1. Pembelian perbekalan farmasi pada distributor yang resmi
2. Penyimpanan obat dan Alkes sesuai standar
a. Kondisi ruang penyimpanan dalam ruang kamar (di bawah suhu
25°C) dengan kelembaban ruang harus kering, dilengkapi dengan
alat pengatur suhu ruang (AC / air condition) serta alat
thermohigrometer (alat monitor suhu dan kelembaban ruang).
b. Obat yang stabil pada suhu 2- 8°C disimpan dalam
refrigerator/almari es dengan suhu yang dimonitor ketat 2 kali dalam
sehari .
c. Bahan beracun dan berbahaya (B-3) disimpan terpisah, mengikuti
Protap Penyimpanan B-3.
d. Obat dan Alkes yang rusak, sudah kadaluarsa dan tidak memenuhi
syarat disimpan terpisah.

40
3. Setiap pengeluaran, pengambilan, dan pendistribusian obat dan Alkes
dengan prinsip FIFO dan / atau FEFO.
4. Minimal 2 kali dalam setahun dilakukan:
a. Pencarian dan mengumpulkan obat dan Alkes yang mendekati waktu
kadaluarsa, lambat pergulirannya/menumpuk/slow move serta
berhenti bergulir/death stock dan dibuat daftarnya.
b. Daftar obat tersebut diinformasikan dan disitribusikan kepada
dokter, SMF dan Depo farmasi untuk dikeluarkan, digunakan,
diresepkan terlebih dahulu.
5. Dibuat persetujuan (MOU) dengan PBF pemasok untuk dapat
menyediakan MSDS/ LDKB untuk setiap B3 yang dijual

BAB VIII
PENUTUP

Pedoman bahan berbahaya dan beracun ini sangat pernting sebagai dasar
dalam pengelolaan B3 di Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap, supaya terjamin
mutu dan keamanannya. Semua dampak yang tidak diinginkan dapat di kelola
melalui manajemen resiko yang telah ditetetapkan.

Direktur RSUD Cilacap

dr. Pramesti Griana Dewi, M.Kes, M.Si


NIP. 19641128 199103 2 003

41
Daftar obat sitostatika

Karsinogenisitas
Mutagenisitas Sel
Induk Toksik
1 Bleocin 15 mg Bleomycin 1 mg / ml terhadap Reproduksi
( 15 ml )
Cairan Sensitisasi Pernafasan
. Toksisitas Sistemik
terhadap Organ
Sasaran Spesifik
Karsinogenisitas
Mutagenisitas Sel
Induk Toksik
2 Bondionat 6 mg Ibandronic Acid 1 mg / ml terhadap Reproduksi
( 6 ml )
Cairan Sensitisasi Pernafasan
. Toksisitas Sistemik
terhadap Organ
Sasaran Spesifik
Karsinogenisitas
Mutagenisitas Sel
Induk Toksik
3 Campto 100 mg Irinoteca Hcl 20 mg / ml terhadap Reproduksi
( 5ml )
Cairan Sensitisasi Pernafasan
. Toksisitas Sistemik
terhadap Organ
Sasaran Spesifik
4 CARBOplatin Carboplatin 10 mg / ml Cairan Karsinogenisitas
Mutagenisitas Sel
. 450 mg ( 45 ml ) Induk Toksik
terhadap Reproduksi
Sensitisasi Pernafasan
Toksisitas Sistemik
terhadap Organ

42
Sasaran Spesifik
Karsinogenisitas
Mutagenisitas Sel
CISplatin Induk Toksik
5 Cisplatin 1 mg / ml terhadap Reproduksi
10 mg Cairan Sensitisasi Pernafasan
. ( 10 ml )
Toksisitas Sistemik
terhadap Organ
Sasaran Spesifik
Karsinogenisitas
Mutagenisitas Sel
CISplatin Induk Toksik
6 Cisplatin 1 mg / ml terhadap Reproduksi
50 mg Cairan Sensitisasi Pernafasan
. ( 50 ml )
Toksisitas Sistemik
terhadap Organ
Sasaran Spesifik
Karsinogenisitas
Mutagenisitas Sel
Curasil Induk Toksik
7 5 Fluorouracil 50 mg / ml terhadap Reproduksi
500 mg Cairan Sensitisasi Pernafasan
. ( 10 ml )
Toksisitas Sistemik
terhadap Organ
Sasaran Spesifik
Karsinogenisitas
Mutagenisitas Sel
Cyclovid Induk Toksik
8 Cyclophospamide 200 mg / terhadap Reproduksi
200 mg Sensitisasi Pernafasan
. vial
Toksisitas Sistemik
terhadap Organ
Sasaran Spesifik
Karsinogenisitas
Mutagenisitas Sel
endoxan Induk Toksik
9 Cyclophospamide 1000 terhadap Reproduksi
1000 mg Serbuk Sensitisasi Pernafasan
. mg / vial
Toksisitas Sistemik
terhadap Organ
Sasaran Spesifik
Karsinogenisitas
Mutagenisitas Sel
1 endoxan Induk Toksik
Cyclophospamide 200 mg / terhadap Reproduksi
0 200 mg Serbuk Sensitisasi Pernafasan
vial
. Toksisitas Sistemik
terhadap Organ
Sasaran Spesifik
Karsinogenisitas
Mutagenisitas Sel
1 endoxan Induk Toksik
Cyclophospamide 500 mg / terhadap Reproduksi
1 500 mg Serbuk Sensitisasi Pernafasan
vial
. Toksisitas Sistemik
terhadap Organ
Sasaran Spesifik
Karsinogenisitas
Mutagenisitas Sel
1 Induk Toksik
brexel 20 mg Docetaxel 40 mg / ml terhadap Reproduksi
2 Cairan Sensitisasi Pernafasan
(0,5 ml )
. Toksisitas Sistemik
terhadap Organ
Sasaran Spesifik

43
Karsinogenisitas
Mutagenisitas Sel
1 Induk Toksik
brexel 80 mg Docetaxel 40 mg / ml terhadap Reproduksi
3 Cairan Sensitisasi Pernafasan
(2 ml )
. Toksisitas Sistemik
terhadap Organ
Sasaran Spesifik
Karsinogenisitas
Mutagenisitas Sel
1 DOXOrubicin Induk Toksik
Doxorubicin Hcl 2 mg / ml terhadap Reproduksi
4 50 mg Cairan Sensitisasi Pernafasan
( 25 ml )
. Toksisitas Sistemik
terhadap Organ
Sasaran Spesifik
Karsinogenisitas
Mutagenisitas Sel
1 DOXOrubicin 10 Induk Toksik
Doxorubicin Hcl 2 mg / ml terhadap Reproduksi
5 mg Cairan Sensitisasi Pernafasan
( 5 ml )
. Toksisitas Sistemik
terhadap Organ
Sasaran Spesifik
Karsinogenisitas
DOXOrubicin Mutagenisitas Sel
1 Induk Toksik
( actavis ) Doxorubicin Hcl 2 mg / ml terhadap Reproduksi
6 Cairan Sensitisasi Pernafasan
50 mg ( 25 ml )
. Toksisitas Sistemik
terhadap Organ
Sasaran Spesifik
Karsinogenisitas
Mutagenisitas Sel
1 EPIrubicin 50 Induk Toksik
Epirubicin 2 mg / ml terhadap Reproduksi
7 mg Cairan Sensitisasi Pernafasan
( 25 ml )
. Toksisitas Sistemik
terhadap Organ
Sasaran Spesifik
Karsinogenisitas
Mutagenisitas Sel
1 leucoGEN 300 Induk Toksik
Filgrastin 300 µg / ml terhadap Reproduksi
8 µg Cairan Sensitisasi Pernafasan
( 1 ml )
. Toksisitas Sistemik
terhadap Organ
Sasaran Spesifik
Karsinogenisitas
Mutagenisitas Sel
1 leucoVORIN 50 Induk Toksik
Leucovorin 10 mg / ml terhadap Reproduksi
9 mg Cairan Sensitisasi Pernafasan
( 5 ml )
. Toksisitas Sistemik
terhadap Organ
Sasaran Spesifik
Karsinogenisitas
Mutagenisitas Sel
Induk Toksik
2 Vincristin 1 mg / ml terhadap Reproduksi
vincristin 1 mg Cairan Sensitisasi Pernafasan
0 ( 1 ml )
Toksisitas Sistemik
terhadap Organ
Sasaran Spesifik

44
Karsinogenisitas
Mutagenisitas Sel
Induk Toksik
2 Vincristin 1 mg / ml terhadap Reproduksi
Vincristin 2 mg Cairan Sensitisasi Pernafasan
1 ( 2 ml )
Toksisitas Sistemik
terhadap Organ
Sasaran Spesifik
Karsinogenisitas
Mutagenisitas Sel
2 Haloxan 1000 Induk Toksik
terhadap Reproduksi
2 mg Ifosfamide 1000 mg Serbuk Sensitisasi Pernafasan
. Toksisitas Sistemik
terhadap Organ
Sasaran Spesifik
Karsinogenisitas
Mutagenisitas Sel
2 Induk Toksik
Eloxatin 50 mg Oxaliplatin 5 mg / ml terhadap Reproduksi
3 Cairan Sensitisasi Pernafasan
( 10 ml )
. Toksisitas Sistemik
terhadap Organ
Sasaran Spesifik
Karsinogenisitas
Mutagenisitas Sel
2 Induk Toksik
Mesna 400 mg Uremetoxan 100 mg / ml terhadap Reproduksi
4 Cairan Sensitisasi Pernafasan
(4ml)
. Toksisitas Sistemik
terhadap Organ
Sasaran Spesifik
Karsinogenisitas
Mutagenisitas Sel
2 Methotrexate 50 Induk Toksik
Methotrexate 25 mg / ml terhadap Reproduksi
5 mg Cairan Sensitisasi Pernafasan
( 2 ml )
. Toksisitas Sistemik
terhadap Organ
Sasaran Spesifik
Karsinogenisitas
Mutagenisitas Sel
2 Induk Toksik
Mitomicin 10 mg terhadap Reproduksi
6 Mitomycin-c 10 mg Serbuk Sensitisasi Pernafasan
. Toksisitas Sistemik
terhadap Organ
Sasaran Spesifik
Karsinogenisitas
Mutagenisitas Sel
2 Induk Toksik
Paxus 30 mg Paclitacel 6 mg / ml terhadap Reproduksi
7 Cairan Sensitisasi Pernafasan
( 5 ml )
. Toksisitas Sistemik
terhadap Organ
Sasaran Spesifik
Karsinogenisitas
Mutagenisitas Sel
2 Induk Toksik
Sindaxel 100 mg Paclitacel 6 mg / ml terhadap Reproduksi
8 Cairan Sensitisasi Pernafasan
( 16,67 ml )
. Toksisitas Sistemik
terhadap Organ
Sasaran Spesifik

45
Karsinogenisitas
Mutagenisitas Sel
2 Induk Toksik
Sindaxel 30 mg Paclitacel 6 mg / ml terhadap Reproduksi
9 Cairan Sensitisasi Pernafasan
( 5 ml )
. Toksisitas Sistemik
terhadap Organ
Sasaran Spesifik
Karsinogenisitas
Mutagenisitas Sel
3 Induk Toksik
Zometa 4 mg Zoledronic Acid 4 mg / 5 ml terhadap Reproduksi
0 Cairan Sensitisasi Pernafasan
( 5 ml )
. Toksisitas Sistemik
terhadap Organ
Sasaran Spesifik

DAFTAR PUSTAKA

1.Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 23/1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup (menggantikan UU No. 4/1982).

2. PP 74/2001

3. PP 18/99 juncto 85/99.


4. Pedoman Pelayanan Farmasi

46
47
48

Anda mungkin juga menyukai