DI PUSKESMAS BATU 10
DISUSUN OLEH :
DOSEN PENGAMPU :
Mutia Diansafitri , S.KM., M.Kes
Luh Pitriyanti, M.Kes
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga laporan praktik Klinik Sanitasi di
Puskesmas Batu 10 ini dapat diselesaikan sesuai dengan rencana dan waktu yang
ditentukan.
Penulis menyadari bahkan laporran ini masih banyak kekurangan, oleh karena
itu penulis sangar berharap mendapatkan kritik, saran, dan masukan yang
membangun untuk dijadikan pedoman dalam penulisan ke arah yang lebih baik lagi.
Semoga laporan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
i
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIK KLINIK SANITASI
DIPUSKESMAS BATU 10 TANJUNGPINANG
DISUSUN OLEH :
Telah dipertahankan
Didepan pihak Puskesmas dan Dosen
Program Studi DIII Sanitasi
Poltekkes Kemenkes Tanjungpinang
Tanjungpinang, …………………..
Dosen Mata Kuliah Dosen Mata Kuliah
ii
DAFTAR ISI
iii
3.5 Hambatan Pelaksanaan Klinik Sanitasi Di PuskesmasBatu 10 ............... 45
BAB IV PENUTUP ................................................................................................. 46
4.1 Kesimulan ....................................................................................................... 46
4.2 Saran ................................................................................................................ 47
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. iv
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
penyelenggaraan kesehatan lingkungan selanjutnya diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan, yang
pengaturannya ditujukan dalam rangka terwujudnya kualitas lingkungan yang
sehat tersebut melalui upaya pencegahan penyakit dan/atau gangguan kesehatan
dari faktor risiko kesehatan lingkungan di permukiman, tempat kerja, tempat
rekreasi serta tempat dan fasilitas umum.
Sanitasi merupakan upaya pengendalian terhadap faktor-faktor
lingkungan fisik manusia yang dapat berpengaruh buruk terhadap kesehatan
atau upaya kesehatan untuk memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan
dari subyeknya, misalnya menyediakan air bersih untuk mencuci tangan dalam
memelihara dan melindungi kebersihan tangan, menyediakan tempat sampah
untuk membuang sampah dalam memelihara kebersihan lingkungan,
membangun jamban untuk tempat membuang kotoran dalam memelihara
kebersihan lingkungan dan menyediakan air minum yang memenuhi syarat
kesehatan dalam upaya memelihara dan meningkatkan kesehatan. Lingkungan
mempunyai pengaruh yang besar terhadap derajat kesehatan masyarakat. Faktor
lingkungan meliputi lingkungan fisik, lingkungan biologik dan lingkungan
sosio kultural. Hohn Gordon menggambarkan adanya interaksi antara 3 faktor
yaitu faktor lingkungan (enviromenthal), pejamu (host) dan penyebab penyakit
(agent).
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan Kab/Kota
yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan disatu
atau sebagian wilayah kecamatan. Dalam puskesmas terdapat beberapa poli
antara lain poli umum 1,poli umum 2,poli anak dan remaja,poli MTBS serta
klinik sanitasi merupakan suatu upaya atau kegiatan yang mengintegrasikan
pelayanan kesehatan promotif, preventif, dan kuratif yang difokuskan pada
masyarakat yang berisiko tinggi untuk mengatasi masalah penyakit yang
berbasis lingkungan. Dalam pelayanan klinik sanitasi petugas kesehatan
lingkungan/sanitarian melakukan anamnesa melalui wawancara terhadap pasien
2
atau kelurganya mengenai keluhan utama, keluhan tambahan, riwayat penyakit
terdahulu, riwayat penyakit keluarga, lamanya sakit, kondisi lingkungan serta
sarana sanitasi yang digunakan.kegiatan klinik sanitasi dilakukan antara lain
kegiatan dalam gedung dan luar gedung (kunjungan rumah sebagai tindak
lanjut).
Pelaksanaan klinik sanitasi di sertakan dengan jadwal layanan
kesehatan puskesmas. Sesuai dengan hari yang telah di tetapkan, kigiatannya
berlangsung apabila ada pasien setelah di diagnosa oleh dokter bahwa
menderita salah satu penyakit berbasis lingkungan maka akan di rujuk ke
ruangan klinik sanitasi untuk dapat berkonsultasi langsung dengan tenaga
sanitarian terkait permasalahan lingkungan di sekitar tempat tinggalnya. Begitu
juga dengan masyarakat umum yang datang ke puskesmas hanya ingin
berkonsultasi terkait permasalahan lingkungan yang mereka hadapi. Hal itu
guna memperoleh informasi yang tepat dalam memecahkan permasalahan
lingkungan yang mereka hadapi. Selain itu tenaga sanitarian di puskesmas ini
yang bertanggung jawab dalam kegiatan klinik sanitasi hanya terdiri dari dua
orang. Hal ini terlihat jelas bahwa masih kurangnya tenaga sanitarian yang
berperan di dalamnya. Padahal untuk mencapai keberhasilan kegiatan ini harus
di dukung dengan tenaga sanitarian yang lebih, serta partisipasi dari masyarakat
dalam memanfaatkan klink sanitasi ini dengan baik.Adapun Hal yang melatar
belakangi kami untuk melakukan praktik mata kuliah Klinik Sanitasi adalah
untuk mengetahui bagaimana gambaran pelaksanaan program Klinik Sanitasi
dipuskesmas batu 10 Tanjungpinang tahun 2020.
3
1.3 Tujuan Praktik
1.3.1 Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mahasiswa mengenai
program klinik sanitasi yang diselenggarakan di puskesmas serta melakukan
literature review mengenai program klinik sanitasi di puskesmas.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Meningkatkan pengetahuan mengenai gambaran umum puskesmas
b. Meningkatkan pengetahuan mengenai teknis penyelenggaraan klinik
sanitasi di puskesmas.
c. Meningkatkan pengetahuan mengenai hambatan pelaksanaan klinik sanitasi
mahasiswa
d. Meningkatkan kemampuan dalam melakukan literature review mengenai
pelaksanaan klinik sanitasi di puskesmas
e. Meningkatkan kemampuan dalam memberikan saran perbaikan untuk
mengoptimalkan pelaksanaan klinik sanitasi di puskesmas
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Klinik sanitasi bukan sebagai kegiatan pokok yang berdiri sendiri, tetapi
sebagai bagian integral dari kegiatan Puskesmas yang dilaksanakan secara lintas
program dan lintas sektor di wilayah kerja Puskesmas. Dalam melaksanakan
kegiatan Klinik Sanitasi masyarakat difasilitasi oleh petugas Puskesmas. Klinik
sanitasi diharapkan dapat memperkuat tugas dan fungsi Puskesmas dalam
melaksanakan pelayanan pencegahan dan pemberantasan penyakit berbasis
lingkungan dan semua persoalan yang ada kaitannya dengan kesehatan
lingkungan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
5
3. Lingkungan penyebab masalah bagi penderita/klien dan masyarakat
sekitarnya.
2.2 Alur Kegiatan Pelayanan Klinik Sanitasi Puskesmas
6
h) Pasien diminta untuk mengisi dan menandatangani formulir tindak lanjut
Konseling.
i) Dalam hal diperlukan berdasarkan hasil Konseling dan/atau hasil
surveilans kesehatan menunjukkan kecenderungan berkembang atau
meluasnya penyakit atau kejadian kesakitan akibat Faktor Risiko
Lingkungan, Tenaga Kesehatan Lingkungan membuat janji Inspeksi
Kesehatan Lingkungan.
j) Setelah Konseling di Ruang Promosi Kesehatan, Pasien dapat mengambil
obat di Ruang Farmasi dan selanjutnya Pasien pulang.
7
2.2.1 Konseling
A. Pengertian Konseling
8
g) menghadapi rasa kecemasan dan ketakutan sehubungan dengan
masalah kesehatan keluarganya.
B. Langkah-Langkah Konseling
Pelaksanaan Konseling dilakukan dengan fokus pada
permasalahan kesehatan yang dihadapi Pasien. Langkah-langkah kegiatan
Konseling sebagai berikut:
1. Persiapan (P1)
a) menyiapkan tempat yang aman, nyaman dan tenang;
b) menyiapkan daftar pertanyaan untuk mendapatkan informasi yang
dibutuhkan;
c) menyiapkan media informasi dan alat peraga bila diperlukan
seperti poster, lembar balik, leaflet, maket (rumah sehat, jamban
sehat, dan lain-lain) serta alat peraga lainnya.
2. Pelaksanaan (P2) Dalam pelaksanaan, Tenaga Kesehatan Lingkungan
menggali data/informasi kepada Pasien atau keluarganya, sebagai
berikut:
9
1) umum, berupa data individu/keluarga dan data lingkungan;
2) khusus, meliputi:
a) identifikasi prilaku/kebiasaan;
b) identifikasi kondisi kualitas kesehatan lingkungan;
c) dugaan penyebab; dan
d) saran dan rencana tindak lanjut.
2. T - tanyakan :
a) Tanyakan bagaimana keadaan atau minta Pasien untuk
menyampaikan masalahnya pada Anda.
b) Dengarkan penuh perhatian dan rasa empati.
c) Tanyakan apa peluang yang dimilikinya.
d) Tanyakan apa hambatan yang dihadapinya.
e) Beritahukan bahwa semua keterangan itu diperlukan untuk
menolong mencari cara pemecahan masalah yang terbaik bagi
Pasien.
10
3. U-Uraikan :
Uraikan tentang hal-hal yang ingin diketahuinya atau anda
menganggap perlu diketahuinya agar lebih memahami dirinya,
keadaan dan kebutuhannya untuk memecahkan masalah. Dalam
menguraikan anda bisa menggunakan media Komunikasi, Informasi,
dan Edukasi (KIE) supaya lebih mudah dipahami.
4. TU – Bantu :
Bantu Pasien mencocokkan keadaannya dengan berbagai
kemungkinan yang bisa dipilihnya untuk memperbaiki keadaannya
atau mengatasi masalahnya.
5. J - Jelaskan :
Berikan penjelasan yang lebih lengkap mengenai cara
mengatasi permasalahan yang dihadapi Pasien dari segi positif dan
negatif serta diskusikan upaya untuk mengatasi hambatan yang
mungkin terjadi. Jelaskan berbagai pelayanan yang dapat
dimanfaatkan untuk memecahkan masalah tersebut.
6. U – Ulangi :
Ulangi pokok-pokok yang perlu diketahui dan diingatnya.
Yakinkan bahwa anda selalu bersedia membantunya. Kalau Pasien
memerlukan percakapan lebih lanjut yakinkan dia bahwa anda siap
menerimanya.
11
3. menyiapkan langkah-langkah untuk intervensi.
12
petugas Puskesmas yang menangani program terkait atau mengajak
serta petugas dari Puskesmas Pembantu, Poskesdes, atau Bidan di
desa. Terkait hal ini Lintas Program Puskesmas berperan dalam:
1) Melakukan sinergisme dan kerja sama sehingga upaya promotif,
preventif dan kuratif dapat terintegrasi.
2) Membantu melakukan Konseling dan pada waktu kunjungan
rumah dan lingkungan.
3) Apabila di lapangan menemukan penderita penyakit karena Faktor
Risiko Lingkungan, harus melaporkan pada waktu lokakarya mini
Puskesmas, untuk diketahui dan ditindaklanjuti.
2. Waktu Pelaksanaan Inspeksi Kesehatan Lingkungan
Waktu pelaksanaan Inspeksi Kesehatan Lingkungan sebagai
tindak lanjut hasil Konseling sesuai dengan kesepakatan antara Tenaga
Kesehatan Lingkungan dengan Pasien, yang diupayakan dilakukan
paling lambat 24 (dua puluh empat) jam setelah Konseling.
3. Metode Inspeksi Kesehatan Lingkungan Inspeksi Kesehatan
Lingkungan dilakukan dengan cara/metode sebagai berikut:
a) pengamatan fisik media lingkungan;
b) pengukuran media lingkungan di tempat;
c) uji laboratorium; dan/atau
d) analisis risiko kesehatan lingkungan. Inspeksi Kesehatan
Lingkungan dilakukan terhadap media air, udara, tanah, pangan,
sarana dan bangunan, serta vektor dan binatang pembawa
penyakit.
13
1) Pengamatan fisik media lingkungan Secara garis besar,
pengamatan fisik terhadap media lingkungan dilakukan sebagai
berikut:
a. Air - Mengamati sarana (jenis dan kondisi) penyediaan air
minum dan air untuk keperluan higiene sanitasi (sumur
gali/sumur pompa tangan/KU/perpipaan/penampungan air
hujan). - Mengamati kualitas air secara fisik, apakah berasa,
berwarna, atau berbau. - Mengetahui kepemilikan sarana
penyediaan air minum dan air untuk keperluan higiene
sanitasi, apakah milik sendiri atau bersama.
b. Udara - Mengamati ketersediaan dan kondisi kebersihan
ventilasi. - Mengukur luas ventilasi permanen (minimal 10%
dari luas lantai), khusus ventilasi dapur minimal 20% dari luas
lantai dapur, asap harus keluar dengan sempurna atau dengan
ada exhaust fan atau peralatan lain.
c. Tanah Mengamati kondisi kualitas tanah yang berpotensi
sebagai media penularan penyakit, antara lain tanah bekas
Tempat Pembuangan Akhir/TPA Sampah, terletak di daerah
banjir, bantaran sungai/aliran sungai/longsor, dan bekas lokasi
pertambangan.
d. Pangan Mengamati kondisi kualitas media pangan, yang
memenuhi prinsip-prinsip higiene sanitasi dalam pengelolaan
pangan mulai dari pemilihan dan penyimpanan bahan
makanan, pengolahan makanan, penyimpanan makanan
masak, pengangkutan makanan, dan penyajian makanan.
e. Sarana dan Bangunan Mengamati dan memeriksa kondisi
kualitas bangunan dan sarana pada rumah/tempat tinggal
Pasien, seperti atap, langit-langit, dinding, lantai, jendela,
14
pencahayaan, jamban, sarana pembuangan air limbah, dan
sarana pembuangan sampah.
f. Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit Mengamati adanya
tanda-tanda kehidupan vektor dan binatang pembawa
penyakit, antara lain tempat berkembang biaknya jentik,
nyamuk, dan jejak tikus.
2) Pengukuran Media Lingkungan di Tempat Pengukuran media
lingkungan di tempat dilakukan dengan menggunakan alat in situ
untuk mengetahui kualitas media lingkungan yang hasilnya
langsung diketahui di lapangan. Pada saat pengukuran media
lingkungan, jika diperlukan juga dapat dilakukan pengambilan
sampel yang diperuntukkan untuk pemeriksaan lanjutan di
laboratorium.
3) Uji Laboratorium Apabila hasil pengukuran in situ memerlukan
penegasan lebih lanjut, dilakukan uji laboratorium. Uji
laboratorium dilaksanakan di laboratorium yang terakreditasi
sesuai parameternya. Apabila diperlukan, uji laboratorium dapat
dilengkapi dengan pengambilan spesimen biomarker pada
manusia, fauna, dan flora.
4) Analisis risiko kesehatan lingkungan
Analisis risiko kesehatan lingkungan merupakan
pendekatan dengan mengkaji atau menelaah secara mendalam
untuk mengenal, memahami dan memprediksi kondisi dan
karakterisktik lingkungan yang berpotensi terhadap timbulnya
risiko kesehatan, dengan mengembangkan tata laksana terhadap
sumber perubahan media lingkungan, masyarakat terpajan dan
dampak kesehatan yang terjadi.
Analisis risiko kesehatan lingkungan juga dilakukan
untuk mencermati besarnya risiko yang dimulai dengan
15
mendiskrisikan masalah kesehatan lingkungan yang telah dikenal
dan melibatkan penetapan risiko pada kesehatan manusia yang
berkaitan dengan masalah kesehatan lingkungan yang
bersangkutan. Analisis risiko kesehatan lingkungan dilakukan
melalui:
a) Identifikasi bahaya Mengenal dampak buruk kesehatan yang
disebabkan oleh pemajanan suatu bahan dan memastikan
mutu serta kekuatan bukti yang mendukungnya.
b) Evaluasi dosis respon Melihat daya racun yang terkandung
dalam suatu bahan atau untuk menjelaskan bagaimana suatu
kondisi pemajanan (cara, dosis, frekuensi, dan durasi) oleh
suatu bahan yang berdampak terhadap kesehatan.
c) Pengukuran pemajanan Perkiraan besaran, frekuensi dan
lamanya pemajanan pada manusia oleh suatu bahan melalui
semua jalur dan menghasilkan perkiraan pemajanan.
d) Penetapan Risiko. Mengintegrasikan daya racun dan
pemajanan kedalam “perkiraan batas atas” risiko kesehatan
yang terkandung dalam suatu bahan. Hasil analisis risiko
kesehatan lingkungan ditindaklanjuti dengan komunikasi
risiko dan pengelolaan risiko dalam rencana tindak lanjut
yang berupa Intervensi Kesehatan Lingkungan.
16
Kesehatan Lingkungan, formulir pencatatan status kesehatan
lingkungan, media penyuluhan, alat pengukur parameter
kualitas lingkungan)
4) Melakukan koordinasi dengan perangkat desa/kelurahan
(kepala desa/lurah, sekretaris, kepala dusun atau ketua RW/RT)
dan petugas kesehatan/bidan di desa.
b. Pelaksanaan:
1) Melakukan pengamatan media lingkungan dan perilaku
masyarakat.
2) Melakukan pengukuran media lingkungan di tempat, uji
laboratorium, dan analisis risiko sesuai kebutuhan.
3) Melakukan penemuan penderita lainnya.
4) Melakukan pemetaan populasi berisiko.
5) Memberikan saran tindak lanjut kepada sasaran (keluarga
pasien dan keluarga sekitar). Saran tindak lanjut dapat berupa
Intervensi Kesehatan Lingkungan yang bersifat segera. Saran
tindak lanjut disertai dengan pertimbangan tingkat kesulitan,
efektifitas dan biaya.
17
2.2.3 Intervensi Kesehatan Lingkungan
18
unsur masyarakat termasuk perangkat pemerintahan setempat dan
dilakukan secara berkala. Contoh:
a) Pemasangan dan/atau penayangan media promosi kesehatan
lingkungan pada permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, dan
tempat dan fasilitas umum;
b) Pelatihan masyarakat untuk 3M (menutup, menguras, dan
mengubur), pembuatan sarana sanitasi dan sarana pengendalian
vektor; - Pemicuan, pendampingan, dan percontohan untuk
menuju Sanitasi Total pada kegiatan Kegiatan Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat/STBM;
c) Gerakan bersih desa;
19
d) pemasangan genteng kaca untuk pencahayaan ruangan;
e) pembuatan tangki septik, pembuatan ventilasi, plesteran semen
pada lantai tanah, dan pembuatan sarana air bersih yang tertutup.
4. Rekayasa Lingkungan
Rekayasa lingkungan merupakan upaya mengubah media
lingkungan atau kondisi lingkungan untuk mencegah pajanan agen
penyakit baik yang bersifat fisik, biologi, maupun kimia serta
gangguan dari vektor dan binatang pembawa penyakit. Contoh
rekayasa lingkungan:
a) menanam tanaman anti nyamuk dan anti tikus;
b) pemeliharaan ikan kepala timah atau guppy;
c) pemberian bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang
tidak tertutup;
20
d) membuat saluran air dari laguna ke laut agar ada peningkatan
salinitas.
21
5. Kecacingan
Kecacingan merupakan infeksi yang disebabkan oleh cacing yang
hidup sebagai parasit didalam tubuh manusia. Seseorang dapat terinfeksi
penyakit kecacingan ketika telur atau larva masuk kedalam tubuh
kemudian tumbuh menjadi cacing dewasa dan bertelur didalam tubuh. Jenis
cacing gelang antara lain cacing gelang, cacing cambuk, dan caing
tambang.
6. ISPA
ISPA ( Infeksi Saluran Pernapasan Akut) meliputi saluran
pernapasan atas dan bawah. ISPA adalah infeksi saluran pernapas yang
berlangsung selama hamper 14 hari, yang dimaksud dengan saluran
pernapasan addalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru,
beserta organ-organ disekitarnya seperti sinus, ruang telinga tengah dan
selaput paru ( Depkes RI, 2012)
7. TB. Paru
TB Paru ( Tuberkulosis Paru) adalah penyakit infeksius yang
disebabkan oleh kuman TB (Mikrobakterium Tuberculosis). Sebagian
besar menyerang paru tetapi juga dapat menyerang organ tubuh lainnya
(Kemenkes RI, 2009)
8. Keracunan Makanan
Keracunan makanan adalah kondisi yang ditandai dengan
munculnya mual, muntah, atau diare setelah mengonsumsi makanan yang
telah terkontaminasi. Kontaminasi tersebut dapat disebabkan oleh bakteri
atau racun yang masuk kedalam tubuh.
9. Keracunan Pestisida
Keracunan pestisida adalah kondisi dimana cairan pestisida masuk
kedalam tubuh manusia sehingga menyebakan gangguan kesehatan. Orang
yang berpotensi terkena keracunan makanan adalah petani.
22
10. Flu Burung
Flu burung merupakan flu yang ditularkan oleh unggas/burung
kepada manusia. Penularan ini biasanya terjadi akibat adanya kontak
langsung antara manusia dan unggas/burung yang terinfeksi firus flu
burung.
11. Chikungunya
Chikungunya adalah jenis demam virus yang disebabkan oleh
alphavirus yang disebabkan oleh gigitan nyamuk dari spesies nyamuk
aedes aegypti.
12. Filariasis
Filariasis atau kaki gajah adalah pembengkakan tungkai akibat
infeksi cacing jenis filarial. Cacing ini menyerang pembuluh getah bening
dan ditularkan melalui gigitan nyamuk.
23
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
24
Wilayah Kerja Puskesmas Batu 10
25
Tabel 3.1.1
Luas Wilayah Perkelurahan
Nama Kelurahan Luas Wilayah Presentase
Pinang Kencana 23 55,69
Air Raja 23 44,31
Jumlah 36 100
Tabel 3.1.2
Jumlah Penduduk Per Kelurahan
Nama Kelurahan Jumlah Laki-laki Perempuan
Penduduk
P. Kencana 34,481 17,656 16,825 jiwa
Air Raja 15,702 8,023 7,679 jiwa
Jumlah 50,183 23,679 24,504 jiwa
Tabel 3.1.3
Jumlah KK, RT dan RW Per kelurahan
Nama kelurahan Jumlah KK Jumlah RT Jumlah RW
P. Kencana 10232 67 11
Air Raja 4718 33 9
Jumlah 13,243 90 19
Tabel 3.1.4
Pendidikan Terakhir Penduduk
Pendidikan Terakhir Pinang Kencana Air Raja
Tidak/Belum Sekolah 8.124 3.234
Tdk Tmt Sd/Sederajat 3.902 1.638
Tamat Sd/Sederajat 3.880 1.978
Sltp/Sederajat 3.569 2.018
Slta/Sederajat 8.145 4.202
Dipli//II 250 84
Dipl Iii/S.Muda 765 361
Dipliv/Strata 1.703 787
Strata II 101 52
Strata III 2 3
Jumlah Penduduk 30.441 14.357
26
3.1.1 Struktur Organisasi Puskesmas Batu 10 Tanjungpinang
a. Kepala Puskesmas : drg. SY Dafiamy,Sp.Pros
b. Kasubag Tata Usaha : Rumondang Pakpahan, S.Gz
c. PJ UKM Essensial dan Keperawatan : dr. Sejahtera Surbakti
KesehatanMasyarakat
d. PJ UKM Pengembangan : Kemistia Eva, SST
e. PJ UKP Kefarmasian dan Laboratorium : dr.Denisa Valianty
f. PJ Jejaring Pelayanan Kesehatan : Suriati, SST
Puskesmas dan Jejaring Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.
3.1.2 Program Puskesmas Batu 10
1. Visi
2. Misi
27
infrastruktur yang memadai dan sumber daya manusia yang
berkarakter
28
lainnya
6 Antropaties 118 M00-M36
7 Penyakit pada rongga mulut, 118 K001-K12
kelenjar saliva dan rahang
lainnya
8 Kelainan dermatitis, eksim dan 106 L20-L45
papulosquama
9 Diabetes Melitus 100 E10-E14
10 Kelainan pada jar. Lunak 75 M70-M79
penunjang otot lainnya
Total 2409
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa ISPA merupakan penyakit
nomor 1 terbesar pada bulan januari dengan jumlah kasus sebanyak 861
kasus. Sedangan di urutan kesepuluh ada penyakit kelainan pada jaringan
lunak penunjang otot lainnya dengan jumlah kasus sebanyak 75 kasus.
Tabel 3.2.2
Sepuluh penyakit terbesar pada bulan februari 2020
No Nama Penyakit Jumlah Kode Penyakit
1 ISPA 764 J00-J06
2 Penyakit lainnya 580
3 Penyakit Hipertensi 279 110-115
4 Gastritis dan Duodenitas 234 K29-K30
5 Kelainan pada sistem syaraf 108 G00-G99
6 Infeksi pada pulpa dan 153 K04
jaringan Apikal
7 Diabetes Melitus 94 E10-E14
8 Anthropaties 90 M00-M36
9 Peny. Ginggiviatis periodental 87 K05-K06.K08
dan jar. Pendukung gigi
lainnya
10 Kelainan dermatitis,eksim da 72 L20-L45
papulosquama
Total 2461
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa ISPA masih merupakan
penyakit nomor 1terbesar pada bulan februari dengan jumlah kasus sebanyak
764 kasus, jumlah ini sedikit menurun dari jumlah kasus sebelumnya yaitu
29
pada bulan januari. Sedangan di urutan kesepuluh ada penyakit kelainan
dermatitis,eksim da papulosquama dengan jumlah kasus sebanyak 72 kasus.
Tabel 3.2.3
Sepuluh penyakit terbesar pada bulan maret 2020
No Nama Penyakit Jumlah Kode Penyakit
1 ISPA 842 J00-J06
2 Penyakit Hipertensi 304 K04
3 Penyakit Lainnya 268
4 Infeksi pada pulpa dan 219 M60-M63
jaringan apikal
5 Gastritis duodenitis 195 K29-K30
6 Diabetes Melitus 97 B00-B09
7 Peny. Ginggivitis periodental 92 K05-K06.K08
dan jar.pendukung gigi
lainnya
8 Kelainan dermatitis, eksim da 77 L20-L45
papulosquama
9 Anthropaties 77 M00-M36
10 Kelainan pada jar. Lunak 70 M70-M79
penunjang otot lainnya
Total 2241
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa ISPA masih merupakan
penyakit nomor 1terbesar pada bulan maret dengan jumlah kasus sebanyak
842 kasus, jumlah ini kembali meningkat dari bulan februari. Sedangan di
urutan kesepuluh ada penyakit kelainan pada jaringan lunak penunjang otot
lainnya dengan jumlah kasus sebanyak 70 kasus.
Tabel 3.2.4
Sepuluh penyakit terbesar pada bulan april 2020
No Nama Penyakit Jumlah Kode Penyakit
1 Penyakit lainnya 374 J00-J06
2 ISPA 197 J00-J06
3 Penyakit Hipertensi 196
4 Gastritis Duodenitis 141 K29-K30
5 Kelainan dermatitis,eksim da 59 L20-L45
papulosquama
30
6 Anthropaties 58 M00-M36
7 Diabetes Melitus 51 B00-B09
8 Infeksi pada pulpa dan 43 M60-M63
jaringan Apikal
9 Kelainan pada jar. Lunak 33 M70-M79
penunjang otot lainnya
10 Peny. Ginggivitis periodental 29 K05-K06.K08
dan jar.pendukung gigi lainnya
T 1181
otal
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit lainnya
menduduki nomor 1 peringkat penyakit terbesar dengan jumlah kasus
sebanyak 374kasus, Sedangkan ISPA berada pada peringkat nomor 2 dengan
jumlah kasus sebanyak 197 kasus, dimana jumlah ini menurun dari bulan
sebelumnya yaitu pada bulan maret . Sedangan di urutan kesepuluh ada
penyakit Ginggivitis periodental dan jaringan pendukung gigi lainnya dengan
jumlah kasus sebanyak 29 kasus.
Tabel 3.2.5
Sepuluh penyakit terbesar pada bulan mei 2020
No Nama Penyakit Jumlah Kode Penyakit
1 Penyakit lainnya 300
2 Penyakit Hipertensi 135 K04
3 Gastritis Duodenitis 116 K29-K30
4 Infeksi pada pulpa dan 84 M60-M63
jaringan Apikal
5 ISPA 68 J00-J06
6 Kelainan dermatitis,eksim da 59 L20-L45
papulosquama
7 Diabetes Melitus 50 B00-B09
8 Kelainan pada jar. Lunak 47 M70-M79
penunjang otot lainnya
9 Peny. Ginggivitis periodental 45 K05-K06.K08
dan jar.pendukung gigi lainnya
10 Anthropaties 38 M00-M36
Total 942
31
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit lainnya
menduduki nomor 1 peringkat penyakit terbesar dengan jumlah kasus
sebanyak 300 kasus, Sedangkan ISPA berada pada peringkat nomor 5 dengan
jumlah kasus sebanyak 68 kasus, dimana jumlah ini menurun dari bulan
sebelumnya yaitu pada bulan april . Sedangan di urutan kesepuluh ada
penyakit Anthropaties dengan jumlah kasus sebanyak 38 kasus.
Tabel 3.2.6
Sepuluh penyakit terbesar pada bulan juni 2020
No Nama Penyakit Jumlah Kode Penyakit
1 Penyakit lainnya 248 J00-J06
2 Penyakit Hipertensi 227 K04
3 Gastritis Duodenitis 122 K29-K30
4 ISPA 131 J00-J06
5 Infeksi pada pulpa dan 110 M60-M63
jaringan apikal
6 Diabetes Melitus 88 B00-B09
7 Kelainan dermatitis,eksim da 65 L20-L45
papulosquama
8 Anthropaties 61 M00-M36
9 Penyakit pada rongga mulut, 59 K00-K14
kelenjar saliva dan raang
lainnya
10 Peny. Ginggivitis periodental 53 K05-K06.K08
dan jar.pendukung gigi lainnya
Total 1164
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit lainnya masih
menduduki nomor 1 peringkat penyakit terbesar dengan jumlah kasus
sebanyak 248 kasus, Sedangkan ISPA berada pada peringkat nomor 4 dengan
jumlah kasus sebanyak 131 kasus, dimana jumlah ini meningkat dari bulan
sebelumnya yaitu pada bulan mei . Sedangan di urutan kesepuluh ada
penyakit Ginggiviatis periodental dan jaringan pendukung gigi lainnya dengan
jumlah kasus sebanyak 53 kasus.
Tabel 3.2.7
32
Sepuluh penyakit terbesar pada bulan juli 2020
No Nama Penyakit Jumlah Kode Penyakit
1 Penyakit Hipertensi 237 K04
2 ISPA 231 J00-J06
3 Gastritis dan Duodenitis 148 K29-K30
4 Penyakit lainnya 121
5 Diabetes Melitus 81 B00-B09
6 Kelainan dermatitis,eksim da 79 L20-L45
papulosquama
7 Infeksi pada pulpa dan 66 M60-M63
jaringan apikal
8 Anthropaties 66 M00-M36
9 Kelainan pada jar. Lunak 65 M70-M79
penunjang otot lainnya
10 Kelainan metabolisme lainnya 49 E70-E90
Total 1143
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit Hipertensi
menduduki nomor 1 peringkat penyakit terbesar dengan jumlah kasus
sebanyak 237 kasus, Sedangkan ISPA berada pada peringkat nomor 2 dengan
jumlah kasus sebanyak 231 kasus, dimana jumlah ini meningkat dari bulan
sebelumnya yaitu pada bulan juni . Sedangan di urutan kesepuluh ada
penyakit kelainan metabolisme lainnya dengan jumlah kasus sebanyak 49
kasus.
Tabel 3.2.8
Sepuluh penyakit terbesar pada bulan agustus 2020
No Nama Penyakit Jumlah Kode Penyakit
1 Penyakit Hipertensi 223 K04
2 Penyakit lainnya 191
3 ISPA 160 J00-J06
4 Gastritis dan Duodenitis 106 K29-K30
5 Infeksi pada pulpa dan 101 M60-M63
jaringan apikal
6 Diabetes Melitus 94 B00-B09
7 Anthropaties 58 M00-M36
8 Kelainan dermatitis,eksim da 55 L20-L45
papulosquama
33
9 Penyakit pada rongga mulut, 49 K00-K14
kelenjar saliva dan rahang
lainnya
10 Kelainan pada jar.lunak 44 M70-M79
penunjang otot lainnya
Total 1081
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit Hipertensi masih
menduduki nomor 1 peringkat penyakit terbesar dengan jumlah kasus
sebanyak 223 kasus, Sedangkan ISPA berada pada peringkat nomor 3 dengan
jumlah kasus sebanyak 160 kasus, dimana jumlah ini menurun dari bulan
sebelumnya yaitu pada bulan juli . Sedangan di urutan kesepuluh ada penyakit
kelainan pada jaringan lunak penunjang otot lainnya dengan jumlah kasus
sebanyak 44 kasus.
Tabel 3.2.9
Sepuluh penyakit terbesar pada bulan september
No Nama Penyakit Jumlah Kode Penyakit
1 Penyakit Hipertensi 257 K04
2 ISPA 174 J00-J06
3 Gastritis dan Duodenitis 106 K29-K30
4 Diabetes Melitus 91 E00-E90
5 Anthropaties 86 K04
6 Penyakit lainnya 56
7 Kelainan dermatitis,eksim da 55 L20-L45
papulosquama
8 Kelainan metabolisme lainnya 45 E70-E90
9 Kelainan pada jar.lunak 44 M70-M79
penunjang otot lainnya
10 Infeksi pada kulit 39 L00-L14
Total 953
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit Hipertensi masih
menduduki nomor 1 peringkat penyakit terbesar dengan jumlah kasus
sebanyak 257 kasus, Sedangkan ISPA berada pada peringkat nomor 2 dengan
jumlah kasus sebanyak 174 kasus, dimana jumlah ini meningkat dari bulan
34
sebelumnya yaitu pada bulan agustus . Sedangan di urutan kesepuluh ada
penyakit infeksi pada kulit dengan jumlah kasus sebanyak 39 kasus.
Tabel 3.2.10
Sepuluh penyakit terbesar pada bulan oktober 2020
No Nama Penyakit Jumlah Kode Penyakit
1 Penyakit Hipertensi 267 110-115
2 ISPA 204 J00-J06
3 Gastritis dan Duodenitis 145 K29-K30
4 Diabetes Melitus 97 E10-E14
5 Kelainan dermatitis,eksim da 87 L20-L45
papulosquama
6 Infeksi pada pulpa dan 78 K04
jaringan apikal
7 Kelainan pada jar.lunak 62 M70-M79
penunjang otot lainnya
8 Anthropaties 58 M00-M36
9 Infeksi pada kulit 53 L00-L14
10 Peny. Ginggivitis periodental 40 K05-K06,K08
dan jar. Pendukung gigi lainya
Total 1091
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit Hipertensi masih
menduduki nomor 1 peringkat penyakit terbesar dengan jumlah kasus
sebanyak 267 kasus, Sedangkan ISPA berada pada peringkat nomor 2 dengan
jumlah kasus sebanyak 204 kasus, dimana jumlah ini meningkat dari bulan
sebelumnya yaitu pada bulan september . Sedangan di urutan kesepuluh ada
penyakit Ginggivitis periodental dan jaringan pendukung gigi lainnya dengan
jumlah kasus sebanyak 40 kasus.
35
sanitasi menyesuaikan pasien, tempat, dan waktu untuk melakukan
wawancara.
Kegiatan didalam gedung Klinik Sanitasi di Puskesmas Batu 10
terjadwal disetiap hari Senin dan Jumat di jam 08:00 - 12:00 dan selebihnya
digunakan untuk kegiatan di luar gedung. Kegiatan konseling klinik sanitasi
ini dilakukan di dalam ruangan klinik sanitasi yang berada di lantai dua
gedung puskesmas batu 10.
Kegiatan klinik sanitasi di Puskesmas Babtu 10 berjalan sebagaimana
mestinya dikarenakan tenaga sanitarian yang sudah mencukupi. Namun
memang dalam berjalannya kegiatan sanitasi ini memiliki kendala yaitu
kurangnya kerjasama antara petugas kesehatan lainnya dengan sanitarian
puskesmas. Pasien yang lupa ataupun sengaja untuk mengunjungi klinik
sanitasipun sering terjadi karena letak ruangan klinik sanitasi yang terpisah
dengan ruangan poli yang ada, karena ruang poli berada di lantai satu gedung
dan ruangan klinik sanitasi berada di lantai dua gedung.
Pedoman teknis konseling klinik sanitasi di Puskesmas Batu 10 dibuat
berdasarkan PERMENKES RI No. 13 Tahun 2015 dan tidak lakukan
penambahan sesuai kondisi di wilayah kerja puskesmas tersebut. Selain
pedoman teknis konseling, di Puskesmas Batu 10 juga terdapat panduan
lapangan (form observasi) untuk melakukan kegiatan klinik sanitasi diluar
gedung. Jenis penyakit yang tedapat dalam panduan konseling klinik sanitasi
dan panduan lapangan ( form observasi) di Puskesamas Batu l0 ada lebih dari
10 jenis penyakit.
Di Puskesmas Batu 10 tersedia sarana pendukung untuk memberikan
edukasi kepada pasien ataupun klien seperti brosur, poster, dll namun belum
mencakup semua jenis penyakit berbasis lingkungan. Puskesmas Batu 10
melakukan kegiatan lintas sektor tingkat kelurahan 3 bulan sekali, sedangkan
tingkat kecamatan dilakukan 6 bulan sekali.
36
3.3.1 Alur Kedatangan Pasien ke Klinik Sanitasi
37
Dari kegiatan klinik sanitasi yang dilaksanakan di Puskesmas Batu 10,
berikut ini contoh dari kegiatan dalam gedung yang dilakukan di Puskesmas
Batu 10 :
Table 4.1 Pasien Klinik Sanitasi 16 November 2020
N NAMA JENIS UMUR MASALAH KETERANGA
O PASIEN KELAMIN DIAGNOSA N
L P
1. Novrialdi Yoga √ 10 Thn Penyakit Kulit
(Scabies)
2. Mariayani √ 33 Thn Penyakit Kulit
(Scabies)
3. Usman √ 59 Thn ISPA(6hari) di Poli COVID
4. Iqbal Rilansyah √ 27 Thn ISPA(14 hari) di Poli COVID
38
c. menyiapkan media informasi dan alat
peraga bila diperlukan seperti poster,
lembar balik, leaflet, maket (rumah sehat,
jamban sehat, dan lain-lain) serta alat
peraga lainnya.
2. Pelaksanaan (P2)
Dalam pelaksanaan, Tenaga Kesehatan
Lingkungan menggali data/informasi
kepada Pasien atau keluarganya, sebagai
berikut:
1. umum, berupa data individu/keluarga dan
data lingkungan;
2. khusus, meliputi:
a. identifikasi prilaku/kebiasaan;
b. identifikasi kondisi kualitas kesehatan
lingkungan;
c. dugaan penyebab; dan
d. saran dan rencana tindak lanjut.
3. Petugas Inspeksi √ Dalam pelaksanaan Inspeksi Kesehatan
Kesehatan Lingkungan Tenaga
Lingkungan Kesehatan Lingkungan sedapat mungkin
mengikutsertakan
petugas Puskesmas yang menangani
program terkait atau
mengajak serta petugas dari Puskesmas
Pembantu, Poskesdes,
atau Bidan di desa.
4. Waktu √ Pelaksanaan Inspeksi Kesehatan
39
Pelaksanaan Lingkungan dilakukan dilakukan paling
Inspeksi lambat 24 (dua puluh empat) jam setelah
Kesehatan Konseling.
Lingkungan
5. Metode Inspeksi √ Inspeksi Kesehatan Lingkungan dilakukan
Kesehatan dengan cara/metode pengamatan fisik
Lingkungan media lingkungan; pengukuran media
lingkungan di tempat; uji laboratorium;
dan/atau analisis risiko kesehatan
lingkungan. Yang disesuai kan dengan
sumber daya yang tersedia.
Inspeksi Kesehatan Lingkungan dilakukan
terhadap media air, udara, tanah, pangan,
sarana dan bangunan, serta vektor dan
binatang pembawa penyakit. Dalam
pelaksanaannya mengacu pada pedoman
pengawasan kualitas media lingkungan
sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
6. Pengukuran √ Pengukuran media lingkungan di tempat
Media dilakukan dengan menggunakan alat in situ
Lingkungan di untuk mengetahui kualitas media
Tempat lingkungan yang hasilnya langsung
diketahui di lapangan.
Contoh yang dilakukan adalah pengukuran
luas ventilasi dan kelembaban dalam
penanganan kasus ISPA.
7. Uji Laboratorium √ Uji laboratorium dilaksanakan di
40
laboratorium Dinas Kesehatan.
Contoh yang dilakukan dalam pengujian
makanan minuman dalam penanganan
kasus E-coli. Yang mana sampel diambil
oleh sanitarian ditemani oleh Dinas
Kesehatan. Yang mana hasil uji akan keluar
dalam waktu 1 minggu.
8. Analisis risiko √ Analisis risiko kesehatan lingkungan juga
kesehatan dilakukan untuk mencermati besarnya
lingkungan risiko yang dimulai dengan mendiskrisikan
masalah kesehatan lingkungan yang telah
dikenal dan melibatkan penetapan risiko
pada kesehatan manusia yang berkaitan
dengan masalah kesehatan lingkungan yang
bersangkutan.
Contoh hasil pengujian makanan minuman
laboratorium dilakukan analisis risiko
kesehatan lingkungannya oleh tenaga
sanitarian di Puskesmas Batu 10.
9. Langkah-Langkah √ Langkah-Langkah Inspeksi Kesehatan
Inspeksi Lingkungan
Kesehatan a. Persiapan:
Lingkungan 1) Mempelajari hasil Konseling.
2) Tenaga Kesehatan Lingkungan membuat
janji kunjungan rumah dan lingkungannya
dengan Pasien dan keluarganya.
3) Menyiapkan dan membawa berbagai
peralatan dan kelengkapan lapangan yang
41
diperlukan (formulir Inspeksi Kesehatan
Lingkungan, formulir pencatatan status
kesehatan lingkungan, media penyuluhan,
alat pengukur parameter kualitas
lingkungan)
4) Melakukan koordinasi dengan perangkat
desa/kelurahan (kepala desa/lurah,
sekretaris, kepala dusun atau ketua RW/RT)
dan petugas kesehatan/bidan di desa.
b. Pelaksanaan:
1) Melakukan pengamatan media
lingkungan dan perilaku masyarakat.
2) Melakukan pengukuran media
lingkungan di tempat, uji laboratorium, dan
analisis risiko sesuai kebutuhan.
3) Melakukan penemuan penderita lainnya.
4) Melakukan pemetaan populasi berisiko.
5) Memberikan saran tindak lanjut kepada
sasaran (keluarga pasien dan keluarga
sekitar). Saran tindak lanjut dapat berupa
Intervensi Kesehatan Lingkungan yang
bersifat segera. Saran tindak lanjut disertai
dengan pertimbangan tingkat kesulitan,
efektifitas dan biaya.
10. Intervensi √ Intervensi Kesehatan Lingkungan adalah
kesehatan tindakan penyehatan, pengamanan, dan
lingkungan pengendalian untuk mewujudkan kualitas
lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik,
42
kimia, biologi, maupun sosial, yang dapat
berupa:
a. komunikasi, informasi, dan edukasi, serta
penggerakan/pemberdayaan masyarakat;
b. perbaikan dan pembangunan sarana
(tidak semua sarana diperbaiki atau
dibangunkan dalam setiap penanganan
penyakit yang ada, karena keterbatasan
biaya).
c. rekayasa lingkungan (dalam hal ini
rekayasan lingkungan yang sering
dilakukan disetiao kegiatan gotong royong
yang langsung dikoordinasi oleh lintas
sector yaitu RT).
Table 4.2 ini memaparkan kesesuaian beberapa SOP. Mulai dari Alur
kegiatan pelayanan kesehatan lingkungan, Langkah-Langkah Konseling,
Petugas Inspeksi Kesehatan Lingkungan, Waktu Pelaksanaan Inspeksi
Kesehatan Lingkungan, Metode Inspeksi Kesehatan Lingkungan, Pengukuran
Media Lingkungan di Tempat, Uji Laboratorium, Analisis risiko kesehatan
lingkungan, Langkah-Langkah Inspeksi Kesehatan Lingkungan, sesuai antara
pelaksanaan di puskesmas batu 10 dengan regulasi PMK RI Nomor 13 Tahun
2015. Namun di SOP Intervensi kesehatan lingkungan point perbaikan dan
pembangunan sarana belum sesuai karena tidak semua sarana diperbaiki atau
dibangunkan dalam setiap penanganan penyakit yang ada, karena keterbatasan
biaya.
43
A. Alur Wawancara Petugas Klinik Sanitasi Dengan Pasien Di
Puskesmas Batu 10
1. Pasien yang ditujuk menyerahkan kartu status / rujukan ke
petugas klinik sanitasi
2. Petugas klinik sanitasi mempelajari kartu pasien untuk
mengetahui penyakit penderita
3. Lakukan wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan
sesuai penyakit yang diderita pasien
4. Simpulkan hasil wawancara apakah penyakit yang di derita
pasien itu ada indikasi berhubungan dengan faktor lingkungan
5. Berikan saran pemecahan yang sederhana, mudah dilaksanakan
dan murah sesuai dengan masalahnya
6. Apabila penyakit di sebabkan faktor lingkungan, adakan
kesepakatan kapan bisa berkunjung kerumah pasien
7. Pasien menuju apotek untuk mengambil obat dan selanjutnya
pulang
8. Petugas klinik sanitasi mengisi kartu status kesehatan
lingkungan berdasarkan kartu status penderita dan mencatat ke
dalam buku register klinik sanitasi
B. Alur Wawancara Klien Ke Klinik Sanitasi
1. Petugas melakukan wawancara dengan klien sesuai
permasalahan yang disampaikan dan hasilnya di catat
2. Simpulkan hail wawancara apakah permasalahan yang di
sampaikan ada indikasi berhubungan dengan faktor lingkungan
3. Berikan saran pemecahan yang sederhana, murah dan mudah di
laksanakan sesuai dengan masalahnya
4. Apabila di perlukan tindakan kesepakatan kapan bisa
berkunjung kerumah klien
5. Klien pulang
44
6. Petugas klinik sanitasi mengisi buku registrasi klien
berdasarkan penjelasan klien
45
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimulan
46
gedung. Jenis penyakit yang tedapat dalam panduan konseling klinik sanitasi
dan panduan lapangan ( form observasi) di Puskesamas Batu l0 ada lebih dari
10 jenis penyakit.
Di Puskesmas Batu 10 tersedia sarana pendukung untuk memberikan
edukasi kepada pasien ataupun klien seperti brosur, poster, dll namun belum
mencakup semua jenis penyakit berbasis lingkungan. Puskesmas Batu 10
melakukan kegiatan lintas sektor tingkat kelurahan 3 bulan sekali, sedangkan
tingkat kecamatan dilakukan 6 bulan sekali.
Dari hasil perbandingan prosedur kelinik sanitasi di puskesmas batu 1o
dengan regulasi didapatkan hasil bahwa terdapat cukup banyak kesesuaian
beberapa SOP. Mulai dari Alur kegiatan pelayanan kesehatan lingkungan,
Langkah-Langkah Konseling, Petugas Inspeksi Kesehatan Lingkungan, Waktu
Pelaksanaan Inspeksi Kesehatan Lingkungan, Metode Inspeksi Kesehatan
Lingkungan, Pengukuran Media Lingkungan di Tempat, Uji Laboratorium,
Analisis risiko kesehatan lingkungan, Langkah-Langkah Inspeksi Kesehatan
Lingkungan, sesuai antara pelaksanaan di puskesmas batu 10 dengan regulasi
PMK RI Nomor 13 Tahun 2015. Namun di SOP Intervensi kesehatan
lingkungan point perbaikan dan pembangunan sarana belum sesuai karena tidak
semua sarana diperbaiki atau dibangunkan dalam setiap penanganan penyakit
yang ada, karena keterbatasan biaya.
4.2 Saran
Dari hasil praktik daring di Puskesmas Btu 10 didapatkan hasil bahwa
pelayanan klinik Sanitasi dipuskemas sudah cukup baik namun masih ada
beberapa kendala dalam pelaksanaannya seperti kurangnya kerjasama yang
baik/komunikasi sehingga dibutuhkan lagi kerjasama yang baik antara
dokter/perawat diruang poli dengan petugas klinik sanitasi.
Selain itu di era pandemi COVID-19 ini mungkin bisa dilakukan
penambahan konsultasi klinik sanitasi secara daring bagi pasien/klien yang
47
ingin berkonsultasi dengan petugas klinik sanitasi sehingga pelayanan klinik
sanitasi dapat berjalan dengan baik meski di era pandemi seperti sekarang ini.
Untuk menunjang pelayanan klinik sanitasi di puskesmas lebih baik lagi jika
sarana pendukung seperti brosur dan poster dilengkapi lagi untuk semua jenis
penyakit berbasis lingkungan, sehingga pada saat pasien/klien datang
berkonsultasi maka pasien lebih mudah memahami.
48
DAFTAR PUSTAKA
Agung Maria Putri, S. A. (2018). Klinik Sanitasi dan Peranannya Dalam Peningkatan
Kesehatan Lingkungan Di Puskemas Pajangan Bantul. Jurnal Medika Respati.
Karimah, Z. (2017, Juli 17). Makalah Klinik Sanitasi. Retrieved from Scribd:
http://www.scribd.com
iv