Anda di halaman 1dari 36

BATAN

PERATURAN
KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
NOMOR: 195/KA/XI/2011
TENTANG
PEDOMAN ETIK PENGGUNAAN DAN PEMELIHARAAN HEWAN PERCOBAAN
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL

KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL,

Menimbang : a. bahwa dalam pelaksanaan penelitian yang bermutu harus


memperhatikan aspek etik dan ilmiah;

b. bahwa dengan dimanfaatkannya hewan percobaan dalam penelitian


perlu adanya perlindungan terhadap hewan percobaan yang digunakan
dalam kegiatan penelitian di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN);

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf


a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala BATAN tentang
Pedoman Etik Penggunaan dan Pemeliharaan Hewan Percobaan;

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 23,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3676);
2. Undang-Undang Nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan
Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5015);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 1995 tentang Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1995 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3609);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis
Tumbuhan dan Satwa Liar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3804);
5. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Kewenangan. Susunan Organisasi, dan Tata Kerja
BATAN
-2-

Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa


kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2005;
6. Keputusan Presiden Nomor 16/M tahun 2007;
7. Peraturan Kepala BATAN Nomor 392/KA/XI/2005 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Badan Tenaga Nuklir Nasional;
8. Peraturan Kepala BATAN Nomor 393-396/KA/XI/2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Balai di Lingkungan BATAN;
9. Peraturan Kepala BATAN Nomor 093/KA/V/2009 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Manajemen Penelitian, Pengembangan, Perekayasaan,
Diseminasi, dan Penguatan Kelembagaan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi Nuklir;
10. Peraturan Kepala BATAN Nomor 211/KA/XII/2010 tentang Pedoman
Penyusunan, Pelaksanaan, Pelaporan, dan Pengawasan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Badan Tenaga Nuklir Nasional;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL TENTANG


PEDOMAN ETIK PENGGUNAAN DAN PEMELIHARAAN HEWAN
PERCOBAAN BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL.

Pasal 1

(1) Pedoman Etik Penggunaan dan Pemeliharaan Hewan Percobaan Badan


Tenaga Nuklir Nasional yang selanjutnya disebut Pedoman Etik Hewan
sebagaimana tersebut dalam Lampiran merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan ini.
(2) Pedoman Etik Hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan
memberi petunjuk bagi peneliti di lingkungan BATAN dalam penggunaan
hewan percobaan pada penelitian, untuk mewujudkan prinsip dasar dari
etik yaitu sebagai manusia yang beradab, dimana hewan percobaan yang
menderita untuk kebaikan manusia wajib dihormati hak asasinya dan
diperlakukan secara manusiawi.
BATAN
-3-

Pasal 2

Pedoman Etik Hewan ini mengatur hal-hal yang bersifat umum seperti sejarah,
prinsip dan aspek yang ada pada etik penggunaan dan pemeliharaan hewan
percobaan, pengaturan etik yang memuat tugas dan tanggung jawab semua
pihak yang terlibat, penggunaan hewan laboratorium, perlakuan terhadap
hewan laboratorium, penggunaan dan perlakuan terhadap hewan besar, dan
prosedur penilaian usulan.

Pasal 3

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 November 2011
KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL,

-ttd-

HUDI HASTOWO

Salinan sesuai dengan aslinya,


Kepala Biro Kerja Sama, Hukum,
dan Hubungan Masyarakat,

Ferhat Aziz
BATAN

LAMPIRAN PERATURAN
KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
NOMOR : 195/KA/XI/2011
TANGGAL : 11 November 2011

PEDOMAN ETIK PENGGUNAAN DAN PEMELIHARAAN HEWAN PERCOBAAN

BAB I
PENDAHULUAN

Dalam sejarah perkembangan dunia ilmu pengetahuan, khususnya yang berhubungan


dengan pangan (yang berasal dari hewan) dan kesehatan, telah berhasil memberi banyak
sumbangan berarti yang memungkinkan umat manusia meningkatkan derajat kesehatan dan
kesejahteraannya. Hal ini antara lain dapat diamati dari perpanjangan usia harapan hidup dan
peningkatan kualitas hidup manusia.
Keilmuan tersebut di atas dapat memberi sumbangan berarti karena manusia makin
memahami perkembangan proses vital kehidupan pada manusia dan hewan. Peningkatan
produksi ternak sebagai sumber protein hewani telah menjadi suatu dasar untuk dapat
mencapai keadaan pada tingkat manusia dapat secara terus menerus mendapat pasokan gizi
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hal ini terbukti dengan telah ditetapkannya
program pemerintah yang mengarah pada swasembada pangan. Masalah gangguan kesehatan
dan penyakit juga makin dipahami seperti penyebab dan perkembangan penyakit (patogenesis)
dalam tubuh manusia serta penyebarannya. Ilmu kesehatan semakin memahami etiologi
berbagai penyakit, metode pengobatan, dan pencegahannya. Selain itu, berkaitan dengan
penelusuran kelainan dalam tubuh manusia, telah dikembangkan teknik perunutan (tracer
technique) dengan radioisotop dan radiofarmaka yang pada akhirnya merupakan bagian
penting dari penelitian di bidang kesehatan, khususnya penelitian biomedik, klinik, dan
kemasyarakatan.
Pedoman tentang Etik Penggunaan dan Pemeliharaan Hewan Percobaan di BATAN ini
akan lebih banyak memberikan perhatian pada pemantauan dan pengendalian terhadap
penggunaan hewan percobaan untuk penelitian di bidang peternakan dan biomedik. Penelitian
dimaksud tersebut adalah merupakan kegiatan penelitian yang dapat diselesaikan dalam skala
laboratorium secara in vitro dengan menggunakan bahan hidup seperti galur sel dan biakan
jaringan. Selanjutnya, seringkali diperlukan penelitian dengan makhluk hidup utuh (whole living
BATAN
-2-

organism) supaya keseluruhan interaksi yang terjadi dalam tubuh makhluk hidup dapat diamati
dan dikaji. Keamanan, khasiat obat, dan sarana medik baru perlu diuji menggunakan hewan
percobaan sebelum penelitian selanjutnya perlu dan layak diteruskan dengan mengikutsertakan
relawan manusia. Dalam kegiatan ini, hewan percobaan akan mengalami berbagai keadaan
luar biasa yang menyebabkan penderitaan hingga kematian. Sebagai bangsa yang beradab,
hewan percobaan yang menderita untuk kebaikan manusia dan hewan, wajib dihormati dan
diperlakukan secara manusiawi (humane).
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan seperti telah disebut di atas, banyak hewan
percobaan yang digunakan untuk penelitian dan uji coba serta untuk pendidikan dan pelatihan.
Dalam hal menggunakan hewan percobaan tersebut seringkali masih kurang diperhatikan
aspek etik penggunaan hewan percobaan seperti yang antara lain disebutkan dalam Deklarasi
Helsinki, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 dan Pedoman Nasional Etik Penelitian
Kesehatan: Suplemen II Etik Penggunaan Hewan Percobaan, Departemen Kesehatan. Dalam
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Keswan)
pada Pasal 66 ayat 1 dinyatakan bahwa untuk kepentingan kesejahteraan hewan dilakukan
tindakan yang berkaitan dengan penangkapan dan penanganan; penempatan dan
pengandangan; pemeliharaan dan perawatan; pengangkutan; pemotongan dan pembunuhan;
serta perlakuan dan pengayoman yang wajar terhadap hewan, sedangkan ayat 2 menyatakan
ketentuan mengenai Kesejahteraan Hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
secara manusiawi. Hal ini menjadi perhatian terutama disebabkan karena para pengguna
hewan percobaan masih kurang sadar tentang aspek etik penelitian.
Berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan yang terjadi dan banyaknya penggunaan
hewan percobaan untuk kegiatan penelitian khususnya di bidang pangan (sub bidang
peternakan) dan kesehatan, BATAN sadar dan merasa perlu untuk menetapkan suatu
Pedoman Etik Penggunaan dan Pemeliharaan Hewan Percobaan. Dalam pelaksanaan litbang
di BATAN yang umumnya menggunakan radiasi atau bahan radioaktif, penggunaan hewan
percobaan laboratorium terkait penelitian untuk kepentingan kesehatan manusia. Sedangkan
penggunaan hewan ruminansia baik besar (seperti sapi dan kerbau ) maupun ruminansia kecil
(seperti kambing dan domba) untuk penelitian terkait nutrisi dan kesehatan hewan ternak.
Pedoman ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk pembinaan dan pendidikan para peneliti di
bidang pangan dan kesehatan serta untuk meningkatkan kualitas hasil penelitian dan
pengembangan yang dihasilkan BATAN, sehingga pada saat publikasi dan diseminasi hasil
litbang akan dapat diterima dengan baik oleh masyarakat.
BATAN
-3-

BAB II
ETIK PENGUNAAN HEWAN PERCOBAAN

Penelitian biomaterial maupun radiofarmaka baru memerlukan makhluk hidup utuh (whole
living organism) untuk mengamati dan mengkaji keseluruhan interaksi yang terjadi dalam tubuh.
Sebelum dilakukan uji klinis terhadap hasil dari suatu penelitian dengan mengikutsertakan
relawan manusia, keamanan dan khasiat baik biomaterial maupun radiofarmaka tersebut
terlebih dahulu perlu dilakukan uji praklinis menggunakan hewan percobaan. Dalam
persyaratan etik, relawan manusia hanya boleh diikutsertakan jika keamanan dan khasiat baik
biomaterial maupun radiofarmaka tersebut telah diujicoba lengkap di laboratorium serta jika
layak, dengan menggunakan hewan percobaan. Biomaterial maupun radiofarmaka baru tidak
diperkenankan untuk digunakan langsung pada manusia kecuali, bila sekalipun tanpa uji coba
pada hewan percobaan, telah bisa diduga dengan wajar tentang keamanannya.
Berbagai macam penderitaan bahkan sering berakhir dengan kematian akan dialami
hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian. Penderitaan yang dialami hewan
percobaan dapat berupa ketidaknyamanan, ketidaksenangan, kesusahan (distress), rasa nyeri
dan akhirnya kematian. Karena penderitaan yang dialami hewan percobaan adalah untuk
kepentingan dan kebaikan manusia dan hewan, maka para peneliti dan pelaksana penelitian
wajib menghormati dan memperlakukan hewan percobaan secara manusiawi.
Dokumen yang digunakan sebagai acuan pedoman etik penelitian kesehatan adalah The
Declaration of Helsinki. Ethical Principles for Medical Research Involving Human Subjects yang
diterbitkan oleh World Medical Association dalam General Assembly di Helsinki tahun 1964.
Dokumen ini telah diamandemen sebanyak 5 (lima) kali yang terakhir dilakukan di Tokyo tahun
2004 dalam rangka melakukan penyesuaian perkembangan ilmu kesehatan dan tuntutan
masyarakat. Dua butir dalam Deklarasi Helsinki yang secara khusus memberi perhatian pada
masalah etik penggunaan hewan percobaan adalah butir 11 dan 12 yang diterjemahkan secara
lengkap sebagai berikut.
- Butir 11. Penelitian kesehatan yang mengikutsertakan manusia sebagai subyek penelitian
harus memenuhi prinsip ilmiah yang sudah diterima secara umum, didasarkan pada
pengetahuan saksama dari kepustakaan ilmiah dan sumber informasi lain, pelaksanaan
percobaan dilakukan di laboratorium yang memadai, dan jika layak pecobaan hewan.
- Butir 12. Keberhatian (caution) yang tepat harus diterapkan pada penelitian yang dapat
mempengaruhi lingkungan. Kesejahteraan hewan yang digunakan dalam penelitian harus
dihormati.
BATAN
-4-

Dalam masyarakat umum dan ilmiah berkembang pandangan bahwa penggunaan hewan
percobaan pada penelitian kesehatan harus secara terencana dan bertahap dihentikan.
Penggunaan hewan percobaan untuk pendidikan dan pelatihan di sejumlah besar negara telah
dilarang. Sebagai sarana penggantinya antara lain tayangan video yang ternyata telah terbukti
memberi hasil yang lebih baik untuk proses belajar mengajar daripada penggunaan hewan
percobaan. Meskipun pengunaan hewan percobaan akan semakin berkurang tetapi hewan
percobaan masih tetap akan diperlukan untuk penelitian kesehatan di masa depan karena
hewan percobaan sebagai sistem biologik yang utuh belum dapat digantikan. Oleh karena itu
sangat diperlukan suatu Pedoman Etik Penggunaan dan Pemeliharaan Hewan Percobaan di
BATAN untuk penelitian pangan yang menggunakan hewan ternak dan penelitian kesehatan
yang menggunakan hewan laboratorium supaya pelaksanaannya dilakukan dengan cara yang
etis dan dapat dipertanggungjawabkan.

II.1. Prinsip Dasar Penggunaan Hewan Percobaan


Kelayakan penggunaan hewan pecobaan secara etis pada penelitian kesehatan
harus dikaji dengan membandingkan penderitaan yang dialami oleh hewan percobaan
dengan manfaat yang akan diperoleh untuk manusia dan hewan. Penelitian dengan
menggunakan hewan percobaan secara etis dapat dipertanggungjawabkan hanya jika:
1. Tujuan penelitian bernilai manfaat;
2. Disain penelitian dibuat sedemikian rupa sehingga sangat besar kemungkinan bahwa
tujuan penelitian tersebut akan dapat tercapai;
3. Tujuan penelitian tidak mungkin dapat dicapai dengan menggunakan alternatif
subyek atau prosedur yang secara etis lebih dapat diterima dan tidak mengurangi
semua kaidah ilmiah yang diperlukan; dan
4. Manfaat yang akan diperoleh jauh lebih berarti dibandingkan dengan penderitaan
yang dialami hewan percobaan.

Beberapa prinsip dasar yang harus digunakan dalam melaksanakan penelitian


dengan menggunakan hewan percobaan secara etis dan dapat dipertanggungjawabkan
adalah sebagai berikut:
1. Percobaan pada berbagai macam spesies hewan yang utuh (intact) dilakukan
dengan tujuan untuk pemajuan pengetahuan biologik dan pengembangan cara yang
lebih baik untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan manusia dan hewan.
BATAN
-5-

2. Metode seperti model matematik, simulasi komputer, dan sistem biologik in vitro
sebaiknya digunakan, jika layak.
3. Percobaan dengan menggunakan hewan dilakukan setelah mempertimbangkan
secara seksama relevansinya terhadap kesehatan manusia dan hewan dan
pemajuan pengetahuan biologik.
4. Hewan yang dipilih untuk digunakan dalam penelitian harus dari spesies dan mutu
hewan yang tepat serta dalam jumlah optimal untuk memperoleh hasil ilmiah yang
absah.
5. Peneliti dan tenaga kerja lainnya harus selalu memperlakukan hewan sebagai
makhluk perasa (sentient), menganggap penting arti pemeliharaan dan penggunaan
hewan yang tepat, dan mengerti cara penghindaran dan pengurangan
ketidaknyamanan, kesusahan, dan rasa nyeri pada hewan sebagai keharusan etis.
6. Peneliti harus memahami bahwa prosedur yang menimbulkan rasa nyeri pada
manusia juga menimbulkan rasa nyeri pada hewan bertulang belakang (vertebrata),
meskipun masih perlu tambahan pengetahuan tentang persepsi nyeri pada hewan.
7. Prosedur pada hewan yang menyebabkan rasa nyeri dan kesusahan lebih dari
minimal dan sesaat harus dilakukan dengan cara penenangan, penghilangan rasa
nyeri dan pembiusan yang tepat sebagaimana lazim dilakukan pada praktek
kedokteran hewan. Bila dalam penelitian tersebut tidak dilakukan pembiusan atau
penghilangan rasa nyeri pada hewan percobaan maka keputusan ini harus diketahui
dan disetujui oleh suatu komisi yang memiliki tanggung jawab menerbitkan ethical
approval penggunaan hewan percobaan.
8. Pada akhir penelitian atau bahkan sewaktu dilakukan percobaan, hewan yang akan
menderita rasa nyeri hebat atau rasa nyeri berkepanjangan, ketidaknyamanan, atau
cacat yang tidak dapat dihilangkan, harus dimatikan tanpa rasa nyeri.
9. Hewan yang digunakan untuk keperluan penelitian harus disediakan kondisi hidup
yang baik. Pemeliharaan hewan sebaiknya berada di bawah pengawasan dokter
hewan. Perawatan veteriner harus tersedia sesuai keperluan.
10. Kepala lembaga yang menggunakan hewan percobaan bertanggungjawab bahwa
peneliti dan semua tenaga kerja lainnya memiliki kualifikasi atau cukup pengalaman
untuk melakukan prosedur pada hewan. Perlu diberi kesempatan untuk in-service
training, termasuk pemberian empati dan keprihatinan yang tepat dan manusiawi
pada hewan percobaan yang digunakan.
BATAN
-6-

II.2. Prinsip Teknik Manusiawi pada Hewan Percobaan


Kesejahteraan hewan percobaan yang akan menderita dan mati untuk kebaikan umat
manusia perlu dijamin dan diperlakukan secara manusiawi. Untuk itu penggunaan hewan
percobaan harus mempertimbangkan prinsip 3R yaitu Replacement (pengganti),
Reduction (pengurangan), dan Refinement (penyempurnaan).
Replacement didefinisikan sebagai “any scientific method employing non-sentient
material which may in the history of animal experimentation replace methods which use
conscious living vertebrates.” Replacement mencakup berbagai metode yang
memungkinkan mencapai tujuan penelitian tanpa menggunakaan hewan percobaan.
Replacement dapat secara relatif dengan menggunakan sel, jaringan atau organ dari
hewan vertebrata yang dimatikan secara manusiawi, penggunaan hewan dengan tingkat
yang lebih rendah atau secara absolut sama sekali tidak menggunakan hewan, yaitu
dengan teknik in vitro atau simulasi program komputer. Perlu dipertimbangkan apakah
tujuan penelitian dapat dicapai dengan teknik in vitro. Jika mungkin pemanfaatan sel dan
jaringan manusia harus diutamakan daripada yang diisolasi dari hewan laboratorium.
Tetapi perlu diketahui adanya masalah etik, keamanan, dan logistik yang dapat
mencegah penggunaan jaringan manusia secara luas. Apabila diputuskan untuk memakai
hewan percobaan, hewan yang dipilih adalah hewan yang paling rendah pada skala
filogenetik dan yang paling tidak perasa.
Reduction didefinisikan sebagai “lowering the number of animals used to obtain
information of a given amount and precision.” Prinsip Reduction adalah memperoleh
informasi yang sebanding dengan menggunakan hewan percobaan dalam jumlah yang
seminimal mungkin. Jika terdapat berbagai kemungkinan memilih hewan percobaan, tidak
ada pembenaran ilmiah untuk menggunakan lebih banyak hewan kecil sebagai pengganti
hewan besar. Ketelitian suatu penelitian bergantung pada ukuran sampel dan error
variance dan tidak pada berat badan hewan percobaan. Disain prosedur uji coba untuk
pengaturan, termasuk besar sampel, perlu dinilai ulang secara teratur dan berkala. Perlu
ditinjau kembali permintaan data dengan presisi amat tinggi karena kekurangpastian yang
melekat (inherent) pada ekstrapolasi hasil penelitian dengan menggunakan hewan
percobaan. Reduksi terhadap morbiditas/mortalitas hewan yang tidak terkait dengan
prosedur penelitian/pengujian dapat dilakukan melalui pemilihan hewan dan pemeliharaan
yang baik.
Refinement didefinisikan sebagai “any development leading to a decrease in the
incidence or severity of inhumane procedures applied to those animals which have to be
BATAN
-7-

used. ”Refinement mencakup pemilihan hewan bermutu baik, pemeliharaan yang baik
sesuai karakteristik biologik, tingkah laku, dan lainya dari spesies yang digunakan, dan
penggunaan metode yang mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dan kesusahan
sehingga meningkatkan kesejahteraan hewan percobaan. Pengaturan dalam bentuk
pedoman untuk menggolongkan rasa nyeri, ketidaknyamanan, dan efek lain yang
merugikan pada hewan percobaan perlu disusun dalam bentuk juklak tersendiri.
Prinsip 3R pada penggunaan hewan percobaan sangat diperlukan untuk penelitian di
BATAN dengan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Perlu dirumuskan kerangka hukum yang memasukkan prinsip 3R untuk semua
penelitian kesehatan dan peternakan yang menggunakan hewan percobaan.
2. Program pendidikan dan pelatihan tentang prinsip 3R yang wajib diikuti oleh para
peneliti dan pelaksana penelitian dengan hewan percobaan.
3. Program pelatihan yang memadai tentang disain penelitian dan penggunaan metode
statistik yang tepat yang harus diikuti oleh para peneliti. Dengan disain statistik yang
tepat dapat diperoleh hasil dengan ketelitian yang sama dengan menggunakan lebih
sedikit hewan percobaan. Penggunaan hewan percobaan dengan jumlah besar yang
ditentukan atas dasar kesepakatan atau kebiasaan (jumlah 30 atau 50) tanpa
konsiderasi stastistik yang memadai, diharapkan tidak akan terjadi lagi.
4. Setiap usulan penelitian yang menggunakan hewan percobaan harus dinilai oleh
Komisi Etik Penggunaan dan Pemeliharaan Hewan Percobaan (KEPPHP)-BATAN
untuk menjamin terpenuhinya kesejahteraan hewan percobaan.
5. Pengkajian terhadap manfaat hasil penelitian yang dikaitkan dengan penderitaan
hewan percobaan merupakan bagian penting dalam memberikan persetujuan usulan
penelitian.

6. Peneliti bertanggungjawab memilih hewan percobaan dan memberi pembenaran


tentang pilihannya atas dasar ilmiah dan kesejahteraan hewan percobaan.
BATAN
-8-

II.3. Prinsip 5F pada Hewan Percobaan


Dalam pemeliharaan dan penggunaan hewan percobaan perlu diperhatikan prinsip 5
Freedom (5F) dengan rincian sebagai berikut:
1. Freedom from hunger and thirst (bebas dari rasa lapar dan haus)
Memberikan akses makanan dan air minum yang sesuai dan memadai untuk
kesehatan hewan mencakup jumlah dan komposisi nutrisi. Kualitas makanan dan air
minum yang memadai dibuktikan melalui analisis proximate makanan, mutu air
minum, dan uji kontaminasi yang dilakukan secara berkala.
2. Freedom from discomfort (bebas dari ketidaknyamanan)
Menyediakan lingkungan yang bersih dan paling sesuai dengan biologik spesies
antara lain meliputi siklus cahaya, suhu, dan kelembaban lingkungan serta fasilitas
fisik seperti ukuran kandang dan komposisi kelompok.
3. Freedom from pain, injury, and disease (bebas dari rasa sakit, trauma, dan penyakit)
Program kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan, dan meminimalkan/
meniadakan rasa sakit, serta pemilihan prosedur dilakukan dengan pertimbangan
meminimalkan rasa sakit (non-invasive), penggunaan anestesia dan analgesia bila
diperlukan, serta eutanasia dengan metode yang manusiawi dalam rangka untuk
meminimalkan bahkan meniadakan penderitaan hewan.
4. Freedom from fear and distress (bebas dari ketakutan dan stress jangka panjang)
Memberikan kondisi lingkungan dan perlakuan untuk mencegah/ meminimalkan
timbulnya stress (aspek husbandry, care, penelitian), memberikan masa adaptasi dan
pengkondisian (misalnya training) bagi hewan terhadap prosedur penelitian,
lingkungan baru, dan personil. Semua prosedur pada hewan dilakukan oleh personil
yang kompeten, terampil dan terlatih.

5. Freedom to express natural behavior (bebas mengekspresikan tingkah laku alami)


Memberikan ruang dan fasilitas untuk program pengayaan lingkungan (environmental
enrichment) yang sesuai dengan karakteristik biologik dan tingkah laku species
seperti food searching dan foraging, memberikan sarana untuk kontak sosial bagi
species yang bersifat sosial seperti pengandangan berpasangan atau berkelompok,
dan memberikan kesempatan untuk grooming, mating, bermain, dan lainnya.
Prinsip 5F ini diterapkan dalam bentuk Standard Operating Procedures terkait
dengan Program Kesehatan (veterinary care) dan Perawatan Harian (housing dan
husbandry).
BATAN
-9-

II.4. Aspek Keselamatan dan Kesehatan


Keselamatan dan kesehatan para pengelola dan pemanfaat hewan percobaan wajib
diperhatikan oleh manajemen dengan mengacu kepada Pedoman tentang Persyaratan
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Standar BATAN 006-OHSAS
18001:2008). SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen organisasi yang digunakan
untuk mengembangkan dan menerapkan kebijakan K3, mengelola risiko K3, dan
menumbuhkembangkan budaya keselamatan. Sistem manajemen yang dimaksud
meliputi struktur organisasi, kegiatan perencanaan (termasuk penilaian risiko dan
penetapan sasaran), tanggung jawab, praktek, prosedur, proses, dan sumber daya.
Beberapa hal yang perlu dilakukan terkait dengan aspek keselamatan dan kesehatan
adalah sebagai berikut:
1. Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja terdiri dari pemeriksaan kesehatan fisik
dilakukan pada saat sebelum mulai bekerja kemudian berikutnya setahun sekali dan
memberikan imunisasi terhadap penyakit yang mungkin ditularkan akibat pekerjaan.
2. Menyediakan alat pelindung diri (Personal Protection Equipment) seperti masker,
sarung tangan, sepatu karet/pelindung sepatu, tutup kepala, pelindung mata/wajah
dan jas laboratorium dengan jenis dan jumlah bergantung pada kebutuhan di masing-
masing laboratorium.
3. Menyediakan fasilitas fisik baik ruang maupun peralatan yang memenuhi persyaratan
keamanan kerja dan ergonomik untuk mengurangi risiko terjadinya kecelakaan.
4. Penanganan limbah yang baik dan benar untuk mencegah terjadinya pencemaran.

Setiap pengelola yang bekerja dengan hewan percobaan wajib menjaga keselamatan
dan kesehatan diri dengan memperhatikan dan melaksanakan beberapa hal sebagai
berikut:

1. Pengelola hewan percobaan wajib memakai alat pelindung diri secara benar dan
sesuai kebutuhan dari setiap jenis pekerjaan yang dilakukan.

2. Pengelola hewan percobaan wajib melaksanakan pekerjaan sesuai dengan prosedur


yang berlaku untuk menghindari kecelakaan kerja.
BATAN
- 10 -

BAB III
PENGGUNAAN HEWAN LABORATORIUM

Hewan laboratorium yang digunakan dalam penelitian dan pengembangan di BATAN


meliputi rodensia (mencit, tikus, marmut), kelinci, unggas, monyet, kambing, dan domba. Dalam
Bab ini akan dibahas aspek pemeliharaan lingkungan fisik dan kesehatan hewan percobaan
yang perlu diperhatikan dalam menggunakan hewan percobaan, sedangkan aspek perlakuan
terhadap hewan percobaan akan dibahas pada Bab IV.

III.1. Pemeliharaan Hewan Laboratorium


Untuk mendapatkan hasil percobaan yang baik pada penggunaan hewan percobaan
maka hendaknya diperhatikan aspek-aspek yang berkaitan dengan pemeliharaan hewan
percobaan tersebut. Pemilihan spesies, umur, dan berat badan hewan percobaan harus
disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan penelitian. Peneliti diwajibkan melakukan
telaahan kepustakaan yang luas dan mendalam untuk menentukan spesies yang dapat
dimanfaatkan. Apabila terdapat lebih dari satu spesies yang dapat digunakan untuk
pencapaian tujuan penelitian, pemilihan diutamakan pada hewan dari ordo yang terendah.
Berat badan dapat dipertimbangkan dalam hubungannya dengan volume sampel darah
yang dapat diambil pada jangka waktu tertentu dari setiap ekor hewan.
Perlu diperhitungkan jumlah hewan yang akan digunakan harus seminimal mungkin
yang dapat memberikan data yang bermakna secara statistik. Selain itu, untuk hasil
penelitian yang sahih, gunakan hewan percobaan yang berasal dari sumber yang dapat
dipercaya, baik dari cara perolehan, pemeliharaan, dan status kesehatan hewan. Teknik
pengembangbiakan hewan akan mempengaruhi latar belakang genetik yang dapat
mempengaruhi hasil penelitian terutama pada rodensia (inbred, outbred).
Pada dasarnya pemeliharaan hewan percobaan dititikberatkan pada beberapa hal
sebagai berikut:

III.1.1. Kondisi Bangunan

Kondisi bangunan harus memenuhi beberapa persyaratan karena sangat


menentukan kondisi hewan percobaan dan merupakan elemen dalam physical
environment bagi hewan percobaan. Baik bentuk, ukuran, maupun bahan
bangunan yang dipakai harus dirancang sedemikian rupa sehingga hewan dapat
hidup dengan tenang, tidak terlalu lembab, dapat menghasilkan peredaran udara
BATAN
- 11 -

yang baik, suhu cocok, dan ventilasi lengkap dengan insect proof screen (kawat
nyamuk).

III.1.2. Sanitasi

Laboratorium hewan percobaan sebaiknya memberi manfaat untuk


terselenggaranya sistim sanitasi yang baik, sistim drainase yang baik, dan
tersedianya fasilitas desinfektan misalnya dengan menempatkan tempat khusus
yang berisi desinfektan (lysol 35%) atau disebut dengan Foot baths. Sanitasi
kandang atau peralatan lainnya dilakukan dengan teratur. Di samping itu bagi
tenaga pengelola perlu mengenakan jas laboratorium (protective clothing) atau
peralatan proteksi lainnya seperti masker dan sebagainya. Laboratorium hewan
sebaiknya dilengkapi pula dengan ruang cuci yang terpisah dari ruang hewan
serta peralatan sanitasi seperti halnya autoclave, pembakar bangkai, fumigator
bahkan fasilitas shower dan toilet.

III.1.3. Pakan dan Air Minum


Tersedianya makanan hewan percobaan yang nutritif dan dalam jumlah yang
cukup seyogyanya terpelihara. Penyimpanan makanan harus baik, terhindar dari
lingkungan yang lembab, dan diupayakan bebas dari insekta atau hewan
penggerek lainnya yang merupakan petunjuk adanya kerusakan pada bahan
makanan hewan, makanan ditempatkan dalam kantong-kantong plastik yang
waterproof, bila perlu dalam kondisi anaerob (dengan menggunakan vaccum
pump) dan tertutup rapat.
Bentuk makanan sebaiknya berbentuk pellet (cetakan seperti pil atau
berbentuk silinder) dengan diameter tertentu tergantung pada jenis hewan.
Keuntungan pemakaian pellet sebagai sumber makanan adalah dapat disimpan
lama (terutama bila anaerob), makanan bisa habis termakan (dibandingkan bila
dalam bentuk mess atau powder) serta kontrol terhadap makanan yang dimakan
lebih mudah. Kebutuhan air dapat diperoleh dengan mudah dan lancar dan
diusahakan tidak terlalu tinggi kandungan mineralnya serta bersih.
BATAN
- 12 -

III.1.4. Lingkungan fisik


Dengan adanya sistim ventilasi yang baik, sirkulasi udara dapat diatur dengan
menggunakan exhaust fan. Kebersihan ruangan tempat hewan percobaan
hendaklah terpelihara. Kotoran hewan dibuang secara berkala dalam waktu yang
tidak terlalu lama untuk menghindari penyakit dan bau. Kebersihan hewan
percobaan harus dijaga agar terhindar dari infeksi penyakit baik yang berasal dari
hewan maupun manusia. Sebagai usaha pencegahan maka tidak
memperkenankan orang yang tidak berkepentingan untuk keluar masuk ruangan
hewan. Pembatasan orang yang boleh masuk ruang hewan lebih diperketat
apabila hewannya adalah bebas kuman atau Germ Free Animals. Penerangan,
kelembaban dan temperatur pada ruang hewan hendaklah tercukupi sesuai
dengan tujuan penelitian (National Research Council, National Academy of
Sciences, 1996).

III.2. Pemeliharaan Kesehatan Hewan Laboratorium


Dalam melakukan tanggung jawabnya atas kesehatan dan kesejahteraan hewan,
dokter hewan sebagai penanggung jawab laboratorium memiliki kewenangan untuk
menyusun program kesehatan hewan dan melakukan pengawasan dan evaluasi
kelayakan terhadap aspek pemeliharaan, penggunaan hewan percobaan, aspek
zoonosis, serta keselamatan dan kesehatan personil.
Transportasi hewan dilakukan dengan menghindari suhu udara yang terlalu tinggi
atau rendah dan populasi kandang yang terlalu padat, dan mencegah hewan dari
keadaan trauma. Hal ini sangat bergantung pada spesies hewan dan jarak yang
ditempuh. Perlu diberikan jeda waktu antara waktu kedatangan hewan dengan tindakan
supaya keadaan fisiologi dan psikologi yang mungkin terganggu selama masa
perpindahan dapat kembali dalam kondisi normal. Waktu yang dibutuhkan untuk
stabilisasi kondisi hewan bergantung pada spesies hewan, jarak transportasi, dan tujuan
penggunaan hewan percobaan. Selayaknya hewan diberi kesempatan beradaptasi
dengan lingkungan dan personil yang baru, serta tindakan yang akan dialaminya untuk
tujuan penelitian.
BATAN
- 13 -

Beberapa program kesehatan hewan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Pada semua hewan percobaan dilakukan pengamatan terhadap gejala klinis penyakit,
trauma, dan abnormalitas lainnya termasuk perilaku oleh personil terlatih. Frekuensi
observasi ini bergantung kepada spesies dan tindakan yang dilakukan terhadap
hewan. Abnormalitas yang ditemukan segera dilaporkan kepada dokter hewan untuk
tindakan selanjutnya yang sesuai berdasarkan pertimbangan profesional dan standar
kedokteran hewan. Pengobatan yang diberikan selayaknya mempertimbangkan
konsekuensinya terhadap capaian tujuan penelitian dengan tidak mengabaikan aspek
kesejahteraan hewan.
2. Pemeriksaan rutin/berkala antara lain pemeriksaan fisik (hewan bukan rodensia),
serologis, virologi, parasit, bakteriologi, atau uji lainnya untuk mendeteksi agen
infeksi sub klinis. Frekuensi dan jenis pemeriksaan dilakukan sesuai dengan spesies,
tujuan penggunaan dan status yang ditargetkan bagi kelompok hewan percobaan.
3. Pemeliharaan kesehatan harian pada hewan percobaan dilakukan oleh personil
profesional dan terlatih, termasuk pada hari libur dan di luar jam kerja untuk keadaan
darurat.
4. Untuk tujuan pencegahan transmisi penyakit antar spesies, rasa takut dan keadaan
stres, kecemasan, dan perubahan perilaku dan fisiologi yang mungkin ditimbulkan,
dilakukan pengandangan yang berbeda pada setiap spesies. Pemisahan ini juga
selayaknya dilakukan untuk hewan dengan perbedaan sumber atau asal, waktu
kedatangan, tujuan penggunaan, dan status penyakit yang berbeda.
5. Setiap hewan harus memiliki identifikasi baik individu (hewan bukan rodensia)
maupun kandang (rodensia). Rekaman medik dilakukan untuk setiap tindakan hewan,
baik dengan tujuan penelitian maupun pemeliharaan kesehatan (termasuk
pemeriksaan, pengobatan, anestesia, dan bedah).
BATAN
- 14 -

BAB IV
PERLAKUAN TERHADAP HEWAN LABORATORIUM

Hewan percobaan yang digunakan untuk penelitian bagi kepentingan kesehatan manusia
umumnya akan mengalami berbagai hal yang tidak menyenangkan seperti ketidaknyamanan,
ketidaksenangan, kesusahan, rasa nyeri, dan kematian. Untuk itu diperlukan suatu tata cara
yang baik dalam memperlakukan hewan percobaan.

IV.1. Perlakuan Fisik


Perlakuan fisik terhadap hewan berbeda dari satu hewan ke hewan lainnya. Untuk
kelinci dan marmut, hindari memegang telinga karena saraf dan pembuluh darah dapat
terganggu. Untuk menangkap tikus dan mencit, ekor dipegang dengan tidak terlalu kuat
supaya tidak melukai kulit ekor, dan hati-hati jangan sampai hewan membalikkan
tubuhnya dan mengigit. Mencit dapat dipegang dengan cara menjepit kulit di bagian leher
belakang (tengkuk) dengan ibu jari dan jari telunjuk. Sedangkan tikus dipegang dengan
jari telunjuk dan jari tengah untuk menjepit kepalanya, sementara tangan yang lain
digunakan untuk memegang ekor dan menahan bagian bawah badan tikus.

IV.2. Pembedahan
Pembedahan hewan uji merupakan salah satu rangkaian dari penelitian invivo yang
menggunakan hewan seperti tikus, mencit, kelinci maupun jenis hewan lain. Dalam
pelaksanaannya perlu persiapan agar tindakan yang dilakukan tidak mempengaruhi hasil
penelitian. Selain itu, peralatan yang digunakan tidak terkontaminasi oleh bahan selain
bahan uji.

IV.3. Tindakan Penelitian


Setiap penelitian yang menggunakan hewan percobaan hendaknya (a) mengetahui
petunjuk memelihara dan menggunakan hewan percobaan dan (b) memahami dasar
pemeliharaan hewan percobaan. Untuk menjaga agar variasi tersebut minimal, hewan
dengan spesies /strain , usia , dan jenis kelamin yang sama, dipelihara pada kondisi yang
sama pula.
BATAN
- 15 -

IV.4. Tindakan Membunuh Hewan Percobaan


Cara terbaik untuk membunuh hewan dengan memberikan anastetik over dosis.
Injeksi barbiturat (Na.pentobarbital 300 mg/ml) secara i.v. untuk kelinci dan anjing. Untuk
marmut, tikus dan mencit secara i.p. Cara membunuh hewan dapat pula dengan cara
inhalasi menggunakan kloroform, CO2, nitrogen dan lainnya dalam wadah tertutup untuk
semua jenis hewan. Perlu diperhatikan agar metoda yang dipakai dalam tindakan
membunuh hewan sesuai dengan yang disarankan dalam AVMA Guidelines on
Euthanasia (2007).

IV.5. Pengiriman Hewan Percobaan


Pengiriman hewan percobaan dari pemasok ke tempat penelitian harus dilakukan
sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak menyenangkan bagi
hewan tersebut seperti ketidaknyamanan, ketidak senangan, distress, rasa nyeri, dan
kematian.
BATAN
- 16 -

BAB V
PENGGUNAAN DAN PERLAKUAN TERHADAP HEWAN RUMINANSIA

Hewan percobaan ruminansia yang biasa digunakan oleh laboratorium di BATAN adalah
ternak ruminansia kecil yaitu kambing dan domba, serta ruminansia besar seperti sapi dan
kerbau. Panduan penggunaan dan perlakuan hewan percobaan ruminansia ini dimaksudkan
supaya hewan yang digunakan diperhatikan kesejahteraannya dan dipastikan semua hewan
tidak mengalami kesakitan, kelaparan, penderitaan, dan luka yang tidak diperlukan (prinsip 5
Freedom).

V.1. Hewan Percobaan Ruminansia Kecil


Ternak ruminansia kambing dan domba merupakan hewan yang mempunyai
kecenderungan hidup dalam suatu kelompok, suka berteman, dan menyukai kontak
dengan manusia. Jika ternak ini di pelihara secara individual tiap kandang maka harus
mendapat kontak dan pengawasan dilakukan lebih sering dari pemeliharanya.

V.1.1. Pengandangan
1. Sebelum perlakuan percobaan dimulai, kambing dan domba dikandangkan
dalam bentuk kelompok dengan lahan yang cukup luas.
2. Kambing rentan terhadap perubahan cuaca sehingga perlu disediakan tempat
berteduh di lahan pemeliharaannya.
3. Kambing memiliki kecenderungan untuk meloncat maka diperlukan pagar
yang kuat dan cukup tinggi (minimal 1,2 m) untuk mencegah dari melarikan
diri dan gangguan hewan liar.
4. Kandang harus dirancang, dibangun, dan dipelihara untuk menghindari risiko
cedera.

V.1.2. Pemeliharaan
1. Kambing dan domba harus mendapat pakan yang seimbang dan cukup
(sesuai standar kebutuhan nutrisi) agar kesehatan dan kekuatannya terjaga.
2. Pakan tersedia dengan cukup dan ditempatkan pada wadah yang mudah
dijangkau. Sisa pakan harus dibuang dan wadah dibersihkan dengan baik.
3. Hewan harus mendapat akses yang mudah untuk air minum yang segar dan
bersih setiap saat. Air minum diganti sedikitnya dua kali sehari dan wadah
minum dibersihkan dengan baik.
BATAN
- 17 -

V.1.3. Perlakuan dalam Percobaan


1. Sebelum percobaan dimulai, kambing dan domba harus dikarantina dan
diadaptasikan selama beberapa saat.
2. Pada masa adaptasi hewan diberi obat cacing, anti ektoparasit, dan, bila
perlu, antibiotik sesuai saran dokter hewan yang bertanggung jawab.
3. Hewan yang akan diberi perlakuan percobaan dikandangkan secara individual
dengan ukuran yang memadai (sesuai standar).
4. Pemberian tanda atau nomor seperti tato dan tanda pada telinga harus
dilakukan oleh orang yang berkompeten sehingga hewan tidak merasa sakit
dan stres.
5. Perlakuan percobaan tidak menimbulkan sakit dan penderitaan bagi hewan.
6. Penggunaan anestesi sesuai standar dan saran dokter hewan yang
bertanggung jawab.
7. Hewan yang sudah selesai digunakan harus dikembalikan ke kondisi normal
atau dimatikan secara manusiawi sesuai ketentuan yang berlaku.

V.1.4. Kesehatan
1. Pengawas harus mengetahui perilaku normal kambing maupun domba, dan
mengenali tanda-tanda yang menunjukkan kesehatan yang baik. Hal ini
termasuk nafsu makan yang baik, tingkat kesiagaan hewan, kondisi bulu yang
baik, tidak pincang, feses bulat padat dan tidak ada gejala kecacingan dan
infeksi ektoparasit, serta tidak ada abses maupun luka pada kulit.
2. Hewan diperiksa secara teratur khususnya kondisi kaki dan infeksi parasit
pada kulit, dimana kambing dan domba sangat peka terhadap kutu dan
tungau.
3. Kesehatan hewan percobaan harus terjamin dengan tersedianya program
pencegahan seperti kontrol parasit dan pemberian vaksin untuk penyakit
umum pada kambing dan domba berdasarkan saran dan pengawasan dokter
hewan.
4. Ketika hewan sakit dan menunjukkan gejala lesu, pengawas harus melakukan
tindakan cepat untuk memisahkannya dan dokter hewan yang bertanggung
jawab segera melakukan pemeriksaan untuk mengetahui penyebabnya dan
melakukan tindakan pengobatan.
5. Jika kondisi hewan yang sakit semakin parah dan tidak dapat diselamatkan,
maka dilakukan pemusnahan secara manusiawi oleh personil yang
BATAN
- 18 -

berpengalaman dalam teknik dan peralatan yang digunakan untuk


penyembelihan atau pemusnahan.

V.2. Hewan Percobaan Ruminansia Besar


Dalam penggunaan ruminansia besar, sistem pemeliharaan yang digunakan dan
jumlah hewan yang dipelihara dalam satu kurun waktu, tergantung pada hal-hal sebagai
berikut:
1. Lingkungan yang memadai untuk mengakomodasi jumlah hewan yang akan
digunakan dalam penelitian.
2. Berapa lama hewan akan digunakan dalam penelitian.
3. Kompetensi dari pemelihara hewan.
Secara umum, semakin besar jumlah hewan yang digunakan, semakin banyak
ketrampilan pemelihara dan perhatian yang diperlukan untuk melindungi kesejahteraan
hewan. Setiap hewan harus memiliki identitas. Rekaman medis dilakukan untuk setiap
tindakan hewan, baik dengan tujuan penelitian maupun pemeliharaan kesehatan
(termasuk pemeriksaan, pengobatan, anestesi dan bedah).

V.2.1. Pengandangan
1. Ruminansia besar ditempatkan pada kandang dengan ukuran yang cukup
agar hewan ini dapat bergerak dengan leluasa (ukuran kandang sesuai
standar ketentuan yang berlaku).
2. Lantai kandang tidak licin atau terlalu kasar dan dibuat sedikit landai kearah
pembuangan air sehingga lantai selalu kering.
3. Lantai kandang harus dijaga kebersihannya dari feses dan urin.
4. Seluruh kandang dibersihkan minimal dua kali sehari.

V.2.2. Pemeliharaan
1. Ruminansia besar harus mendapat pakan yang seimbang dan cukup (sesuai
standar kebutuhan nutrisi) supaya kesehatan dan kekuatan hewan terjaga.
2. Pakan tersedia dengan cukup dan ditempatkan pada wadah yang mudah
dijangkau. Sisa pakan harus dibuang dan wadah dibersihkan dengan baik.
3. Hewan harus mendapat akses yang mudah untuk air minum yang segar dan
bersih setiap saat. Air minum diganti sedikitnya dua kali sehari dan wadah
minum dibersihkan dengan baik.
BATAN
- 19 -

V.2.3. Perlakuan dalam Percobaan


1. Sebelum percobaan dimulai, ruminansia besar harus diadaptasikan selama
beberapa saat.
2. Pada masa adaptasi hewan diberi obat cacing, anti ektoparasit, dan bila perlu,
obat lain sesuai saran dokter hewan yang bertanggung jawab.
3. Hewan yang akan diberi perlakuan percobaan dikandangkan secara individual
dengan ukuran yang memadai (sesuai standar).
4. Pemberian tanda atau nomor seperti tato dan tanda pada telinga harus
dilakukan oleh orang yang berkompeten sehingga hewan tidak merasa sakit
dan stres.
5. Perlakuan percobaan tidak menimbulkan sakit dan penderitaan bagi hewan.
6. Penggunaan anestesi sesuai standar dan saran dokter hewan yang
bertanggung jawab.
7. Hewan yang sudah selesai digunakan harus dikembalikan ke kondisi normal
atau dimusnahkan secara manusiawi sesuai ketentuan yang berlaku.

V.2.4. Kesehatan
1. Pengawas harus mengetahui perilaku normal ruminansia besar, dan
mengenali tanda-tanda yang menunjukkan kesehatan yang baik. Hal ini
termasuk nafsu makan yang baik, tingkat kesiagaan hewan, kondisi bulu yang
baik, tidak pincang, feses normal dan tidak ada gejala kecacingan dan infeksi
ektoparasit, serta tidak ada abses maupun luka pada kulit.
2. Hewan diperiksa secara teratur khususnya kondisi kuku kaki dan infeksi endo
dan ektoparasit.
3. Kesehatan hewan percobaan harus terjamin dengan tersedianya program
pencegahan seperti kontrol parasit dan pemberian vaksin untuk penyakit
umum pada sapi dan kerbau berdasarkan saran dan pengawasan dokter
hewan.
4. Ketika hewan sakit dan menunjukkan gejala lesu, pengawas harus melakukan
tindakan cepat untuk memisahkannya dan dokter hewan yang bertanggung
jawab segera melakukan pemeriksaan untuk mengetahui penyebabnya dan
melakukan tindakan pengobatan.
BATAN
- 20 -

5. Jika kondisi hewan yang sakit semakin parah dan tidak dapat diselamatkan,
maka dilakukan pemusnahan secara manusiawi oleh personil yang
berpengalaman dalam teknik dan peralatan yang digunakan untuk
penyembelihan atau pemusnahan.
BATAN
- 21 -

BAB VI
PENGATURAN ETIK PENGGUNAAN DAN PEMELIHARAAN HEWAN PERCOBAAN

VI.1. Tugas dan Tanggung Jawab BATAN


Kepala BATAN membentuk Komisi Etik Penggunaan dan Pemeliharaan Hewan
Percobaan (KEPPHP) di BATAN yang bertugas melakukan kajian usulan penelitian dan
pengembangan yang memerlukan surat persetujuan etik atau ethical approval terkait
dengan penggunaan dan pemeliharaan hewan percobaan dalam mencapai tujuannya.
Keanggotaan KEPPHP terdiri dari unsur:
- Dokter hewan yang berpengalaman dalam bidang hewan percobaan, yang
mempunyai tanggung jawab langsung maupun tidak langsung terhadap laboratorium
hewan percobaan,
- Ilmuwan yang berasal dari berbagai disiplin ilmu terkait bidang kesehatan dan
peternakan,
- Non ilmuwan kesehatan seperti staf administrasi atau hukum,
- Independen yang berasal dari luar institusi.
Apabila personil yang diperlukan tidak tersedia, misalnya dokter hewan yang
berpengalaman dalam bidang hewan percobaan, BATAN dapat meminta bantuan personil
dari lembaga lain. Susunan pengurus KEPPHP terdiri dari penasehat, ketua, sekretaris,
anggota, dan sekretariat.
Kepala BATAN melalui KEPPHP menilai apakah penelitian (a) sesuai dengan tujuan
BATAN, (b) telah didukung sarana dan prasarana BATAN, (c) peneliti utama dan tenaga
kerja lainnya mampu melaksanakan penelitian sesuai waktu, pendidikan, pelatihan, dan
pengalaman kerja terkait dengan penggunaan dan pemeliharaan hewan percobaan.
Semua personil yang secara praktis terlibat dalam penelitian dengan menggunakan
hewan percobaan diharuskan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan terkait.
Mahasiswa Praktek diperkenankan melakukan tindakan pada hewan percobaan sebagai
bagian dari pelajarannya setelah dibekali pelatihan yang memadai, tetapi jika
memungkinkan diberi kesempatan menggunakan pilihan alternatif.
Sumber daya manusia terkait penggunaan hewan percobaan wajib mendapatkan
pendidikan dan pelatihan tentang prinsip 3R dan pendidikan tentang penggunaan hewan
percobaan sehingga dimungkinkan berkembang sikap yang tepat mengenai penggunaan
hewan percobaan. Pelatihan terkait pengetahuan praktis langsung tentang penanganan
hewan percobaan dan tindakan yang diperlukan. SDM yang dimaksud adalah mereka
BATAN
- 22 -

yang langsung terkait dengan penelitian yang menggunakan hewan percobaan yang
meliputi pelaksana penelitian, pemberi izin pelaksanaan penelitian, dan pemelihara
hewan percobaan.

VI.2. Tugas dan Tanggung Jawab KEPPHP


Tugas dan tanggungjawab KEPPHP adalah membahas usulan penelitian yang
menggunakan hewan percobaan di lingkungan BATAN dan mengeluarkan Persetujuan
Etik. Dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya, KEPPHP berhak untuk
mendapatkan pelatihan secara terus menerus yang dibutuhkan untuk menjaga dan
meningkatkan pengetahuan tentang etika penggunaan dan pemeliharaan hewan
percobaan.
Ketua KEPPHP bertanggungjawab atas jalannya pertemuan Komisi. Pertemuan
dihadiri oleh semua anggota KEPPHP, para peneliti yang penelitiannya akan dibahas (jika
perlu), dan dapat pula dihadiri oleh ahli tertentu sebagai nara sumber, tetapi yang
mempunyai hak suara untuk memberikan keputusan hanya anggota KEPPHP. Pertemuan
KEPPHP sah jika tercapai kuorum, yaitu kehadiran lebih dari setengah jumlah anggota
dengan memperhatikan distribusi yang wajar antar anggota, dan keputusan KEPPHP
adalah sah jika disetujui oleh lebih dari setengah anggota yang hadir. Pertemuan
KEPPHP diadakan sesuai kebutuhan, tetapi paling sedikit diadakan sekali dalam 6 bulan.
KEPPHP mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:
1. Melakukan kajian terhadap usulan penelitian yang menggunakan hewan percobaan
dengan benar sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
2. Melakukan pembahasan terhadap hasil kajian.
3. Memberikan Persetujuan Etik Penggunaan dan Pemeliharaan Hewan Percobaan
terhadap usulan penelitian yang telah disetujui.
4. Memantau pelaksanaan dan fasilitas penelitian dalam kaitan dengan prosedur etik
pemeliharaan dan penggunaan hewan percobaan. Pemantauan dilaksanakan paling
sedikit sekali dalam enam bulan.
5. Melaporkan semua keputusan komisi dalam evaluasi usulan penelitian dan
pemantauan pelaksanaan pemeliharaan dan penggunaan hewan percobaan kepada
Kepala BATAN sebagai bentuk pertanggungjawaban KEPPHP.
6. Melakukan inspeksi mendadak terhadap proses pelaksanaan pemeliharaan dan
penggunaan hewan percobaan.
BATAN
- 23 -

7. Merekomendasikan penghentian/perbaikan prosedur atau fasilitas sesuai temuan


kepada Kepala BATAN.
8. Melakukan evaluasi secara berkala terhadap usulan penelitian yang telah disetujui.
9. Mengevaluasi dan menginvestigasi semua laporan keprihatinan tentang
pemeliharaan dan penggunaan hewan percobaan yang diterima oleh KEPPHP.

Tugas dan tanggung jawab sekretariat KEPPHP adalah:


1. Menerima berkas usulan penelitian yang memerlukan Persetujuan Etik Penggunaan
dan Pemeliharaan Hewan Percobaan.
2. Bertanggungjawab dalam melakukan kegiatan surat menyurat yang berhubungan
dengan kegiatan KEPPHP.
3. Bertanggungjawab dalam pengarsipan usulan penelitian yang mengajukan
Persetujuan Etik Penggunaan dan Pemeliharaan Hewan Percobaan.
4. Mengurus penyelenggaraan pertemuan KEPPHP.
5. Sebagai fasilitator antara peneliti dan anggota KEPPHP.
6. Membuat laporan tentang kegiatan KEPPHP.

VI.3. Tugas dan Tanggung Jawab Pelaksana Litbang


Pelaksana litbang atau peneliti bertanggung jawab penuh terhadap keluaran litbang
dengan:
1. Mengusulkan penelitian dan mengajukan izin dengan mengisi Formulir Permohonan
Persetujuan Etik Penggunaan dan Pemeliharaan Hewan Percobaan.
2. Bertanggung jawab terhadap hasil litbang yang diusulkan yang berhubungan dengan
masalah etik penggunaan dan pemeliharaan hewan percobaan.
3. Memberikan keterangan dan/atau masukan kepada KEPPHP dalam rangka
konfirmasi pelaksanaan kegiatan dengan hewan percobaan.
4. Mengajukan addendum untuk mendapatkan persetujuan dari KEPPHP sebelum
melaksanakan perubahan pada penelitian yang telah mendapatkan persetujuan dari
KEPPHP.
5. Membuat laporan kegiatan penelitian yang menggunakan hewan percobaan kepada
KEPPHP sebagai bahan pemantauan dan evaluasi.
BATAN
- 24 -

VI.4. Penilaian Etik Usulan Penelitian


KEPPHP di lingkungan BATAN berfungsi mengontrol penelitian yang menggunakan
hewan percobaan yang mencakup pemeliharaan dan penggunaan hewan percobaan.
Semua usulan penelitian di BATAN yang menggunakan hewan percobaan harus
mendapatkan Persetujuan Etik Penggunaan dan Pemeliharaan Hewan Percobaan baik
penelitian yang melakukan pengambilan specimen ataupun tidak. Pengajuan persetujuan
etik ini dilakukan dengan menyerahkan usulan penelitian kepada sekretariat KEPPHP
yang dilengkapi dengan protokol penelitian yang berisi informasi dan prosedur teknis
penggunaan hewan percobaan melalui pengisian Formulir Permohonan Etik Penggunaan
dan Pemeliharaan Hewan Percobaan.
BATAN
- 25 -

BAB VII
PROSEDUR PENGAJUAN PERSETUJUAN
ETIK PENGGUNAAN DAN PEMELIHARAAN HEWAN PERCOBAAN

Setiap peneliti yang akan melakukan penelitian dengan memanfaatkan hewan percobaan
perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Pengajukan usulan kegiatan yang telah disetujui Kepala Unit Kerja dilakukan melalui
mekanisme Sistem Informasi Perencanaan Litbangyasa (SIPL) yang disampaikan ke
Biro Perencanaan (BP) dengan mengikuti jadwal pengisian Usulan Kegiatan tahun
n+1.
2. Usulan kegiatan tersebut perlu dilengkapi dengan mengisi formulir Permohonan Etik
Penggunaan dan Pemeliharaan Hewan Percobaan yang disediakan oleh KEPPHP.
3. Usulan penelitian yang telah diperiksa oleh peer group akan diteruskan kepada
sekretariat KEPPHP untuk dilakukan penelaahan lebih lanjut dalam rangka
memperoleh Persetujuan Etik terkait dengan penggunaan hewan percobaan.
4. Penanggungjawab kegiatan diharuskan membuat laporan triwulan dan laporan hasil
penelitian melalui SIPL dan disampaikan kepada KEPPHP melalui Sekretariat.

Diagram alur pengajuan Persetujuan Etik Penggunaan dan Pemeliharaan Hewan


Percobaan disampaikan pada Gambar 1 berikut ini.
BATAN
- 26 -

Gambar 1. Alur pengajuan Persetujuan Etik Penggunaan dan Pemeliharaan Hewan


Percobaan.
BATAN
- 27 -

BAB VIII
PENUTUP

Pedoman Etik Penggunaan dan Pemeliharaan Hewan Percobaan ini mengacu pada buku
Pedoman Nasional Etik Penelitian Kesehatan Kementerian Kesehatan yang lebih pada
penggunaan hewan percobaan untuk kegiatan penelitian kesehatan manusia. Pedoman ini
yang mencakup etika penelitian pangan dan kesehatan ternak, dan penelitian kesehatan pada
umumnya yang menggunakan ternak percobaan, secara umum masih perlu untuk dilengkapi
dengan buku prosedur tentang permasalahan atau bidang khusus etik penelitian pangan
dengan ternak, kesehatan ternak dan kesehatan untuk manusia yang menggunakan hewan
percobaan, yang secara etis dapat dipertanggungjawabkan.

Pedoman ini masih perlu untuk terus dilengkapi dan disempurnakan dalam rangka mengikuti
perkembangan ilmu pangan dan kesehatan, metodologi penelitian, dan upaya dikemudian hari
untuk tidak lagi menggunakan hewan percobaan. Oleh sebab itu saran dan masukan untuk
keperluan perbaikan dan penyempurnaan Pedoman ini sangat diperlukan.

KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL,

-ttd-

HUDI HASTOWO

Salinan sesuai dengan aslinya,


Kepala Biro Kerja Sama, Hukum,
dan Hubungan Masyarakat,

Ferhat Aziz
BATAN
- 28 -

ANAK LAMPIRAN A PERATURAN


KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
NOMOR : 195/KA/XI/2011
TANGGAL : 11 November 2011

Formulir
Permohonan Etik Penggunaan dan Pemeliharaan Hewan Percobaan

No. Usulan Penelitian:

(Diisi oleh Petugas Sekretariat KEPPHP-BATAN)

A. Informasi Umum

1. Penanggungjawab Penelitian :
(nama, unit kerja)

2. Judul Penelitian :

3. Jenis Usulan Penelitian : Usulan Usulan


Awal Perbaikan

Usulan Usulan
Lanjutan Perubahan

4. Penelitian DIPA BATAN/PKPP/insentif Ristek

kerjasama nasional

kerjasama internasional
BATAN
- 29 -

5. Personalia

No. Nama Tugas Institusi


(nama dan no. telp)

6. Tempat penelitian :

7. Waktu penelitian : Mulai ........................................

Selesai ........................................
BATAN
- 30 -

B. Penelitian Hewan Percobaan

B.1. Tujuan Penelitian Hewan Percobaan

B.2. Alasan memanfaatkan hewan dalam kajian penelitian ini (silahkan kemukakan
dengan review literatur)

B.3. Deskripsi Penelitian :


1. Apakah usulan penelitian ini telah dibahas dengan Penanggung Jawab
Laboratorium/Ahli Hewan Percobaan/ KEPPHP ?

Ya Tidak

2. Data hewan percobaan yang akan digunakan :


Spesies hewan : Strain : Umur : Berat badan :

Jenis kelamin : Jumlah :

Asal hewan:
BATAN
- 31 -

3. Keterangan mengenai prosedur yang akan dilakukan terhadap hewan

a. Prosedur yang akan dilakukan (sebelum, selama, dan sesudah pelaksanaan)

b. Apakah ada hewan yang akan dimusnahkan setelah penelitian selesai

Ya Tidak

Bila ya, beri penjelasan alasan pemusnahan :


BATAN
- 32 -

4. Klasifikasi penelitian(*)

a a b b c c d d e e

(*) a : Penelitian yang dilakukan pada hewan invertebrata, atau tumbuhan, bakteri,
amuba (binatang bersel satu).

b : Penelitian pada hewan vertebrata yang sedikit sekali atau sama sekali tidak
menimbulkan rasa ketidaknyamanan.

c : Penelitian pada hewan vertebrata yang sedikit menimbulkan stres atau rasa
sakit tetapi pendek.

d : Penelitian yang dilakukan pada hewan vertebrata dimana stress dan rasa
sakit tidak bisa dihindarkan.

e : Prosedur yang menimbulkan rasa sakit di atas toleransi sakit pada hewan
tanpa dianestesi, dalam keadaan sadar.

5. Lokasi laboratorium hewan percobaan:

C. Protokol Penelitian
(Butir C ini memuat Lampiran Protokol Penelitian secara rinci dan lengkap yang mencakup antara
lain jenis hewan, perlakuan terhadap hewan, cara pemeliharaan hewan, cara
pengamatan/pengambilan sampel dari hewan, dan lain sebagainya selama masa penelitian
berlangsung).

Jakarta,......................................201 ...
Penanggung jawab penelitian

..............................................
NIP

Penyelesaian :

----------------------------------------- Tanggal :......................................


Sekretaris KEPPHP-BATAN
BATAN
- 33 -

ANAK LAMPIRAN B PERATURAN


KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
NOMOR : 195/KA/XI/2011
TANGGAL : 11 November 2011

Contoh Persetujuan Etik

Anda mungkin juga menyukai