Anda di halaman 1dari 71

PEDOMAN PENYELENGGARAAN KESEHATAN

LINGKUNGAN DI LAPAS, LPKA DAN RUTAN

2018

DIREKTO RAT PERAWATAN


KESEHATAN DAN
REHABILITASI
DIREKTORAT JENDERAL
PEMASYARAKATAN
4

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA


REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PEMASYARAKATAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : PAS- 915. PK.01.06.08 TAHUN 2018

TENTANG
PEDOMAN PENYELENGGARAAN KESEHATAN LINGKUNGAN
DI LAPAS, LPKA DAN RUTAN

DIREKTUR JENDERAL PEMASYARAKATAN


KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan layanan kesehatan


yang ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan
yang sehat, baik fisik, kimia, biologi maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang mencapai derajat yang
setinggi-tingginya sebagaimana yang tercantum dalam Pasal
162 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan;
b. bahwa untuk menyeragamkan pedoman pelaksanaan
layanan kesehatan lingkungan bagi Tahanan, Anak, dan
Narapidana di Lapas, LPKA, dan Rutan belum dapat
terwujud secara optimal;
c. Perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal
Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia RI, tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan
Lingkungan di Lapas, LPKA, dan Rutan;

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1984


tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Tahun
1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3273);
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995
tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Tahun 1995
Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3641);
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 5059);
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5063);
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun
1999 tentang Syarat-Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan
Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan
Tahanan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 112,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3858);
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 81 Tahun
2012 tentang Pengelolaan Syarat-Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab
Perawatan Tahanan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor
112, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3858);
7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2013
Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Tahun 2014;
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun
1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga
Binaan Pemasyarakatan;
9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun
1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan, Wewenang, Tugas
Tanggung Jawab Perawatan Tahanan;
10. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor 29 Tahun 2015 Tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi manusia
Republik Indonesia;
11. Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Tahun Anggaran 2018
Nomor SP DIPA-013.05.1.409263/2018 tanggal 05
Desember 2017.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PEMASYARAKATAN


TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN KESEHATAN
LINGKUNGAN DI LAPAS, LPKA, DAN RUTAN;
KESATU : Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan di Lapas,
LPKA, dan Rutan dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis untuk
melakukan perawatan kesehatan lingkungan sesuai pedoman
yang telah ditetapkan;
KEDUA : Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan di Lapas, LPKA
dan Rutan sebagaimana disebut dalam DIKTUM KESATU
disusun dengan sistematika sebagai berikut :
A. Latar Belakang
B. Norma dan Dasar Hukum
C. Definisi Global dan Detail Standar
D. Maksud dan Tujuan
E. Kebutuhan Sumber Daya Manusia
F. Kebutuhan Sarana dan Prasarana
G. Sistem, Mekanisme dan Prosedur
H. Kebutuhan Biaya Pelaksanaan
I. Penutup
KETIGA : Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan di Lapas,
LPKA, dan Rutan sebagaimana terlampir merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari keputusan ini.
KEEMPAT : Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan dan apabila ada perubahan maka akan
dilakukan perbaikan seperlunya.

Ditetapkan : Jakarta
Paraf Tanggal pada tanggal : Desember 2018

Kasi
Sankesling
DIREKTUR JENDERAL PEMASYARAKATAN

Kasubag TU
Watkesrehab

Dir.
Watkesrehab
SRI PUGUH BUDI UTAMI
NIP19620702 198703 2 001
SAMBUTAN
DIREKTUR JENDERAL PEMASYARAKATAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu


Wataala, atas limpahan rahmat dan karuniaNya, telah dapat menyelesaikan
Penyusunan Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan di Lapas, LPKA,
dan Rutan. Buku Pedoman ini disusun berdasarkan permasalahan yang sering
muncul terjadi di Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan di Seluruh Indonesia
salah satunya adalah kelebihan daya tampung (over kapasitas) dan jumlah angka
kesakitan dan kematian di Lapas, Rutan;
Dari data jumlah penghuni yang melebihi daya tampung (over kapasitas)
dan data angka kesakitan dan kematian penghuni Lapas dan Rutan sejak Tahun
2013 sampai dengan Tahun 2017 (Sumber Data : Sistem Database
Pemasyarakatan dan LAKIP Direktorat Jenderal Pemasyarakatan), sehingga dari
data menunjukkan bahwa menurunnya kualitas hidup tahanan, anak, dan
narapidana di Lapas, LPKA dan Rutan dapat mengancam kelangsungan
perikehidupan dan perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup baik di Lapas, LPKA, dan Rutan;
Buku standar ini diharapkan akan mendapatkan wawasan dan
pengetahuan bagi petugas Lapas, LPKA, dan Rutan dalam mengelola lingkungan
hidup secara baik dan sehat sesuai yang diamanatkan oleh Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
Atas terbitnya buku Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan di
Lapas, LPKA dan Rutan, diucapkan terima kasih kepada Tim Penyusun dan
semua pihak yang membantu dan berperan aktif dalam proses penyusunan
standar ini hingga selesai.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Jakarta, Desember 2018
Direktur Jenderal Pemasyarakatan

Sri Puguh Budi Utami


NIP. 19620702 198703 2 001

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa
atas perkenanNya, maka buku Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan
di Lapas, LPKA dan Rutan telah seslesai disusun.
Buku Pedoman Penyelengggaraan Kesehatan Lingkungan di Lapas, LPKA
dan Rutan sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan pada Pasal 14 yang
mengamanatkan bahwa ” Setiap Tahanan dan Warga Binaan Pemasyarakatan
(WBP) berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak ”.
Pedoman yang disusun ini membahas tentang unsur-unsur yang dapat
menimbulkan kesehatan lingkungan yang terjadi di Lapas da Rutan seperti :
Penyelenggaraan air minum, Penyelenggaraan air untuk keperluan higiene
sanitasi, Pengendalian udara yang tercemar, Penanganan radiasi pengion dan
non pengion, Penyelenggaraan limbah padat (sampah), Limbah B3 medis,
Penanganan vektor dan binatang pembawa penyakit, Penanganan kebisingan
yang melebihi ambang batas dan penyelenggaraan makanan yang terkontaminasi.
Dari beberapa unsur tersebut Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan
diharapkan dapat melakukan pengelolaan kesehatan lingkungan untuk
memperoleh derajat kesehatan yang optimal baik fisik, mental, sosial dan
ekonomi serta memberikan penyuluhan kepada tahanan, anak, narapidana
tentang pola hidup yang sehat.
Pada akhirnya selaku Plt. Direktur Perawatan Kesehatan dan Rehabilitasi
memberikan apresiasi kepada semua pihak yang berperan serta, semoga buku
pedoman ini sangat bermanfaat bagi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan
di Seluruh Indonesia.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Jakarta, Desember 2018


Plt. Direktur Perawatan Kesehatan dan
Rehabilitasi

Lilik Sujandi
NIP. 19711017 199503 1 001

ii
DAFTAR ISI

Kata Sambutan i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii

1.1 Latar Belakang 1


1.2 Norma dan Dasar Hukum 3
1.3 Definisi Global dan Detail Standar 6
1.4 Maksud dan Tujuan 10
1.5 Kebutuhan Sumber Daya Manusia 11
1.6. Kebutuhan Sarana dan Prasarana 13
1.7 Sistem, Mekanisme dan Prosedur 23
1.7.1 Penyelenggaraan air minum 23
1.7.2 Penyelenggaraan air untuk keperluan higiene sanitasi 26
1.7.3 Pengendalian udara yang tercemar 27
1.7.4 Penanganan radiasi pengion dan non pengion 32
1.7.5 Penyelenggaraan pengelolaan limbah padat 35
1.7.6 Penanganan vektor dan binatang pembawa penyakit 48
1.7.7 Penanganan limbah cair 58
1.7.8 Penanganan kebisingan yang melebihi ambang batas 60
1.7.9 Penyelenggaraan makanan dan penanganan makanan yang
terkontaminasi 62
1.8 Kebutuhan Biaya Pelaksana 62
1.9 Penutup 64

iii
PEDOMAN PENYELENGGARAAN KESEHATAN LINGKUNGAN
DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN, LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS
ANAK DAN RUMAH TAHANAN NEGARA

1.1 Latar Belakang


Masyarakat pada umumnya yang hidup dan tinggal di
Indonesia mempunyai hak mendapatkan lingkungan hidup yang
baik dan sehat tidak terkecuali bagi Tahanan, Anak dan Narapidana
yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), Lembaga
Pembinaan Khusus Anak (LPKA) dan Rumah Tahanan Negara
(Rutan) untuk memperoleh derajat kesehatan yang optimal baik
fisik, mental, sosial dan ekonomi.
Hak dimaksud telah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945
hasil amandemen pada pasal 28H butir 1 menyatakan bahwa setiap
orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan. Hal ini sejalan dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan pada pasal
14 butir d yang mengamanatkan bahwa Narapidana berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak.
Pelayanan kesehatan tersebut salah satunya adalan pemberian
lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi Tahanan, Anak dan
Narapidana di Lapas, LPKA dan Rutan.
Pemberian lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak akan
terwujud dengan maksimal apabila tidak didukung dengan regulasi
yang dapat dijadikan sebagai pedoman, guna mengatasi
permasalahan yang muncul khususnya di dalam lingkungan Lapas,
LPKA dan Rutan. Adapun permasalahan yang sering ditemui dalam
lingkungan Lapas, LPKA dan Rutan salah satunya adalah over
kapasitas dimana hal tersebut berdampak berbanding terbalik
dengan pemenuhan derajat kesehatan bagi Tahanan, Anak dan
Narapidana.

1
Berikut data over kapasitas, kesakitan dan kematian Tahanan,
Anak dan Narapidana pada Lapas, LPKA dan Rutan:

DATA OVER KAPASITAS


JUMLAH PENGHUNI PADA LAPAS, LPKA
DAN RUTAN

250000
200000
150000
100000
50000
0
1 2 3 4 5
TAHUN 2013 2014 2015 2016 2017
TOTAL PENGHUNI 160.063 163.404 176.754 204.550 232.081
TOTAL KAPASITAS 113.150 116.868 121.871 121.871 123.997
% OVER KAPASITAS 41% 40% 45% 68% 87%

*sumber data : Sistem Database Pemasyarakatan

DATA KESAKITAN DAN KEMATIAN


PENGHUNI DI LAPAS, LPKA
DAN RUTAN
40000
30000
20000
10000
0
1 2 3 4 5
TAHUN 2013 2014 2015 2016 2017
KESAKITAN 22.349 33.572 3.785 9.954 14.174
KEMATIAN 383 470 248 390 468

*sumber data : LAKIP Direktorat Jenderal Pemasyarakatan

Hasil analisa data menyatakan bahwa % over kapasitas jumlah


penghuni pada Lapas/LPKA/Rutan di seluruh Indonesia sejak tahun
2013 sampai dengan 2017 mengalami kenaikan setiap tahunnya
berbanding lurus dengan angka kesakitan dan kematian Tahanan,
Anak dan Narapidana, sehingga menunjukan menurunnya kualitas
hidup di Lapas, LPKA dan Rutan.
Menurunnya kualitas hidup dapat mengancam kelangsungan
perikehidupan Tahanan, Anak dan Narapidana sehingga perlu

2
dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Lapas,
LPKA dan Rutan dengan menyusun “Pedoman Penyelenggaraan
Kesehatan Lingkungan di Lembaga Pemasyarakatan, Lembaga
Pembinaan Khusus Anak dan Rumah Tahanan Negara”.

1.2 Norma dan Dasar Hukum


1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995
tentang Pemasyarakatan;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Sampah;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan;
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2010
tentang Larangan Merokok;
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012
tentang Pangan;
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun
1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga
Binaan Pemasyarakatan;
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun
1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara;
9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun
1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan, Wewenang,
Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan;
10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 tahun
2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air;
11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 tahun
2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan;

3
12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun
2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan
Sumber Radioaktif;
13. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun
2009 tentang Perizinan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion
dan Bahan Nuklir;
14. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 81 Tahun
2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah
Sejenis Rumah Tangga;
15. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 81 Tahun
2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah
Sejenis Sampah Rumah Tangga;
16. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun
2014 tentang Kesehatan Lingkungan;
17. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 50
Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan
Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan untuk Vektor dan
Binatang Pembawa Penyakit serta Pengendaliannya;
18. Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam
Negeri Nomor 188/MENKES/PB/I/2011 tentang Pedoman
Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok;
19. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
PER.13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor
Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja;
20. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor
03/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan
Sarana Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah
Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga;
21. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat;
22. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 24
Tahun 2016 tentang Persyaratan Teknis Bangunan dan
Prasarana Rumah Sakit;

4
23. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 70
Tahu 2016 tentang Standar dan Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Industri;
24. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Repunlik Indonesia Nomor 04/PRT/M/2017 tentang
Penyelenggaraan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik;
25. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32
Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan
Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air untuk Keperluan
Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solur Per Aqua dan Pemandian
Umum;
26. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 50
tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan
dan Persyaratan Kesehatan untuk Vektor dan Binatang
Pembawa Penyakit serta Pengendaliannya;
27. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
965/MENKES/SK/IX/1992 tentang Cara Produksi Kosmetika
yang Baik;
28. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1407/MENKES/SK/XI/2002 tentang Pedoman Pengendalian
Dampak Pencemaran Udara;
29. Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 6
Tahun 2010 tentang Pemantauan Kesehatan untuk Pekerja
Nuklir;
30. Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 4
Tahun 2013 tentang Proteksi dan Keselamatan Radiasi dalam
Pemanfaatan Nuklir;
31. Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 16
Tahun 2014 tentang Surat Izin Bekerja Petugas Tertentu yang
Bekerja Di Instalasi yang Memanfaatkan Sumber Radiasi
Pengion;
32. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Nomor 50 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan

5
Pembinaan, Pengawasan dan Penegakan Hukum Kawasan
Dilarang Merokok;
33. Surat Edaran Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
PM.01.11/MENKES/591/2016 tentang Pelaksanaan
Pemberantasan Nyamuk 3M Plus dengan Gerakan Satu Rumah
Satu Jumantik;

1.3 Definisi Global dan Detail Standar


1 Standar adalah ketentuan atau karakteristik teknis tentang
suatu kegiatan atau hasil kegiatan yang dirumuskan dan
disepakati bersama oleh pihak – pihak yang berkepentingan
sebagai acuan baku bagi kegiatan dan transaksi yang mereka
lakukan (Badan Standarisasi Nasional, 2000);
2 Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) adalah tempat untuk
melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik
pemasyarakatan;
3 Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) adalah lembaga atau
tempat anak menjalani masa pidananya;
4 Rumah Tahanan Negara (Rutan) adalah Unit Pelaksana Teknis
Pemasyarakatan di bidang penahanan untuk kepentingan
penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan
yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia;
5 Rumah Sakit Pengayoman (RS Pengayoman) adalah Unit
Pelaksana Teknis di Lingkungan Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia yang secara teknis administratif dan teknis
operasional berada dibawah dan bertanggung jawab kepada
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan melalui Kepala Kantor
Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia DKI
Jakarta dan secar teknis fungsional berada dibawah pembinaan
Direktur Jenderal Bina Upaya Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia;

6
6 Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua
benda, daya, keadaan dan mahluk hidup termasuk manusia
dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri,
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta
mahluk hidup lain;
7 Sanitasi adalah semua upaya yang dilakukan dalam rangka
meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan dan
keamanan melalui kegiatan kebersihan dan faktor – faktor
lingkungan yang bisa menimbulkan penyakit;
8 Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan lingkungan yang
mencakup peumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air
bersih dan sebagainya (Notoadmojo,2003);
9 Kesehatan lingkungan adalah upaya pencegahan penyakit dan
atau gangguan kesehatan dari faktor resiko lingkungan untuk
mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik dari aspek
fisik, kimia, biologi maupun sosial;
10 Derajat kesehatan merupakan gambaran tingkat kesehatan,
yang terdiri dari beberapa indikator, yaitu lamanya hidup,
kematian, cacat, kesakitan, status gizi, pendidikan kesehatan,
kuantitas dan kualitas air serta sanitasi lingkungan;
11 Kesakitan (morbiditas) adalah keadaan sakit, terjadinya
penyakit atau kondisi yang mengubah kesehatan dan kualitas
hidup (www.kamuskesehatan.com, 2014);
12 Kualitas hidup adalah persepsi individual tentang posisi di
masyarakat dalam konteks nilai dan budaya terkait adat
setempat dan berhubungan dengan keinginan dan harapan
yang merupakan pandangan multidimensi, yang tidak terbatas
hanya dari fisik melainkan juga dari aspek psikologis (WHO,
1996);
13 Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan
sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah
dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan

7
perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat
(DepKes RI, 2009);
14 Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat,
energi dan atau komponen lain ke dalam udara oleh kegiatan
manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat
tertentu yang menyebabkan atau mempengaruhi kesehatan
manusia;
15 Merokok adalah kegiatan membakar dan/atau menghisap
rokok;
16 Kawasan dilarang merokok adalah ruangan atau area yang
dinyatakan sebagai tempat atau area dilarangnya kegiatan
merokok, yaitu tempat umum, tempat kerja, tempat belajar
mengajar, tempat pelayanan kesehatan, angkutan umum, arena
kegiatan anak-anak dan tempat ibadah;
17 Radiasi pengion selanjutnya disebut radiasi adalah gelombang
elektromagnetik dan partikel bermuatan yang karena energi
yang dimilikinya mampu mengionisasi media yang dilaluinya;
18 Petugas proteksi radiasi adalah petugas yang ditunjuk oleh
pemegang izin dan oleh BAPETEN dinyatakan mampu
melaksanakan pekerjaan yang berhubungan dengan proteksi
radiasi;
19 Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau
proses alam yang berbentuk padat;
20 Sampah sejenis sampah rumah tangga adalah sampah rumah
tangga yang berasal dari kawasan komersial, kawasan industri,
kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum dan/atau
fasilitas lainnya;
21 Sumber sampah adalah asal timbunan sampah;
22 Tempat penampungan sementara (TPS) adalah tempat sebelum
sampah diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan
dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu;
23 Pengamanan sampah rumah tangga adalah melakukan
kegiatan pengolahan sampah rumah tangga dan

8
mengedepankan prinsip mengurangi, memakai ulang dan
mendaur ulang;
24 Pemilahan sampah adalah kegiatan mengelompokkan dan
memisahkan sampah sesuai dengan jenis;
25 Serasah adalah kotoran (buangan, sampah dan sebagainya)
atau bahan organik mati berupa ranting dan daun bekas
pangkasan yang dapat dijadikan pupuk (Kamus Besar Bahasa
Indonesia);
26 Residu adalah sampah yang tidak dapat diolah dengan
pemadatan, pengomposan, daur ulang materi dan/atau daur
ulang energi;
27 Pewadahan sampah adalah kegiatan kegiatan menampung
sampah sebelum sampah dikumpulkan, dipindahkan, diangkut,
diolah dan dilakukan pemrosesan akhir sampah di tempat
pembuangan akhir;
28 Vektor adalah artropoda yang dapat menularkan,
memindahkan dan/atau menjadi sumber penular penyakit;
29 Binatang pembawa penyakit adalah binatang selain artropoda
yang dapat menularkan, memindahkan dan/atau menjadi
sumber penular penyakit;
30 Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha
dan/atau kegiatan pemukiman, rumah makan, perkantoran,
perniagaan, apartemen dan asrama;
31 Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga adalah melakukan
kegiatan pengolahan limbah cair di rumah tangga yang berasal
dari sisa kegiatan mencuci, kamar mandi dan dapur yang
memenuhi standar baku mutu kesehatan lingkungan dan
persyaratan kesehatan yang mampu memutus mata rantai
penularan penyakit;
32 Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau
kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan
lingkungan;

9
33 Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan
untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis,
kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan
membahayakan kesehatan manusia;
34 Higiene sanitasi pangan adalah upaya untuk mengendalikan
faktor risiko terjadinya kontaminasi terhadap makanan, baik
yang berasal dari bahan makanan, orang, tempat dan peralatan
agar aman dikonsumsi;
35 Sertifikat Laik Higiene Sanitasi Jasaboga adalah bukti tertulis
yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang terhadap
jasaboga yang telah memenuhi persyaratan sesuai ketentuan
peraturan perundangundangan;
36 Penjamah Makanan adalah orang yang secara langsung
mengelola makanan;

1.4 Maksud dan Tujuan


1. Maksud dari penyusunan regulasi ini adalah untuk
meningkatkan derajat kesehatan Tahanan, Anak dan
Narapidana dengan meminimalisir angka kesakitan dan
kematian di Lapas, LPKA dan Rutan;
2. Tujuannya adalah untuk dijadikan sebagai pedoman bagi
Petugas Lapas, LPKA dan Rutan dalam melakukan pengelolaan
lingkungan hidup Tahanan, Anak dan Narapidana guna
mewujudkan sanitasi dan kesehatan lingkungan yang baik di
Lapas, LPKA dan Rutan.

10
1.5 Sumber Daya Manusia

No. Kegiatan Standar Kompetensi Syarat-Syarat


1 Penyelenggaraan Berpedoman pada Standar Penyelenggaraan Air (Air Minum dan Air Bersih) di
Air Minum dan Air Lapas/Rutan/LPKA
Untuk Keperluan
Higiene Sanitasi

2 Penanganan Udara  Mengikuti pelatihan kompetensi  D3 Kesehatan Lingkungan


pengendalian pencemaran udara di
Lembaga Pelatihan Kompetensi;

 Memiliki sertifikat kompetensi


pengendalian pencemaran udara yang
disahkan oleh Lembaga Sertifikasi
Kompetensi
3 Penanganan  Mengikuti pelatihan dan lulus sebagai a. D3 Kesehatan Lingkungan
Radiasi Pengion petugas proteksi radiasi; b. Syarat umum :
dan Non Pengion  Bukti identitas diri;
 Memiliki surat izin bekerja sebagai  Surat hasil pemeriksaan
petugas proteksi radiasi. kesehatan umum;
 Bukti pembayaran b
 iaya permohonan surat izin
bekerja.

c. Syarat khusus :
 Berijazah min D-III jurusan
eksata atau teknik;
 Memiliki sertifikat telah
mengikuti dan lulus pelatihan
petugas proteksi radiasi dari

11
lembaga pelatihan yang
terakreditasi;
 Mengikuti dan lulus ujian yang
diselenggarakan oleh BAPETEN
4 Penanganan D3 Kesehatan Lingkungan
Limbah Padat
(sampah)
5 Penanganan D3 Kesehatan Lingkungan
Limbah Medis
6 Penanganan Vektor Untuk tenaga ahli :  D3 Kesehatan Lingkungan
dan Binatang  Mengikuti pelatihan pengendalian vektor  Untuk tenaga ahli merupakan
Pembawa Penyakit dan binatang pembawa penyakit; tenaga kesehatan lainnya
 memiliki sertifikat keahlian pengendalian (D3/S1/S2) yang terlatih
vektor dan binatang pembawa penyakit. dibidang entomologi.

Untuk kader kesehatan terlatih/petugas  Anggota masyarakat/petugas


pemasyarakatan : pemasyarakatan/narapidana/ta
 Mengikuti pelatihan pengendalian vektor hanan/anak
dan binatang pembawa penyakit oleh
dinas kesehatan daerah/kabupaten/kota.

7 Penanganan IPAL Komunal :  Petugas pemasyarakatan bagian


Limbah Cair Mengikuti pelatihan pengoperasionalan dan perawatan di Lapas/Rutan yang
perawatan IPAL Komunal aerob anaerob terlatih
 D3 Kesehatan Lingkungan
8 Penanganan  Petugas pemasyarakatan bagian perawatan di Lapas/Rutan yang terlatih
Kebisingan yang  D3 Kesehatan Lingkungan
Melebihi Ambang
Batas
9 Penanganan  D3 Kesehatan Lingkungan

12
Makanan yang  Berpedoman pada Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor
Terkontaminasi 40 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyelenggaraan Makanan Bagi Tahanan,
Anak dan Narapidana.

1.6 Kebutuhan Sarana dan Prasarana

No. Kegiatan Sarana dan Prasarana

1 Penyelenggaraan Air Minum Berpedoman pada Standar Penyelenggaraan Air (Air Minum dan Air
dan Air Untuk Keperluan Bersih) di Lapas/Rutan/LPKA/LPAS/RS Pengayoman.
Higiene Sanitasi
2 Penanganan Udara a. Pengendalian Partikel Debu :
 Kain lap/pel basah (menyerap air dengan baik);
 Alat penyedot debu (Standar Nasional Indonesia);
 Menanam Tanaman di area Lapas/Rutan.
b. Pengendalian Asap Rokok, Asap Dapur dan Asap Generator
Set/Genset:
 Sarana edukasi bahaya asap rokok;
 Simbol larangan merokok;
 Exhaust fan (Standar Nasional Indonesia);

13
 Alat Pemadam Kebakaran/APAR (Standar Nasional Indonesia).
3 Penanganan Radiasi Pengion a. Pakaian proteksi radiasi (apron, jas laboratorium);
dan Non Pengion b. Peralatan protektif perlindungan pernafasan;
c. Sarung tangan;
d. Pelindung organ;
e. Glove box.
4 Penanganan Limbah Padat a. Pengolahan sampah menjadi kompos
(sampah)  Metode takakura

14
 Membuat kompos dengan wadah drum/ember
plastik/gentong

 Warna Tempat sampah menurut jenis sampah

15
5 Penanganan Limbah Medis

16
17
6 Penanganan Vektor dan a. Penanganan Nyamuk :
Binatang Pembawa Penyakit  Biologi (menanam tanaman yang dapat mengusir nyamuk
seperti tanaman lavender, sereh, dan sebagainya)
 Kimia (fogging dilakukan apabila dalam satu wilayah
terdapat penderita demam berdarah, obat anti nyamuk yang
dijual bebas dan mengikuti petunjuk penggunaan)
b. Penanganan Lalat
 Penghalang fisik (pemasangan kawat kassa, perangkap lem,
perangkap umpan, perangkap cahaya);

18
 Kimiawi (umpan beracun, alat semprot residu, alat semprot
ULV elektrik, fogging)
c. Penanganan Kecoa
 Fisik (alat pemukul, air panas)
 Kimia (insektisida/fogging)
d. Penanganan Tikus dan Mencit
 Non kimia (perangkap tikus dan umpan berupa selai kacang,
keju, umbi-umbian dan lain-lain)
 Kimiawi (racun tikus)
e. Penanganan Tungau Scabies
 Media penyuluhan pencegahan penyakit scabies bagi
penghuni di Lapas/Rutan
 Membuat program kebersihan ruangan hunian di
Lapas/Rutan.

19
7 Penanganan Limbah Cair a. Penanganan Tinja dan Urine:
 Sarana toilet/WC/Jamban

 Pembangunan sarana septic tank yang memiliki sumur


resapan

20
b. Penanganan Air Bekas yang berasal dari buangan dapur, kamar
mandi dan sarana cucian :
 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal aerob dan
anaerob

21
8 Penanganan Kebisingan yang Alat pengukur kebisingan
Melebihi Ambang Batas

9 Penyelenggaraan makanan Berpedoman pada Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
dan penanganan makanan Manusia Nomor 40 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyelenggaraan
yang terkontaminasi Makanan Bagi Tahanan, Anak dan Narapidana.

22
1.7 Sistem, Mekanisme dan Prosedur
1.7.1 Penyelenggaraan Air Minum
Syarat kesehatan untuk penyelenggaraan air minum
adalah sebagai berikut :
a. Air dalam keadaan terlindungi, yaitu memenuhi standar
baku mutu yang terdiri dari unsur :
1) Fisik (bau, warna, total zat padat terlarut,
kekeruhan, rasa dan suhu);
2) Biologi (kadar maksimum mikrobiologi yang
diperbolehkan bagi bakteri koliform dan eschericia
coli);
3) Kimia (kadar maksimum mikrobiologi yang
diperbolehkan bagi bahan anorganik, bahan
organik, pestisida, disinfektan dan hasil
sampingnya);
4) Radioaktif (nilai lepasan radioaktifitas yang
diperbolehkan).
b. Pengolahan, pewadahan, dan penyajian harus
memenuhi prinsip higiene dan sanitasi.
Persyaratan higiene sanitasi dalam pengelolaan air
minum meliputi 3 (tiga) aspek :
1) Tempat
 Lokasi berada di daerah yang bebas dari
pencemaran lingkungan dan penularan
penyakit;
 Bangunan kuat, aman, mudah dibersihkan
dan mudah pemeliharaannya;
 lantai kedap air, permukaan rata, halus, tidak
licin, tidak retak, tidak menyerap debu, dan
mudah dibersihkan, serta kemiringan cukup
landai untuk memudahkan pembersihan dan
tidak terjadi genangan air;

23
 dinding kedap air, permukaan rata, halus,
tidak licin, tidak retak, tidak menyerap debu,
dan mudah dibersihkan, serta warna yang
terang dan cerah;
 atap dan langit-langit harus kuat, anti tikus,
mudah dibersihkan, tidak menyerap debu,
permukaan rata, dan berwarna terang, serta
mempunyai ketinggian yang memungkinkan
adanya pertukaran udara yang cukup atau
lebih tinggi dari ukuran tandon air;
 memiliki pintu dari bahan yang kuat dan
tahan lama, berwarna terang, mudah
dibersihkan, dan berfungsi dengan baik;
 pencahayaan cukup terang untuk bekerja,
tidak menyilaukan dan tersebar secara merata;
 ventilasi harus dapat memberikan ruang
pertukaran/peredaran udara dengan baik;
 kelembaban udara dapat mendukung
kenyamanan dalam melakukan
pekerjaan/aktivitas;
 memiliki akses fasilitas sanitasi dasar, seperti
jamban, saluran pembuangan air limbah yang
alirannya lancar dan tertutup, tempat sampah
yang tertutup serta tempat cuci tangan yang
dilengkapi air mengalir dan sabun; dan
 bebas dari vektor dan binatang pembawa
penyakit seperti lalat, tikus dan kecoa.
2) Peralatan
 peralatan dan perlengkapan yang digunakan
antara lain pipa pengisian air baku, tandon air
baku, pompa penghisap dan penyedot, filter,
mikrofilter, wadah/galon air baku atau Air
Minum, kran pengisian Air Minum, kran

24
pencucian/pembilasan wadah/galon, kran
penghubung, dan peralatan desinfeksi harus
terbuat dari bahan tara pangan (food grade)
atau tidak menimbulkan racun, tidak
menyerap bau dan rasa, tahan karat, tahan
pencucian dan tahan disinfeksi ulang.
 mikrofilter dan desinfektor tidak kadaluarsa;
 tandon air baku harus tertutup dan
terlindung;
 wadah/galon untuk air baku atau Air Minum
sebelum dilakukan pengisian harus
dibersihkan dengan cara dibilas terlebih
dahulu dengan air produksi paling sedikit
selama 10 (sepuluh) detik dan setelah
pengisian diberi tutup yang bersih;
 wadah/galon yang telah diisi air minum harus
langsung diberikan kepada konsumen dan
tidak boleh disimpan pada DAM lebih dari 1x24
jam.
3) Penjamah
 Sehat dan bebas dari penyakit menular serta
tidak menjadi pembawa kuman patogen
(carrier);
 Berperilaku higienis dan saniter setiap
melayani konsumen, antara lain selalu
mencuci tangan dengan sabun dan air yang
mengalir setiap melayani konsumen,
menggunakan pakaian kerja yang bersih dan
rapi, dan tidak merokok setiap melayani
konsumen.

25
1.7.2 Penyelenggaraan Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi
Air yang digunakan oleh Tahanan, Anak dan Narapidana
di Lapas, LPKA dan Rutan adalah air yang digunakan untuk
keperluan higiene sanitasi seperti mandi dan sikat gigi, serta
untuk keperluan cuci bahan pangan, peralatan makanan dan
pakaian, selain itu dapat digunakan sebagai air baku air
minum yang memenuhi standar mutu baku kesehatan
lingkungan, yaitu :
a. Syarat Fisik
Persyaratan fisik air adalah bening (tidak
berwarna), tidak berasa, tidak berbau dan suhu dibawah
suhu udara diluarnya;
b. Syarat Biologi
Secara biologi air yang memenuhi syarat adalah
bebas dari segala bakteri terutama bakteri patogen. Cara
untuk mengetahui apakah terkontaminasi bakteri
patogen adalah dengan memeriksa sampel air tersebut
Dinas Kesehatan Setempat secara berkala.
c. Syarat Kimia
Air yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu
di dalam jumlah tertentu pula. Kekurangan atau
kelebihan salah satu zat kimia di dalam air akan
menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia.
Sedangkan menurut persyaratan kesehatan air
yang digunakan untuk keperluan higiene sanitasi adalah
sebagai berikut :
1. Air dalam keadaan terlindung dari sumber
pencemaran, binatang pembawa penyakit, dan
tempat perkembangbiakan vektor, yaitu :
 Tidak menjadi tempat perkembangbiakan
vektor dan binatang pembawa penyakit;
 Jika menggunakan kontainer sebagai
penampung air harus dibersihkan secara

26
berkala minimum 1 (satu) kali dalam
seminggu.
2. Aman dari kemungkinan kontaminasi
 Jika air bersumber dari sarana air perpipaan,
tidak boleh ada koneksi silang dengan pipa air
limbah di bawah permukaan tanah;
 Jika sumber air tanah non perpipaan,
sarananya terlindung dari sumber kontaminasi
baik limbah domestik maupun industri;
Jika melakukan pengolahan air secara kimia,
maka jenis dan dosis bahan kimia harus tepat.

1.7.3 Pengendalian Udara yang Tercemar


1. Persyaratan kualitas udara dalam ruangan meliputi:
a. Kualitas fisik, terdiri dari parameter: partikulat
(Particulate Matter PM2,5 dan PM10),suhu udara,
pencahayaan, kelembaban, serta pengaturan dan
pertukaran udara (laju ventilasi);
b. Kualitas kimia, terdiri dari parameter:Sulfur
dioksida (SO2), Nitrogen dioksida (NO2), Karbon
monoksida (CO), Karbondioksida (CO2), Timbal
(Plumbum=Pb), asap rokok (Environmental Tobacco
Smoke/ETS), Asbes, Formaldehid (HCHO), Volatile
Organic Compound (VOC); dan
c. Kualitas biologi terdiri dari parameter:bakteri
danjamur.
2. Pengendalian sumber pencemaran udara
a. Partikel Debu Diameter 2,5µ (PM2,5) dan Partikel
Debu Diameter 10µ (PM10).
1) Dampak bagi kesehatan
 Pneumonia (penyakit infeksi pada paru-
paru)
 Gangguan sistem pernapasan

27
 Iritasi mata
 Alergi
 Bronchitis khronis
 Emfisema paru
 Asma bronchial
 Kanker paru-paru
2) Upaya penyehatan yang dapat dilakukan
untuk mengendalikan partikel debu, antara
lain :
 Ruangan di area Lapas, LPKA danRutan
dibersihkan dari debu setiap hari dengan
kain pel basah atau alat penyedot debu;
 Memasang perangkap debu pada ventilasi
ruangan dan dibersihkan secara berkala;
 Menanam tanaman di sekeliling area
Lapas, LPKA dan Rutan untuk
mengurangi masuknya debu kedalam
ruangan.
b. Pengendalian Asap Rokok
1) Dampak bagi kesehatan
 Dapat memperparah gejala
Narapidana/Tahanan dan Anak penderita
asma;
 Dapat menyebabkan kanker paru pada
manusia, impotensi, serangan jantung,
gangguan kehamilan dan janin.
2) Upaya penyehatan
 Melakukan aktifitas merokok diluar
ruangan yang memenuhi syarat sebagai
berikut :
a. Merupakan ruang terbuka atau
ruang yang berhubungan langsung

28
dengan udara luar sehingga udara
dapat bersirkulasi dengan baik;
b. Terpisah dari gedung/tempat/ruang
utama dan ruang lain yang
digunakan untuk beraktifitas;
c. Jauh dari pintu masuk dan keluar;
d. Jauh dari tempat orang berlalu-
lalang.
 Menetapkan kawasan bebas asap rokok di
area Lapas, Rutan yaitu diarea
perkantoran, kamar hunian, poliklinik,
dapur, tempat ibadah, area layanan
kunjungan, area bimbingan kerja, ruang
fasilitas umum lainnya yang ada di dalam
Lapas/Rutan dan blok hunian (disediakan
area merokok dengan sirkulasi udara yang
memenuhi standar). Kecuali untuk LPKA
seluruh kawasan dinyatakan bebas asap
rokok.
 Melakukan penyuluhan kesehatan
tentang bahaya menghirup asap rokok
kepada Petugas Pemasyarakatan dan
penghuni di Lapas, LPKA, Rutan dan RS
Pengayoman.
c. Pengendalian Asap Dapur
Asap dapur merupakan polutan dalam
konsentrasi tinggi yang dihasilkan dari penggunaan
bahan bakar padat sebagai energi untuk memasak
dengan tungku sederhana/kompor tradisional.
Keadaan dapur dengan polutan tersebut akan
memperburuk kualitas udara di dalamnya apabila
tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan.
1) Dampak bagi kesehatan

29
 Sulfur dioksida (SO2) dapat
mempengaruhi sitem pernafasan
dangguan fungsi paru, menyebabkan
iritasi pada mata, inflamasi pada saluran
pernapasan menyebabkan batuk, sekresi
lendir,memicu asma dan bronkhitis kronis
serta tekanan darah rendah, nadi cepat,
dan sakit kepala;
 Nitrogen dioksida (NO2) dapat
menimbulkan gangguan
sistempernapasan seperti lemas, batuk,
sesak napas, bronchopneumonia, edema
paru, dan cyanosis serta
methemoglobinemia;
 Karbon monoksida (CO)
dapatmenyebabkan pusing,mual, gelisah,
sesak napas, sakit dada, bingung, pucat,
tidaksadar, kegagalan pernapasan dan
kematian;
 Karbon dioksida (CO2) dapat
menyebabkan mengantuk, sakit kepala,
dan menurunkanaktivitas fisik bila
konsentrasi diatas nilai ambang batas
yang dipersyaratkan.
2) Upaya penyehatan
 Membangun dapur Lapas/Rutan dengan
memenuhi persyaratan kesehatan yang
telah ditentukan di dalam peraturan yang
berlaku;
 Menggunakan ventilasi alami atau
mekanik dalam ruangan agar terjadi
pertukaran udara;

30
 Menggunakan bahan bakar rumah tangga
yang ramah lingkungan, seperti LPG dan
listrik;
 Tersedianya Alat Pemadam Kebakaran
(APAR) yang terstandar.
d. Pengendalian Asap dari Sumber Tidak Bergerak
Lainnya (Generator Set/Genset).
1) Genset adalah pembangkit daya listrik yang
biasa digunakan Rumah Sakit, perkantoran,
Puskesmas bahkan rumah tangga untuk
memenuhi kebutuhan listrik saat terhentinya
suplai listrik dari PLN. Biasanya genset
berbahan bakar minyak seperti premium atau
bensin, solar, bensin campuran, bahkan ada
juga yang berbahan bakar gas.
2) Fungsi genset adalah untuk memberikan
suplai daya listrik pengganti/alternatif untuk
alat-alat yang membutuhkan listrik sebagai
sumber powernya, saat listrik PLN padam.
3) Dampak bagi kesehatan
Kandungan asap yang dihasilkan dari genset
adalah gas karbon monoksida (CO) yang
memiliki dampak kesehatan dapat
menyebabkan pusing, mual, gelisah, sesak
napas, sakit dada, bingung, pucat, tidaksadar,
kegagalan pernapasan dan kematian.
4) Upaya penyehatan
 Menyediakan ruangan/tempat luas
menyesuaikan kebutuhan genset dan
jenis genset;
 Ruangan harus terhindar dari banjir dan
lantai dibuat lebih tinggi dari lantai
sekitar;

31
 Ruangan harus mempunyai proteksi
kebisingan dan getaran;
 Ruangan disediakan minimal 2 (dua)
kotak kontak dan belum termasuk kotak
kontak untuk peralatan yang memerlukan
daya listrik besar, serta tidak boleh
menggunakan percabangan/sambungan
tanpa pengamanan arus;
 Ruangan harus dijamin terjadinya
pertukaran udara baik alami maupun
mekanik dengan total pertukaran udara
minimal 10 kali per jam dan langsung
dibuang keluar gedung;
 Tersedia alat pemadam kebakaran (APAR)
yang terstandar.

1.7.4 Penanganan Radiasi Pengion dan Non Pengion


1. Sumber radiasi dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :
a. Radiasi alam (sinar kosmik, gas radon, batuan
alam, radiasi ekternal dan internal bumi);
b. Radiasi buatan (zat radioaktif, pembangkit radiasi
pengion).
2. Manfaat dan resiko radiasi bagi manusia adalah :
a. Pemanfaatan radiasi buatan di Lapas/Rutan adalah
penggunaan Body Scanner Security, X-ray Security
Scanner dan Alat Pemindai Ukuran Besar untuk
alat keamanan tingkat tinggi.
b. Resiko yang ditimbulkan adalah adanya bahaya
paparan radiasi yang dapat mengganggu kesehatan
manusia, yaitu dapat menimbulkan penyakit
kanker, cacat turunan, luka radiasi, rambut rontok,
kerusakan pencernaan, kerusakan sistem darah
dan kematian.

32
c. Lapas/Rutan yang akan memanfaatkan sumber
radiasi pengion dan bahan nuklir wajib memenuhi
persyaratan penanggung jawab keselamatan
radiasi, yaitu pemegang izin pemanfaatan sumber
radiasi sebagaimana yang diatur pada Peraturan
Kepala BAPETEN Nomor 4 Tahun 2013 tentang
Proteksi dan Keselamatan Radiasi dalam
Pemanfaatan Tenaga Nuklir.
d. Pemegang izin bertanggung jawab untuk :
1) Mewujudkan tujuan keselamatan radiasi;
2) Menyusun, mengembangkan, melaksanakan
dan mendokumentasikan program proteksi
dan keselamatan radiasi;
3) Membentuk dan menetapkan penyelenggaraan
proteksi dan keselamatan radiasi;
4) Menentukan tindakan dan sumber daya yang
diperlukan;
5) Membuat dan memelihara rekaman.
e. Kewajiban pemegang izin :
1) Melakukan pemeriksaan kesehatan (pekerja)
petugas pemasyarakatan baik pemeriksaan
kesehatan umum dan khusus secara berkala;
2) Pemeriksaan kesehatan umum :
 Pemeriksaan kesehatan umum meliputi
anamnesis, riwayat penyakit dan
keluarga, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan laboratorium;
 Hasil pemeriksaan berlaku paling lama 1
(satu) tahun sejak tanggal pemeriksaan
kesehatan dilakukan;
3) Pemeriksaan kesehatan khusus dilaksanakan
pada saat :

33
 Pekerja radiasi mengalami/diduga
mengalami gejala sakit akibat radiasi;
 Penatalaksanaan kesehatan pekerja yang
mendapatkan paparan radiasi berlebih.
 Pemeriksaan kesehatan khusus meliputi
pemeriksaan darah lengkap, sperma dan
aberasi kromosom.
4) Menyediakan personil yang memiliki kualifikasi
dan kompetensi sesuai dengan jenis
pemanfaatan melalui pendidikan dan pelatihan
mengenai proteksi dan keselamatan radiasi
meliputi :
 Peraturan perundang-undangan di bidang
ketenaganukliran;
 Sumber yang digunakan dalam
pemanfaatan tenaga nuklir;
 Efek biologi radiasi;
 Besaran dan satuan dosis radiasi;
 Prinsip proteksi dan keselamatan radiasi;
 Pemantauan paparan radiasi;
 Tindakan dalam keadaan darurat.
5) Memenuhi persyaratan proteksi radiasi
(justifikasi, limitasi dosis, optimisasi proteksi
dan keselamatan radiasi);
6) Menyediakan perlengkapan proteksi radiasi;
7) Menjaga agar dosis radiasi yang diterima oleh
pekerja, pengguna, masyarakat selalu dibawah
nilai batas dosis;
8) Melakukan uji kesesuaian terhadap pesawat
sinar-X (body scanner security, X-Ray bagasi)
untuk radiologi diagnostik dan intervensional;
9) Pemberian makanan tambahan/extrapuding
dan tunjangan proteksi radiasi bagi Petugas
34
Pemasyarakatan yang berhubungan langsung
dengan alat-alat mengandung radiasi pengion.

1.7.5 Penyelenggaraan Pengelolaan Limbah Padat


1. Sampah
a. Pengurangan sampah
 Reduce adalah segala aktifitas yang mampu
mengurangi segala sesuatu yang dapat
menimbulkan sampah.
 Reuse adalah Kegiatan penggunaan kembali
sampah yang layak pakai untuk fungsi yang
sama atau fungsi yang lain.
 Recycle adalah kegiatan mengolah sampah
untuk dijadikan produk baru.
b. Penanganan sampah
 Pemilahan
Pemilahan sampah dilakukan melalui
kegiatan pengelompokkan sampah yang terdiri
dari 5 (lima) jenis sampah, yaitu :
1) Sampah yang mengandung bahan
berbahaya dan beracun serta limbah
bahan berbahaya dan beracun, misalnya
kemasan obat serangga, kemasan obat-
obatan, obat-obatan kadaluarsa, kemasan
oli, peralatan listrik, dan peralatan
elektronik rumah tangga;
2) Sampah yang mudah terurai, yaitu
sampah yang berasal dari tumbuhan,
hewan dan atau bagian-bagiannya yang
dapat terurai oleh mahluk hidup lainnya
(mikroorganisme), misalnya sampah
makanan dan serasah;

35
3) Sampah yang dapat digunakan kembali
merupakan sampah yang dapat
dimanfaatkan kembali tanpa melalui
proses pengolahan, misalnya kertas
kardus, botol minuman dan kaleng;
4) Sampah yang dapat didaur ulang
merupakan sampah yang dapat
dimanfaatkan kembali setelah melalui
proses pengolahan, misalnya sisa kain,
plastik, kertas dan kaca;
5) Sampah lainnya merupakan residu antara
lain pembalut wanita, diapers.
c. Pewadahan;
Pewadahan sampah mempunyai tujuan :
1) Untuk menghindari terjadinya sampah
yang berserakan sehingga tidak
berdampak buruk bagi kesehatan
Tahanan, Anak dan Narapidana,
kebersihan lingkungan dan estetika;
2) Memudahkan proses pengumpulan
sampah dan tidak membahayakan
petugas pengumpul sampah.
d. Pengumpulan;
Kegiatan pengumpulan sampah tidak
boleh dicampur kembali setelah dilakukan
pemilahan dan pewadahan.
Pengumpulan atas jenis sampah yang dipilah
dilakukan dengan melalui :
1) Pengaturan jadwal pengumpulan sesuai
dengan jenis sampah terpilah dan sumber
sampah;

36
2) Penyediaan sarana pengumpul sampah
terpilah, seperti motor sampah/gerobak
sampah/sepeda sampah.
e. Pengangkutan;
Kegiatan pengangkutan sampah di Lapas,
LPKA dan Rutan dilakukan dengan 2 (dua)
tahap, yaitu :
1) Tahap Pertama
Pengangkutan sampah yang sudah
terpilah dan diwadahi dari wadah sampah
yang tersedia di blok hunian, dapur,
poliklinik, perkantoran ke TPS di
lingkungan Lapas, LPKA dan Rutan;
2) Tahap Kedua
Berkoordinasi dengan Dinas terkait untuk
pengangkutan sampah dari TPS di
lingkungan Lapas, LPKA dan Rutan
menuju TPS wilayah.
f. Pengolahan sampah menjadi kompos
Berikut adalah beberapa metode pengomposan
sampah, yaitu :
1) Metode takakura;

37
 Alat dan Bahan
Sampah organik yang berasal dari
sampah dapur, kompos,
sekop/pengaduk, parang/pisau,
bantal sekam, EM4/biomol, kardus
bekas, kain penutup berwarna gelap,
keranjang berongga dan tutup
keranjang;
 Cara pembuatan kompos takakura
a. Lapisi keranjang dengan kardus;
b. Letakkan bantal sekam di dasar
keranjang, rapikan;
c. Masukkan kompos sebanyak

wadah dan ratakan;


d. Aduk sampah organik yang
sudah dipotong kecil-kecil dan
campurkan EM4/biomol untuk
mempercepat pengomposan;
e. Masukan sampah organik yang
sudah dicampur EM4/biomol ke
dalam keranjang;
f. Semprotkan kembali EM4
secukupnya dipermukaan
sampah organik;
g. Tutup kembali dengan kompos
dan ratakan;
h. Tutup keranjang dengan batal
sekam, kain dan penutup
keranjang;
i. Letakkan keranjang pada tempat
yang teduh dan memiliki
sirkulasi udara yang baik.

38
2) Membuat kompos dengan wadah
drum/ember plastik/gentong

 Alat dan Bahan


Wadah drum/ember/gentong, wadah
diberi lubang didasarnya dan sampir
untuk air lindi dan pertukaran
udara.
Air lindi dapat digunakan sebagai
pupuk untuk tanaman.
 Cara membuat kompos
a. Bahan sampah yang sudah
dicacahdimasukkan kedalam
wadah, kemudian dicampur
kompos atau mikroorganisme
pengurai/stater/EM4;
b. Lakukan terus menerus selapis
demi selapis sampai wadah
penuh;
c. Disiram dengan air secara
merata;
d. Pada hari ke 5 s.d 7, media
dapat diaduk-aduk. Pengaduka
diulang atau dihentikan sampai
sampah menjadi hitam dan
hancur;

39
e. Sampah telah berubah menjadi
kompos.
2. Metode lainnya yang dapat dilakukan
sesuai kondisi di Lapas/Rutan.
3. Pemanfaatan hasil penanganan sampah
adalah sebagai berikut :
 Pemilahan sampah :
Dapat mendirikan bank sampah,
yang memiliki tujuan menyadarkan
masyarakat khususnya petugas dan
penghuni di dalam Lapas/Rutan
akan lingkungan yang sehat, rapi dan
bersih.
Manfaatnya adalah lingkungan
menjadi bersih, masyarakat sadar
akan pentingnya kebersihan dan
membuat sampah menjadi barang
ekonomis.
 Pengomposan sampah:
a. Dapat dijadikan pupuk untuk
tanaman (penghijauan);
b. Pupuk mempunyai nilai
ekonomis dan sebagainya.

2. Limbah B3 Medis
Tahapan penanganan limbah B3 medis adalah
sebagai berikut :
a. Pemilahan
Pemilahan pada sumber (penghasil) limbah
merupakan tanggung jawab penghasil limbah.
Pemilahan harus dilakukan sedekat mungkin
dengan sumber limbah dan harus tetap dilakukan

40
selama penyimpanan, pengumpulan, dan
pengangkutan.
Untuk efisiensi pemilahan limbah dan
mengurangi penggunaan kemasan yang tidak
sesuai, penempatan dan pelabelan pada kemasan
harus dilakukan secara tepat. Penempatan
kemasan secara bersisian untuk limbah non-
infeksius dan limbah infeksius akan menghasilkan
pemilahan limbah yang lebih baik. Pemilahan
limbah medis wajib dilakukan sesuai dengan
kelompok Limbah pada tabel berikut :

b. Pewadahan
1) Limbah B3 medis harus diletakkan dalam
wadah atau kantong sesuai kategori limbah.
2) Volume paling tinggi limbah yang
dimasukkan ke dalam wadah atau kantong
limbah adalah 3/4 (tiga per empat) limbah
dari volume, sebelum ditutup secara aman
dan dilakukan pengelolaan selanjutnya.

41
3) Penanganan (handling) limbah harus
dilakukan dengan hati-hati untuk
menghindari tertusuk benda tajam, apabila
limbah benda tajam tidak dibuang dalam
wadah atau kantong limbah sesuai
kelompok limbah.
4) Pemadatan atau penekanan limbah dalam
wadah atau kantong limbah dengan tangan
atau kaki harus dihindari secara mutlak.
5) Penanganan limbah secara manual harus
dihindari. Apabila hal tersebut harus
dilakukan, bagian atas kantong Limbah
harus tertutup dan penangannya sejauh
mungkin dari tubuh.
6) Penggunaan wadah atau kantong Limbah
ganda harus dilakukan, apabila wadah atau
kantong limbah bocor, robek atau tidak
tertutup sempurna.
c. Pengumpulan
1) Tersedia disemua lokasi sumber penghasil
limbah;
2) Limbah harus tertutup dan dilapisi kantong
plastik warna sesuai dengan jenisnya
(keterkaitan pada proses pewadahan);
3) Limbah harus diangkat setiap hari atau setelah
¾ penuh;
4) Sebelum diangkut limbah harus dilakukan
pencatatan (tanggal, berat dan sumber limbah);
5) Cara berpakaian petugas pengelola limbah

42
d. Pengangkutan
1) Pengumpulan setempat (on site)
Limbah harus dihindari terakumulasi
pada tempat dihasilkannya. Kantong limbah
harus ditutup atau diikat secara kuat
apabila telah terisi 3/4 (tiga per empat) dari
volume maksimalnya.
Beberapa hal yang harus dilakukan oleh
personil yang secara langsung melakukan
penangan limbah antara lain:
 Limbah yang harus dikumpulkan
minimum setiap hari atau sesuai
kebutuhan dan diangkut ke lokasi
pengumpulan.
 setiap kantong Limbah harus
dilengkapi dengan simbol dan label
sesuai kategori Limbah, termasuk
informasi mengenaisumber Limbah.
 setiap pemindahan kantong atau wadah
Limbah harus segera diganti dengan

43
kantong atau wadah Limbah baru yang
samajenisnya.
 kantong atau wadah Limbah baru
harus selalu tersedia padasetiap lokasi
dihasilkannya Limbah.
 pengumpulan Limbah radioaktif harus
dilakukan sesuai peraturan perundang-
undangan di bidang ketenaganukliran.
2) Pengangkutan insitu
Pengangkutan Limbah pada lokasi
fasilitas pelayanan kesehatan dapat
menggunakan troli atau wadah beroda. Alat
pengangkutan Limbah harus memenuhi
spesifikasi:
 Mudah dilakukan bongkar-muat limbah.
 Troli atau wadah yang digunakan
tahap goresan limbah beda tajam.
 Mudah dibersihkan.
 Alat angkut harus dibersihkan dan
dilakukan desinfeksi setiap hari
menggunakan desinfektan yang tepat
seperti senyawa klorin, formaldehida,
fenolik, dan asam.
 Personil yang melakukan pengangkutan
Limbah harus dilengkapi dengan
pakaian yang memenuhi standar
keselamatan dan kesehatan kerja.
 Ketentuan pengangkutan limbah B3 yang
dilakukan secara mandiri atau pihak
ketiga/Dinas Kesehatan setempat diatur
sesuai dengan peraturan perundang-
undangan mengenai pengangkutan
limbah B3.

44
e. Penampungan/Penyimpanan Sementara
1) Persyaratan tempat penyimpanan sementara
limbah medis :
 Lantai kedap air;
 Saluran air yang baik;
 Permukaan mudah dibersihkan;
 Persediaan air yang cukup;
 Mudah diakses petugas;
 Aman dan dapat dikunci;
 Pencahayaan dan ventilasi yang baik;
 Anti hewan pengganggu dan serangga.
2) Lama penyimpanan limbah :
 Untuk limbah B3 dengan karakteristik
infeksius, benda tajam dan/atau patologi
lama penyimpanan adalah :
a. 2 (dua) hari, pada temperatur lebih
besar dari 0oC (nol derajat celsius)
sejak limbah dihasilkan;
b. 90 (sembilan puluh) hari, pada
temperatur sama dengan atau lebih
kecil dari 0oC (nol derajat celsius)
sejak limbah dihasilkan.
 Untuk limbah B3 berupa bahan kimia
kedaluwarsa, tumpahan atau sisa
kemasan, radioaktif, farmasi, sitotoksik,
peralatan medis yang memiliki kandungan
logam berat tinggi, tabung gas atau
kontainer bertekanan lama penyimpanan
adalah :
a. 90 (sembilan puluh) hari, untuk
limbah B3 yang dihasilkan sebesar
50 kg (lima puluh kilogram) per hari
atau lebih sejak limbah dihasilkan;
45
b. 180 (seratus delapan puluh) hari,
untuk limbah B3 yang dihasilkan
kurang dari 50 kg (lima puluh
kilogram) per hari untuk limbah B3
kategori 1 sejak limbah dihasilkan.
 Penghasil limbah B3 tidak melakukan
penyimpanan limbah B3, limbah B3 yang
dihasilkan wajib diserahkan paling lama 2
(dua) hari sejak limbah B3 dihasilkan
kepada pemegang Izin Pengelolaan Limbah
B3 untuk kegiatan penyimpanan limbah
B3 yang tempat penyimpanan limbah
B3nya digunakan sebagai depo
pemindahan yaitu berkoordinasi dengan
Dinas Kesehatan/pihak ketiga terkait.
3) Tata cara penyimpanan limbah B3
Prinsip dasar penanganan limbah medis
antara lain :
 Limbah harus diletakkan dalam wadah
atau kantong sesuai kategori limbah.
 Volume paling tinggi limbah yang
dimasukkan ke dalam wadah atau
kantong limbah adalah 3/4 (tiga per
empat) limbah dari volume, sebelum
ditutup secara aman dan dilakukan
pengelolaan selanjutnya.
 Penanganan (handling) limbah harus
dilakukan dengan hati-hati untuk
menghindari tertusuk benda tajam,
apabila limbah benda tajam tidak
dibuang dalam wadah atau kantong
limbah sesuai kelompok limbah.

46
 Pemadatan atau penekanan limbah
dalam wadah atau kantong limbah
dengan tangan atau kaki harus dihindari
secara mutlak.
 Penanganan limbah secara manual
harus dihindari. Apabila hal tersebut
harus dilakukan, bagian atas kantong
Limbah harus tertutup dan penangannya
sejauh mungkin dari tubuh.
 Penggunaan wadah atau kantong Limbah
ganda harus dilakukan, apabila wadah
atau kantong limbah bocor, robek atau
tidak tertutup sempurna.
f. Pengolahan Akhir
Pengolahan limbah B3 dilakukan secara termal
oleh :
1) Penghasil limbah B3 yang memiliki Izin
Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan
pengolahan limbah B3;
2) Pengolah Limbah B3 yang memiliki Izin
Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan
pengolahan limbah B3.
g. Penguburan limbah B3;
1) Penguburan Limbah B3 hanya dapat dilakukan
untuk:
 Limbah patologis;
 Limbah benda tajam.
2) Lokasi penguburan limbah medis wajib
memiliki persetujuan dari Badan Lingkungan
Hidup Kabupaten/Kota;
3) Fasilitas penguburan limbah medis wajib
mendapatkan persetujuan dari Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota;

47
4) Persyaratan teknis pengolahan limbah medis
dengan cara penguburan dilakukan sebagai
berikut :
 Lokasi kuburan harus bebas banjir, kedap
air dan berjarak sekurang-kurangnya 20
m (dua puluh meter) dari sumur,
perumahan, fasilitas umum dan kawasan
lindung;
 Kedalaman kuburan sekurang-kurangnya
2 m (dua) meter, diisi dengan limbah
medis sebanyak-banyaknya setengah dari
jumlah volume total, dan ditutup dengan
kapur dengan ketebalan sekurang-
kurangnya 50 cm (lima puluh) sentimeter
sebelum ditutup dengan tanah;
 Kuburan harus dilengkapi pagar
pengaman;
 Apabila dilakukan penambahan limbah
kedalam kuburan, tanah dengan
ketebalan sekurang-kuranya 10 cm
(sepuluh) sentimeter ditambahkan pada
setiap lapisan limbah;
 Penguburan harus dilakukan dalam
pengawasan yang ketat;
 Kuburan wajib dirawat dan dicatat oleh
usaha dan/atau kegiatan yang melakukan
penguburan.

1.7.6 Penanganan Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit


1. Nyamuk
a. Penyakit yang ditimbulkan oleh nyamuk adalah
sebagai berikut :

48
Nyamuk Penyakit
yang Ditimbulkan
Nyamuk Anopheles Demam malaria
spp
Nyamuk Aedes Demam berdarah
aegypti, Aedes dengue (DBD)
albopictus dan Aedes
scutellaris

b. Pencegahan dan pengendalian penyakit yang


disebabkan oleh nyamuk adalah sebagai berikut :
 Melakukan secara rutin seminggu sekali
melakukan pemantauan jentik nyamuk dan
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) 3M plus,
yaitu :
1) Menguras, yaitu membersihkan tempat
yang sering dijadikan tempat
penampungan air seperti bak mandi,
ember air, tempat penampungan air
minum, penampungan air di lemari es dan
dispenser;
2) Menutup, yaitu menutup rapat-rapat
tempat penampungan air seperti drum,
kendi, toren;
3) Memanfaatkan kembali atau mendaur
ulang barang bekas yang memiliki potensi
untuk menjadi tempat perkembangbiakan
nyamuk.
Adapun yang dimaksud dengan “plus” pada 3M
Plus adalah segala bentuk kegiatan
pencegahan dari gigitan nyamuk, seperti :

49
1) Menaburkan atau meneteskan larvasida
pada tempat penampungan yang sulit
dibersihkan;
2) Memelihara ikan pemangsa jentik
nyamuk;
3) Menanam tanaman pengusir nyamuk;
4) Mengatur cahaya dan ventilasi dalam
ruang;
5) Menghindari kebiasaan menggantung
pakaian di dalam ruangan yang dapat
menjadi tempat istirahat nyamuk;
6) Meniadakan bak penampungan air di
kamar mandi hunian.
 Mengaktifkan Gerakan 1 (satu) Rumah 1 (satu)
Jumantik di lingkungan Lapas/Rutan dengan
upaya :
1) Mengajak seluruh penghuni dan petugas
di Lapas/Rutan untuk menjadi Jumantik
Rumah dan melakukan pemantauan
jentik nyamuk serta PSN 3M Plus di
hunian masing-masing;
2) Berkoordinasi dengan Kepala
Lapas/Rutan untuk membentuk
Jumantik Lingkungan dan Koordinator
Jumantik di Lapas/Rutan;
3) Berkoordinasi dengan Kepala
Lapas/Rutan untuk membentuk
Supervisor Jumantik.
Hal-hal teknis terkait tata kerja dan koordinasi
serta Gerakan 1 (satu) Rumah 1 (satu)
Jumantik mengacu pada buku Petunjuk
Teknis Implementasi PSN 3M Plus dengan
Gerakan 1 (satu) Rumah 1 (satu) Jumantik.

50
2. Lalat
a. Gangguan dan penyakit yang disebabkan oleh lalat
adalah cholera, typhus, disentri dan sebagainya.
b. Pengendalian lalat
Pengendalian lalat dapat dilakukan dengan cara
non kimia dan kimiawi.
Non Kimia Kimiawi
a. Sanitasi : Perangkap umpan
 Menciptakan lingkungan  Meletakkan
dalam keadaan yang bahan-bahan
kering, sejuk dan bersih; yang dipakai
 Mencegah adanya bau sebagai umpan
dengan menutup tempat seperti tepung
sampah/bagian yang jagung, air
bau dengan plastik dan yang dicampur
langsung membuangnya dengan gula
agar lalat dewasa tidak selanjutnya
datang; umpan
 Segera mengangkut dicampur
sampah dari dengan
dapur/kamar insektisida
hunian/perkantoran/rua seperti
ng lainnya; Diazinon,
 Membersihkan Dichlorvos,
kakus/WC setiap hari. Malathion dan
lain-lain;
 Insektisida
yang dicampur
dengan umpan
kering
memiliki
komposisi 1 -2
% sedangkan

51
yang dicampur
dengan umpan
basah
memiliki
komposisi
sebanyak 0,1%
dan diletakkan
pada tempat
yang banyak
lalatnya.
b. Penghalang fisik Penyemprotan
 Pemasangan kawat residu (Residual
kassa pada pintu dan Spraying)
jendela serta lubang  Tujuan
angin pada ruang dapur; penyemprotan
 Mengalirkan angin yang adalah untuk
kencang pada dinding memberikan
atas sampai bawah pintu efek residu
sehingga lalat/serangga
terjatuh bila masuk ke
dalam ruangan.
c. Perangkap lem Space Spraying
 Pengendalian ini dengan  Metoda ini
menggunakan sticky sebaiknya
tapes, yaitu umpan dilakukan
kertas lengket berbentuk pada pagi hari
pita/lembaran. dan siang
d. Perangkap cahaya (Light hari, pada
Trap With Electructor) saat lalat
melakukan
aktifitasnya
(terbang).

52
c. Tujuan penyemprotan dengan insektisida adalah
untuk menurunkan populasi lalat yang membawa
bibit penyakit.

3. Kecoa
a. Jenis penyakit yang disebabkan oleh kecoa adalah
disentri, diare, cholera, virus hepatitis A dan lain-
lain.
b. Penanganan kecoa dapat dilakukan secara fisik dan
kimia.
Fisik Kimia
Membunuh langsung Menggunakan bahan
kecoa dengan alat kimia/insektisida dengan
pemukul formulasi spray
Menyiram tempat (pengasapan), dust
perindukan dengan air (bubuk), aerosol
panas (semprotan) atau umpan
Menutup celah-celah
dinding

4. Tikus dan Mencit


a. Jenis penyakit yang disebabkan oleh tikus dan
mencit;
PENYAKIT PENYEBAB VEKTOR CARA
PENYAKIT PENULARAN
Pes Bakteri Pinjal Melalui
Yersinia pestis gigitan
Murine typhus Rickettsia Tungau Melalui sisa
mooseri trombikulid hancuran
tubuh pinjal
terinfeksi
lewat luka
akibat
garukan
Scrub typhus Rickettsia Tungau Melalui

53
tsutsugamushi trombikulid gigitan
tungau
Spotted fever Rickettsia Caplak Melalui
group conorii gigitan
rickettsiae caplak
Leptospirosis Bakteri - Melalui
Leptospira spp selaput
lender atau
luka dikulit
bila terpapar
oleh air yang
tercemar
dengan urin
tikus
Salmonelosis Bakteri - Melalui
Salmonella spp gigitan tikus
atau
pencemaran
makanan
Demam gigitan Bakteri - Melalui luka
tikus Spirillum atau gigitan tikus
Streptobacillus
Trichinosis Cacing, - Tidak
Trichinella langsung
spiralis dengan cara
memakan
hewan
pemakan
tikus
Demam Virus, - Melalui
berdarah korea Hantavirus udara yang
spp tercemar
feses, urin
atau ludah
tikus yang
infektif
b. Penanganan/Pengendalian tikus dan Mencit
 Penangkapan tikus dengan perangkap
(trapping);

54
Tempat Perlakuan
Bangunan dan ruang Perangkap diletakkan
tertutup di lantai pada lokasi
dimana ditemukan
tanda-tanda
keberadaan tikus;
Bangunan dan ruang Perangkap diletakkan
terbuka di pinggir saluran air,
taman, kolam, di
dalam semak-semak,
sekitar TPS, tumpukan
barang bekas.

 Pengendalian tikus dan mencit secara kimiawi


dengan umpan beracun.
Pengendalian tikus dan mencit secara
kimiawi dilakukan dengan menggunakan
racun/rodentisida, dilakukan dengan
meletakkan umpan beracun di jalur yang biasa
dilalui tikus dan mencit serta melakukan
fumigasi.
Metode Penjelasan
Racun kronik Racun yang bekerja
secara lambat dengan
menghentikan siklus
vitamin K di dalam hati
dengan berakibat
pendarahan di bagian
dalam tubuh tikus dan
mencit menyebabkan
kematian (membunuh
tikus/mencit setelah 2

55
s.d 4 hari).
Racun akut Racun yang bekerja
cepat, sangat beracun
dan berbahaya bila
dibanding dengan
racun kronik
(membunuh
tikus/mencit dengan
dosis letal dalam waktu
setengah jam).
Fumigasi Proses pemaparan gas
beracun terhadap tikus
dan mencit dalam
suatu ruangan dan
dalam waktu tertentu.
Kegiatan fumigasi
dilakukan oleh petugas
kesehatan terlatih
dengan tingkat
keamanan dan
keselamatan yang tinggi

 Upaya pencegahan
Menghilangkan tumpukan sampah;
1) Membersihkan sisa-sisa bahan makanan;
2) Merawat pipa air dan menghilangkan
genangan air di dalam bangunan;
3) Simpan bahan makanan dan produk
dengan baik;
4) Gudang penyimpanan bahan makanan
harus selalu bersih.
 Pemakaian pestisida/racun dilakukan oleh
tenaga terlatih.

56
5. Tungau Scabies
a. Scabies adalah penyakit kulit akibat inventasi dan
sensitisasi oleh tungau Sarcoptes scabei.
b. Cara penularan dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :
Kontak Langsung Kontak Tidak Langsung
(Kulit Dengan Kulit) (Melalui Benda)
a. Berjabat tangan; Melalui perlengkapan
tidur (sarung bantal,
sprei, selimut, kasur dan
bantal);
b. Tidur bersama; Pakaian;
c. Hubungan seksual. Handuk.

c. Pencegahan penularan penyakit scabies adalah


sebagai berikut :
 Mandi secara teratur dengan menggunakan
sabun;
 Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut
dan lainnya secara teratur minimal 2x dalam
seminggu;
 Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu
sekali;
 Tidak saling bertukar pakaian dan handuk
dengan orang lain;
 Hindari kontak dengan orang-orang atau kain
serta pakaian yang dicurigai terinfeksi tungau
scabies;
 Menjaga kebersihan ruangan/kamar hunian
dan berventilasi cukup.
6. Dalam keadaan tertentu (kejadian luar biasa),
Lapas/Rutan dapat bekerja sama dengan sektor
kesehatan atau untuk melakukan pengendalian vektor.

57
7. Dalam melaksanakan pengendalian vektor Lapas/Rutan
dapat bekerja sama dengan pihak ketiga.

1.7.7 Penanganan Limbah Cair


1. Limbah cair yang dihasilkan dari Lapas/Rutan termasuk
kelompok limbah cair domestik yang terdiri dari :
a. Air limbah kakus (black water);
 Tinja
 Urine
b. Air limbah non kakus (grey water).
 Air cucian
 Air buangan dapur
 Air mandi
2. Dampak yang ditimbulkan dari limbah cair adalah
sebagai berikut :
a. Timbulnya penyakit typhus, diare dan kolera;
b. Bila tidak dikelola dengan baik maka akan meresap
ke dalam sumur dan mencemari air sumur;
c. Bila langsung dibuang kedalam sungai maka sungai
akan tercemar dan banyak mengandung bakteri.
3. Pengelolaan limbah cair
a. Pengelolaan secara swakelola dengan sarana sistem
pembuangan setempat, yaitu :
 Individual (toilet dan tangki septic)
Persyaratan toilet sebagai berikut :
1. Toilet wanita dan pria harus terpisah;
2. Jumlah Toilet/WC, kamar
mandi,peturasan, wastafel Pria

58
3. Jumlah Toilet Wanita

 Instalansi Pengolahan Air Limbah (IPAL)


komunal (Mandi Cuci Kakus)
Manfaat sistem pembuangan setempat, yaitu :
 Jamban bersih;
 Saluran air hujan tidak lagi dibuangi limbah
air cucian, tidak lagi selalu tergenang;
 Terhindar dari bau;
 Estetika perkarangan, perkarangan menjadi
terbebas dari saluran dengan aliran air
berwarna hitam dan becek-becek setiap hari;
 Populasi nyamuk berkurang.
b. Pengelolaan dengan melibatkan pihak ketiga
 Penggunaan jasa penyedotan kakus untuk
diteruskan ke Instalasi Pengolahan Limbah
Tinja (IPLT) setempat dengan memperhatikan
penganggaran penggunaan jasa dimaksud.
4. Prinsip Pengamanan Limbah Cair adalah:
a. Air limbah kamar mandi dan dapur tidak boleh
tercampur dengan air dari jamban;
b. Tidak boleh menjadi tempat perindukan vektor dan
binatang pembawa penyakit;
c. Tidak boleh menimbulkan bau;
d. Tidak boleh ada genangan yang menyebabkan
lantai licin dan rawan kecelakaan;

59
e. Terhubung dengan saluran limbah umum/got atau
sumur resapan.

1.7.8 Penanganan Kebisingan yang Melebihi Ambang Batas


4. Sumber kebisingan yang ditimbulkan dari kegiatan di
Lapas/Rutan adalah sebagai berikut :
a. Aktivitas kerja yang dilakukan di bengkel kerja dan
dapur pada Lapas/Rutan, misalnya kegiatan
memproduksi alat makan/minum dengan
menggunakan mesin pengolah biji plastik,
penggunaan alat potong dan serut dalam
memproduksi keterampilan perkayuan (mebel atau
furniture, dan sebagainya), penggunaan mesin las
dalam memproduksi keterampilan pengelasan, alat
masak nasi, kompor dan alat masak lainnya;
b. Generator set (genset);
c. Mesin Laundry;
5. Dampak kebisingan bagi kesehatan adalah sebagai
berikut :
a. Gangguan fisologis (meningkatkan tekanan darah,
nadi, gangguan sensoris, pusing/vertigo);
b. Gangguan psikologis (rasa tidak nyaman, kurang
konsentrasi, susah tidur dan cepat marah);
c. Gangguan komunikasi (masking effect/bunyi yang
menutupi pendengaran yang kurang jelas);
d. Gangguan pendengaran;
e. Gangguan keseimbangan (efek dari pusing/vertigo).
6. Agar kebisingan tidak mengganggu kesehatan atau
membahayakan perlu diambil tindakan sebagai berikut :
a. Pengaturan tata letak ruang harus sedemikian rupa
agar tidak menimbulkan kebisingan.
b. Sumber bising dapat dikendalikan dengan cara
antara lain : meredam, menyekat, pemindahan,

60
pemeliharaan, penanaman pohon, membuat bukit
buatan, dan lain-lain.
7. Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan
a. Ketentuan Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan :
 Nilai pajanan atau intensitas rata-rata
tertimbang waktu di temapat kerja yang dapat
diterima oleh hampir semua pekerja tanpa
mengakibatkan gangguan kesehatan atau
penyakit, dalam pekerjaan sehari-hari untuk
waktu tidak melebihi 8 jam perhari dan 40 jam
perminggu.
 Nilai pajanan rata-rata tertinggi dalam waktu
15 menit yang diperkenankan dan tidak boleh
terjadi lebih dari 4 kali, dengan periode antar
pajanan minimal 60 menit selama pekerja
melakukan pekerjaannya dalam 8 jam kerja
perhari.
 Nilai pajanan atau intensitas faktor bahaya di
tempat kerja yang tidak boleh dilampaui
selama jam kerja.
b. NAB kebisingan untuk 8 jam kerja perhari adalah
sebesar 85 dBA
c. Tabel NAB yang tidak menimbulkan kebisingan
Tingkat Kebisingan Paparan Harian
(dBA)
85 8 jam
88 4 jam
91 2 jam
94 1 jam
97 30 menit
100 15 menit
Catatan : Pajanan bising tidak boleh melebihi level
140 dBC walaupun hanya sesaat.

61
1.7.9 Penyelenggaraan Makanan dan Penanganan Makanan
yang Terkontaminasi
Persyaratan penyelenggaraan makanan bagi Tahanan,
Anak dan Narapidana di Lapas/Rutan yang memenuhi syarat
higiene sanitasi pangan mengacu pada Peraturan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 40 Tahun 2017
tentang Pedoman Penyelenggaraan Makanan bagi tahanan,
anak dan Narapidana dan pengawasan penyelenggaraan
makanan dari sektor eksternal yang terkait.

1.8 Kebutuhan Biaya

No. Kegiatan Perencanaan Kebutuhan Biaya

1 Penyelenggaraan Air Berpedoman pada Standar


Minum dan Air Untuk Penyelenggaraan Air (Air Minum
Keperluan Higiene Sanitasi dan Air Bersih) di
Lapas/Rutan/LPKA
2 Penanganan Udara  Perencanaan biaya untuk
kebutuhan penghijauan baik
dilingkungan luar dan dalam
Lapas/Rutan;
 Perencanaan biaya
kebutuhan alat-alat
kebersihan;
 Perencanaan biaya sarana
promosi bahaya asap rokok;
3 Penanganan Radiasi  Menyusun perencanaan biaya
Pengion dan Non Pengion pelatihan petugas penanganan
radiasi bagi Petugas
Pemasyarakatan di Pusdiklat
BATAN kedalam RKA-KL;
 Menyusun perencanaan biaya
kebutuhan penambah daya
tahan tubuh bagi Petugas yang
terpapar radiasi;
 Menyusun perencanaan biaya
pemeriksaan kesehatan secara
berkala bagi Petugas yang
beresiko terhadap paparan
radiasi;
 Menyusun perencanaan biaya
alat pelindung diri (alat
proteksi radiasi).

62
4 Penanganan Limbah Padat  Menyusun perencanaan biaya
(sampah) kebutuhan sarana dan
prasarana pengelolaan
sampah;
 Menyusun perencanaan biaya
kebutuhan pelatihan petugas
pemasyarakatan dalam
pengelolaan sampah.
5 Penanganan Limbah Medis  Menyusun perencanaan biaya
kebutuhan sarana dan
prasarana pengelolaan limbah
medis.
6 Penanganan Vektor dan  Menyusun perencanaan biaya
Binatang Pembawa kebutuhan pelatihan
Penyakit pengendalian vektor dan
binatang pembawa penyakit di
lingkungan Lapas/Rutan.
7 Penanganan Limbah Cair  Menyusun perencanaan biaya
pemeliharaan toilet dan IPAL
Komunal (bagi Lapas/Rutan
yang memiliki);
 Menyusun perencanaan biaya
kebutuhan sedot tinja di
Lapas/Rutan.
8 Penanganan Kebisingan  Menyusun perencanaan biaya
yang Melebihi ambang pengadaan alat pengukur
Batas kebisingan.
9 Penanganan Makanan  Menyusun perencanaan biaya
yang Terkontaminasi pelatihan dan sertifikat
penjamah makanan bagi
pekerja di dapur Lapas/Rutan;
 Menyusun perencanaan biaya
untuk kegiatan penilaian
sertifikasi dapur hygienis.

63
J. Penutup

Dengan tersusunnya Buku Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan


Lingkungan di Lembaga Pemasyarakatan, Lembaga Pembinaan Khusus
Anak, dan Rumah Tahanan Negara diharapkan dapat menjadi acuan dalam
menciptakan kondisi lingkungan yang bersih, sehat dan nyaman serta
peningkatan perilaku dan pola hidup bersih dan sehat bagi petugas,
tahanan, anak, dan narapidana di Lapas, LPKA, dan Rutan.

Buku pedoman ini adalah hasil penyesuaian dari buku Pedoman


Umum Sanitasi dan Kesehatan Lingkungan di Lapas dan Rutan yang telah
disusun sebelumnya pada Tahun 2011 dan dari evaluasi diterbitkan buku
pedoman yang baru dengan memperbaiki isi serta menyesuaikan dengan
perkembangan saat ini.

Semoga buku pedoman ini dapat bermanfaat bagi Unit Pelaksana


Teknis (UPT) Pemasyarakatan di Seluruh Indonesia dan menjadi acuan
dalam melaksanakan tugas serta menguatkan komitmen bersama dalam
penyelenggaraan kesehatan lingkungan

64

Anda mungkin juga menyukai