NPM : 170210190045
1. Latar Belakang
Semakin cepatnya perkembangan teknologi pada era modern seperti sekarang ini
membuat pengaruhnya pada manusia semakin nyata terlihat. Sebagai salah satu contoh adalah
penggunaan telepon seluler yang tidak hanya mengubah cara manusia berkomunasi namun
juga sudah mengubah cara manusia mengonsumsi informasi. Perubahan tersebut terjadi
secara tidak terhindarkan memenagruhi budaya interaksi antar warga, interaksi antar warga
dan pemerintah, hingga interaksi politik serta ekonomi.
Pada revolusi industry 4.0, beberapa perkembangan teknologi yang sangat diamati
adalah big data, Artificial Intelligence (AI), blockchain, dan financial technology (fintech).
Sebagian dari teknologi tersebut bukanlah teknologi yang baru, melainkan sebuah teknogi
yang sudah ada sejak lama namun dengan adanya perkembangan teknologi yang ada maka
teknologi tersebut mendapatkan sebuah pembaharuan. Salah satunya adalah big data.
Big data ini sudah memengaruhi dunia politik dari berbagai cara. Dengan naiknya
dunia maya sebagai salah satu domain penting dari aktivitas sehari-hari, politik internasional
telah mengalami perubahan yang didorong oleh adanya perkembangan teknologi. Big data
mengungkap sebuah dimensi baru pada perubahan ini, yang baru mulai dipahami oleh para
ilmuwan politik dan pengamat urusan internasional. Hal ini mengubah distribusi kekuasaan
dan dengan demikian beberapa asumsi dasar dari teori hubungan internasional itu sendiri, dan
analisisnya akan semakin menginformasikan penelitian hubungan internasional dan
pembuatan kebijakan (Zwitter, 2015).
Adapun pada makalah ini akan membahas mengenai bagaimana blockchain dapat
berpengaruh pada hubungan internasional khususnya kerjasama antar negara. Lalu bagaimana
blockchain ini dapat mempromosikan kerjasama antara negara?
2. Tinjauan Pustaka
Big data mengacu pada sejumlah yang besar, menggunakan teknik analitik yang
canggih dan dapat ditambang untuk informasi guna mengungkapkan pola dan tren serta
korelasi. Ide kunci di balik konsep big data ini adalah bahwa volume data yang jumlahnya
besar memungkinkan pengguna untuk menemukan informasi (khususnya pada korelasi dan
pola) yang tidak dapat dicari dengan melihat sampel data yang lebih kecil. Hal ini juga
berkaitan dengan adanya peningkatan kemampuan untuk mengesktrak informasi dan
menafsirkan sejumlah big data yang tidak terstruktur. Ide kunci lainnya adalah big data
diperbarui hampir secara real-time. Fitur terpenting yang relevan dalam memahami big data
ini seringkali dikenal sebagai 3 V’s, yaitu (Smolan & Erwitt, 2012):
1. Volume: Data pada masa sekarang sangatlah banyak, dan bisa diukur dengan
petabytes, exabytes, zetabytes dan mungkin pada masa depannya sudah bisa
diukut dalam satuan yottabytes. Menurut Rick Smolan dan Jennifer Erwitt,
semenjak awal adanya data hingga tahun 2011, sudah ada 5 miliar gigabytes data
yang sudah diproduksi, dan pada tahun 2015 jumlah tersebut diproduksi setiap 10
detik.
2. Velocity: Kecepatan dari data yang dibuat danpengumpulannya kini sudah
mendekati real-time. Hal ini tidak hanya menyangkut pertanyaan mengenai
banwidth (kemampuan unggah dan unduh) namun berlaku juga pada penerapan
arsitektur teknologi informasi yang dapat menangani sebuah data hampir secara
real-time.
3. Variety: data ada dalam bentuk yang beragam baik terstruktur maupun tidak
terstruktur dan dalam format dan unit analisis yang berbeda-beda. Selanjutnya,
dapat dikategorikan tergantung dari sumber data tersebut dihasilkan misalnya, ada
data yang dibuat sendiri, data yang dikumpulkan dan data yang diambil dari
sumber-sumber eksternal lainnya.
Ide sentral dari makalah ini adalah bahwa teknologi blockchain adalah salah satu
mekanisme desentralisasi untuk tata kelola global, yang dapat didefinisikan sebagai sebuah
system aturan di semua tingkat aktivitas manusia (baik dari keluarga hingga ranah
internasional) dimana mengejar tujuan melalui pelaksanaan control memiliki dampak
transnasional (Rosenau, 1995). Meskipun kemampuan untuk memerintah secara tradisional
masih terbatas pada manusia, munculnya teknologi informasi dan komunikasi telah
menantang pandangan ini. Para ilmuwan sudah menciptakan istilah ‘tata kelola algoritmik’
untuk merujuk apda program computer yang membuat keputusan otoratif yang membangun
realitas dan juga tatanan sosial (Just & Latzer, 2017), berdasarkan kode yang telah ditentukan
sebelumnya dan sering menggunakan big data sebagai inputnya.
Tata kelola blockchain (Sebagian dari tata kelola algoritmik) mengacu pada algoritme
yang berjalan secara bersamaan di jarang computer yang sudah terdistribusi. Tata kelola
algoritmik dapat meluas tanpa menghiraukan batas-batas negara, misalnya melalui pemilihan
algoritmik di internet atau bahkan melalui hubungan transnasional pada platform blockchain.
Adanya persaingan dalam perspektif yang ada untuk memahami blockchain bagi masyarakat
global. Apa yang menyatukan mereka adalah pengakuan bahwa teknologi blockchain
memberikan pengaturan pada perilaku sosial. Mereka dapat melakukannya setidaknya dengan
mengubah daya tarik relatif dari perilaku yang berbeda, jika tidak dengan mengubah
preferensi terhadap kerja sama itu sendiri, mengingat bahwa para aktor internasional mulai
memahami bahwa ‘code is law’ (Lessig, 2006).
Tata kelola blockchain masih bukan sebuah label yang sepenuhnya akurat untuk
analisis. Hal tersebut dikarenakan pada tata kelola oleh blockchain (kerjasama antara
pemangku kepentingan melalui system berbasis blockchain) dan tata kelola blockchain
(bagaimana pemangku kepentingan mengambil keputusan mengenai aturan dimana
blockchain beroperasi yang biasa disebut ‘protokol’) (Reinsberg, 2020).
Salah satu contoh dari penggunaan tata kelola global berbasis blockchain adalah
untuk area perubahan iklim. Pertama, pertempuran melawan perubahan iklim penuh dengan
keragaman kerja sama yang sangat kompleks, yang memungkinakna untuk menyelidiki
berbagai cara di mana teknologi blockchain ini dapat membantu mengurangi atau bahkan
mengatasi masalah tersebut. Dalam area mitigasi, tantangan utama adalah mencegah negara-
negara bagian dari pengurangan emisi dari negara lain yang dilakukan secara bebas. Dalam
area adaptasi, negara-negara menghadapi banyaknya masalah distribusi internasional
mengenai bagaimana cara menyebarkan biaya pendanaan adaptasi terhadap konsekuensi tak
terhindarkan dari pemanasan global. Kedua area tersebut tidaklah independent yang semakin
memperumit proses perundingan.
The Paris Agreement yang membahas mengenai tata kelola iklim. Dengan membawa
The Paris Agreement di blockchain akan mengharuskan negara-negara anggota untuk
membuat blockchain yang diizinkan terlebih dahulu. Write-access akan dibatasi untuk
pemangku kepentingan yang telah diindetifikasikan sebelumnya seperti negara sendiri dan
pihak ketiga yang dipercaya. Negara dapat saja memutuskan untuk membuat beberapa
informasi yang terlihat oleh semua orang yang ada diluar sistem.
Satu tugas tambahan yang dapat ditangani oleh system tata kelola yang berbasis
blockchain adalah untuk memfasilitasi ‘pembayaran berbasis hasil’ untuk kegiatan yang
berkaitan dengan pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. Untuk melihat
bagaimana ini akan bekerja dalam praktik, bayangkan siapapun di jaringan tanpa izin yang
terhubung ke system dapat memperoleh greencoins dengan cara menanam pohon (sama
seperti ‘mining’ dalam system Bitcoin) (Carrington, 2019).
4. Analisis kritis
Namun untuk berbagai jenis informasi, ada kebutuhan berkelanjutan untuk pihak
ketiga yang terpercaya, seperti IGO, NGO, dan badan ahli (Arruñada, 2018). Pihak ketiga ini
mungkin lebih unggul dalam menyediakan informasi yang terdesentralisasi khususnya untuk
masalah teknis, seperti pembuatan kebijakan moneter dimana tidak mungkin pasar diprediksi
oleh publik akan memiliki banyak reporter karena individu tidak memiliki keahlian untuk
membuat taruhan berdasarkan informasi. Dalam hal tersebut, Organisasi internasional yang
teknoratis mungkin menjadi pilihan yang sangat tepat.
5. Kesimpulan
Blockchain adalah sebuah teknologi yang telah memicu minat signifikas untuk
mendukung sistem big data dengan keamanan yang tinggi dan manajemen jaringan yang
efisien. Sebagai teknologi universal, teknologi blockchain telah melakukan perubahan pada
kehidupan masyarakat sehari-hari maupun kehidupan dunia internasional. Meskipun masih
dalam tahap pertumbuhan dan masih banyak masalah yang belum bisa dipecahkan. Dalam
keadaan ini, teknologi, bakat, sumber daya dari internet menjadikan investor yang paling
cocok dalam membangun blockchain. Blockchain sendiri tidak diragukan lagi memiliki
proses pengembangan, dan kondisi yang diperlukan untuk prospek pengembangan adalah
memasuki pasar arus utama dan mewujudkan integrasi dan pengembangan dari tata kelola
global berbasis blockchain.
Salah satu fungsionalitas dari blockchain seperti smart contract dapat digunakan
dalam mempromosikan dan meningkatkan kerjasama antar negara. Pertama, dengan
memanfaatkan umpan informasi kolektif, sehingga membantu menyelesaikan ketidakpastian
mengenai keadaan dunia dan juga perilaku dari negara-negara. Kedua, mengatasi masalah
distribusi secara efisien dan yang terakhir adalah memungkinkan negara dan aktor dari tata
kelola global lainnya membuat komitmen yang lebih kredibel diantara mereka.
Teknologi blockchain ini juga menawarkan sebuah jalan baru bagi negara untuk
memperbesar serangkaian keadaan di mana mereka bersedia untuk bekerja sama dalam
preferensi ex-ante, misalnya dengan memanfaatkan sumber informasi baru yang didapat dan
dengan mengurangi biaya transaksi yang membebaskan sumber daya untuk mengatasi
masalah distribusi yang terjadi.
Daftar Pustaka
Abbott, K. W., & Snidal, D. (1998). Why States Act through Formal International
Organizations. Journal of Conflict Resolution, 3-32.
Carrington, D. (2019, July 4). Tree planting 'has mind-blowing potential' to tackle climate
crisis. Retrieved from The Guardian:
https://www.theguardian.com/environment/2019/jul/04/planting-billions-trees-best-
tackle-climate-crisis-scientists-canopy-emissions
Just, N., & Latzer, M. (2017). Governance by algorithms: reality construction by algorithmic
selection on the Internet. Media, Culture & Society, 238-258.
Lessig, L. (2006). Code and Other Laws of Cyberspace. New York: Basic Books.
Qin, X. (2022). Information and Data Analysis Based on Big Data and Blockchain
Technology in Promoting the Development of Cultural Tourism Industry. Security
and Communication Networks.
Smolan, R., & Erwitt, J. (2012). The Human Face of Big Data. Against All Odds
Productions.
Wigley, B., & Cary, N. (2017). The Future is Decentralised: Blockchains, Distributed
Ledgers, and the Future of Sustainable Development.
Zwitter, A. (2015). Big Data and International Relations. Ethics & International Affairs, 377-
389.
Zwitter, A., & Hazenberg, J. (2020). Governance, Blockchain, Cyberspace: How Technology
Implies Normative Power and Regulation. In B. Cappiello, & G. Carullo, Blockchain,
Law and Governance. Springer.