Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN PRAKTIK KLINIK SANITASI

DI PUSKESMAS BATU 10

DISUSUN OLEH :

1. Afrilia Rahmi (PO7233318 609)


2. Alhad Oktafian (PO7233318 648)
3. Geby Putri Septiani (PO7233318 659)
4. Hanip Levi (PO7233318 619)
5. Nurhayati (PO7233318 666)
6. Rahmat (PO7233318 632)
7. Robi Tri Putra Juansyah (PO7233318 670)
8. Salsabilah Sitorus (PO7233318 673)
9. Solia Andriani (PO7233318 642)
10. Vinna Maristi (PO7233318 683)

DOSEN PENGAMPU :
Mutia Diansafitri , S.KM., M.Kes
Luh Pitriyanti, M.Kes

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES TANJUNGPINANG
DIII SANITASI
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga laporan praktik Klinik Sanitasi di
Puskesmas Batu 10 ini dapat diselesaikan sesuai dengan rencana dan waktu yang
ditentukan.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak


kekurangan, namun berkat adanya bimbingan dari ibu Luh pitriyanti M.Kes dan ibu
Mutia Diansafitri , S.KM., M.Kes sebagai dosen mata kuliah Klinik Sanitasi serta ibu
Iin Andriyani sebagai CI di Puskesmas Batu 10 sehingga penulis bisa menyelesaikan
laporan ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya

Penulis menyadari bahkan laporran ini masih banyak kekurangan, oleh karena
itu penulis sangar berharap mendapatkan kritik, saran, dan masukan yang
membangun untuk dijadikan pedoman dalam penulisan ke arah yang lebih baik lagi.
Semoga laporan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca.

Tanjungpinang, 18 November 2020

Penulis

i
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIK KLINIK SANITASI
DIPUSKESMAS BATU 10 TANJUNGPINANG
DISUSUN OLEH :

1. AFRILIA RAHMI (P07233318 609)


2. ALHAD OKTAFIAN (P07233318 648)
3. GEBY PUTRI SEPTIANI (P07233318 659)
4. HANIP LEVI (P07233318 619)
5. NUR HARYATI (P07233318 666)
6. RAHMAT (P07233318 632)
7. ROBI TRI PUTRA JUANSYAH (P07233318 670)
8. SALSABILAH SITORUS (P07233318 673)
9. VINNA MARISTI (P07233318 683)

Telah dipertahankan
Didepan pihak Puskesmas dan Dosen
Program Studi DIII Sanitasi
Poltekkes Kemenkes Tanjungpinang
Tanjungpinang, …………………..
Dosen Mata Kuliah Dosen Mata Kuliah

(Mutia Diansafitri , SKM, M.Kes) (Luh Fitriani, M.Kes)


NIP. NIP. 19920406 201902 2 001

Ketua Program Studi DIII


Sanitasi

(Weni Enjelina M.Si)


NIP. 19870404 201212 2 002

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 3
1.3 Tujuan Praktik .................................................................................................. 4
1.3.1 Tujuan Umum ....................................................................................... 4
1.3.2 TujuanKhusus ....................................................................................... 4
1.4 Manfaat Praktik ................................................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. 5
2.1 Klinik Sanitasi .................................................................................................. 5
2.2 Alur Kegiatan Pelayanan Klinik Sanitasi Puskesmas ................................. 6
2.2.1 Konseling ............................................................................................... 8
2.2.2 Inspeksi Kesehatan Lingkungan ....................................................... 12
2.2.3 Intervensi Kesehatan Lingkungan .................................................... 18
2.3 Penyakit Berbasis Lingkungan .................................................................... 21
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 24
3.1 Gambaran Umum Puskesmas Batu 10 ........................................................ 24
3.1.1 Struktur Organisasi Puskesmas Batu 10 Tanjungpinang............... 27
3.1.2 Program Puskesmas Batu 10 ............................................................. 27
3.2 Data Sepuluh Penyakit Terbesar DiP uskesmas Batu 10 ......................... 28
3.3 Teknis Penyelenggaraan Klinik Sanitasi Di Puskesmas Batu 10 ............ 35
3.3.1 Alur Kedatangan Pasien ke Klinik Sanitasi .................................... 37
3.3.2 Alur Kedatangan Klien ke Klinik Sanitasi ..................................... 37
3.4 Perbandingan Klinik Sanitasi Puskesmas Batu 10 dengan Regulasi...... 38

iii
3.5 Hambatan Pelaksanaan Klinik Sanitasi Di PuskesmasBatu 10 ............... 45
BAB IV PENUTUP ................................................................................................. 46
4.1 Kesimulan ....................................................................................................... 46
4.2 Saran ................................................................................................................ 47
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. iv

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit berbasis lingkungan adalah suatu kondisi patologis berupa
kelainan fungsi atau morfologi suatu organ tubuh yang disebabkan oleh
interaksi manusia dengan segala sesuatu disekitarnya yang memiliki potensi
penyakit. Penyakit berbasis lingkungan masih menjadi permasalahan hingga
saat ini. ISPA, dan diare yang merupakan penyakit berbasis lingkungan selalu
masuk dalam 10 besar penyakit di hampir seluruh Puskesmas di Indonesia (Siti
Thomas Zulaikha, 2019).
Penyakit berbasis lingkungan disebabkan oleh masih buruknya
kondisi sanitasi dasar,meningkatnya pencemaran,kurang higienis cara
pengolahan makanan, rendahnya perilaku hidup bersih dan sehat serta kurang
penatalaksanaan aspek kesehatan dan keselamatan kerja. Salah satu sanitasi
dasar terutama air bersih dan jamban, yang dapat memicu terjadinya penyakit
diare serta masih kurangnya rumah yang memenuhi syarat kesehatan sehingga
penyakit ISPA juga semakin meningkat. Penularan penyakit diare karena
infeksi bakteri dan virus biasanya melalui air minum dan makanan yang
terkontaminasi. Disamping itu jamban keluarga juga ikut berperan terjadinya
diare karena tanpa jamban masyarakat memilih buang air besar disembarang
tempat. Hal inilah yang dapat menularkan penyakit diare melalui media air atau
media makanan melalui lalat (Syarifuddin, dkk. 2010)
Kesehatan lingkungan sebagai salah satu upaya kesehatan ditujukan
untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi,
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya, sebagaimana tercantum dalam Pasal 162 Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Ketentuan mengenai

1
penyelenggaraan kesehatan lingkungan selanjutnya diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan, yang
pengaturannya ditujukan dalam rangka terwujudnya kualitas lingkungan yang
sehat tersebut melalui upaya pencegahan penyakit dan/atau gangguan kesehatan
dari faktor risiko kesehatan lingkungan di permukiman, tempat kerja, tempat
rekreasi serta tempat dan fasilitas umum.
Sanitasi merupakan upaya pengendalian terhadap faktor-faktor
lingkungan fisik manusia yang dapat berpengaruh buruk terhadap kesehatan
atau upaya kesehatan untuk memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan
dari subyeknya, misalnya menyediakan air bersih untuk mencuci tangan dalam
memelihara dan melindungi kebersihan tangan, menyediakan tempat sampah
untuk membuang sampah dalam memelihara kebersihan lingkungan,
membangun jamban untuk tempat membuang kotoran dalam memelihara
kebersihan lingkungan dan menyediakan air minum yang memenuhi syarat
kesehatan dalam upaya memelihara dan meningkatkan kesehatan. Lingkungan
mempunyai pengaruh yang besar terhadap derajat kesehatan masyarakat. Faktor
lingkungan meliputi lingkungan fisik, lingkungan biologik dan lingkungan
sosio kultural. Hohn Gordon menggambarkan adanya interaksi antara 3 faktor
yaitu faktor lingkungan (enviromenthal), pejamu (host) dan penyebab penyakit
(agent).
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan Kab/Kota
yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan disatu
atau sebagian wilayah kecamatan. Dalam puskesmas terdapat beberapa poli
antara lain poli umum 1,poli umum 2,poli anak dan remaja,poli MTBS serta
klinik sanitasi merupakan suatu upaya atau kegiatan yang mengintegrasikan
pelayanan kesehatan promotif, preventif, dan kuratif yang difokuskan pada
masyarakat yang berisiko tinggi untuk mengatasi masalah penyakit yang
berbasis lingkungan. Dalam pelayanan klinik sanitasi petugas kesehatan
lingkungan/sanitarian melakukan anamnesa melalui wawancara terhadap pasien

2
atau kelurganya mengenai keluhan utama, keluhan tambahan, riwayat penyakit
terdahulu, riwayat penyakit keluarga, lamanya sakit, kondisi lingkungan serta
sarana sanitasi yang digunakan.kegiatan klinik sanitasi dilakukan antara lain
kegiatan dalam gedung dan luar gedung (kunjungan rumah sebagai tindak
lanjut).
Pelaksanaan klinik sanitasi di sertakan dengan jadwal layanan
kesehatan puskesmas. Sesuai dengan hari yang telah di tetapkan, kigiatannya
berlangsung apabila ada pasien setelah di diagnosa oleh dokter bahwa
menderita salah satu penyakit berbasis lingkungan maka akan di rujuk ke
ruangan klinik sanitasi untuk dapat berkonsultasi langsung dengan tenaga
sanitarian terkait permasalahan lingkungan di sekitar tempat tinggalnya. Begitu
juga dengan masyarakat umum yang datang ke puskesmas hanya ingin
berkonsultasi terkait permasalahan lingkungan yang mereka hadapi. Hal itu
guna memperoleh informasi yang tepat dalam memecahkan permasalahan
lingkungan yang mereka hadapi. Selain itu tenaga sanitarian di puskesmas ini
yang bertanggung jawab dalam kegiatan klinik sanitasi hanya terdiri dari dua
orang. Hal ini terlihat jelas bahwa masih kurangnya tenaga sanitarian yang
berperan di dalamnya. Padahal untuk mencapai keberhasilan kegiatan ini harus
di dukung dengan tenaga sanitarian yang lebih, serta partisipasi dari masyarakat
dalam memanfaatkan klink sanitasi ini dengan baik.Adapun Hal yang melatar
belakangi kami untuk melakukan praktik mata kuliah Klinik Sanitasi adalah
untuk mengetahui bagaimana gambaran pelaksanaan program Klinik Sanitasi
dipuskesmas batu 10 Tanjungpinang tahun 2020.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka didapatkan rumusan
Masalah “Bagaimana gambaran pelaksanaan program klinik sanitasi Puskesmas
Batu 10 Tanjungpinang?”

3
1.3 Tujuan Praktik
1.3.1 Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mahasiswa mengenai
program klinik sanitasi yang diselenggarakan di puskesmas serta melakukan
literature review mengenai program klinik sanitasi di puskesmas.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Meningkatkan pengetahuan mengenai gambaran umum puskesmas
b. Meningkatkan pengetahuan mengenai teknis penyelenggaraan klinik
sanitasi di puskesmas.
c. Meningkatkan pengetahuan mengenai hambatan pelaksanaan klinik sanitasi
mahasiswa
d. Meningkatkan kemampuan dalam melakukan literature review mengenai
pelaksanaan klinik sanitasi di puskesmas
e. Meningkatkan kemampuan dalam memberikan saran perbaikan untuk
mengoptimalkan pelaksanaan klinik sanitasi di puskesmas

1.4 Manfaat Praktik


a. Memperoleh informasi mengenai gambaran pelaksanaan program klinik
sanitasi Puskesmas Batu 10 Tanjungpinang.
b. Mendapatkan informasi mengenai progam klinik sanitasi Puskesmas Batu
10 Tanjungpinang.
c. Menambah ilmu pengetahuan, terutama bidang kesehatan masyarakat dan
kesehatan lingkungan.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klinik Sanitasi

Klinik Sanitasi merupakan upaya atau kegiatan yang mengintegrasikan


pelayanan kesehatan antara promotif, preventif, dan kuratif yang difokuskan pada
penduduk yangberesiko tinggi untuk mengatasi masalah penyakit berbasis
lingkungan danmasalah kesehatan lingkungan pemukiman yang dilaksanakan
olehpetugas puskesmas bersama masyarakat yang dapat dilaksanakan secara
pasif dan aktif di dalam dan luar gedung puskesmas.

Klinik sanitasi bukan sebagai kegiatan pokok yang berdiri sendiri, tetapi
sebagai bagian integral dari kegiatan Puskesmas yang dilaksanakan secara lintas
program dan lintas sektor di wilayah kerja Puskesmas. Dalam melaksanakan
kegiatan Klinik Sanitasi masyarakat difasilitasi oleh petugas Puskesmas. Klinik
sanitasi diharapkan dapat memperkuat tugas dan fungsi Puskesmas dalam
melaksanakan pelayanan pencegahan dan pemberantasan penyakit berbasis
lingkungan dan semua persoalan yang ada kaitannya dengan kesehatan
lingkungan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Tujuan dari Program Klinik Sanitasi adalah untuk meningkatkan


kesehatan masyarakat melalui upaya preventif dan kuratif yang dilakukan secara
terpadu, terarah dan tersusun secara terus menerus. Adapun yang menjadi sasaran
program ini yaitu :
1. Penderita penyakit yang berhubungan dengan masalah kesehatan lingkungan
yang datang ke puskesmas.
2. Masyarakat umum ( klien ) yang mempunyai masalah kesehatan lingkungan
yang datang ke puskesmas.

5
3. Lingkungan penyebab masalah bagi penderita/klien dan masyarakat
sekitarnya.
2.2 Alur Kegiatan Pelayanan Klinik Sanitasi Puskesmas

Kegiatan pelayanan kesehatan lingkungan (klinik sanitasi) Puskesmas


dilaksanakan di dalam gedung dan luar gedung Puskesmas, meliputi:
1. Konseling
2. Inspeksi kesehatan lingkungan (kunjungan rumah)
3. Intervensi/tindakan kesehatan lingkungan.

Alur kegiatan pelayanan kesehatan lingkungan puskesmas (klinik


sanitasi) dapat dilihat pada skema dengan uraian berikut:
1. Pelayanan Pasien yang menderita penyakit dan/atau gangguan kesehatan yang
diakibatkan oleh Faktor Risiko Lingkungan
a) Pasien mendaftar di ruang pendaftaran.
b) Petugas pendaftaran mencatat/mengisi kartu status.
c) Petugas pendaftaran mengantarkan kartu status tersebut ke petugas ruang
pemeriksaan umum.
d) Petugas di ruang pemeriksaan umum Puskesmas (Dokter, Bidan,
Perawat) melakukan pemeriksaan terhadap Pasien.
e) Pasien selanjutnya menuju Ruang Promosi Kesehatan untuk mendapatkan
pelayanan Konseling.
f) Untuk melaksanakan Konseling tersebut, Tenaga Kesehatan Lingkungan
mengacu pada Contoh Bagan dan Daftar Pertanyaan Konseling
(terlampir).
g) Hasil Konseling dicatat dalam formulir pencatatan status kesehatan
lingkungan dan selanjutnya Tenaga Kesehatan Lingkungan memberikan
lembar saran/tindak lanjut dan formulir tindak lanjut Konseling kepada
Pasien.

6
h) Pasien diminta untuk mengisi dan menandatangani formulir tindak lanjut
Konseling.
i) Dalam hal diperlukan berdasarkan hasil Konseling dan/atau hasil
surveilans kesehatan menunjukkan kecenderungan berkembang atau
meluasnya penyakit atau kejadian kesakitan akibat Faktor Risiko
Lingkungan, Tenaga Kesehatan Lingkungan membuat janji Inspeksi
Kesehatan Lingkungan.
j) Setelah Konseling di Ruang Promosi Kesehatan, Pasien dapat mengambil
obat di Ruang Farmasi dan selanjutnya Pasien pulang.

2. Pelayanan Pasien yang datang untuk berkonsultasi masalah kesehatan


lingkungan (dapat disebut Klien)
a) Pasien mendaftar di Ruang Pendaftaran.
b) Petugas pendaftaran memberikan kartu pengantar dan meminta Pasien
menuju ke Ruang Promosi Kesehatan.
c) Pasien melakukan konsultasi terkait masalah kesehatan lingkungan atau
penyakit dan/atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh Faktor
Risiko Lingkungan.
d) Tenaga Kesehatan Lingkungan mencatat hasil Konseling dalam formulir
pencatatan status kesehatan lingkungan, dan selanjutnya memberikan
lembar saran atau rekomendasi dan formulir tindak lanjut Konseling
untuk ditindak lanjuti oleh Pasien.
e) Pasien diminta untuk mengisi dan menandatangani formulir tindak lanjut
Konseling.
f) Dalam hal diperlukan berdasarkan hasil Konseling dan/atau
kecenderungan berkembang atau meluasnya penyakit atau kejadian
kesakitan akibat Faktor Risiko Lingkungan, Tenaga Kesehatan
Lingkungan membuat janji dengan Pasien untuk dilakukan Inspeksi
Kesehatan Lingkungan dan selanjutnya Pasien dapat pulang.

7
2.2.1 Konseling
A. Pengertian Konseling

Konseling adalah hubungan komunikasi antara Tenaga Kesehatan


Lingkungan dengan Pasien yang bertujuan untuk mengenali dan
memecahkan masalah kesehatan lingkungan yang dihadapi. Dalam
Konseling, pengambilan keputusan adalah tanggung jawab Pasien. Pada
waktu Tenaga Kesehatan Lingkungan membantu Pasien terjadi langkah-
langkah komunikasi secara timbal balik yang saling berkaitan
(komunikasi interpersonal) untuk membantu Pasien membuat keputusan.
Tugas pertama Tenaga Kesehatan Lingkungan adalah menciptakan
hubungan dengan Pasien, dengan menunjukkan perhatian dan penerimaan
melalui tingkah laku verbal dan non verbal yang akan mempengaruhi
keberhasilan pertemuan tersebut. Konseling tidak semata-mata dialog,
melainkan juga proses sadar yang memberdayakan orang agar mampu
mengendalikan hidupnya dan bertanggung jawab atas tindakan-
tindakannya. Ciri-ciri Konseling meliputi :

1. Konseling sebagai proses yang dapat membantu Pasien dalam:


a) memperoleh informasi tentang masalah kesehatan keluarga yang
benar;
b) memahami dirinya dengan lebih baik;
c) menghadapi masalah-masalahnya sehubungan dengan masalah
kesehatan keluarga yang dihadapinya;
d) mengutarakan isi hatinya terutama hal-hal yang bersifat sensitif
dan sangat pribadi;
e) mengantisipasi harapan-harapan, kerelaan dan kapasitas merubah
perilaku;
f) meningkatkan dan memperkuat motivasi untuk merubah
perilakunya; dan/atau

8
g) menghadapi rasa kecemasan dan ketakutan sehubungan dengan
masalah kesehatan keluarganya.

2. Konseling bukan percakapan tanpa tujuan Konseling diadakan untuk


mencapai tujuan tertentu antara lain membantu Pasien untuk berani
mengambil keputusan dalam memecahkan masalahnya.
3. Konseling bukan berarti memberi nasihat atau instruksi pada Pasien
untuk sesuatu sesuai kehendak Tenaga Kesehatan Lingkungan.
4. Konseling berbeda dengan konsultasi maupun penyuluhan Dalam
konsultasi, pemberi nasehat memberikan nasehat seakanakan dia
seorang “ahli" dan memikul tanggung jawab yang lebih besar terhadap
tingkah laku atau tindakan Pasien, serta yang dihadapi adalah masalah.
Sedangkan penyuluhan merupakan proses penyampaian informasi
kepada kelompok sasaran dengan tujuan meningkatkan kesadaran
masyarakat.

B. Langkah-Langkah Konseling
Pelaksanaan Konseling dilakukan dengan fokus pada
permasalahan kesehatan yang dihadapi Pasien. Langkah-langkah kegiatan
Konseling sebagai berikut:
1. Persiapan (P1)
a) menyiapkan tempat yang aman, nyaman dan tenang;
b) menyiapkan daftar pertanyaan untuk mendapatkan informasi yang
dibutuhkan;
c) menyiapkan media informasi dan alat peraga bila diperlukan
seperti poster, lembar balik, leaflet, maket (rumah sehat, jamban
sehat, dan lain-lain) serta alat peraga lainnya.
2. Pelaksanaan (P2) Dalam pelaksanaan, Tenaga Kesehatan Lingkungan
menggali data/informasi kepada Pasien atau keluarganya, sebagai
berikut:

9
1) umum, berupa data individu/keluarga dan data lingkungan;
2) khusus, meliputi:
a) identifikasi prilaku/kebiasaan;
b) identifikasi kondisi kualitas kesehatan lingkungan;
c) dugaan penyebab; dan
d) saran dan rencana tindak lanjut.

Ada enam langkah dalam melaksanakan Konseling yang biasa


disingkat dengan "SATU TUJU" yaitu :
1. SA = Salam, Sambut:
a) Beri salam, sambut Pasien dengan hangat.
b) Tunjukkan bahwa Anda memperhatikannya, mengerti keadaan
dan keperluannya, bersedia menolongnya dan mau meluangkan
waktu.
c) Tunjukkan sikap ramah.
d) Perkenalkan diri dan tugas Anda.
e) Yakinkan dia, bahwa Anda bisa dipercaya dan akan menjaga
kerahasiaan percakapan anda dengan Pasien.
f) Tumbuhkan keberaniannya untuk dapat mengungkapkan diri.

2. T - tanyakan :
a) Tanyakan bagaimana keadaan atau minta Pasien untuk
menyampaikan masalahnya pada Anda.
b) Dengarkan penuh perhatian dan rasa empati.
c) Tanyakan apa peluang yang dimilikinya.
d) Tanyakan apa hambatan yang dihadapinya.
e) Beritahukan bahwa semua keterangan itu diperlukan untuk
menolong mencari cara pemecahan masalah yang terbaik bagi
Pasien.

10
3. U-Uraikan :
Uraikan tentang hal-hal yang ingin diketahuinya atau anda
menganggap perlu diketahuinya agar lebih memahami dirinya,
keadaan dan kebutuhannya untuk memecahkan masalah. Dalam
menguraikan anda bisa menggunakan media Komunikasi, Informasi,
dan Edukasi (KIE) supaya lebih mudah dipahami.
4. TU – Bantu :
Bantu Pasien mencocokkan keadaannya dengan berbagai
kemungkinan yang bisa dipilihnya untuk memperbaiki keadaannya
atau mengatasi masalahnya.
5. J - Jelaskan :
Berikan penjelasan yang lebih lengkap mengenai cara
mengatasi permasalahan yang dihadapi Pasien dari segi positif dan
negatif serta diskusikan upaya untuk mengatasi hambatan yang
mungkin terjadi. Jelaskan berbagai pelayanan yang dapat
dimanfaatkan untuk memecahkan masalah tersebut.
6. U – Ulangi :
Ulangi pokok-pokok yang perlu diketahui dan diingatnya.
Yakinkan bahwa anda selalu bersedia membantunya. Kalau Pasien
memerlukan percakapan lebih lanjut yakinkan dia bahwa anda siap
menerimanya.

Setelah proses SATU TUJU dilaksanakan, Tenaga Kesehatan


Lingkungan menindaklanjuti dengan:
1. melakukan penilaian terhadap komitmen Pasien (Formulir tindak
lanjut konseling) yang telah diisi dan ditandatangani untuk mengambil
keputusan yang disarankan, dan besaran masalah yang dihadapi;
2. menyusun rencana kunjungan untuk Inspeksi Kesehatan Lingkungan
sesuai hasil Konseling; dan

11
3. menyiapkan langkah-langkah untuk intervensi.

Dalam melaksanakan Konseling kepada Pasien, Tenaga


Kesehatan Lingkungan menggunakan panduan Konseling sebagaimana
contoh bagan dan daftar pertanyaan terlampir. Tenaga Kesehatan
Lingkungan dapat mengembangkan daftar pertanyaan terhadap Pasien
dengan diagnosis penyakit lain atau sesuai kebutuhan. Tenaga Kesehatan
Lingkungan dalam memberikan saran tindak lanjut sesuai dengan
permasalahan kesehatan lingkungan yang dihadapi berdasarkan pedoman
teknis yang berlaku.

2.2.2 Inspeksi Kesehatan Lingkungan


A. Pengertian Inspeksi Kesehatan Lingkungan

Inspeksi kesehatan lingkungan adalah kegiatan pemeriksaan dan


pengamatan secara langsung terhadap media lingkungan dalam rangka
pengawasan berdasarkan standar, norma dan baku mutu yang berlaku
untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang sehat. Inspeksi Kesehatan
Lingkungan dilaksanakan berdasarkan hasil Konseling terhadap Pasien
dan/atau kecenderungan berkembang atau meluasnya penyakit dan/atau
kejadian kesakitan akibat Faktor Risiko Lingkungan. Inspeksi Kesehatan
Lingkungan juga dilakukan secara berkala, dalam rangka investigasi
Kejadian Luar Biasa (KLB) dan program kesehatan lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
B. Pelaksanaan Inspeksi Kesehatan Lingkungan
1. Petugas Inspeksi Kesehatan Lingkungan
Inspeksi Kesehatan Lingkungan dilaksanakan oleh Tenaga
Kesehatan Lingkungan (sanitarian, entomolog dan mikrobiolog) yang
membawa surat tugas dari Kepala Puskesmas dengan rincian tugas
yang lengkap. Dalam pelaksanaan Inspeksi Kesehatan Lingkungan
Tenaga Kesehatan Lingkungan sedapat mungkin mengikutsertakan

12
petugas Puskesmas yang menangani program terkait atau mengajak
serta petugas dari Puskesmas Pembantu, Poskesdes, atau Bidan di
desa. Terkait hal ini Lintas Program Puskesmas berperan dalam:
1) Melakukan sinergisme dan kerja sama sehingga upaya promotif,
preventif dan kuratif dapat terintegrasi.
2) Membantu melakukan Konseling dan pada waktu kunjungan
rumah dan lingkungan.
3) Apabila di lapangan menemukan penderita penyakit karena Faktor
Risiko Lingkungan, harus melaporkan pada waktu lokakarya mini
Puskesmas, untuk diketahui dan ditindaklanjuti.
2. Waktu Pelaksanaan Inspeksi Kesehatan Lingkungan
Waktu pelaksanaan Inspeksi Kesehatan Lingkungan sebagai
tindak lanjut hasil Konseling sesuai dengan kesepakatan antara Tenaga
Kesehatan Lingkungan dengan Pasien, yang diupayakan dilakukan
paling lambat 24 (dua puluh empat) jam setelah Konseling.
3. Metode Inspeksi Kesehatan Lingkungan Inspeksi Kesehatan
Lingkungan dilakukan dengan cara/metode sebagai berikut:
a) pengamatan fisik media lingkungan;
b) pengukuran media lingkungan di tempat;
c) uji laboratorium; dan/atau
d) analisis risiko kesehatan lingkungan. Inspeksi Kesehatan
Lingkungan dilakukan terhadap media air, udara, tanah, pangan,
sarana dan bangunan, serta vektor dan binatang pembawa
penyakit.

Dalam pelaksanaannya mengacu pada pedoman pengawasan


kualitas media lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.

13
1) Pengamatan fisik media lingkungan Secara garis besar,
pengamatan fisik terhadap media lingkungan dilakukan sebagai
berikut:
a. Air - Mengamati sarana (jenis dan kondisi) penyediaan air
minum dan air untuk keperluan higiene sanitasi (sumur
gali/sumur pompa tangan/KU/perpipaan/penampungan air
hujan). - Mengamati kualitas air secara fisik, apakah berasa,
berwarna, atau berbau. - Mengetahui kepemilikan sarana
penyediaan air minum dan air untuk keperluan higiene
sanitasi, apakah milik sendiri atau bersama.
b. Udara - Mengamati ketersediaan dan kondisi kebersihan
ventilasi. - Mengukur luas ventilasi permanen (minimal 10%
dari luas lantai), khusus ventilasi dapur minimal 20% dari luas
lantai dapur, asap harus keluar dengan sempurna atau dengan
ada exhaust fan atau peralatan lain.
c. Tanah Mengamati kondisi kualitas tanah yang berpotensi
sebagai media penularan penyakit, antara lain tanah bekas
Tempat Pembuangan Akhir/TPA Sampah, terletak di daerah
banjir, bantaran sungai/aliran sungai/longsor, dan bekas lokasi
pertambangan.
d. Pangan Mengamati kondisi kualitas media pangan, yang
memenuhi prinsip-prinsip higiene sanitasi dalam pengelolaan
pangan mulai dari pemilihan dan penyimpanan bahan
makanan, pengolahan makanan, penyimpanan makanan
masak, pengangkutan makanan, dan penyajian makanan.
e. Sarana dan Bangunan Mengamati dan memeriksa kondisi
kualitas bangunan dan sarana pada rumah/tempat tinggal
Pasien, seperti atap, langit-langit, dinding, lantai, jendela,

14
pencahayaan, jamban, sarana pembuangan air limbah, dan
sarana pembuangan sampah.
f. Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit Mengamati adanya
tanda-tanda kehidupan vektor dan binatang pembawa
penyakit, antara lain tempat berkembang biaknya jentik,
nyamuk, dan jejak tikus.
2) Pengukuran Media Lingkungan di Tempat Pengukuran media
lingkungan di tempat dilakukan dengan menggunakan alat in situ
untuk mengetahui kualitas media lingkungan yang hasilnya
langsung diketahui di lapangan. Pada saat pengukuran media
lingkungan, jika diperlukan juga dapat dilakukan pengambilan
sampel yang diperuntukkan untuk pemeriksaan lanjutan di
laboratorium.
3) Uji Laboratorium Apabila hasil pengukuran in situ memerlukan
penegasan lebih lanjut, dilakukan uji laboratorium. Uji
laboratorium dilaksanakan di laboratorium yang terakreditasi
sesuai parameternya. Apabila diperlukan, uji laboratorium dapat
dilengkapi dengan pengambilan spesimen biomarker pada
manusia, fauna, dan flora.
4) Analisis risiko kesehatan lingkungan
Analisis risiko kesehatan lingkungan merupakan
pendekatan dengan mengkaji atau menelaah secara mendalam
untuk mengenal, memahami dan memprediksi kondisi dan
karakterisktik lingkungan yang berpotensi terhadap timbulnya
risiko kesehatan, dengan mengembangkan tata laksana terhadap
sumber perubahan media lingkungan, masyarakat terpajan dan
dampak kesehatan yang terjadi.
Analisis risiko kesehatan lingkungan juga dilakukan
untuk mencermati besarnya risiko yang dimulai dengan

15
mendiskrisikan masalah kesehatan lingkungan yang telah dikenal
dan melibatkan penetapan risiko pada kesehatan manusia yang
berkaitan dengan masalah kesehatan lingkungan yang
bersangkutan. Analisis risiko kesehatan lingkungan dilakukan
melalui:
a) Identifikasi bahaya Mengenal dampak buruk kesehatan yang
disebabkan oleh pemajanan suatu bahan dan memastikan
mutu serta kekuatan bukti yang mendukungnya.
b) Evaluasi dosis respon Melihat daya racun yang terkandung
dalam suatu bahan atau untuk menjelaskan bagaimana suatu
kondisi pemajanan (cara, dosis, frekuensi, dan durasi) oleh
suatu bahan yang berdampak terhadap kesehatan.
c) Pengukuran pemajanan Perkiraan besaran, frekuensi dan
lamanya pemajanan pada manusia oleh suatu bahan melalui
semua jalur dan menghasilkan perkiraan pemajanan.
d) Penetapan Risiko. Mengintegrasikan daya racun dan
pemajanan kedalam “perkiraan batas atas” risiko kesehatan
yang terkandung dalam suatu bahan. Hasil analisis risiko
kesehatan lingkungan ditindaklanjuti dengan komunikasi
risiko dan pengelolaan risiko dalam rencana tindak lanjut
yang berupa Intervensi Kesehatan Lingkungan.

4. Langkah-Langkah Inspeksi Kesehatan Lingkungan


a. Persiapan:
1) Mempelajari hasil Konseling.
2) Tenaga Kesehatan Lingkungan membuat janji kunjungan
rumah dan lingkungannya dengan Pasien dan keluarganya.
3) Menyiapkan dan membawa berbagai peralatan dan
kelengkapan lapangan yang diperlukan (formulir Inspeksi

16
Kesehatan Lingkungan, formulir pencatatan status kesehatan
lingkungan, media penyuluhan, alat pengukur parameter
kualitas lingkungan)
4) Melakukan koordinasi dengan perangkat desa/kelurahan
(kepala desa/lurah, sekretaris, kepala dusun atau ketua RW/RT)
dan petugas kesehatan/bidan di desa.
b. Pelaksanaan:
1) Melakukan pengamatan media lingkungan dan perilaku
masyarakat.
2) Melakukan pengukuran media lingkungan di tempat, uji
laboratorium, dan analisis risiko sesuai kebutuhan.
3) Melakukan penemuan penderita lainnya.
4) Melakukan pemetaan populasi berisiko.
5) Memberikan saran tindak lanjut kepada sasaran (keluarga
pasien dan keluarga sekitar). Saran tindak lanjut dapat berupa
Intervensi Kesehatan Lingkungan yang bersifat segera. Saran
tindak lanjut disertai dengan pertimbangan tingkat kesulitan,
efektifitas dan biaya.

Dalam melaksanakan Inspeksi Kesehatan Lingkungan,


Tenaga Kesehatan Lingkungan menggunakan panduan Inspeksi
Kesehatan Lingkungan berupa bagan dan daftar pertanyaan untuk
setiap penyakit sebagaimana contoh daftar pertanyaan terlampir.
Tenaga Kesehatan Lingkungan dapat mengembangkan daftar
pertanyaan tersebut sesuai kebutuhan. Hasil Inspeksi Kesehatan
Lingkungan dilanjutkan dengan rencana tindak lanjut berupa
Intervensi Kesehatan Lingkungan.

17
2.2.3 Intervensi Kesehatan Lingkungan

Intervensi kesehatan lingkungan adalah tindakan penyehatan,


pengamanan, dan pengendalian untuk mewujudkan kualitas lingkungan
yang sehat baik dari aspek fisik, kimia, biologi, maupun sosial, yang
dapat berupa:
1. komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE), serta pemberdayaan
masyarakat
2. perbaikan dan pembangunan sarana
3. pengembangan teknologi tepat guna
4. rekayasa lingkungan.

Dalam pelaksanaannya Intervensi Kesehatan Lingkungan harus


mempertimbangkan tingkat risiko berdasarkan hasil Inspeksi Kesehatan
Lingkungan. Pada prinsipnya pelaksanaan Intervensi Kesehatan
Lingkungan dilakukan oleh Pasien sendiri. Dalam hal cakupan Intervensi
Kesehatan Lingkungan menjadi luas, maka pelaksanaannya dilakukan
bersama pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat/swasta.

1. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE), serta Pemberdayaan


Masyarakat.
Pelaksanaan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)
dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan prilaku
masyarakat terhadap masalah kesehatan dan upaya yang diperlukan
sehingga dapat mencegah penyakit dan/atau gangguan kesehatan
akibat Faktor Risiko Lingkungan. KIE dilaksanakan secara bertahap
agar masyarakat umum mengenal lebih dulu, kemudian menjadi
mengetahui, setelah itu mau melakukan dengan pilihan/opsi yang
sudah disepakati bersama. Pelaksanaan penggerakan/pemberdayaan
masyarakat dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan kualitas
lingkungan melalui kerja bersama (gotong royong) melibatkan semua

18
unsur masyarakat termasuk perangkat pemerintahan setempat dan
dilakukan secara berkala. Contoh:
a) Pemasangan dan/atau penayangan media promosi kesehatan
lingkungan pada permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, dan
tempat dan fasilitas umum;
b) Pelatihan masyarakat untuk 3M (menutup, menguras, dan
mengubur), pembuatan sarana sanitasi dan sarana pengendalian
vektor; - Pemicuan, pendampingan, dan percontohan untuk
menuju Sanitasi Total pada kegiatan Kegiatan Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat/STBM;
c) Gerakan bersih desa;

2. Perbaikan dan Pembangunan Sarana


Perbaikan dan pembangunan sarana diperlukan apabila pada
hasil Inspeksi Kesehatan Lingkungan menunjukkan adanya Faktor
Risiko Lingkungan penyebab penyakit dan/atau gangguan kesehatan
pada lingkungan dan/atau rumah Pasien. Perbaikan dan pembangunan
sarana dilakukan untuk meningkatkan akses terhadap air minum,
sanitasi, sarana perumahan, sarana pembuangan air limbah dan
sampah, serta sarana kesehatan lingkungan lainnya yang memenuhi
standar dan persyaratan kesehatan lingkungan. Tenaga Kesehatan
Lingkungan dapat memberikan desain untuk perbaikan dan
pembangunan sarana sesuai dengan tingkat risiko, dan standar atau
persyaratan kesehatan lingkungan, dengan mengutamakan material
lokal. Contoh perbaikan dan pembangunan sarana sebagai berikut:
a) penyediaan sarana cuci tangan dengan material bambu;
b) pembuatan saringan air sederhana;
c) pembuatan pasangan/cincin pada bibir sumur untuk mencegah
kontaminasi air dan berkembangbiaknya vektor;

19
d) pemasangan genteng kaca untuk pencahayaan ruangan;
e) pembuatan tangki septik, pembuatan ventilasi, plesteran semen
pada lantai tanah, dan pembuatan sarana air bersih yang tertutup.

3. Pengembangan Teknologi Tepat Guna


Pengembangan teknologi tepat guna merupakan upaya
alternatif untuk mengurangi atau menghilangkan faktor risiko
penyebab penyakit dan/atau gangguan kesehatan. Pengembangan
teknologi tepat guna dilakukan dengan mempertimbangkan
permasalahan yang ada dan ketersediaan sumber daya setempat sesuai
kearifan lokal. Pengembangan teknologi tepat guna secara umum harus
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat, memanfaatkan sumber
daya yang ada, dibuat sesuai kebutuhan, bersifat efektif dan efisien,
praktis dan mudah diterapkan/dioperasionalkan, pemeliharaannya
mudah, serta mudah dikembangkan. Contoh:
a) pembuatan saringan pasir cepat/lambat untuk mengurangi
kekeruhan dan/atau kandungan logam berat dalam air;
b) pembuatan kompos dari sampah organik;
c) pengolahan air limbah rumah tangga untuk ternak ikan;

4. Rekayasa Lingkungan
Rekayasa lingkungan merupakan upaya mengubah media
lingkungan atau kondisi lingkungan untuk mencegah pajanan agen
penyakit baik yang bersifat fisik, biologi, maupun kimia serta
gangguan dari vektor dan binatang pembawa penyakit. Contoh
rekayasa lingkungan:
a) menanam tanaman anti nyamuk dan anti tikus;
b) pemeliharaan ikan kepala timah atau guppy;
c) pemberian bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang
tidak tertutup;

20
d) membuat saluran air dari laguna ke laut agar ada peningkatan
salinitas.

2.3 Penyakit Berbasis Lingkungan

Jenis-jenis penyakit berbasis lingkungan yang sering dijumpai antara


lain sebagai berikut :
1. Diare
Menurut WHO, penyakit diare adalah suatu penyakit yang ditandai
dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai
mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari
biasanya yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai
dengan muntah atau tinja yang berdarah (WHO,2012).
2. Malaria
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit yang disebut
plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi
parasit plasmodium. Dalam tubuh manusia plasmodium berkembangbiak
dihati kemudian menginfeksi sel-sel darah merah (WHO, 2012)
3. DBD
Penyakit DBD adalah penyakit infeksi oleh virus dangue yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dengan ciri demam tinggi
mendadak dan disertai manfestasi pendarahan dan beradaptasi
menimbulkan rejatan (syok) dan kematian (Ditjen, PPM, PII, 2015)
4. Penyakit kulit
Penyakit kulit adalah kondisi dimana lapisan luar kulit mengalami
masalah, bisa menyebabkan kulit menjadi gatal, bersisik, hingga memerah.
Biasanya penyakit kulit terjadi akibat infeksi oleh bakteri, virus, jamur,
ataupun parasit pada kulit.

21
5. Kecacingan
Kecacingan merupakan infeksi yang disebabkan oleh cacing yang
hidup sebagai parasit didalam tubuh manusia. Seseorang dapat terinfeksi
penyakit kecacingan ketika telur atau larva masuk kedalam tubuh
kemudian tumbuh menjadi cacing dewasa dan bertelur didalam tubuh. Jenis
cacing gelang antara lain cacing gelang, cacing cambuk, dan caing
tambang.
6. ISPA
ISPA ( Infeksi Saluran Pernapasan Akut) meliputi saluran
pernapasan atas dan bawah. ISPA adalah infeksi saluran pernapas yang
berlangsung selama hamper 14 hari, yang dimaksud dengan saluran
pernapasan addalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru,
beserta organ-organ disekitarnya seperti sinus, ruang telinga tengah dan
selaput paru ( Depkes RI, 2012)
7. TB. Paru
TB Paru ( Tuberkulosis Paru) adalah penyakit infeksius yang
disebabkan oleh kuman TB (Mikrobakterium Tuberculosis). Sebagian
besar menyerang paru tetapi juga dapat menyerang organ tubuh lainnya
(Kemenkes RI, 2009)
8. Keracunan Makanan
Keracunan makanan adalah kondisi yang ditandai dengan
munculnya mual, muntah, atau diare setelah mengonsumsi makanan yang
telah terkontaminasi. Kontaminasi tersebut dapat disebabkan oleh bakteri
atau racun yang masuk kedalam tubuh.
9. Keracunan Pestisida
Keracunan pestisida adalah kondisi dimana cairan pestisida masuk
kedalam tubuh manusia sehingga menyebakan gangguan kesehatan. Orang
yang berpotensi terkena keracunan makanan adalah petani.

22
10. Flu Burung
Flu burung merupakan flu yang ditularkan oleh unggas/burung
kepada manusia. Penularan ini biasanya terjadi akibat adanya kontak
langsung antara manusia dan unggas/burung yang terinfeksi firus flu
burung.
11. Chikungunya
Chikungunya adalah jenis demam virus yang disebabkan oleh
alphavirus yang disebabkan oleh gigitan nyamuk dari spesies nyamuk
aedes aegypti.
12. Filariasis
Filariasis atau kaki gajah adalah pembengkakan tungkai akibat
infeksi cacing jenis filarial. Cacing ini menyerang pembuluh getah bening
dan ditularkan melalui gigitan nyamuk.

23
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Gambaran Umum Puskesmas Batu 10


Puskesmas Batu 10 berdiri pada tahun 1980 terletak di Kelurahan
Pinang Kencana dengan Luas Wilayah Kerja 36 . Puskesmas Batu 10
melakukan renovasi besar-besaran dari bangunan lama menjadi bangunan baru
dengan gedug lantai 3dilengkapi Ruang Rapat, Aula serta Mushala. Gedung
baru diresmikan oleh wali Kota Tanjungpinang pada tanggal 26 Januari 2016.
Puskemas Batu 10 Tanjungpinang merupakan puskesmas Traumatic center
dengan jadwal pelayanan mulai dari jam 08.00 s/d 21.00 wib.

Wilayah cangkupan pelayanan Puskesmas Batu 10 meliputi dua


kelurahan yaitu Kelurahan Pinang Kencana dengan Jumlah penduduk 34.481
jiwa dan Kelurahan Air Raja 15.702 jiwa total penduduk 50.183 jiwa.
Batas wilayah kerja Puskemas Batu 10 meliputi :
a. Sebelah Utara : Berbatasan dengan wilayah kerja Kecamatan Gunung
Kijang
b. Sebelah selatan : Berbatasan dengan Kelurahan Batu 10
c. Sebelah Timur : Berbatasan dengan wilayah kerja Kecamatan Bintan
Timur
d. Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kelurahan Melayu Kota Piring.

Adapun data monografi wilayah kerja Puskesmas Batu 10 pada akhir


tahun 2017 dapat dijabarkan menurut dua masing-masing kelurahan yaitu
berdasarkan keadaan geografis, luas wilayah, jumlah penduduk, jumlah RT
dan RW, kepadatan penduduk dan peta wilayah masing-masing keluarahan
wilayah kerja Puskesmas Batu 10 dapat dilihat dibawah ini.

24
Wilayah Kerja Puskesmas Batu 10

25
Tabel 3.1.1
Luas Wilayah Perkelurahan
Nama Kelurahan Luas Wilayah Presentase
Pinang Kencana 23 55,69
Air Raja 23 44,31
Jumlah 36 100

Tabel 3.1.2
Jumlah Penduduk Per Kelurahan
Nama Kelurahan Jumlah Laki-laki Perempuan
Penduduk
P. Kencana 34,481 17,656 16,825 jiwa
Air Raja 15,702 8,023 7,679 jiwa
Jumlah 50,183 23,679 24,504 jiwa

Tabel 3.1.3
Jumlah KK, RT dan RW Per kelurahan
Nama kelurahan Jumlah KK Jumlah RT Jumlah RW
P. Kencana 10232 67 11
Air Raja 4718 33 9
Jumlah 13,243 90 19

Tabel 3.1.4
Pendidikan Terakhir Penduduk
Pendidikan Terakhir Pinang Kencana Air Raja
Tidak/Belum Sekolah 8.124 3.234
Tdk Tmt Sd/Sederajat 3.902 1.638
Tamat Sd/Sederajat 3.880 1.978
Sltp/Sederajat 3.569 2.018
Slta/Sederajat 8.145 4.202
Dipli//II 250 84
Dipl Iii/S.Muda 765 361
Dipliv/Strata 1.703 787
Strata II 101 52
Strata III 2 3
Jumlah Penduduk 30.441 14.357

26
3.1.1 Struktur Organisasi Puskesmas Batu 10 Tanjungpinang
a. Kepala Puskesmas : drg. SY Dafiamy,Sp.Pros
b. Kasubag Tata Usaha : Rumondang Pakpahan, S.Gz
c. PJ UKM Essensial dan Keperawatan : dr. Sejahtera Surbakti
KesehatanMasyarakat
d. PJ UKM Pengembangan : Kemistia Eva, SST
e. PJ UKP Kefarmasian dan Laboratorium : dr.Denisa Valianty
f. PJ Jejaring Pelayanan Kesehatan : Suriati, SST
Puskesmas dan Jejaring Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.
3.1.2 Program Puskesmas Batu 10
1. Visi

Guna mendukung visi Dinas Kesehatan kota Tanjungpinang


yaitu :

“Mewujudkan Masyarakat Kota Tanjungpinang Yang Sehat Dan


Mandiri.” Maka disusunlah visi puskesmas batu 10 yaitu : “ Menjadi
Puskesmas Pengembang Trauma Center, Ramah Anak Dan Dental
Estetika Yang Terbaik Dan Terjangkau Di Kota Tanjungpinang
Menuju Masyarakat Sehat Dan Mandiri”.

2. Misi

Guna mewujudkan visi tersebut maka puskesmas batu 10


menjabarkan misi yang akan dilaksanakan sebagai berikut :

1. Mengembangkan pelayanan emergency yang terbaik sebagai


puskesmas trauma center

2. Meningkatkan pelayanan kesehatan pada anak bayi dan balita


secara professional dan berkualitas yang didukung oleh

27
infrastruktur yang memadai dan sumber daya manusia yang
berkarakter

3. Meningkatkan pelayanan kesehatan gigi dan mulut dengan


melengkapi sarana dan prasarana dan sumber daya manusia yang
professional

4. Meningkatkan secara berkelanjutan kompetensi sumber daya


manusia melalui pendidikan dan pelatihan guna menunjang
seluruh pelaksanaan program puskesmas.

5. Membangun kerja sama saling menguntungkan dengan berbagai


pihak

6. Meningkatkan program pemberdayaan masyarakat menuju


masyarakat sehat dan mandiri

Dengan tujuan terselenggaranya upaya kesehatan secara


menyeluruh, terpadu, berkelanjutan, terjangkau dan bermutu
terutakma bagi masyarakat miskin, menurunnya angka kesakitan
dan kematian akibat penyakit serta meningkatknya status gizi
masyarakat.

3.2 Data Sepuluh Penyakit Terbesar Di Puskesmas Batu 10


Tabel 3.2.1
Sepuluh penyakit terbesar pada bulan januari 2020
No Nama Penyakit Jumlah Kode Penyakit
1 ISPA 861 J00-J05
2 Penyakit Hipertensi 344 110-115
3 Infeksi pada pulpa dan jar 285 K04
apikal
4 Gastritis dan Duodenitas 236 K29-K30
5 Peny. Ginggivitis,periodental 166 K05,K06,K08
dan jar. Pendukung gigi

28
lainnya
6 Antropaties 118 M00-M36
7 Penyakit pada rongga mulut, 118 K001-K12
kelenjar saliva dan rahang
lainnya
8 Kelainan dermatitis, eksim dan 106 L20-L45
papulosquama
9 Diabetes Melitus 100 E10-E14
10 Kelainan pada jar. Lunak 75 M70-M79
penunjang otot lainnya
Total 2409
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa ISPA merupakan penyakit
nomor 1 terbesar pada bulan januari dengan jumlah kasus sebanyak 861
kasus. Sedangan di urutan kesepuluh ada penyakit kelainan pada jaringan
lunak penunjang otot lainnya dengan jumlah kasus sebanyak 75 kasus.

Tabel 3.2.2
Sepuluh penyakit terbesar pada bulan februari 2020
No Nama Penyakit Jumlah Kode Penyakit
1 ISPA 764 J00-J06
2 Penyakit lainnya 580
3 Penyakit Hipertensi 279 110-115
4 Gastritis dan Duodenitas 234 K29-K30
5 Kelainan pada sistem syaraf 108 G00-G99
6 Infeksi pada pulpa dan 153 K04
jaringan Apikal
7 Diabetes Melitus 94 E10-E14
8 Anthropaties 90 M00-M36
9 Peny. Ginggiviatis periodental 87 K05-K06.K08
dan jar. Pendukung gigi
lainnya
10 Kelainan dermatitis,eksim da 72 L20-L45
papulosquama
Total 2461
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa ISPA masih merupakan
penyakit nomor 1terbesar pada bulan februari dengan jumlah kasus sebanyak
764 kasus, jumlah ini sedikit menurun dari jumlah kasus sebelumnya yaitu

29
pada bulan januari. Sedangan di urutan kesepuluh ada penyakit kelainan
dermatitis,eksim da papulosquama dengan jumlah kasus sebanyak 72 kasus.

Tabel 3.2.3
Sepuluh penyakit terbesar pada bulan maret 2020
No Nama Penyakit Jumlah Kode Penyakit
1 ISPA 842 J00-J06
2 Penyakit Hipertensi 304 K04
3 Penyakit Lainnya 268
4 Infeksi pada pulpa dan 219 M60-M63
jaringan apikal
5 Gastritis duodenitis 195 K29-K30
6 Diabetes Melitus 97 B00-B09
7 Peny. Ginggivitis periodental 92 K05-K06.K08
dan jar.pendukung gigi
lainnya
8 Kelainan dermatitis, eksim da 77 L20-L45
papulosquama
9 Anthropaties 77 M00-M36
10 Kelainan pada jar. Lunak 70 M70-M79
penunjang otot lainnya
Total 2241
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa ISPA masih merupakan
penyakit nomor 1terbesar pada bulan maret dengan jumlah kasus sebanyak
842 kasus, jumlah ini kembali meningkat dari bulan februari. Sedangan di
urutan kesepuluh ada penyakit kelainan pada jaringan lunak penunjang otot
lainnya dengan jumlah kasus sebanyak 70 kasus.

Tabel 3.2.4
Sepuluh penyakit terbesar pada bulan april 2020
No Nama Penyakit Jumlah Kode Penyakit
1 Penyakit lainnya 374 J00-J06
2 ISPA 197 J00-J06
3 Penyakit Hipertensi 196
4 Gastritis Duodenitis 141 K29-K30
5 Kelainan dermatitis,eksim da 59 L20-L45
papulosquama

30
6 Anthropaties 58 M00-M36
7 Diabetes Melitus 51 B00-B09
8 Infeksi pada pulpa dan 43 M60-M63
jaringan Apikal
9 Kelainan pada jar. Lunak 33 M70-M79
penunjang otot lainnya
10 Peny. Ginggivitis periodental 29 K05-K06.K08
dan jar.pendukung gigi lainnya
T 1181
otal
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit lainnya
menduduki nomor 1 peringkat penyakit terbesar dengan jumlah kasus
sebanyak 374kasus, Sedangkan ISPA berada pada peringkat nomor 2 dengan
jumlah kasus sebanyak 197 kasus, dimana jumlah ini menurun dari bulan
sebelumnya yaitu pada bulan maret . Sedangan di urutan kesepuluh ada
penyakit Ginggivitis periodental dan jaringan pendukung gigi lainnya dengan
jumlah kasus sebanyak 29 kasus.

Tabel 3.2.5
Sepuluh penyakit terbesar pada bulan mei 2020
No Nama Penyakit Jumlah Kode Penyakit
1 Penyakit lainnya 300
2 Penyakit Hipertensi 135 K04
3 Gastritis Duodenitis 116 K29-K30
4 Infeksi pada pulpa dan 84 M60-M63
jaringan Apikal
5 ISPA 68 J00-J06
6 Kelainan dermatitis,eksim da 59 L20-L45
papulosquama
7 Diabetes Melitus 50 B00-B09
8 Kelainan pada jar. Lunak 47 M70-M79
penunjang otot lainnya
9 Peny. Ginggivitis periodental 45 K05-K06.K08
dan jar.pendukung gigi lainnya
10 Anthropaties 38 M00-M36
Total 942

31
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit lainnya
menduduki nomor 1 peringkat penyakit terbesar dengan jumlah kasus
sebanyak 300 kasus, Sedangkan ISPA berada pada peringkat nomor 5 dengan
jumlah kasus sebanyak 68 kasus, dimana jumlah ini menurun dari bulan
sebelumnya yaitu pada bulan april . Sedangan di urutan kesepuluh ada
penyakit Anthropaties dengan jumlah kasus sebanyak 38 kasus.

Tabel 3.2.6
Sepuluh penyakit terbesar pada bulan juni 2020
No Nama Penyakit Jumlah Kode Penyakit
1 Penyakit lainnya 248 J00-J06
2 Penyakit Hipertensi 227 K04
3 Gastritis Duodenitis 122 K29-K30
4 ISPA 131 J00-J06
5 Infeksi pada pulpa dan 110 M60-M63
jaringan apikal
6 Diabetes Melitus 88 B00-B09
7 Kelainan dermatitis,eksim da 65 L20-L45
papulosquama
8 Anthropaties 61 M00-M36
9 Penyakit pada rongga mulut, 59 K00-K14
kelenjar saliva dan raang
lainnya
10 Peny. Ginggivitis periodental 53 K05-K06.K08
dan jar.pendukung gigi lainnya
Total 1164
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit lainnya masih
menduduki nomor 1 peringkat penyakit terbesar dengan jumlah kasus
sebanyak 248 kasus, Sedangkan ISPA berada pada peringkat nomor 4 dengan
jumlah kasus sebanyak 131 kasus, dimana jumlah ini meningkat dari bulan
sebelumnya yaitu pada bulan mei . Sedangan di urutan kesepuluh ada
penyakit Ginggiviatis periodental dan jaringan pendukung gigi lainnya dengan
jumlah kasus sebanyak 53 kasus.

Tabel 3.2.7

32
Sepuluh penyakit terbesar pada bulan juli 2020
No Nama Penyakit Jumlah Kode Penyakit
1 Penyakit Hipertensi 237 K04
2 ISPA 231 J00-J06
3 Gastritis dan Duodenitis 148 K29-K30
4 Penyakit lainnya 121
5 Diabetes Melitus 81 B00-B09
6 Kelainan dermatitis,eksim da 79 L20-L45
papulosquama
7 Infeksi pada pulpa dan 66 M60-M63
jaringan apikal
8 Anthropaties 66 M00-M36
9 Kelainan pada jar. Lunak 65 M70-M79
penunjang otot lainnya
10 Kelainan metabolisme lainnya 49 E70-E90
Total 1143
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit Hipertensi
menduduki nomor 1 peringkat penyakit terbesar dengan jumlah kasus
sebanyak 237 kasus, Sedangkan ISPA berada pada peringkat nomor 2 dengan
jumlah kasus sebanyak 231 kasus, dimana jumlah ini meningkat dari bulan
sebelumnya yaitu pada bulan juni . Sedangan di urutan kesepuluh ada
penyakit kelainan metabolisme lainnya dengan jumlah kasus sebanyak 49
kasus.

Tabel 3.2.8
Sepuluh penyakit terbesar pada bulan agustus 2020
No Nama Penyakit Jumlah Kode Penyakit
1 Penyakit Hipertensi 223 K04
2 Penyakit lainnya 191
3 ISPA 160 J00-J06
4 Gastritis dan Duodenitis 106 K29-K30
5 Infeksi pada pulpa dan 101 M60-M63
jaringan apikal
6 Diabetes Melitus 94 B00-B09
7 Anthropaties 58 M00-M36
8 Kelainan dermatitis,eksim da 55 L20-L45
papulosquama

33
9 Penyakit pada rongga mulut, 49 K00-K14
kelenjar saliva dan rahang
lainnya
10 Kelainan pada jar.lunak 44 M70-M79
penunjang otot lainnya
Total 1081
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit Hipertensi masih
menduduki nomor 1 peringkat penyakit terbesar dengan jumlah kasus
sebanyak 223 kasus, Sedangkan ISPA berada pada peringkat nomor 3 dengan
jumlah kasus sebanyak 160 kasus, dimana jumlah ini menurun dari bulan
sebelumnya yaitu pada bulan juli . Sedangan di urutan kesepuluh ada penyakit
kelainan pada jaringan lunak penunjang otot lainnya dengan jumlah kasus
sebanyak 44 kasus.

Tabel 3.2.9
Sepuluh penyakit terbesar pada bulan september
No Nama Penyakit Jumlah Kode Penyakit
1 Penyakit Hipertensi 257 K04
2 ISPA 174 J00-J06
3 Gastritis dan Duodenitis 106 K29-K30
4 Diabetes Melitus 91 E00-E90
5 Anthropaties 86 K04
6 Penyakit lainnya 56
7 Kelainan dermatitis,eksim da 55 L20-L45
papulosquama
8 Kelainan metabolisme lainnya 45 E70-E90
9 Kelainan pada jar.lunak 44 M70-M79
penunjang otot lainnya
10 Infeksi pada kulit 39 L00-L14
Total 953
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit Hipertensi masih
menduduki nomor 1 peringkat penyakit terbesar dengan jumlah kasus
sebanyak 257 kasus, Sedangkan ISPA berada pada peringkat nomor 2 dengan
jumlah kasus sebanyak 174 kasus, dimana jumlah ini meningkat dari bulan

34
sebelumnya yaitu pada bulan agustus . Sedangan di urutan kesepuluh ada
penyakit infeksi pada kulit dengan jumlah kasus sebanyak 39 kasus.

Tabel 3.2.10
Sepuluh penyakit terbesar pada bulan oktober 2020
No Nama Penyakit Jumlah Kode Penyakit
1 Penyakit Hipertensi 267 110-115
2 ISPA 204 J00-J06
3 Gastritis dan Duodenitis 145 K29-K30
4 Diabetes Melitus 97 E10-E14
5 Kelainan dermatitis,eksim da 87 L20-L45
papulosquama
6 Infeksi pada pulpa dan 78 K04
jaringan apikal
7 Kelainan pada jar.lunak 62 M70-M79
penunjang otot lainnya
8 Anthropaties 58 M00-M36
9 Infeksi pada kulit 53 L00-L14
10 Peny. Ginggivitis periodental 40 K05-K06,K08
dan jar. Pendukung gigi lainya
Total 1091
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit Hipertensi masih
menduduki nomor 1 peringkat penyakit terbesar dengan jumlah kasus
sebanyak 267 kasus, Sedangkan ISPA berada pada peringkat nomor 2 dengan
jumlah kasus sebanyak 204 kasus, dimana jumlah ini meningkat dari bulan
sebelumnya yaitu pada bulan september . Sedangan di urutan kesepuluh ada
penyakit Ginggivitis periodental dan jaringan pendukung gigi lainnya dengan
jumlah kasus sebanyak 40 kasus.

3.3 Teknis Penyelenggaraan Klinik Sanitasi Di Puskesmas Batu 10

Kegiatan klinik sanitasi yang ada di Puskesmas Batu 10 Kota


Tanjungpinang dilakukan didalam gedung, pasien yang datang ke puskesmas
dan terindikasi mengidap penyakit berbasis lingkungan akan di rujuk keruang
Klinik Sanitasi setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter. Kegiatan klinik

35
sanitasi menyesuaikan pasien, tempat, dan waktu untuk melakukan
wawancara.
Kegiatan didalam gedung Klinik Sanitasi di Puskesmas Batu 10
terjadwal disetiap hari Senin dan Jumat di jam 08:00 - 12:00 dan selebihnya
digunakan untuk kegiatan di luar gedung. Kegiatan konseling klinik sanitasi
ini dilakukan di dalam ruangan klinik sanitasi yang berada di lantai dua
gedung puskesmas batu 10.
Kegiatan klinik sanitasi di Puskesmas Babtu 10 berjalan sebagaimana
mestinya dikarenakan tenaga sanitarian yang sudah mencukupi. Namun
memang dalam berjalannya kegiatan sanitasi ini memiliki kendala yaitu
kurangnya kerjasama antara petugas kesehatan lainnya dengan sanitarian
puskesmas. Pasien yang lupa ataupun sengaja untuk mengunjungi klinik
sanitasipun sering terjadi karena letak ruangan klinik sanitasi yang terpisah
dengan ruangan poli yang ada, karena ruang poli berada di lantai satu gedung
dan ruangan klinik sanitasi berada di lantai dua gedung.
Pedoman teknis konseling klinik sanitasi di Puskesmas Batu 10 dibuat
berdasarkan PERMENKES RI No. 13 Tahun 2015 dan tidak lakukan
penambahan sesuai kondisi di wilayah kerja puskesmas tersebut. Selain
pedoman teknis konseling, di Puskesmas Batu 10 juga terdapat panduan
lapangan (form observasi) untuk melakukan kegiatan klinik sanitasi diluar
gedung. Jenis penyakit yang tedapat dalam panduan konseling klinik sanitasi
dan panduan lapangan ( form observasi) di Puskesamas Batu l0 ada lebih dari
10 jenis penyakit.
Di Puskesmas Batu 10 tersedia sarana pendukung untuk memberikan
edukasi kepada pasien ataupun klien seperti brosur, poster, dll namun belum
mencakup semua jenis penyakit berbasis lingkungan. Puskesmas Batu 10
melakukan kegiatan lintas sektor tingkat kelurahan 3 bulan sekali, sedangkan
tingkat kecamatan dilakukan 6 bulan sekali.

36
3.3.1 Alur Kedatangan Pasien ke Klinik Sanitasi

pasien datang ke puskesmas batu 10

pasien menuju loket pendaftaran

lalu pasien masuk ke poli klinik, terdapat 5 poli ( poli


umum1, poli umum2, poli lansia, poli mtps,poli anak dan
remaja)

setelah di periksa di poli klinik oleh dokter, selanjutnya


pasien dirujuk ke klinik sanitasi

setelah ke klinik sanitasi pasien menuju ke apotek untuk


mengambil obat

setelah mengambil obat pasien di persilahkan pulang

3.3.2 Alur Kedatangan Klien ke Klinik Sanitasi

klien datang ke puskesmas batu 10

klien menuju loket pendaftaran

lalu pasien langsung menuju ke klinik sanitasi

setelah selesai urusan di klinik sanitasi klien di persilahkan


pulang

37
Dari kegiatan klinik sanitasi yang dilaksanakan di Puskesmas Batu 10,
berikut ini contoh dari kegiatan dalam gedung yang dilakukan di Puskesmas
Batu 10 :
Table 4.1 Pasien Klinik Sanitasi 16 November 2020
N NAMA JENIS UMUR MASALAH KETERANGA
O PASIEN KELAMIN DIAGNOSA N
L P
1. Novrialdi Yoga √ 10 Thn Penyakit Kulit
(Scabies)
2. Mariayani √ 33 Thn Penyakit Kulit
(Scabies)
3. Usman √ 59 Thn ISPA(6hari) di Poli COVID
4. Iqbal Rilansyah √ 27 Thn ISPA(14 hari) di Poli COVID

3.4 Perbandingan Klinik Sanitasi Puskesmas Batu 10 dengan Regulasi

No SOP Perbandingan Keterangan


Sesuai Tidak
Sesuai
1. Alur kegiatan √ Alur kegiatan pelayanan kesehatan
pelayanan mengikuti skema yang ada di PMK RI
kesehatan Nomor 13 Tahun 2015.
lingkungan
2. Langkah-Langkah √ 1. Persiapan (P1)
Konseling a. menyiapkan tempat yang aman, nyaman
dan tenang; b. menyiapkan daftar
pertanyaan untuk mendapatkan informasi
yang dibutuhkan;

38
c. menyiapkan media informasi dan alat
peraga bila diperlukan seperti poster,
lembar balik, leaflet, maket (rumah sehat,
jamban sehat, dan lain-lain) serta alat
peraga lainnya.
2. Pelaksanaan (P2)
Dalam pelaksanaan, Tenaga Kesehatan
Lingkungan menggali data/informasi
kepada Pasien atau keluarganya, sebagai
berikut:
1. umum, berupa data individu/keluarga dan
data lingkungan;
2. khusus, meliputi:
a. identifikasi prilaku/kebiasaan;
b. identifikasi kondisi kualitas kesehatan
lingkungan;
c. dugaan penyebab; dan
d. saran dan rencana tindak lanjut.
3. Petugas Inspeksi √ Dalam pelaksanaan Inspeksi Kesehatan
Kesehatan Lingkungan Tenaga
Lingkungan Kesehatan Lingkungan sedapat mungkin
mengikutsertakan
petugas Puskesmas yang menangani
program terkait atau
mengajak serta petugas dari Puskesmas
Pembantu, Poskesdes,
atau Bidan di desa.
4. Waktu √ Pelaksanaan Inspeksi Kesehatan

39
Pelaksanaan Lingkungan dilakukan dilakukan paling
Inspeksi lambat 24 (dua puluh empat) jam setelah
Kesehatan Konseling.
Lingkungan
5. Metode Inspeksi √ Inspeksi Kesehatan Lingkungan dilakukan
Kesehatan dengan cara/metode pengamatan fisik
Lingkungan media lingkungan; pengukuran media
lingkungan di tempat; uji laboratorium;
dan/atau analisis risiko kesehatan
lingkungan. Yang disesuai kan dengan
sumber daya yang tersedia.
Inspeksi Kesehatan Lingkungan dilakukan
terhadap media air, udara, tanah, pangan,
sarana dan bangunan, serta vektor dan
binatang pembawa penyakit. Dalam
pelaksanaannya mengacu pada pedoman
pengawasan kualitas media lingkungan
sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
6. Pengukuran √ Pengukuran media lingkungan di tempat
Media dilakukan dengan menggunakan alat in situ
Lingkungan di untuk mengetahui kualitas media
Tempat lingkungan yang hasilnya langsung
diketahui di lapangan.
Contoh yang dilakukan adalah pengukuran
luas ventilasi dan kelembaban dalam
penanganan kasus ISPA.
7. Uji Laboratorium √ Uji laboratorium dilaksanakan di

40
laboratorium Dinas Kesehatan.
Contoh yang dilakukan dalam pengujian
makanan minuman dalam penanganan
kasus E-coli. Yang mana sampel diambil
oleh sanitarian ditemani oleh Dinas
Kesehatan. Yang mana hasil uji akan keluar
dalam waktu 1 minggu.
8. Analisis risiko √ Analisis risiko kesehatan lingkungan juga
kesehatan dilakukan untuk mencermati besarnya
lingkungan risiko yang dimulai dengan mendiskrisikan
masalah kesehatan lingkungan yang telah
dikenal dan melibatkan penetapan risiko
pada kesehatan manusia yang berkaitan
dengan masalah kesehatan lingkungan yang
bersangkutan.
Contoh hasil pengujian makanan minuman
laboratorium dilakukan analisis risiko
kesehatan lingkungannya oleh tenaga
sanitarian di Puskesmas Batu 10.
9. Langkah-Langkah √ Langkah-Langkah Inspeksi Kesehatan
Inspeksi Lingkungan
Kesehatan a. Persiapan:
Lingkungan 1) Mempelajari hasil Konseling.
2) Tenaga Kesehatan Lingkungan membuat
janji kunjungan rumah dan lingkungannya
dengan Pasien dan keluarganya.
3) Menyiapkan dan membawa berbagai
peralatan dan kelengkapan lapangan yang

41
diperlukan (formulir Inspeksi Kesehatan
Lingkungan, formulir pencatatan status
kesehatan lingkungan, media penyuluhan,
alat pengukur parameter kualitas
lingkungan)
4) Melakukan koordinasi dengan perangkat
desa/kelurahan (kepala desa/lurah,
sekretaris, kepala dusun atau ketua RW/RT)
dan petugas kesehatan/bidan di desa.
b. Pelaksanaan:
1) Melakukan pengamatan media
lingkungan dan perilaku masyarakat.
2) Melakukan pengukuran media
lingkungan di tempat, uji laboratorium, dan
analisis risiko sesuai kebutuhan.
3) Melakukan penemuan penderita lainnya.
4) Melakukan pemetaan populasi berisiko.
5) Memberikan saran tindak lanjut kepada
sasaran (keluarga pasien dan keluarga
sekitar). Saran tindak lanjut dapat berupa
Intervensi Kesehatan Lingkungan yang
bersifat segera. Saran tindak lanjut disertai
dengan pertimbangan tingkat kesulitan,
efektifitas dan biaya.
10. Intervensi √ Intervensi Kesehatan Lingkungan adalah
kesehatan tindakan penyehatan, pengamanan, dan
lingkungan pengendalian untuk mewujudkan kualitas
lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik,

42
kimia, biologi, maupun sosial, yang dapat
berupa:
a. komunikasi, informasi, dan edukasi, serta
penggerakan/pemberdayaan masyarakat;
b. perbaikan dan pembangunan sarana
(tidak semua sarana diperbaiki atau
dibangunkan dalam setiap penanganan
penyakit yang ada, karena keterbatasan
biaya).
c. rekayasa lingkungan (dalam hal ini
rekayasan lingkungan yang sering
dilakukan disetiao kegiatan gotong royong
yang langsung dikoordinasi oleh lintas
sector yaitu RT).

Table 4.2 Perbandingan SOP Klinik Sanitasi Puskesmas Batu 10 dengan


PMK RI Nomor 13 Tahun 2015

Table 4.2 ini memaparkan kesesuaian beberapa SOP. Mulai dari Alur
kegiatan pelayanan kesehatan lingkungan, Langkah-Langkah Konseling,
Petugas Inspeksi Kesehatan Lingkungan, Waktu Pelaksanaan Inspeksi
Kesehatan Lingkungan, Metode Inspeksi Kesehatan Lingkungan, Pengukuran
Media Lingkungan di Tempat, Uji Laboratorium, Analisis risiko kesehatan
lingkungan, Langkah-Langkah Inspeksi Kesehatan Lingkungan, sesuai antara
pelaksanaan di puskesmas batu 10 dengan regulasi PMK RI Nomor 13 Tahun
2015. Namun di SOP Intervensi kesehatan lingkungan point perbaikan dan
pembangunan sarana belum sesuai karena tidak semua sarana diperbaiki atau
dibangunkan dalam setiap penanganan penyakit yang ada, karena keterbatasan
biaya.

43
A. Alur Wawancara Petugas Klinik Sanitasi Dengan Pasien Di
Puskesmas Batu 10
1. Pasien yang ditujuk menyerahkan kartu status / rujukan ke
petugas klinik sanitasi
2. Petugas klinik sanitasi mempelajari kartu pasien untuk
mengetahui penyakit penderita
3. Lakukan wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan
sesuai penyakit yang diderita pasien
4. Simpulkan hasil wawancara apakah penyakit yang di derita
pasien itu ada indikasi berhubungan dengan faktor lingkungan
5. Berikan saran pemecahan yang sederhana, mudah dilaksanakan
dan murah sesuai dengan masalahnya
6. Apabila penyakit di sebabkan faktor lingkungan, adakan
kesepakatan kapan bisa berkunjung kerumah pasien
7. Pasien menuju apotek untuk mengambil obat dan selanjutnya
pulang
8. Petugas klinik sanitasi mengisi kartu status kesehatan
lingkungan berdasarkan kartu status penderita dan mencatat ke
dalam buku register klinik sanitasi
B. Alur Wawancara Klien Ke Klinik Sanitasi
1. Petugas melakukan wawancara dengan klien sesuai
permasalahan yang disampaikan dan hasilnya di catat
2. Simpulkan hail wawancara apakah permasalahan yang di
sampaikan ada indikasi berhubungan dengan faktor lingkungan
3. Berikan saran pemecahan yang sederhana, murah dan mudah di
laksanakan sesuai dengan masalahnya
4. Apabila di perlukan tindakan kesepakatan kapan bisa
berkunjung kerumah klien
5. Klien pulang

44
6. Petugas klinik sanitasi mengisi buku registrasi klien
berdasarkan penjelasan klien

3.5 Hambatan Pelaksanaan Klinik Sanitasi Di Puskesmas Batu 10


1. Pasien yang tidak bersedia datang ke klinik sanitasi walaupun sudah di
anjurkan dokter untuk menuju klinik sanitasi sebelum pulang, dikarenakan
pasien yang malas naik ke lantai atas, kerena klinik sanitasi berada di lantai
dua
2. Adanya pasien yang menuju ke klinik sanitasi tetapi pasien itu merupakan
pasien di luar wilayah kerja puskesmas batu 10
3. Dokter lupa merujuk pasien ke klinik sanitasi
4. Pada masa pandemi covid-19 seperti ini klinik sanitasi juga mengalami
penurunan karena pasien dengan gejala covid-19 seperti ispa tidak dirujuk
ke klinik sanitasi melainkan ada poli khusus yang menanganinya.
5. Untuk kegiatan klinik saitasi diluar gedung hambatannya yang biasa terjadi
seperti mencari alamat pasien, dimana alamat yang diberikan kadang tidak
valid. Selain itu juga no hp pasien tidak sesuai/ tidak aktif yang
mengakibatkan petugas kesulitan menghubungi pasien.

45
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimulan

Kegiatan klinik sanitasi yang ada di Puskesmas Batu 10 Kota


Tanjungpinang dilakukan didalam gedung, pasien yang datang ke puskesmas
dan terindikasi mengidap penyakit berbasis lingkungan akan di rujuk keruang
Klinik Sanitasi setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter. Kegiatan klinik
sanitasi menyesuaikan pasien, tempat, dan waktu untuk melakukan
wawancara.
Kegiatan didalam gedung Klinik Sanitasi di Puskesmas Batu 10
terjadwal disetiap hari Senin dan Jumat di jam 08:00 - 12:00 dan selebihnya
digunakan untuk kegiatan di luar gedung. Kegiatan konseling klinik sanitasi
ini dilakukan di dalam ruangan klinik sanitasi yang berada di lantai dua
gedung puskesmas batu 10.
Kegiatan klinik sanitasi di Puskesmas Babtu 10 berjalan sebagaimana
mestinya dikarenakan tenaga sanitarian yang sudah mencukupi. Namun
memang dalam berjalannya kegiatan sanitasi ini memiliki kendala yaitu
kurangnya kerjasama antara petugas kesehatan lainnya dengan sanitarian
puskesmas. Pasien yang lupa ataupun sengaja untuk mengunjungi klinik
sanitasipun sering terjadi karena letak ruangan klinik sanitasi yang terpisah
dengan ruangan poli yang ada, karena ruang poli berada di lantai satu gedung
dan ruangan klinik sanitasi berada di lantai dua gedung.
Pedoman teknis konseling klinik sanitasi di Puskesmas Batu 10 dibuat
berdasarkan PERMENKES RI No. 13 Tahun 2015 dan tidak lakukan
penambahan sesuai kondisi di wilayah kerja puskesmas tersebut. Selain
pedoman teknis konseling, di Puskesmas Batu 10 juga terdapat panduan
lapangan (form observasi) untuk melakukan kegiatan klinik sanitasi diluar

46
gedung. Jenis penyakit yang tedapat dalam panduan konseling klinik sanitasi
dan panduan lapangan ( form observasi) di Puskesamas Batu l0 ada lebih dari
10 jenis penyakit.
Di Puskesmas Batu 10 tersedia sarana pendukung untuk memberikan
edukasi kepada pasien ataupun klien seperti brosur, poster, dll namun belum
mencakup semua jenis penyakit berbasis lingkungan. Puskesmas Batu 10
melakukan kegiatan lintas sektor tingkat kelurahan 3 bulan sekali, sedangkan
tingkat kecamatan dilakukan 6 bulan sekali.
Dari hasil perbandingan prosedur kelinik sanitasi di puskesmas batu 1o
dengan regulasi didapatkan hasil bahwa terdapat cukup banyak kesesuaian
beberapa SOP. Mulai dari Alur kegiatan pelayanan kesehatan lingkungan,
Langkah-Langkah Konseling, Petugas Inspeksi Kesehatan Lingkungan, Waktu
Pelaksanaan Inspeksi Kesehatan Lingkungan, Metode Inspeksi Kesehatan
Lingkungan, Pengukuran Media Lingkungan di Tempat, Uji Laboratorium,
Analisis risiko kesehatan lingkungan, Langkah-Langkah Inspeksi Kesehatan
Lingkungan, sesuai antara pelaksanaan di puskesmas batu 10 dengan regulasi
PMK RI Nomor 13 Tahun 2015. Namun di SOP Intervensi kesehatan
lingkungan point perbaikan dan pembangunan sarana belum sesuai karena tidak
semua sarana diperbaiki atau dibangunkan dalam setiap penanganan penyakit
yang ada, karena keterbatasan biaya.

4.2 Saran
Dari hasil praktik daring di Puskesmas Btu 10 didapatkan hasil bahwa
pelayanan klinik Sanitasi dipuskemas sudah cukup baik namun masih ada
beberapa kendala dalam pelaksanaannya seperti kurangnya kerjasama yang
baik/komunikasi sehingga dibutuhkan lagi kerjasama yang baik antara
dokter/perawat diruang poli dengan petugas klinik sanitasi.
Selain itu di era pandemi COVID-19 ini mungkin bisa dilakukan
penambahan konsultasi klinik sanitasi secara daring bagi pasien/klien yang

47
ingin berkonsultasi dengan petugas klinik sanitasi sehingga pelayanan klinik
sanitasi dapat berjalan dengan baik meski di era pandemi seperti sekarang ini.
Untuk menunjang pelayanan klinik sanitasi di puskesmas lebih baik lagi jika
sarana pendukung seperti brosur dan poster dilengkapi lagi untuk semua jenis
penyakit berbasis lingkungan, sehingga pada saat pasien/klien datang
berkonsultasi maka pasien lebih mudah memahami.

48
DAFTAR PUSTAKA

Puskesmas Batu 10. (2020). Tanjungpinang.

Agung Maria Putri, S. A. (2018). Klinik Sanitasi dan Peranannya Dalam Peningkatan
Kesehatan Lingkungan Di Puskemas Pajangan Bantul. Jurnal Medika Respati.

Karimah, Z. (2017, Juli 17). Makalah Klinik Sanitasi. Retrieved from Scribd:
http://www.scribd.com

Mugeni Sugiharto, R. S. (2018). Pelayanan Klinik Sanitasi Di Puskesmas Gucialit


dan Puskesmas Gambut Dalam Menanggulangi Penyakit Berbasis
Lingkungan. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 261-270.

Nadya Andila Agustin, N. S. (2020). Pelayanan Kesehatan Lingkungan di


Puskesmas. Higeia Journal Of Public Healt Research And Development.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 13 Tahun 2015 Tentang


Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Lingkungan Di Puskesmas.

iv

Anda mungkin juga menyukai